Analisis Malformasi Kerang Hijau Model Akumulasi Logam Berat

sedimen dan biota serta malformasi kerang hijau. Komponen tersebut dimasukan dalam diagram lingkar sebab akibat dan diagram input-output. Diagram lingkar sebab akibat Gambar 8 berupa hubungan sebab akibat yang di masukan ke dalam bahasa gambar tertentu yang dibuat garis saling terkait. Garis terkait digambarkan seperti panah, pangkal panah menggambarkan sebab sedangkan ujung panah menggambarkan akibat. Diagram input-output yang sering disebut diagram kotak gelap, menggambarkan hubungan input terhadap output yang dihasilkan berdasarkan formulasi masalah dan identifikasi sistem ditunjukan pada Gambar 9. Validasi model bertujuan untuk melihat kesesuaian hasil model dibandingkan dengan realitas sistem yang dikaji Hatrisari 2007. Dengan kata lain validasi model menguji ketepatan stuktur dan keluaran model untuk menunjukan kesalahan yang minimum dengan cara membandingkan data aktual, termasuk menguji secara statistika. Verifikasi data empirik output model dilakukan dengan menggunakan uji statistik AME absolute mean error, yakni uji penyimpangan rata-rata simulasi terhadap kondisi aktual. Formula AME sebagai berikut AME = [abs Sr-Ar]Ar Sr = int S[tn-t0] Ar = int A[tn-t0] ……….3 Keterangan : A = nilai aktual S = nilai simulasi n = waktu abs = nilai absolut int = sigma fungsi waktu batas penyimpangan yang dapat diterima 10 Gambar 8. Diagram lingka Gambar 9. Diagram inpu Input terkontrol: -Peruntukan lahan -Teknologi -Pengolahan limbah -Kesadaran masyarakat -Persepsi masyarakat Aku bera Input tak terkontol: - limbah - debit air - iklim - Jumlah penduduk P gkar sebab akibat sistem akumulasi logam bera hijau nput-output sistem akumulasi logam berat pada Output dikehendaki: - beban pencemaran m - kualitas air memenu - akumulasi minimal - tidak ada malformas kumulasi logam rat pada kerang hijau Output tidak dikehe - beban pencemaran m - penurunan kualitas a - makin banyak malfo Input lingkungan: Kebijakan terkait pencemaran Manajemen pengendalian Parameter kinerja: Baku mutu berat pada kerang da kerang hijau ki: menurun nuhi baku mutu asi kerang hendaki: meningkat tas air lformasi kerang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Muara Angke mempunyai luas wilayah 67 Ha, terletak di Delta Muara Angke Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara dan secara astronomis terletak pada 6°6 21 LS, 106°46 29.8 BT. Kawasan Muara Angke secara secara geografis berbatasan dengan: - Sebelah barat : Kali Angke - Sebelah selatan : Kali Angke - Sebelah timur : Jalan Pluit - Sebelah barat : Laut Jawa Muara angke secara umum terbagi menjadi empat kawasan, yaitu kawasan perumahan, kawasan pengolahan hasil perikanan tradisional, kasawan tambak ujicoba dan kasawan pelabuhan perikanan. Muara Angke memiliki tiga rukun warga RW yiatu RW 01, RW 11, dan RW 20 serta terdapat tiga perkampungan nelayan tradisional di Muara Angke yaitu, Kampung Nias, Kampung Baru, dan Empang. Secara geografi kontur permukaan tanah kawasan Muara Angke datar dengan ketinggian dari permukaan laut antara 0–1 meter. Pasang surut kawasan ini mempunyai sifat harian tunggal dan kisaran antara surut tertinggi dan terendah adalah 1,2 meter, gerakan periodik ini walaupun kecil tetap berpengaruh pada kondisi pantai kawasan ini. Arus laut pada kawasan ini berkecepatan 1,5 knot dengan ketinggian gelombang antara 0–1 meter, jika terjadi angin kuat gelombang dapat mencapai 1,5 sampai 2 meter. Di Muara Angke terdapat bagan tancap budidaya kerang hijau yang di kelola secara swadaya oleh Masyarakat Muara Angke, terutama oleh Masyarakat Blok Empang yang berada di utara kawasan ini. Jumlah bagan tancap selalu meningkat dari tahun ke tahun, dan saat ini jumlahnya kurang lebih 250 buah. 4.2. Kondisi Perairan Muara Angke 4.2.1. Kualitas Air Pada penelitian ini kondisi kualitas Perairan Muara Angke, diwakili oleh kualitas perairan Kali Angke dan kualitas perairan di lokasi budidaya kerang hijau. Adapun kualitas air di lokasi penelitian tersebut, yakni suhu, pH, salinitas, oksigen terlarut dissolved oxygen DO, kebutuhan oksigen biokimiawi biochemical oxygen demand BOD, kebutuhan oksigen kimiawi chemical oxygen demandCOD, nurtien nitratNO 3 , dan ortofosfat, dan logam berat yakni merkuri Hg kadmium Cd dan timbal Pb serta debit Kali Angke dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Beberapa parameter kualitas air di Kali Angke dan lokasi budidaya kerang hijau No Parameter Kali Angke BM Air Sungai Budidaya Kerang Hijau BM Air Laut Fisika 1 Suhu o C 27,8 Alami 28,6 Alami 2 Salinitas ‰ Alami 32 Alami 3 Debit m 3 detik 9,094 – – – Kimia 1 pH 6,45 6,0–8,5 7,58 7–8,5 2 Oksigen terlarut mgl 3,7 3,0 5,6 5 3 BOD mgl 40,06 10 35,85 10 4 COD mgl 74,03 20 176,52 20 5 Nitrat mgl 0,066 10 0,043 0,015 6 Ortofosfat mgl 0,056 0,5 0,01 0,008 7 Merkuri mgl 0,086 0,001 0,043 0,001 8 Kadmium mgl 0,011 0,01 0,07 0,001 9 Timbal mgl 0,105 0,1 0,005 0,008 Keterangan: BM Air sungai: Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 582 Tahun 1995 BM Air laut: Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut, Kep Men LH No. 51 tahun 2004 Suhu, salinitas, pH, dan oksigen terlarut merupakan parameter kualitas air yang secara langsung berpengaruh terhadap perairan dan secara langsung mempengaruhi aspek biologi. Hasil pengamatan diperoleh data yang dipengaruhi oleh faktor musim, cuaca dan lokasi. Suhu permukaan air sungai 27,8 o C dan suhu permukaan air laut 28,6 o C . Variasi suhu permukaan dan variasi salinitas di perairan kawasan tropis seperti Indonesia, umumnya, relatif tidak terlalu jauh. Pengamatan dilakukan pada Nopember 2010-Februari 2011, yang mewakili musim barat dan musim hujan, membuat tingginya curah hujan yang cenderung tinggi sehingga run off sungai yang besar. Kondisi tersebut membuat suhu dan salinitas cenderung lebih rendah. Effendi 2003 menyatakan kisaran suhu yang tepat bagi organisme perairan di tropis dalam 20-30 o C . Suhu perairan tersebut masuk pada kategori normal. Kisaran suhu di lokasi penelitian masuk pada kategori normal dan relatif mendukung kehidupan di dalamnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Abowei dan George 2009, suhu air di daerah tropis umumnya bervariasi antara 25 o C dan 35 o C. Namun demikian apabila terjadi peningkatan suhu dan terjadi penurunan salinitas ada kecenderungan terjadinya peningkatan toksisitas logam berat Ahalya et al. 2004. Derajat keasaman pH pada Kali Angke 6,45 yang berarti cenderung asam, padahal di lokasi pengambilan sampel pengaruh air laut pasang sangat besar. Kondisi pH yang relatif lebih asam diduga karena adanya penguraian bahan organik yang jumlahnya banyak. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Siradz et al. 2008 yang mengatakan bahwa pH perairan sungai dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain i bahan organik atau limbah organik,mengingat meningkatnya kemasaman dipengaruhi oleh bahan organik yang membebaskan CO 2 jika mengalami proses penguraian, ii bahan anorganik atau limbah anorganik, seperti pada air limbah industri yang bahan anorganiknya umumnya mengandung asam mineral dalam jumlah tinggi sehingga kemasamannya juga tinggi, iii basa dan garam basa dalam air, iv hujan asam akibat emisi gas. Dugaan tingginya bahan organik di Kali Angke didasarkan pada warna air yang hitam dan bau busuk yang menyengat. Adapun rendahnya derajat keasaman disebabkan pada penguraian bahan organik akan dihasilkan karbon dioksida, yang jika bereaksi dengan air akan menyebabkan kondisi menjadi asam atau dengan kata lain akan mengakibatkan pH lebih rendah. Sebenarnya dalam air terdapat mineral yang salah satunya berasal dari air laut pasang, namun diduga jumlah mineral tersebut masih lebih sedikit dibanding bahan organik, sehingga air pasang tidak mengakibatkan tingginya pH air Kali Angke. Tingginya bahan organik dalam Kali Angke diduga selain bahan organik yang berasal dari hulu, juga berasal dari banyaknya masyarakat sekitar warga, pelaku kegiatan pasar ikan dan TPI Muara Angke yang membuang sampah hasil kegiatan langsung ke sungai tanpa pengolahan terlebih dahulu, sehingga dalam sungai tersebut akan terjadi proses penguraian bahan organik. Hal ini sejalan dengan pernyataan Fardiaz 1992, Abowei and George 2009, Adedokun et al. 2008 dan Adeyemo et al. 2008 yang menyatakan bahwa penguraian bahan organik yang mengandung karbon, nitrogen, sulfur dan phospat, baik yang berasal dari karbohidrat, lemak atau protein dalam proses aerobik dan anaerobik akan menghasilkan karbon dioksida yang sifatnya asam.