10 X
Akhlak tercela Pengertian israf, tabzir, gibah, dan fitnah,
contoh-contoh perilaku israf, tabzir, gibah, dan fitnah,menghindari perilaku
israf, tabzir, gibah, dan fitnah.
11 XI
Hukum Islam tentang mawaris
Hukum Islam tentang mawaris, ketentuan tentang harta dalam mawaris, contoh
pelaksanaan hukum waris, hikmah mawaris.
12 XII
Perkembangan Islam di dunia
Perkembangan Islam di dunia, contoh perkembangan Islam di dunia dan hikmah
dari perkembangan Islam di dunia.
Sumber: Buku PAI Kelas X terbitan Yudistira
Dari tabel di atas, maka dapat dijelaskan bahwa dalam buku ajar PAI kelas XII terbitan Yudistira, materi pelajaran terbagi menjadi sebelas bab. Bab pertama
menjelaskan surah al-Kafirun, 109: 1-6 tentang tidak ada toleransi dalam hal keimanan dan peribadahan, surah Yunus, 10: 40-41 tentang sikap orang yang
berbeda pendapat, dan surah al-Kahfi, 18: 29 tentang kebebasan beragama. Muatan toleransi terpampang jelas dari pembahasan materi yang menekankan adanya
kebebasan dalam beragama. Bab dua menjelaskan surah al-Mujadalah, 58: 11 tentang keunggulan orang yang beriman dan berilmu, al-
Qur’an surah al-jumu’ah, 62: 9-10 tentang dorongan agar rajin beribadah dan giat bekerja. Bab tiga
menjelaskan pengertian hari akhir, hal-hal yang berhubungan dengan alam akhirat, tanda penghayatan iman kepada hari akhir, hikmah penghayatan iman kepada hari
akhir. Penghayatan iman kepada hari akhir adalah senantiasa berbuat naik. Toleransi adalah bagian dari sikap yang baik. Bab empat menjelaskan pengertian adil,
bijaksana, rida dan amal shaleh, contoh-contoh perilaku adil, bijaksana, rida dan amal shaleh, membiasakan perilaku adil, bijaksana, rida dan amal saleh. Adil dan
bijaksana adalah sikap yang harus dimiliki oleh setiap manusia khusunya seorang pemimpin. Seorang pemimpin haruslah berbuat adil kepada rakyatnya. Setiap kasus
harus diproses dengan baik tanpa ada unsur tebang pilih. Dalam materi ini, sikap adil dan bijaksana jelas mengandung muatan toleransi dan demokrasi.
Bab lima menjelaskan ketentuan hukum Islam tentang perkawinan, ketentuan perkawinan di Indonesia, hikmah perkawinan, hikmah talak dan rujuk.
Ketentuan perkawinan di Indonesia yang mengharuskan mempelai memiliki agama yang sama menjadi salah satu perdebatan yang apik. Di satu sisi menolak dan disisi
lain menerima. Pembahasan yang kontroversial seperti ini perlu pemaparan yang jelas guna menghindari timbulnya pemahaman yang radikal maupun pemahaman
yang liberal. Bab enam menjelaskan perkembangan agama. politik, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, perkembangan seni dan budaya serta hikmah
perkembangan Islam di Indonesia. Hikmah dari upaya mengembangkan agama. politik, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, perkembangan seni dan budaya
adalah terjalinya kerja sama yang baik antar masyarakat, bangsa dan negara. Bab tujuh menjelaskan surah Yunus, 10:101 tentang IPTEK, al-
Qur’an surah al-Baqarah, 2: 164 tentang dorongan untuk mengembangkan IPTEK. Bab delapan menjelaskan
pengertian qada dan qadar, tanda penghayatan iman kepada qada dan qadar, hikmah penghayatan qada dan qadar.
Bab sembilan menjelaskan makna persatuan dan kesatuan, contoh perilaku menjaga persatuan dan kesatuan, membiasakan perilaku menjaga persatuan dan
kesatuan. Sikap intoleransi akan melahirkan perpecahan di kalangan masyarakat dan sebaliknya sikap toleransi, saling menghormati dan menerima perbedaan dalam
masyarakat akan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan negara. Bab sepuluh menjelaskan pengertian israf, tabzir, gibah, dan fitnah, contoh-contoh perilaku israf,
tabzir, gibah, dan fitnah,menghindari perilaku israf, tabzir, gibah, dan fitnah. Perilaku israf, gibah dan suka mengfitnah akan menjadi salah satu sumber
perpecahan. Dengan menghindari perilaku tersebut maka persatuan dan kesatuan dapat terjaga. Bab sebelas menjelaskan Hukum Islam tentang mawaris, ketentuan
tentang harta dalam mawaris, contoh pelaksanaan hukum waris, hikmah mawaris. Perbedaan pendapat tentang bagian wanita dan laki-laki dalam harta warisan dapat
memicu timbulnya sikap intoleransi. Bab dua belas menjelaskan perkembangan Islam di dunia, contoh perkembangan Islam di dunia dan hikmah dari perkembangan
Islam di dunia. Indikator radikalisme akan tampak apabila materi pembahasan diwarnai dengan pemahaman yang ekstrim seperti menampakkan tokoh-tokoh Islam
yang memiliki pemahaman yang ekstrim.
B. Muatan Radikalisme, Toleransi dan Demokrasi dalam Buku PAI SMA
Mengklasifikasikan teks sebagai sebuah teks bermuatan radikal, moderat maupun liberal sesungguhnya bukanlah perkara mudah. Pengklasifikasian teks sangat
dipengaruhi oleh sudut pandang serta metode yang digunakan. Perbedaan sudut pandang serta paradigma berfikir membuat teks menjadi multi makna. Oleh karena itu,
tidak heran jika satu teks yang sama memiliki banyak karena adanya perbedaan paradigma antara satu dan yang lain.
1. Buku Ajar Pendidikan Agama Islam SMA Terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
a Radikalisme Radikalisme merupakan suatu paham keagamaan yang berangkat dari
sikap fanatisme yang berlebihan sehingga cenderung ekstrim dalam memandang setiap perbedaan yang ada. Berdasarkan analisis yang penulis lakukan, terdapat
beberapa teks yang bermuatan radikalisme dalam buku PAI SMA terbitan kemendikbud RI. Berikut ini beberapa teks yang bermuatan radikalisme dalam
buku PAI SMA terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yaitu:
Pada buku PAI kelas X bab IV: Al- Qur’an dan hadits adalah pedoman
hidupku, halaman 57 terdapat teks kalimat sebagai berikut:
Apabila diperhatikan secara seksama teks tersebut sesungguhnya tidak mengandung paham radikalisme. akan tetapi, teks tersebut akan bisa menyulut
sikap intoleransi apabila teks tersebut dipahami secara tekstual oleh siswa atau malah justru jatuh di tangan guru yang sedikit berpaham fundamental. Namun
sebaliknya, teks tersebut bisa menumbuhkan sikap toleransi manakala jatuh pada tangan guru yang berpaham moderat dan memiliki pemahaman yang luas tentang
agama sehingga dapat memberikan penjelasan yang memadai bahkan dapat menampilkan perbedaan pandangan tokoh-tokoh agama tentang makna musyrik
serta bagaimana menyikapi perbedaan agama.
Sejatinya teks yang bisa menimbulkan penafsiran ganda perlu diberikan penjelasan yang komprehensif bukan parsial. Seperti halnya teks di atas, apabila
dipahami secara tekstual dan jatuh di tangan guru yang fundamental maka bisa menyulut paham yang radikal dan intoleran. Makna musyrik bahkan bisa jadi
dikembangkan bukan sebatas pada orang yang menyembah selain Allah, para ahli kitab, ataupun bahkan orang Islam yang memiliki paham, mazhab maupun
aliran yang berbedapun bisa divonis sebagai musyrik. Oleh karena itu, sejatinya teks di atas dihadirkan dengan penjelasan yang komprehensif tentang siapa yang
dimaksud dengan musyrik dalam hal tersebut. Selanjutnya dipaparkan pula makna kotor dalam teks tersebut. karena tanpa pemaparan yang jelas dan
komprehensif maka teks tersebut bisa menimbulkan penafsiran yang salah. Apalagi, penjelasan teks tersebut ambigu dalam memaparkan makna kotor.
keambiguan teks tersebut terlihat dari lanjutan teks yang menyatakan bahwa
“Mendengar kata-kata adiknya tersebut, Umar segera bergegas untuk bersuci. Kemudian Fatimah menyerahkan lembaran ayat-ayat al-
Qur’an surah Taha.” Pernyataan bahwa Fatimah menyerahkan surah taha kepada umar setelah bersuci
menimbulkan sebuah pertanyaan tentang makna kotor dalam teks di atas. Kotor dalam arti apa? Jasad atau hati? Bagaimana cara menyucikannya?. Ketidak
adanya penjelasan tentang semua ini bisa menimbulkan sebuah tanda tanya baru, yang bisa mendorong siswa menafsirkan teks tersebut secara serampangan.
Oleh karena itu, sejatinya, teks dihadirkan secara komprehensif agar tidak menimbulkan penafsiran yang salah dan dangkal. Di samping itu, teks-teks
agama sebagai salah satu bagian dari upaya mengembangkan karakter bangsa maka harus selalu diupayakan untuk menghadirkan teks-teks moderat yang
bukan hanya menampilkan suatu sisi akan tetapi menghadirkan sisi lain sebagai pembanding.
Teks-teks inklusif juga perlu dikembangkan seperti melarang memvonis orang lain sebagai orang kotor tanpa dalil serta pemaparan yang jelas. Karena
menentukan baik buruknya manusia itu adalah hak prerogatif Tuhan. Manusia tidak berhak untuk mengatakan orang buruk, karena bisa jadi orang yang kita
katakan buruk malah sebaliknya lebih baik dari kita sendiri. Sebagaimana ditegaskan Allah dalam Q.S. Al-
hujurat: 11 yang berarti bahwa: “Wahai orang yang beriman Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, karena
boleh jadi mereka yang diperolok-olokkan lebih baik dari mereka yang yang mengolok-olok,dan janganlah pula perempuan-perempuan mengolok-olokkan
perempuan yang lain, karena boleh jadi perempuan yang diperolok-olokkan lebih baik dari perempuan yang mengolok-
olok.” Q.S. Al-hujurat: 11 Pada buku PAI kelas XI bab 4: Sampaikan dariku walau satu ayat,
halaman 58 terdapat teks kalimat sebagai berikut:
Hadits di atas jika dipahami secara tekstual maka akan berakhir pada kesimpulan bahwa mencegah segala bentuk kejahatan dengan cara kekerasan
maupun melalui kekuasaan lebih utama dibandingkan melalui lisan seperti dakwah ataupun melalui dialog. Interpretasi yang seperti ini tentunya akan
memperburuk citra Islam sebab akan timbul penafsiran baru bahwa Islam lebih mengutamakan penyelesaian masalah dengan menggunakan kekerasan dari pada
dialog. Padahal, sejatinya Islam adalah agama yang sangat mengutamakan kedamaian. selama ini, perang yang dilakukan oleh Rasululullah hanyalah
sebagai salah satu upaya menjaga eksistensi umat Islam. Oleh karena itu, hadits maupun ayat al-
Qur’an yang mengandung kesan ambigu perlu penjabaran yang baik guna menghindari timbulnya intrepretasi yang ekstrim.
Pada buku PAI kelas XI bab 10: bangun dan bangkitlah wahai pejuang Islam, halaman 168 terdapat teks kalimat sebagai berikut:
Seperti halnya teks sebelumnya, teks di atas bisa menjadi penyulut paham radikal. Apalagi secara eksplisit, bunyi teks di atas terkesan mengusung paham
kaum salaf. Menyalahkan praktek ibadah yang berbeda dari kaum salaf serta cenderung mengusung ideologi kekerasan. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya
pertanyaan memerangi orang-orang yang menyimpang dari aqidah kaum salaf seperti kemusyrikan, khurafat,
bid’ah, taqlid dan tawasul. Kata memerangi secara harfiah mengandung konotasi negatif yaitu membenarkan tindak kekerasan atas
nama agama atau membenarkan tindak kekerasan untuk menumpas setiap orang maupun kelompok yang menyimpang dari ideologi kaum Salafi.
Teks seperti ini apabila jatuh kepada guru yang fundamental yang ataupun ditafsirkan oleh siswa secara tekstual serta dangkal hanya perang dalam arti
mengangkat senjata maka bisa menjadi salah satu bentuk pembenaran tindak kekerasan atas nama agama. Namun sebaliknya apabila teks tersebut jatuh
kepada guru yang moderat yang menafsirkan kata perang bukan sebatas perang fisik, melainkan sebagai sebuah upaya memerangi setiap bentuk penyimpangan
dalam Islam melalui dunia pendidikan dan dakwah maka teks tersebut akan menghindarkan umat Islam dari kemungkinan pengaruh-pengaruh aliran sesat
tanpa mengganggu aktivitas keberagamanaan orang lain.
Di samping kata memerangi yang terkesan intoleran, teks intoleran yang bisa memicu berkembangnnya paham radikal dalam diri siswa yaitu pemaparan
teks yang bersifat parsial. Pemaparan parsial tentang tawassul sebagai sebuah perbuatan menyimpang. Padahal sejatinya, tawassul masih dalam perdebatan. Di
satu sisi terdapat kelompok yang menolah tawassul. Namun disisi lain, terdapat kelompok yang membenarkan praktek tawassul.
Senada dengan teks di atas, penyalahan praktek tawassul kembali ditemukan pada buku PAI kelas XI Bab 10: Bangun Dan Bangkitlah Wahai
Pejuang Islam. Halaman 170.
Pada poin c di atas, disebutkan bahwa menyebut nama nabi, syekh atau malaikat sebagai perantara doa merupakan tindakan syirik. Secara implisit, teks
ini membenturkan dua pandangan yang berbeda tentang praktek tawassul dalam kalangan umat Islam. Dalam pandangan kalangan NU, perbuatan tawassul
dianjurkan untuk dilakukan. Karena itu, dapat kita lihat bersama bahwa masyarakat NU sering melakukan tawassul baik langsung kepada Nabi
Muhammad, para sahabat maupun kepada para ulama. Sementara itu, dalam pandangan kalangan ulama Muhammadiyyah tawassul sesuatu yang tidak
dibenarkan dan untuk itu kalangan Muhammadiyah diminta untuk menghindari hal tersebut. Agar terhindar dari sikap pengkultusan seperti yang dialami oleh
kaum Yahudi dan Nasrani yang begitu mengkultuskan Nabi Isa.
Pada buku PAI SMA Negeri 9 Tangsel, Kelas XI, halaman 176 dijelaskan tentang ide-ide pemikiran hukum Rashid Ridho bahwa:
Teks di atas, mengindikasi muatan radikalisme. hal tersebut terlihat jelas dari pernyataan perlunya menghidupkan kembali sistem khalifah. Teks di atas
mengindikasi masuknya muatan radikalisme dengan masuknya cita-cita para kelompok Islam Radikal yang menginginkan umat Islam menghidupkan kembali
sistem khalifah di seluruh belahan dunia. Teks seperti ini apabila dipahami secara tekstual maka bisa mengganggu ideologi Pancasila sebagai ideologi bangsa.
Upaya perubahan ideologi Pancasila akan semakin menguat. Apalagi, adanya segelintir orang yang menginginkan Indonesia menjadi sebuah negara Islam
tentunya bisa menjadi salah satu upaya merubah ideologi bangsa yang telah disepakati oleh founding father bangsa ini.
Di samping indikasi radikalisme, indikasi intoleransi juga akan semakin menguat dengan adanya pernyataan bahwa khalifah adalah penguasa di seluruh
dunia Islam yang mengurusi bidang agama dan politik. Kemudian adanya syarat mutlak bahwa khalifah haruslah mujtahid besar dan harus menerapkan hukum
Islam. Dalam konteks ke indonesiaan, teks ini bisa menjadi pemicu konflik antar umat beragama. khalifah yang dimaknai sebagai penguasa serta adanya prasyarat
mujtahid dan harus menerapkan hukum Islam mengindikasi bahwa adanya penolakan terhadap pemimpin non muslim.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa wacana kepemimpinan non muslim menjadi salah topik perdebatan yang apik dalam bangsa ini. Di satu sisi
bergulir penolakan atas kepemimpinan non muslim dan disisi lain mengalir pula dukungan terhadap kepemimpinan non muslim. Adanya pro kontra terhadap
kepemimpinan non muslim tersebut kini bukan lagi menjadi perdebatan di meja publik akan tetapi telah berkembang menjadi konflik antar mapun inter agama.
Oleh karena itu, sejatinya teks-teks kontoversial yang menjadi perdebatan dalam masyarakat perlu disajikan dengan baik dengan menampilkan berbagai sudut
pandang yang berbeda tentang apakah sebenarnya yang dimaksud dengan khalifah? Apa saja syarat khalifah?
Karena tanpa menghadirkan perbedaan pendapat tentang makna dan syarat khalifah maka teks tersebut bukan hanya akan memicu sikap intoleransi akan
tetapi akan menjadi penyubur paham radikal. Pada buku PAI kelas XII Bab 4: Bersatu Dalam Keragaman dan
Demokrasi, halaman 67 terdapat teks sebagai berikut:
Secara eksplisit teks di atas memuat pandangan kaum radikal terhadap demokrasi bahwa demokrasi berasal dari barat dan termasuk produk kafir karena
itu demokrasi harus di tolak. Dengan demikian, jika kita melihat teks ini secara parsial maka kita akan berakhir pada kesimpulan bahwa teks ini adalah
mengandung muatan radikalisme yaitu penolakan terhadap demokrasi serta pengusungan terhadap teo-demokrasi. Akan tetapi, jika teks dipahami secara
komprehensif, maka kita akan menyimpulkan hal sebaliknya bahwa teks ini bermuatan toleransi dan demokrasi. Indikator kedemokratisan teks tersebut
terlihat dari adanya paparan tentang perbandingan konsep demokrasi menurut para intelektual Islam baik yang berpaham radikal, moderat hingga liberal.
Pada buku PAI SMA Negeri 9 Tangsel, kelas XII halaman 201, penulis memaparkan bahwa:
Teks di atas merupakan teks yang menarik. Penggambaran tindakan kekerasan yang dilakukan oleh umat Hindu terhadap umat Islam di India
menunjukkan bahwa kekerasan atas nama agama atau dikenal dengan nama radikalisme agama ternyata bukan hanya dilakukan oleh penganut agama Islam.
Akan tetapi, kekerasan agama juga dilakukan oleh pemeluk agama lainnya dunia. Karena itu, memjudge Islam sebagai agama kekerasan adalah tindakan yang
tidak benar karena sejatinya agama Islam tidak mengajarkan kekerasan. Kalaupun ada tindak kekerasan maka itu kembali pada personalnya. Teks di atas
membuktikan bahwa umat Islampun menjadi korban dari radikalisme agama.
Karena itu, sebagai pengembangn karakter sejatinya buku pelajaran agama lebih banyak Memberikan gambaran tentang keharmonisan kehidupan
masyarakat beragama.bukan malah sebaliknya, karena hal seperti ini, hanya akan memicu lahirnya sentimen keberagamaan. Seperti halnya teks di atas,
penggambaran kondisi umat Islam yang ditekan dan ditindas oleh penguasa dan umat Hindu di India bisa memicu sentimen agama. Bahkan bukan tidak mungkin
akan memicu pemikiran dan tindak radikal sebagai balasan atas tindakan yang diterima kaum Muslim dari kaum Hindu. Sebagai mana telah dipaparkan oleh
Irfan Ahmad dalam bukunya Islamism and Democracy in India: The Transformation of Jamaat e-Islami bahwa konflik antara umat Hindu dan India
yang berakhir dengan peristiwa 1992 yang menyebabkan pembunuhan besar- besaran rezim Hindu yang berkuasa terhadap ratusan umat Islam menjadi salah
satu faktor penyebab berkembangnya kelompok radikal Islamic Salvation Front FIZ di India. Ahmad; 2009: 166
Pada buku PAI SMA Negeri 9 Tangsel, kelas XII halaman 210 dinyatakan bahwa:
Indikator radikalisme dari teks ini yaitu adanya stigma negatif terhadap Amerika. Secara Implisit, teks di atas menyebutkan bahwa Amerikalah yang
bertanggung jawab terhadap penyebaran isu terorisme yang menyudutkan agama dan umat Islam. Teks-teks seperti ini apabila diyakini sebagai sebuah kebenaran
akan menyebabkan sebuah masalah, sebab akan menyulut konflik dan memunculkan ledakan aksi-reaksi yang keras.
Tugas dan tantangan muslim dewasa ini adalah membalikkan dinamika yang semakin memperkuat diri, bukan malah mengkampanyekan nilai-nilai
intoleran untuk membalas kebencian Amerika. Tugas Muslim yang