Tentang keputusan MUI NO. 53 Tahun 2014 Tentang Hukuman Mati Bagi

3. Meminta kepada Presiden RI sebagai kepala Negara dan Kepala Pemerintahan untuk membuat kepeloporan dalam perang terhadap kejahatan narkoba, mengeluarkan intruksi yang lebih keras dan intensif terhadap penaggulangan poenyalahgunaan narkotika serta memberikabn hukuman yang keras dan tegas untuk kepentinga efek kerja. 4. Meminta masyarakat agar terlibat aktf dalam melakuakan pencegahan dan pemberantsan peredaran narkoba dikalangan masyarakat 5. Menghimbau kepada para ulama, tokoh agama, da’I dana muballigh, pendidik, klepada Alaim Ulama, Guru-guru, Miuballigh dan pendidik untuk lebih giat memberikan pendidikanpenerangan terhadap masyarakat mengenai penyalahgunaan narkotika sertabersama-sama seluruh elemen masyarakat berusaha menyatak an “Perang Melawan Narkotika”.

BAB IV ANALISA TERHADAP FATWA MAJELIS ULAMA

INDONESIA MUI TENTANGSANKSI HUKUMAN MATI BAGI PENYALAHGUNA NARKOBA

A. Analisa Terhadap Fatwa Majelis Ulam Indonenesia MUI Tentang

Hukuman Mati Bagi Penyalahguna Narkoba Untuk menganalisa hasil istinbath hukum fatwa Majelis Ulama Indonesia MUI dalam menetapkan hukumnya, yakni hukuman Bagi Produsen, Bandar, Pengedar Dan Penyalahguna Narkoba yang sanksi hukumannya itu sampai kepada hukuman mati, Maksud dari penetapan sanksi hukuman Bagi penyalahgunaan Narkoba yaitu MUI sudah merapatkan hasil ketentuan sanksi hukuman tersebut, yang dimana ketetapan Fatwa tersebut hasil pembaharuan dari fatwa MUI Nomor 10MUNASVIIMUI142005 tentang Hukuman Mati dalam Tindak Pidana Tertentu, Maka daripada itu diperlukannya uraian-uraian yang berdasarkan pada Bab II dan Bab III yang telah mengemukakan hal-hal yang menjadikan landasan ditentukannya subyek hukum. Sebelum membahas lebih lanjut tentang analisa penulis terhadap hasil istinbath Majelis Ulama Indonesia MUI dalam menetapkan hukuman bagi produsen, bandar, pngedar dan penyalahguna narkoba. perlu diketahui bahwa efek dari pengaruh obat-obatan terlarang tersebut sungguh sangat berbahaya jika dikonsumsi dengan berlebihan. Karena Narkoba itu memiliki illat kesamaan hukum dengan khamr yang bisa menimbulkan rasa mabuk dan membuat akal tidak terkontrol dan juga dapat mencelakakan diri sendiri dan orang lain, bahkan yang lebih bahanya lagi dapat menyebabkan kematian apabila mengonsumsinya dengan sangat berlebihan. Adapun penggunaan Narkotika sebenarnya tidak ada masalah jika itu memang untuk kepentingan pengobatan dan penelitian, namun itu semua harus berada dalam pengawasan dokter atau seseoarng yang ahli dalam bidangnya. Namun karena pada saat ini indonesia telah menjadi pasar tujuan peredaran narkoba, dan bahkan menjadi produsennya sehingga semakin banyak korban berjatuhan sebagai pencandu narkotika tanpa batasan usia, maka hukum penggunaan Narkoba itu haram jika untuk kepentingan pribadi, karena efek dari penggunan narkoba itu sangatlah berbahaya. Maka dari penjelasan diatas itu, akhirnya MUI pusat mengistinbatkan hukuman bagi produsen, pengedar, Bandar dan penyalahgunaan narkoba bagi orang yang salah dalam menggunakan obat-obatan tersebut, yang mana keputusan tersebut tertera dalam Fatwa NO.53 Tahun 2014 tentang Hukuman Bagi Produsen,. Bandar, Pengedar dan Penyalahguna Narkoba, yang dimana rapat tersebut telah diselenggarakan oleh Komisi Fatwa MUI pada tanggal 30 Desember 2014, MUI menyatakan; Memproduksi, mengedarkan dan menyalahgunakan narkoba tanpa hak hukumnya haram, dan merupakan tindak pidana yang harus dikenai had danatau ta’zir bahkan juga sampai kepada hukuman mati jika penyalahgunaanya tersebut dilakukannya dengan berulang kali dan kadarnya juga melebihi ketentuan. Dengan menggunakan Dasar Hukum al- Qur’an, Dan Hadits, Kemudian metode yang dipakainya menggunakan metode istinbath yang berupa qaidah fiqihiyah dan pendapat para fuqaha Ulama terdahulu, akhirnya pada tanggal 30 Desember 2014 dengan penuh pertimbangan MUI mengeluarkan Fatwa tentang keharaman bagi Penyalahguna narkoba, karena dalam al- Qur’an, al Hadits, dan kaedah fiqhiyyah sudah sangat jelas diterangkan agar kita menjauhkan diri dari segala sesuatu yang memabukkan yang dapat mentup akal dan membawa kita dalm kebinasaan yang dapat menyebabkan kerugian bagi diri sendiri bahkan orang lain. Karena fatwa MUI merupakan suatu bentuk pedoman hukum bagi pemerintah, umat Islam dan pihak-pihak lain yang memerlukannya, Sehingga MUI perlu mengistinbatkan kembali hukuman bagi produsen, pengedar, Bandar dan Penyalahguna narkoba, berikut metode atau landasan hukum yang diambil oleh MUI: Firman Allah Ta’ala antara lain: Surat Al-Baqarah ayat 195, yang berbunyi:       Artinya:Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan           Artinya: Danjanganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalahMaha Penyayang kepadamu” QS.An Nisa’: 29 Dua ayat di atas menunjukkan akan haramnya merusak diri sendiri atau membinasakan diri sendiri. Yang namanya narkoba sudah pasti merusak badan dan akal seseorang. Sehingga dari ayat inilah kita dapat menyatakan bahwa narkoba itu haram jika di konsumsi. Dalam menetapkan sebuah hukum tentang larangan mengonsumsi Narkoba, MUI pun mengutip dari beberapa hadits, diantaranya yaitu: ع ش با ح ش ب ق ا س : ع ا س ق : ى س ع س ي ع ه ى ص ه ك س ف 1 Artinya: Dari Syahr Bin Hausyab, ia berkata: Aku mendengar Ummu Salamah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam melarang dari segala yangmemabukkan dan mufattir yang membuat lemah” HR. Abu Daud. Jika khamr itu haram, maka demikian pula dengan mufattir atau narkoba. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Narkoba sama halnya dengan zat yang memabukkan diharamkan berdasarkan kesepakatan paraulama.Bahkan setiap zat yang dapat menghilangkan akal, haram untuk dikonsumsi walau tidak memabukkan”. Seperti halnya pendapat Yusuf Al Qardawi Ganja, heroin, sertabentuk lainnya baik padat maupun cair yang terkenal dengan sebutan mukhaddirat narkotik adalahtermasuk benda-benda yang diharamkan syara tanpa diperselisihkan lagi di antara ulama.Yakni yangmengacaukan, menutup, dan mengeluarkan akal dari tabiatnya yang dapat membedakan antar sesuatu dan mampu menetapkan sesuatu. 1 Abu Daud Sulaiman , sunan abi dawud , juz 3, Hadits ke 298, Bayrut: maktabah al- „ashriyah , 2010 , h. 329