Karakteristik Islam moderat Analisis Muatan Radikalisme Dalam Buku Teks Pendidikan Agama Islam (PAI) SMA

Menurut bahasa, term liberal berasal dari bahasa inggris yaitu dari kata liberal yang berarti bebas. Sedangkan menurut istilah liberal mengandung makna berpandangan bebas, luas dan terbuka. KBBI, 1995:591. Dalam bahasa arab, term liberal dimaknai dengan hurriyah yang berarti kebebasankemerdekaan. Imarah, 1998: 141 Liberalisme menurut istilah berarti falsafah politik yang menekankan nilai -nilai kebebasan individu dan peran negara dalam melindungi hak-hak warganya. Salim, 2013: 182 Kurzman menyebut Islam liberal sebagai sebuah gerakan keagamaan yang berusaha menghadirkan kembali kejayaan Islam masa lalu untuk kepentingan modernitas, kemajuan ekonomi, demokrasi, hak-hak hukum dan sebagainya. Kruzman, 2001: xvii Sementara itu, Leonard Binder men-definisikan Islam liberal sebagai “ for Islamic liberal the language of the Alquran is coordinate with the essence of revelation, but the content and meaning of the revelation is not essentially verbal. Since the words of the Alquran do not exhaust the meaning of revelation, there is a need for an effort beyond them, seeking that which is represented or revealed by language.” Binder: 2014: 178 Muhammad Imârah dalam bukunya mengulas term kebebasan hurriyah ini dari sudut pandang Islam dan barat. Dalam konsep Islam, kebebasan bertolak belakang dengan yang teologi kebebasan yang dianut oleh filsuf barat. Islam tidak memandang iffah sebagai sebuah ikatan yang mengurangi kebebasan berbeda yang dipahami oleh kalangan barat yang memandang bahwa sikap iffah sebagai penghambaan. Oleh karena itu, tidak heran jika barat mengusung slogan kebebasan seksual. Imarah, 1998: 35 Menurut Setiawan, liberalisme adalah sebuah ajaran yang menekankan pada kebebasan manusia baik kebebasan beragama, berfikir, berpendapat, berperilaku dan kebebasan-kebebasan lainnya. Setiawan, 2008: 19 Senada dengan Setiawan, menurut Luthfi Assyaukanie istilah Islam liberal mengandung dua makna. Pertama: Pembebasan kaum muslim dari dari kolonialisme yang melanda dunia Islam saat ini. Kedua: Pembebasan kaum muslim dari cara-cara berpikir dan berperilaku keberagamaan yang menghambat kemajuan. Assyaukanie, 2007: 61 Menurut Khalimi, Islam Liberal adalah suatu bentuk penafsiran tertentu atas Islam dengan landasan sebagai berikut: 1 Membuka pintu ijtihad pada semua dimensi Islam. Islam liberal percaya bahwa ijtihad atau penalaran rasional atas teks-teks keislaman adalah prinsip utama yang memungkinkan Islam terus bisa bertahan dalam segala cuaca. Penutupan pintu ijtihad, baik secara terbatas atau secara keseluruhan adalah ancaman atas Islam itu sendiri, sebab dengan demikian Islam akan mengalami pembusukan. Islam liberal percaya bahwa ijtihad bisa diselenggarakan dalam semua segi, baik segi muamalat, ubudiyyah dan ilahiyyat. Khalimi, 2010: 222 2 Mengutamakan semangat religio-etik, bukan makna literal-teks. Ijtihad yang dikembangkan oleh Islam liberal adalah upaya menafsirkan Islam berdasarkan semangat religio-etik qur’an dan sunnah nabi, bukan menafsirkan Islam semata-mata berdasarkan makna literal sebuah teks. Penafsiran yang literal hanya akan melumpuhkan Islam. Dengan penafsiran yang berdasarkan semangat religio-etik, Islam akan hidup dan berkembang secara kreatif menjadi bagian dari peradaban kemanusiaan universal. Khalimi, 2010: 223 3 Mempercayai kebenaran yang relatif, terbuka dan plural. Islam liberal mendasarkan diri pada gagasan tentang kebenaran dalam penafsiran keagamaan sebagai sesuatu yang relatif, sebab sebuah penafsiran adalah kegiatan manusia yang terkungkung oleh konteks tertentu, terbuka, sebab setiap bentuk penafsiran mengundang kemungkinan salah, selain kemungkinan benar, plural, sebab penafsiran keagamaan, dalam satu dan lain cara adalah cerminan dari kebutuhan seorang penafsir di suatu masa dan ruang yang terus berubah-ubah. Khalimi, 2010: 223 4 Memihak pada yang minoritas dan tertindas. Islam liberal berpijak pada penafsiran Islam yang memihak kepada kaum minoritas yang tertindas dan dipinggirkan. Setiap struktur sosial-politik yang mengawetkan praktek ketidakadilan atas yang minoritas adalah berlawanan dengan semangat Islam. Minoritas disini dipahami dalam maknanya yang luas, mencakup minoritas agama, etnik, ras, gender, budaya, politik dan ekonomi. Khalimi, 2010: 223 5 Meyakini kebebasan beragama. Islam liberal meyakini bahwa urusan beragama dan tidak beragama adalah hak perorangan yang harus dihargai dan dilindungi. Islam liberal tidak membenarkan penganiayaan atas dasar suatu pendapat atau kepercayaan. Khalimi, 2010: 223 6 Memisahkan otoritas duniawi dan ukhrawi serta otoritas keagamaan dan politik. Islam liberal yakin bahwa kekuasaan keagamaan dan politik harus dipisahkan. Islam liberal menentang negara agama. Islam liberal yakin bahwa bentuk negara yang sehat bagi kehidupan agama dan politik adalah negara yang memisahkan kedua wewenang tersebut. Agama adalah sumber inspirasi yang dapat mempengaruhi kebijakan publik, tetapi agama tidak punya hak suci untuk menentukan segala bentuk kebijakan publik. Agama berada di ruang privat, dan urusan publik harus diselenggarakan melalui proses konsensus. Khalimi, 2010: 223 Dari beberapa pendapat di atas, Penulis cenderung sependapat dengan pendapat Zuhdi, Khalimi, dan Imarah. Penulis cenderung menolak penafsiran Binder tentang Islam liberal. Karena, jika kita merujuk pada definisi yang diberikan oleh Binder, maka, ulama-ulama juga masuk dalam kategori liberal karena bagi Binder penafsiran liberal itu tidak hanya berpegang pada aspek tekstualitas Alqur ’an, namun juga melihat makna yang terkandung di dalam al- Qur’an. Oleh karena itu, penulis menolak makna Islam liberal seperti yang didefenisikan oleh Binder karena dalam pandangan penulis Islam liberal mengandung makna negatif sebagai Islam yang bebas dalam menafsirkan ayat serta Islam yang melakukan pemisahan agama dengan politik.

2. Karakteristik Islam Liberal

Adapun karakteristik pemikiran Islam liberal yaitu: 1. Islam liberal berangkat dari preposisi bahwa kebenaran adalah relatif, terbuka dan plural. Oleh karena itu, Islam liberal berusaha melakukan dekonstruksi atas segala bentuk teks dan penafsiran atasnya yang sebelumnya telah dianggap final. Islam liberal berangkat dari keyakinan bahwa kebenaran tidaklah tunggal. Selalu tersedia ruang untuk melakukan tafsir ulang terhadap seluruh bahasa Alqur ’an yang berkaitan erat dengan esensi pewahyuan. Karena, isi dan makna dari wahyu itu sendiri tidaklah verbal secara esensial. Kata-kata Alqur ’an tidak menjelaskan secara mendalam makna yang dikandung oleh wahyu, maka dibutuhkan usaha untuk mencari makna yang diwahyukan oleh Alqur ’an dan Hadis sekalipun. Menurut mereka, penafsiran tunggal akan mematikan kreativitas akal budi manusia yang semestinya mendapatkan tempat terhormat dalam jagad pemikiran. Zuhdi, 2014: 181 2. Paralel dengan kecenderungan pertama di atas, Islam liberal menggugat ortodoksi keagamaan yang dianggap mapan dan melakukan dekonstruksi terhadapnya. Dalam berbagai kesempatan, para pendukung Islam liberal sering melontarkan gugatan terhadap pendapat para ulama yang dianggap mapan established dan dianggap sebagai sumber ke-jumûd-an Islam. Zuhdi, 2014: 181 3. Para pendukung kelompok liberal sering menyuarakan teologi pembebasan, yaitu satu bentuk teologi yang menolak segala bentuk penindasan terhadap kebebasan manusia, seperti kebebasan beragama atau kebebasan untuk tidak beragama, kebebasan berpikir dan mengeluarkan pendapat. Mereka juga mengklaim berpihak kepada kalangan minoritas. Oleh karenanya, dalam kasus- kasus tertentu seperti tuntutan pembubaran Jamaah Ahmadiyah oleh mayoritas umat Islam, kalangan liberal berdiri di barisan paling depan untuk menentang pembubaran tersebut. Zuhdi, 2014: 181-182 4. Kelompok liberal mengusung paham sekularisme yaitu satu bentuk ideologi yang mengusung pemisahan otoritas duniawi dan ukhrawi, serta otoritas keagamaan dan politik. Bagi pendukungnya, agama tidak mempunyai hak untuk menentukan segala bentuk kebijakan publik. Dalam bidang politik misalnya, Islam liberal meyakini bahwa bentuk negara yang sehat adalah negara yang kehidupan agama dan politik terpisah. Zuhdi, 2014: 182 Sehingga dengan demikian, tidak heran jika kaum liberal berada pada garda terdepan mendukung kepemimpinan non muslim dengan alasan keadilan dan anti diskriminatif. Adapun karakteristik Islam liberal menurut Azra yaitu memiliki kecenderungan untuk mendukung pemisahan agama dan politik, karena bagi mereka Islam hanya terbatas pada masalah moral dan pribadi. Senada dengan Azra menurut Halid Alkaf, kaum liberal memiliki karakteristik yaitu mendukung upaya pemisahan agama dan negara, menolak pandangan bahwa Tuhan melaknat kebebasan berkehendak manusia dan Tuhan tidak mengurus hal-hal khusus. Alkaf, 2011: 17 Dalam konteks Islam, pemikiran liberal pada hakikatnya merupakan pengaruh pandangan hidup barat dan hasil perpaduan antara paham modernisasi yang menafsirkan Islam sesuai dengan modernitas dan paham postmodernisme yang anti kemapanan. Upaya merombak segala yang sudah mapan kerap dilakukan termasuk memanfaatkan modal murah dan ekstrimisme yang terjadi di sebagian kecil kaum muslimin dan sekaligus tidak segan mengambil ajaran HAM versi humanisme barat, falsafah sekularisme dan paham lainnya yang bertentangan dengan Islam. Salim, 2013: 182-183

3. Faktor-faktor Penyebab Berkembangnya Pemikiran Islam Liberal

Menurut Charles Kruzman, Islam liberal muncul sebagai bentuk perlawanan akibat berkembangnya paham radikal. Adapun menurut Khalimi, sekitar abad ke 18 dikala kerajaan Turki Utsmani, Dinasti Safawi dan Dinasti Mughal berada di ambang kehancuran. Pada saat itu, tampillah gerakan pemurniaan agama yang dipelopori para ulama. Untuk menandingi hak tersebut maka lahirlah gerakan Islam liberal. Menurut Zuly Qadir, ada beberapa faktor-faktor penyebab berkembangnya pemikiran Islam liberal di Indonesia yaitu: 1. Faktor Internasional konteks global Kemunculan Islam liberal di Indonesia tidak lepas dari perkembangan yang terjadi di negara-negara lain yang secara umum menuntut adanya perubahan besar terkait masalah-masalah demokrasi politik, persamaan hak, dan kesetaraan gender. Maraknya gelombang gerakan demokratisasi di barat ikut mendorong kalangan intelektual Islam untuk ikut memperjuangkan hak-hak minoritas yang selama ini kurang diperhatikan, mengusung demokrasi politik dan kesetaraan gender hingga mendiskusikan isu-isu liberalisme seperti plernikahan beda agama dan sesama jenis. Qadir, 2010: 89-92 2. Faktor regional dan nasional Di tingkat regional, beberapa isu penting turut mempengaruhi laju pertumbuhan dan perkembangan pemikiran Islam liberal. Seperti isu liberalisme yang melanda Filipina, China, Korea, India, Thailand, dan Malaysia menjadi bagian tak terpisahkan dari gelombang perubahan yang terjadi di Asia. Apa yang terjadi di beberapa negara Asia dan Asia Tenggara secara tidak langsung berpengaruh terhadap perkembangan pemikiran Islam liberal di Indonesia. Seperti adanya isu pelegalan dan penolakan LGBT di beberapa wilayah di Asia. Gerakan penolakan LGBT di Malaysia, pelegalan pernikahan sesama jenis di Thailand. Peristiwa-peristiwa ini ikut memberikan gejolak penolakan di kalangan mayoritas masyarakat Indonesia, meski tidak dipungkiri ada pula pihak-pihak yang mendukung bahkan ikut-ikutan mengadakan seminar-seminar tentang LGBT. Dalam konteks internal Islam di Indonesia, ada beberapa faktor yang menyebabkan lahirnya pemikiran Islam liberal yaitu: a. Islam liberal muncul sebagai respon dari para intelektual Islam Indonesia. Kalangan intelektual muslim Indonesia memandang bahwa Islam sebagai agama rahmat. Oleh karena itu, Islam harus bersifat rasional, harus mampu mengimbangi materialisme ilmu pengetahuan dan teknologi, mampu mengimbangi relativisme barat, mampu menghidupkan nilai-nilai spiritualisme di hati masyarakat modern, serta tidak ketinggalan zaman. b. Pemikiran Islam liberal merupakan refleksi kritis atas kekebalan teologi Islam dalam menjawab masalah-masalah modern yang terus berkembang. Seperti mengimbangi munculnya semangat fundamentalisme Islam yang mengusung semangat pemberlakuan syariat Islam, kurang mengapresiasi hak-hak minoritas, dan wacana teologis yang tidak pluralis. c. Maraknya wacana globalisasi, demokrasi, pluralisme dan kesetaraan gender mendorong para intelektual Islam untuk melakukan perubahan pemikiran dalam negara dan agama sehingga masyarakat memiliki pemahaman agama yang lebih inklusif terhadap perubahan. d. Pemikiran Islam liberal tidak lepas dari terjadinya mobilitas sosial akibat pengaruh pendidikan ataupun lingkungan pergaulan. Qodir, 2010: 89-114 Adapun faktor-faktor penyebab munculnya gerakan Islam liberal di Indonesia yaitu modernisasi pendidikan Islam yang mengadopsi model pendidikan barat, terjadinya proses sekularisasi pendidikan Islam serta kebuntuan Islam dalam merespon berbagai masalah yang terjadi dalam masyarakat. Qodir, 2010: 115 Berbeda dengan Qodir, menurut Khalimi, munculnya gerakan Islam liberal sebagai rekasi atas bangkitnya Islam radikal, fundamentalis, atau ekstrimis yang anti barat dan masih memegang teguh ajaran dakwah dan jihad. Khalimi, 2010: 213 Pembaharuan pemikiran Islam liberal terus berkembang termasuk di Indonesia, adapun beberapa nama intelektual Islam liberal di Indonesia yaitu Nurcholis Majid, Ulil Abshar Abdalla, Musdah Mulia, Ratna Megawangi dan lain- lain. Sebagai tokoh dan pemikir Islam, kehadiran mereka ikut memberikan kontribusi besar terhadap berkembangnya pemikiran Islam liberal di Indonesia. Adapun wacana-wacana yang mereka usung yaitu pluralisme, toleransi, kesetaraan gender dan lain-lain. Meski wacana yang mereka usung baik akan tetapi tidak sedikit yang menuduh mereka sebagai antek-antek barat hal ini disebabkan karena gerakan demokratisasi merupakan bagian dari kampanye Amerika kepada negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Qodir, 2010: 114-120 D.Toleransi dan Demokrasi Pada dasarnya, agama memuat esensi berupa tuntutan hidup damai secara komprehensif, termasuk kehidupan yang penuh toleransi dalam masyarakat yang plural. Dalam kaidah-kaidah kehidupan beragama, terdapat tuntutan hidup yang harmonis dalam realitas kehidupan yang plural. Dalam rangka membangun toleransi dan demokrasi di negara yang plural Rufaidah, 2008: 29 seperti ini, pemerintah dan seluruh praktisi pendidikan perlu memberikan perhatian penuh terhadap ajaran agama yang bisa mendorong tumbuhnya sikap tumbuhnya sikap toleran dalam diri siswa khususnya dalam materi pendidikan agama Islam dan kewarganegaraan. Pelajaran agama dalam masyarakat yang plural seperti bangsa Indonesia, hendaknya lebih menekankan kepada materi pelajaran kontekstual dan toleran untuk saling menghormati perbedaan. Menanamkan sikap toleransi dan saling menghargai antar umat beragama sangat mungkin dilakukan melalui materi pelajaran agama dan kewarganegaraan. Sebab, pintu gerbang pengajaran adalah sarana yang paling baik untuk menumbuhkan semangat toleransi. Dalam menanamkan semangat toleransi dalam diri siswa, setidaknya perlu digalangkan upaya dialog agama serta diupayakan penguatan materi toleransi beragama. Rufaidah, 2008: 29 Materi toleransi mutlak diperlukan dalam memberikan alternatif pemikiran dalam rangka menyiapkan relitas kemajemukan, baik dalam lingkup intra agama maupun antar agama. Paham keagamaan sejak dahulu merupakan paham yang bersifat dinamis dan sistesis. Hampir tidak ada paham keagamaan yang bersifat otoriter, karena itu, para ulama senantiasa mengakhiri pendapatnya dengan ungkapan wallahu a’lam bi al-shawab sebagai tanda sikap rendah hati dan asketis bahwa yang maha benar dan maha tahu hanyalah Allah. Misrawi, 2007: 226 Dalam skala yang lebih luas, materi toleransi beragama sejatinya dapat menyentuh tiga wilayah. Pertama; pada level diskursus keagamaan. Dalam hal ini, harus dimunculkan kesadaran massif bahwa hakikatnya agama membawa pesan toleransi, perdamaian dan anti kekerasan. Misrawi, 2007: 226 Pesan toleransi dalam Alqur’an diantaranya: