Tujuan Hukuman Ta’zir
Namun bila tujuan hukuman itu dilihat dari ketetapan hukum yang dibuat oleh Allah dan Nabi Muhammad SAW, baik yang termuat di dalam al-
Qur’an maupun yang terdapat di dalam al-Hadits, yaitu untuk kebahagian hidup manusia didunia dan
diakhirat kelak, dengan jalan mengambil segala yang bermanfaat dan mencegah serta menolak segala yang tidak berguna kepada kehidupan manusia.
Dengan kata lain, tujuan hukum Islam adalah demi terciptanyakemaslahatan hidup manusia baik jasmani maupun rohani, individu dan masyarakat. Sedangkan
dalam penerapannya, hukuman mempunyai beberapa tujuan diantaranya sebagai berikut:
a. Untuk memelihara masyarakat.
Dalam hukum yang pertama ini menjelaskan bahwa pentingnya bagi pelaku tindak pidana jarimah sebagai upaya untuk menyelamatkan masyarakat dari
perbuatan kejahatan.
21
Dengan demikian hukuman itu pada hakikatnya adalah hukuman untuk menyembuhkan penyakit yang diderita si pelaku tindak pidana jarimah, agar
masyarakat terhindar dari penyakit tersebut.Untuk kita harus menegakkan kemaslahatannya.
Oleh karena itu, hukum mengorbankan kesenangan perseorangan untuk menciptakan kesenangan orang banyak itu dibolehkan. Dalam hukum positif disebut
prevensi umum maksudnya ditunjukkan kepada khalayak yang banyak semua
21
Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, h. 64
orang, agar tidak melakukan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan tujuan utamanya agar pelaku jera dan takut.
b. Sebagai upaya pencegahan atau prevensi khusus bagi pelaku.
Jika seseorang melakukan tindak pidana, dia akan menerima balasan yang sesuai dengan perbuatannya. Dengan balasan tersebut, pemberi hukuman dapat terjadi dua
hal sebagai berikut: 1.
Pelaku diharapkan menjadi jera karena rasa sakit dan penderitaan lainnya, sehingga tidak akan mengulangi perbuatan yang sama dimasa akan datang.
2. Orang lain tidak meniru perbuatan si pelaku sebab akibat yang sama juga akan
dikenakan kepada peniru. Jadi harapan yang kedua ini adalah upaya memblokade kejahatan sehingga kejahatan tersebut cukup hanya dilakukan
oleh seorang saja dan tidak diikuti oleh yang lainnya. c.
Upaya pendidikan dan pengajaran ta’dib dan tahdziib Hukuman kepada pelaku pada dasarnya juga upaya mendidiknya agar menjadi
orang yang baik dan anggota masyarakat yang baik pula. Diajarkan bahwa perbuatan yang dilakukan telah menggunakan hak orang lain, baik materil maupun moral dan
merupakan pelanggaran atas hak orang lain. Disamping itu, mengingatkan pelaku tentang kewajiban yang seharusnya dikerjakan.
Dari segi ini, pemberian hukuman tersebut adalah sebagai upaya mendidik pelaku tindak pidana jarimah mengatahui akan kewajiban dan hak orang lain.
Seperti halnya sebelumnya, upaya pendidikan dan pengajaran ini juga berlaku bagi orang lain, yaitu mengajarkan masyarakat akan hak dan kewajibannya.
c. Hukuman sebagai balasan atas perbuatan
Pelaku tindak pidana jarimah akan mendapatkan balasan atas perbuatanya yang dilakukan.
Menjadi suatu kepantasan setiap perbuatan lain yang sebadan, baik dibalas dengan perbuatan baik dan jahat dan dibalas dengan kejahatan pula dan itu sesuatu
yang adil. Dijelaskan dalam Al-
Qur’an surat Al- Zalzalah ayat 7-8 sebagai berikut:
Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat balasannya. Dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar
dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat balasannya pula ”
Di jelaskan dalam Al- Qur’an surat Asy-Asyura ayat 40
Artinya: “ Balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa,......”
Kalau tujuan penjatuhan hukuman di atas tidak dapat tercapai, upaya trakhir dalam hukum positif adalah menyingkirkan penjahat. Penjahat tertentu yang sudah
sangat sulit diperbaiki, dia harus disingkirkan dengan pidana seumur hidup atau hukuman mati.
Dalam hal ini hukum Islam berpendir ian sama, yaitu dengan cara ta’dib
pendidikan tidak menjerakan sipelaku tindak pidana jarimah dan malah menjadi sangat membahayakan masyarakat, hukuman ta’zir bisa diberikan dalam bentuk
hukuman mati atau penjara tidak terbatas.
22
Dari tujuan hukuman yang sudah dijelaskan di atas ini, tujuan pokok adalah menyadarkan semua anggota masyarakat untuk berbuat baik dan menjahui perbuatan
jelek, mengetahui kewajiban dirinya, dan menghargai orang lain sehingga apa yang diperbuatnya dikemudian hari berdasarkan kesadaran tadi, tidak selalu dikaitkan
dengan ancaman hukuman. Dalam ungkapan lainnya perbuatan karena semata-mata karena kesadaran hukumnya yang meningkat, bukan karena takut hukum.
Bila demikian keadaanya, maka hukuman dapat berbeda-beda sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan terutama ta’zir, menurut perubahan yang ia lakukan,
sebab diantara pembuat-pembuat ada yang cukup diberikan peringatan, dan juga ada yang dijilid.
Selain itu hukuman juga mencegah dan menakut-nakuti, syariat Islam tidak selalu untuk memberikan perhatian terhadap pelaku. Bahkan memberi pelajaran agar
pelaku tindak pidana berbuat baik, ini adalah tujaun paling utama, sehingga penjahuan manusia terhadap tindak pidana jarimah bukan takut karena hukuman,
22
Rahmat hakim,Hukum Pidana Islam , h. 66
melainkan kesadaran diri dan ketidaksukaan terhadap kejahatan, dan serta menjauhkan diri dari kelakuan jelek, agar mendapatkan Ridha Allah.
Ta’zir telah disyariatkan bagi setiap pelanggaran syara’ yang tidak menetapkan ukuran sanksinya.Sedangkan pelanggaran yang telah ditentukan
sanksinya oleh syara’, maka pelanggarannya dijatuhi sanksi yang telah ditetapkan kadarnya oleh syara’ semua yang belum ditetapkan oleh syara’,maka diserahkan
kepada penguasa untuk menetapkan jenis hukumannya.
23
Sanksi ta’zir sesuai dengan tingkatan kejahatannya. Kejahatan yang besar pasti dikenakan sanksi yang berat. Bagitu pula dengan kejahatan yang kecil, akan
dikenai sanksi yang dapat mencegah orang lain untuk tidak melakukan kejahatan serupa. Kejahatan yang kecil tidak boleh dikenakan sanksi melampui batas, agar tidak
termasuk mendzalimi orang yang melakukan kejahatan.
24
23
Abdurrahman al-Maliki, Sistem Sanksi Dalam Islam,Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2002, h. 240
24
Ibid, 242