Malformasi Kerang Hijau Kerang Hijau
pengaruh obat-obatan, pengaruh lingkungan atau interaksi dari berbagai penyebab tersebut Encyclopædia Britannica 2011. Rainbow 1995 dalam Wong et al. 2000
menyatakan P.viridis toleran terhadap perairan yang terkontaminasi logam serta dapat bertahan terhadap fluktuasi salinitas dan suhu, tetapi pertumbuhannya tidak optimal.
Kerusakan DNA dapat terjadi pada sel gonad jantan Perna viridis akibat terkena sisa produk rokok, terutama ekstrak rokok tembakau yang telah digunakan Nagarappa
2000. Kondisi kerang hijau yang berada di Teluk Jakarta telah mengalami perubahan,
dari 300 kerang yang dijadikan sampel pada penelitian tim gabungan dari Institut Pertanian Bogor IPB, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi BPPT, Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI, dan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah BPLHD DKI Jakarta, 50 persennya ternyata telah mengalami kelainan bentuk fisik
malformasi. Sekitar 70 persen sampel kerang hijau itu pun mengidap berbagai kelainan. Kerusakan jaringan dan kelainan bentuk fisik biota akuatik ikan dan kerang.
Hal ini diduga berkaitan erat dengan tingginya kandungan logam berat seperti Sn pada tributiltin TBT, merkuri Hg, kadmium Cd, timah hitam Pb, dan arsen As di
perairan Riani, 2004. Logam berat tersebut terdapat di perairan dalam bentuk ion-ion, kemudian akan
masuk ke dalam tubuh melalui insang dan saluran pencernaan. Dalam perairan, logam berat walaupun dalam konsentrasi yang kecil dapat terabsorpsi dan terakumulasi dalam
hewan air, terutama benthos, dalam hal ini adalah kerang hijau, dan akan terlibat dalam proses rantai makanan food chain Darmono 1995. Rainbow dan Furness 1990
dalam Wong et al. 2000 menyatakan logam berat akan terakumulasi dalam tubuh kerang dan dapat membahayakan kesehatan manusia.
Hal tersebut didukung pernyataan Yaqin 2004 kerang hijau mempunyai kemampuan yang sangat menakjubkan dalam menumpuk bioaccumulation logam
berat, seperti tributiltin, di dalam tubuhnya. Tumpukan tributiltin di dalam tubuh kerang mungkin tidak bisa dideteksi dengan alat kromatografi biasa sebab kandungannya
sangat rendah dari sisi kuantitas. Akan tetapi, mengingat daya rusak tributiltin yang bersifat jangka panjang, maka bahaya tributiltin itu seperti bom waktu. Hal ini akan
berdampak pada pertumbuhahan yang menyimpang malgrowth atau deformitas atau malformasi
. Gambar 6
Gambar 6. Perbedaan insang kerang hijau normal kiri dan Kerang Hijau dengan insang yang mengalami malformasi kanan Jose dan Deepthi 2005
Yaqin 2004 menambahkan Page, Dassayanake, Eisenbrand, dan Phelps pada tahun 1996-1997 melakukan penelitian tentang hubungan antara deformitas dan
pencemaran tributiltin di Portugis. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang sangat erat antara kandungan tributiltin pada daging kerang dan perairan dengan
fenomena deformitas. Di Marina Norsmind Fjord, Denmark, yang tercemar dengan tributiltin, peneliti menemukan adanya korelasi yang erat antara deformitas dan
kerusakan DNA kerang biru Mytilus edulis. Penelitian Claudia alzieu dalam Yaqin 2004 menduga tributiltin mengganggu enzim yang membantu sistem pembentukan
kapur klasifikasi sehingga kalsifikasinya tidak berjalan dengan normal. Kerang yang proses kalsifikasinya tidak normal cenderung menggelembungkan cangkangnya.
Selanjutnya pada tingkatan yang serius, klasifikasi yang tidak normal itu akan menyebabkan terbentuknya alur-alur pertumbuhan acak pada cangkang sehingga
permukaan cangkang kelihatan dipenuhi oleh alur-alur pertumbuhan yang tampak seperti pelapisan yang kasar. Claudia alzieu menambahkan kandungan tributiltin di
perairan sebesar 1 ngl sudah cukup untuk menyebabkan kecacatan atau deformitas pada cangkang kerang dan imposex perubahan kelamin betina menjadi kelamin jantan
karena munculnya penis palsu pada keong. Sementara konsentrasi tributiltin di kolom air laut Teluk Jakarta 2-15 ngl dan sedimennya mengandung 119-506 ngl. Hal ini
diduga berdampak negatif pada perubahan morfologi kerang hijau.