Hak dan kewajiban para pihak

Dishutbun Bandung Barat, Pemda, ICWRMP, dan LP3ES. Pihak ini, terutama LP3ES memiliki kepentingan dalam hal terimplementasinya mekanisme PJL, namun untuk mempengaruhi pihak lain, mereka membutuhkan pihak lainnya yang memiliki pengaruh yang lebih tinggi misalnya BPLHD Jawa Barat. Menurut Reed 2009, walaupun mereka mendukung imlementasi PJL, mereka kekurangan kapasitas untuk mempengaruhi, walaupun mereka menjadi berpengaruh dengan membentuk aliansi dengan pihak lain. Kuadran D, merupakan pihak pengaruh yang rendah dan kepentingan yang rendah pula terhadap mekanisme, mungkin membutuhkan monitoring yang sedikit atau evaluasi namun dengan prioritas rendah. Mereka bukanlah subjek dari aktivitas mekanisme Groenendijk 2003. Pihak dalam kudran tersebut pada gambar di atas merupakan pihak yang terdiri dari LSM dengan pengaruh dan kepentingan yang rendah karena prioritas tujuan dari mekanisme PJL ini bukanlah mereka dan kapasitas pengaruh mereka baru pada tahap memotivasi. Pada analisis yang telah dilakukan, tidak ditemukan pihak yang masuk ke dalam kuadran C. Menurut Groenendijk 2003, pihak pada kuadran C adalah pihak dengan pengaruh yang tinggi, yang dapat mempengaruhi dampak mekanisme, tetapi tidak memiliki kepentingan terhadap mekanisme. Pihak ini bisa menjadi sumber resiko yang signifikan, dan dibutuhkan monitoring dan manajemen yang hati-hati. Pihak kunci ini dapat menghentikan mekanisme dan perlu diperhatikan.

5.2.4 Hak dan kewajiban para pihak

Pada perjanjian mekanisme pembayaran jasa lingkungan antara PT. Aetra Air Jakarta dengan Kelompok Tani Syurga Air disebutkan beberapa hal yang harus dilakukan kedua belah pihak sebagai suatu tanggung jawab dan beberapa hal yang seharusnya mereka dapatkan sebagai sebuah hak. Pada perjanjian tersebut, selain menyebutkan hak dan kewajiban dari dua pihak tersebut yang masuk dalam pihak primer, terdapat kewajiban pihak lain yang disebutkan yaitu kewajiban dari pihak LP3ES. Untuk hak dan kewajiban dari pihak lain yang terlibat aktif seperti BPLHD dan YPC tidak disebutkan dalam lembar perjanjian tersebut, tetapi ada kesepakatan yang sama-sama dipahami oleh pihak-pihak terkait mengenai apa saja yang menjadi kewajiban dan hak dari YPC dan BPLHD. Untuk pihak lainnya yang termasuk dalam kategori stakeholder sekunder, yaitu BBWSC Balai Besar Wilayah Sungai Citarum, Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Bandung Barat, Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air Jawa Barat, Dinas Kehutanan Jawa Barat, dan Balai Pengelolaan DAS Citarum Ciliwung, hak dan kewajiban mereka masih dalam batas hal-hal yang terkait dengan working group sehingga tidak ada hak dan kewajiban mereka secara khusus dalam perjanjian mekanisme ini. Berikut ini adalah hak dan kewajiban para pihak yang tertuang dalam lembar perjanjian Tabel 5 dan hak dan kewajiban para pihak berdasarkan hasil wawancara Tabel 6. Tabel 5 Hak dan kewajiban para pihak yang tercantum dalam lembar perjanjian No. Pihak Hak Kewajiban 1. PT. Aetra Air Jakarta  Mendapatkan laporan kegiatan sebagai bentuk pertanggungjawaban kegiatan yang sudah dilakukan sesuai dengan tahap pemberian kompensasi dari pihak KT. Syurga Air.  Memberikan kompensasi kepada pihak KT. Syurga Air sebesar Rp.50.000.000,- melalui tiga tahap pembayaran setelah KT. Syurga Air melaksanakan ketentuan-ketentuan yang disepakati.  Memonitoring kegiatan bersama para pihak dibantu oleh pihak LP3ES selama sebagai fasilitator untuk melihat perkembangan kegiatan konservasi yang telah dilakukan KT. Syurga Air 2. KT. Syurga Air  Mendapatkan sejumlah dana kompensasi atas usaha konservasi yang telah dilakukan sesuai dengan perjanjian  Mendapatkan hak milik atas produkbuah dari tanaman yang diusahakan sesuai dengan perjanjian.  Mendapatkan pendampingan dan pelatihan terkait konservasi sumberdaya air.  Melakukan konservasi air dan lahan milik dengan menanam, merawat, dan menjaga tanaman dengan pola tanam multistrata seluas 22 ha hingga tanaman mampu menghasilkan buah atau produk lainnya.  Memberikan laporan kegiatan kepada PT. Aetra sebagai pertanggungjawaban kegiatan sesuai dengan tahap pemberian kompensasi.  Mengordinir dan memberikan bimbingan teknis pelaksanaan konservasi air, lahan, dan pengelolaan dana kompensasi kepada anggota kelompok tani Tabel 6 Hak dan kewajiban para pihak berdasarkan wawancara No. Pihak Hak Kewajiban 3. LP3ES  Memonitoring kegiatan untuk melihat perkembangan kegiatan konservasi yang telah dilakukan KT. Syurga Air.  Memberikan bantuan pendampingan dan pelatihan yang berkaitan dengan konservasi sumberdaya air dan pemberdayaan kelompok hingga masa program berakhir. 1. PT. Aetra Air Jakarta  Mendapatkan laporan kegiatan sebagai bentuk pertanggungjawaban kegiatan yang sudah dilakukan sesuai dengan tahap pemberian kompensasi dari pihak KT. Syurga Air.  Memberikan kompensasi kepada pihak KT. Syurga Air sebesar Rp.50.000.000,- melalui tiga tahap pembayaran setelah KT. Syurga Air melaksanakan ketentuan-ketentuan yang disepakati.  Bersama LP3ES memberikan bantuan pendampingan dan pelatihan2 yang berkaitan dengan konservasi sumberdaya air dan pemberdayaan kelompok hingga masa program berakhir  Memonitoring kegiatan dengan dibantu LP3ES untuk melihat perkembangan kegiatan konservasi yang telah dilakukan KT. Syurga Air 2. KT. Syurga Air  Mendapatkan sejumlah dana kompensasi atas usaha konservasi yang telah dilakukan sesuai dengan perjanjian  Mendapatkan hak milik atas produkbuah dari tanaman yang diusahakan sesuai dengan perjanjian.  Mendapatkan pendampingan dan pelatihan terkait konservasi sumberdaya air.  Menanam, merawat, dan menjaga tanaman dengan pola tanam multistrata seluas 22 ha hingga tanaman mampu menghasilkan buah atau produk lainnya. 3. LP3ES  Memfaslitasi seperti bagaimana mengatasi kendala lapangan, bagaimana menafsirkan suatu perjanjian yg dibuat, monitoring, dll. Seperti hal-hal terkait edukasi untuk menemukan formaat ideal di lapang.  Mepertemukan keduabelah pihak untuk bersama-sama memonitoring kegiatan untuk melihat perkembangan kegiatan konservasi yang telah dilakukan KT. Syurga Air. Tabel 6 Hak dan kewajiban para pihak berdasarkan wawancara lanjutan No. Pihak Hak Kewajiban 4. YPC  Memonitoring kegiatan untuk melihat perkembangan kegiatan konservasi yang telah dilakukan KT. Syurga Air.  Memberikan bantuan pendampingan dan pelatihan yang berkaitan dengan konservasi sumberdaya air dan pemberdayaan kelompok hingga masa program berakhir secara langsung di lapang. 5. BPLHD  Memberikan penyuluhan kepada warga  Menangkap aspirasi, input- input, dan ide-ide untuk pengembangan mekanisme yang coba diangkat dalam level lebih strategis  Mengundang pihak-pihak lain untuk turut bergabung dalam working group dan terlibat langsung dalam mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Citarum Berdasarkan perbandingan antara Tabel 5 dan Tabel 6 dapat terlihat bahwa secara umum para pihak memahami isi dari perjanjian pembayaran jasa lingkungan dalam hal mengenai apa yang menjadi hak dan kewajibannya. Untuk hak dari LP3ES tidak disebutkan di dalam lembar perjanjian. Dari hasil wawancara, hak dari LP3ES, YPC, dan BPLHD juga tidak terdeteksi. Hal tersebut kemungkinan dikarenakan kepentingan dari pihak tersebut adalah terimplementasikannya mekanisme ini sebagai sebuah proyek ujicoba di Sub DAS Cikapundung, DAS Citarum. 5.3 Perkembangan Mekanisme Inisiatif Pembayaran Jasa Lingkungan di Sub DAS Cikapundung, DAS Citarum Dalam implementasi dari mekanisme inisiatif pembayaran jasa lingkungan di Sub DAS Cikapundung, DAS Citarum, terdapat kerangka logis yang digunakan sebagai acuan. Indikator pelaksanaan dari pencapaian proyek ini adalah kontrak perjanjian antara petani di daerah hulu dan pemanfaat dari jasa DAS terhadap konservasi air dan tanah di DAS Citarum. Berikut adalah outcome yang diharapkan dari proyek pembayaran jasa lingkungan di DAS Citarum. Tabel 7 Outcome yang diharapkan dari proyek pembayaran jasa lingkungan di DAS Citarum Komponen Output Outcome Sumber verifikasi Efek Pembentukan mekanisme kompensasi untuk jasa DAS Umum: pembentukan mekanisme kompensasi untuk jasa perlindungan DAS di DAS Citarum Khusus: a. pembentukan working group para pihak b. pemilihan lokasi proyek di DAS Citarum c. komitmen dari pemanfaat kepada petani hulu yang menyediakan jasa lingkungan d. komitmen dari petani hulu untuk merehabilitasi dan melindungi jasa lingkungan e. perjanjian untuk implementasi perlindungan jasa DAS Sebagai aset yang bernilai, skema pendanaan alternatif dan pendekatan pengelolaan sumberdaya air yang dibangun dari proyek uji coba pembayaran jasa lingkungan dapat berefek snowball Respon dari publik terhadap pembentukan mekanisme kompensasi a. daftar dari anggota dan isu yang berkaitan b. nama desa dan sub DAS. Perjanjian ditandatangani oleh kedua belah pihak untuk jasa perlindungan DAS e. realisasi perjanjian Daerah tangkapan air dari DAS Citarum yang terlindungi dan terehabilitasi Kerjasama yang baik dari para pihak selama dan setelah implementasi mekanisme inisiatif pembayaran jasa lingkungan. Sumber: Munawir 2011 Berdasarkan kerangka logis tersebut, perjanjian pembayaran jasa lingkungan telah terjalin antara PT. Aetra Air Jakarta dengan Kelompok Tani Syurga Air sudah selesai dari bulan Februari 2010. Luaran-luaran Output-output yang diharapkan dari kerangka logis tersebut juga sudah tercapai. Untuk efek outcome berupa efek bola salju snowball untuk mekanisme ini tentunya masih memerlukan waktu dan usaha yang lebih maksimal. Beberapa perkembangan telah muncul setelah impelemantasi mekanisme insisatif pembayaran jasa lingkungan ini selesai. Hingga saat ini petani sudah merasakan panen hasil perdana dari jenis tanaman kopi yang ditanam. Walaupun perjanjian antara kedua belah pihak sudah selesai, namun pihak PT. Aetra masih tetap berhubungan dengan Kelompok Tani Syurga Air untuk mengetahui perkembangan tanaman yang ditanam pada saat perjanjian. Selain itu karena sudah terbangun kepercayaan dari pihak PT. Aetra atas hasil kerja petani, selanjutnya mereka memberikan bantuan tambahan kepada petani berupa 1 unit alat pemecah biji kopi walaupun bantuan tersebut tidak tertuang dalam perjanjian. Setelah berlalunya proses implementasi ini beberapa perkembangan baik dari pihak PT.Aetra maupun pihak Kelompok Tani Syurga Air mulai dapat terasa. Dari sisi pihak Kelompok Tani Syurga Air misalnya, berdasarkan hasil wawancara terhadap 12 anggota Kelompok Tani, keseluruhan petani 12 responden mulai menyadari bahwa telah terjadi penurunan kualitas lingkungan di sekitar mereka seperti misalnya banyak mata air yang kini sudah mati atau tidak berfungsi lagi, selain itu mereka juga sadar bahwa menanam sayuran itu selain butuh biaya besar juga dapat merusak lahan karena aktivitas pengoyakan tanah. Dari 12 anggota tani yang diwawancarai 9 diantaranya sudah dapat memahamimenyebutkan jasa lingkungan dari hutan atau tegakan berkayu diantaranya adalah lahan menjadi tidak tandus lagi, untuk menyimpan air tanah, mencegah erosi, supaya udara tidak berpolusi, dan lingkungan terasa lebih teduh. Perkembangan baik lainnya adalah bertambahnya jumlah anggota kelompok tani yang menanami lahannya dengan tanaman pola multistrata. Manfaat yang dirasakan dari berlangsungnya implementasi pembayaran jasa lingkungan ini oleh petani masih belum terasa karena tanaman kopi masih berumur muda sehingga buah yang dihasilkan masih sedikit. Namun manfaat lain yang dirasakan adalah dengan pemahaman akan lingkungan yang sudah baik oleh petani, kegiatan penghijauan yang memang sudah disadari petani untuk segera dilakukan menjadi lebih cepat terjadi dengan adanya bantuan dana dari mekanisme ini dan petani merasa program ini lebih mengakomodasi apa yang diinginkan oleh petani dibandingkan dengan program penghijauan lain sebelumnya seperti GRNHL dimana petani hanya disuruh menanam tanpa mempertimbangkan jenis tanaman apa yang diinginkan petani dan waktu penanamannya. Dari sisi pihak PT. Aetra, manfaat secara signifikan belum dirasakan, karena program baru berjalan hampir dua tahun, dan luasan area yang dikonservasikan juga baru satu lokasi. Tetapi karena kepercayaan yang telah terbangun dimana pihak PT. Aetra dapat memonitoring kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan sesuai dengan perjanjian dan yakin bahwa dana yang mereka keluarkan benar- benar dimanfaatkan untuk kegiatan konservasi lahan dan air, PT. Aetra selanjutnya akan memperluas area yang dikonservasikan. Perluasan tersebut direncanakan akan dilakukan dengan membangun perjanjian mekanisme pembayaran jasa lingkungan lagi di lokasi lain yaitu di desa Mekarwangi dan saat ini masih dalam tahap penjajagan dengan pihak desa tersebut. Agar kegiatan konservasi lahan dan air yang telah dilakukan dapat berkelanjutan dan menyentuh aspek-aspek sumber pencemaran lainnya, maka pihak BPLHD sebagai fasilitator dan juga lembaga pemerintahan yang bergerak di bidang perbaikan lingkungan, membentuk program kampung konservasi di desa Sunten Jaya ini. Beberapa kegiatan telah di sosialisasikan kepada petani melalui focus group discussion FGD. Kegiatan tersebut diantaranya FGD mengenai lahan dan air, pupuk alami, biopori, ekonomi dan kelembagaan, agroforestry, sekolah lingkungan, dan polusi sungai dan konservasi energi dari kotoran ternak biogas yang juga merupakan masalah utama dalam pencemaran sungai di desa ini. Selain itu, untuk meperluas skala implementasi mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Citarum, maka telah direncanakan untuk replikasi mekanisme pembayaran jasa lingkungan di Sub DAS lainnya pada DAS Citarum. Rencana terdekat adalah replikasi implementasi mekasisme pembayaran jasa lingkungan di Sub DAS Cisangkuy. Kerangka logis yang dibentuk seperti pada tabel 7 diatas memang terbatas hanya sampai terlaksananya implementasi mekanisme pembayaran jasa lingkungan dan dengan jangka waktu yang hanya 1 tahun untuk mencapai output yang diharapkan. Hal tersebut terkait dengan kerjasama bantuan dana dari donor asing dengan cakupan waktu yang terbatas. Untuk kerangka logis yang lebih lanjut terkait implementasi dengan cakupan yang lebih luas direncanakan dalam working group. Berdasarkan notulensi working group ke empat 29 Juli 2010, telah terbentuk beberapa agenda ke depan yang ingin di capai, agenda tersebut antara lain: memantapkan mekanisme kompensasi jasa DAS Citarum, replikasi pembayaran jasa lingkungan di lokasi lain, penguatan peran working group, monitoring dan supervisi kinerja lapangan, penguatan kelompok tani penyedia jasa DAS Citarum di bidang lingkungan, sosial, kelembagaan, dan ekonomi, dan promosi pengelolaan Sub DAS Cikapundung, yang berorientasi pada efek, keterpaduan, dan keberdayaan masyarakat. Namun kerangka logis yang lebih lanjut tersebut masih belum secara detail sampai pada output dan outcome serta target waktu yang belum ditentukan. Menurut pihak LP3ES, pihak BPLHD diharapkan mampu mengambil peran untuk lebih menggiatkan anggota working group untuk bekerja bersama secara sistematis. Namun peran tersebut masih belum 59ampak, sehingga masih mengharapkan ide dan dorongan dari pihak luar. Menurut ESCAP 2009, keberhasilan program pembayaran jasa lingkungan tergantung pada keterpaduan kebijakan dan tindakan dari instansi instansi terkait. Untuk itu diperlukan terlebih dahulu koordinasi yang baik dari pihak-pihak yang tergabung dalam working group. 5.4 Kendala dan Solusi Implementasi Mekanisme Inisiatif Pembayaran Jasa Lingkungan di Sub DAS Cikapundung, DAS Citarum Berdasarkan hasil wawancara terhadap pihak-pihak yang terkait aktif secara langsung dari mekanisme ini, yaitu Kelompok Tani Syurga Air, PT. Aetra Air Jakarta, LP3ES, YPC, dan BPLHD mengenai kendala yang dihadapi selama proses implementasi, diketahui bahwa tidak ada kendala yang cukup signifikan menghambat proses implementasi mekanisme ini. Walaupun demikian, terdapat beberapa kendala terutama di awal proses implementasi mekanisme ini yaitu kendala dalam meyakinkan pihak-pihak untuk ikut bergabung dan terlibat langsung dengan mekanisme ini mengingat mekanisme ini masih merupakan suatu hal baru yang belum banyak dimengerti orang Tabel 8. Tabel 8 Kendala yang muncul selama implementasi mekanisme inisiatif pembayaran jasa lingkungan dan solusi yang diambil No. Kendala Solusi yang diambil

1. Perubahan praktek penggunaan lahan

oleh masyarakat hulu menjadi lebih ramah lingkungan Pendekatan dan diskusi langsung dimana petani diposisikan sebagai subjek bukan objek untuk mengubah pola pikir terhadap lingkungan

2. Mengajak pihak swasta untuk secara

sukarela memberikan kompensasi jasa lingkungan kepada masyarakat hulu penyedia jasa lingkungan preliminary workshop mengenai pembayaran jasa lingkungan yang kemudian dilanjutkan dengan kegiatan working group untuk memberikan pemahaman awal mengenai mekanisme pembayaran jasa lingkungan

3. Pendekatan awal terhadap lembaga

pemerintahan terkait untuk terlibat langsung dalam mekanisme pembayaran jasa lingkungan preliminary workshop mengenai pembayaran jasa lingkungan yang kemudian dilanjutkan dengan kegiatan working group untuk memberikan pemahaman awal mengenai mekanisme pembayaran jasa lingkungan Kesulitan pertama adalah dalam meyakinkan masyarakat untuk mengubah praktek pertanian sayur yang tidak ramah lingkungan menjadi praktek perkebunan multistrata yang lebih ramah lingkungan karena masyarakat sudah terbiasa dan merupakan mata pencaharian utama mereka. Kesulitan selanjutnya yaitu mengajak pihak swasta atau badan usaha untuk memberikan kompensasinya, karena menurut mereka sudah ada pajak air dan mereka juga merasa sudah punya program penghijauan lain. Selain itu kesulitan lainnya adalah dalam pendekatan awal terhadap lembaga pemerintahan yang mempunyai wewenang langsung terhadap DAS Citarum untuk terlibat aktif secara langsung. Kesulitan tersebut dikarenakan masing-masing lembaga pemerintahan yang terkait pengelolaan DAS Citarum cenderung terpaku pada program yang mereka miliki. Menurut Rahardja 2010, secara umum organisasi pengelola DAS Citarum menyadari kepentingan bersama, namun dalam prakteknya lebih mengedepankan kepentingan sendiri, sedangkan konsistensi dan komitmen masih rendah. Beberapa kendala tersebut kemudian mulai diusahakan untuk dicarikan solusinya. Pada kendala masyarakat misalnya, solusi yang dilakukan adalah dengan pendekatan langsung dan diskusi panjang bersama petani dengan posisi petani sebagai subjek bukan objek untuk mengubah pola pikir mereka terhadap lingkungan. Sehingga dalam pendekatan tersebut secara aktif petani diajak untuk membuka wawasan mereka secara bersama-sama terhadap apa yang telah terjadi dengan lingkungan mereka. Solusi untuk kendala ini sebenarnya dipermudah dengan adanya program terkait lingkungan sebelum adanya mekanisme ini. Beberapa orang di Desa Sunten Jaya telah mengikuti program sekolah lapang yang dimotori oleh USAID, yaitu program dimana masyarakat diajak bersama- sama untuk meneliti masalah lingkungan yang dihadapi di sekitar mereka. Program tersebut merupakan program yang panjang dimana terdapat 16 kali pertemuan yang tujuannya adalah membentuk pola pikir masyarakat menjadi ramah lingkungan. Dengan adanya program ini sebelumnya, maka pendekatan terhadap petani untuk terlibat dalam mekanisme pembayaran jasa lingkungan menjadi lebih ringan atau dengan kata lain tidak harus dari nol membangun pola pikir petani. Walaupun tidak semua anggota kelompok tani ikut program ini, tetapi beberapa anggota yang ikut dapat mempengaruhi anggota lainnya dan dengan bantuan dari ketua kelompok tani untuk mensosialisasikan program ini, sehingga seluruh anggota kelompok tani bersedia untuk ikut terlibat dalam mekanisme pembayaran jasa lingkungan ini. Untuk kendala dalam mengajak pihak-pihak dari lembaga pemerintahan dan swasta atau badan usaha, maka dilakukan preliminary workshop mengenai pembayaran jasa lingkungan yang kemudian dilanjutkan dengan kegiatan working group untuk memberikan pemahaman awal mengenai mekanisme pembayaran jasa lingkungan dan secara bertahap dan bersama-sama membangun keterlibatan para pihak yang lebih luas untuk implementasi mekanisme ini dan diharapkan selanjutnya dari working group ini dapat berkembang menjadi sebuah lembaga pembayaran jasa lingkungan dan juga pemberdayaan masyarakat sekitar DAS Citarum. 5.5 Evaluasi Mekanisme Inisiatif Pembayaran Jasa Lingkungan Berdasarkan Prinsip Pembayaran Jasa Lingkungan dari Wunder 2005 Mekanisme pembayaran jasa lingkungan yang sudah terjadi di Sub DAS Cikapundung, DAS Citarum dapat dibandingkan dengan prinsip pembayaran jasa lingkungan Payment Environment Services yang dikembangkan oleh Wunder 2005. Apakah mekanisme yang terjadi sudah sesuai dengan prinsip tersebut atau terdapat beberapa penyesuaian yang mendekati prinsip tersebut. Prinsip pertama yang dikembangkan oleh Wunder 2005 adalah transaksi sukarela voluntary transaction. Transaksi sukarela didefinisikan sebagai kesepakatan yang tidak dipaksakan, dan sangat berbeda dari ukuran perintah dan pengendalian. Pada studi kasus ini Sub DAS Cikapundung, DAS Citarum, transaksi yang terjadi antara PT. Aetra dengan Kelompok Tani Syurga Air terjadi secara sukarela walaupun awalnya difasilitasi untuk dipertemukan dalam mekanisme ini oleh pihak LP3ES. PT. Aetra bersedia untuk membayar sejumlah kompensasi kepada pihak penyedia jasa lingkungan yaitu Kelompok Tani Syurga Air yang bersedia mengkonservasi lahan milik mereka tanpa ada paksaan dari siapapun. Pembayaran jasa lingkungan tersebut tentunya di luar dari pajak air dan iuran penggunaan air yang harus dibayarkan oleh pihak PT. Aetra. Prinsip selanjutnya, yaitu jasa lingkungan yang terdefinisikan dengan baik, jasa lingkungan tersebut dapat berupa jasa yang secara langsung dapat terukur atau penggunaan lahan yang dapat membantu penyediaan jasa lingkungan tersebut. Pada studi kasus ini, jasa yang dipertukarkan adalah jasa lingkungan berupa perbaikan tutupan lahan di daerah hulu untuk perbaikan tata air yang diperlukan PT. Aetra sebagai sumber air baku. Walaupun telah diketahui bahwa hutan dapat membantu ketersediaan jasa air, hubungan secara kualitatif dan kuantitatif antara hutan dan jasa air seringkali sedikit dimengerti secara ilmiah Chomitz dan Kumari 1998 diacu dalam Prasetyo et al 2009. Titik perbaikan tutupan lahan dalam kasus ini masih sangat kecil dan tidak diketahui dampaknya terhadap tata air. Menurut Wunder et al. 2008, pembayaran jasa lingkungan tidak dapat berdasarkan variabel yang tidak dapat diobservasi oleh penyedia jasa lingkungan. Contohnya, petani tidak mempunyai cara untuk mengobservasi bagaimana kegiatan penggunaan lahan mereka mempengaruhi penyediaan jasa air untuk masyarakat hilir yang jauh. Prinsip selanjutnya adalah jasa lingkungan yang dibeli oleh minimal satu pembeli jasa lingkungan dari minimal satu penyedia jasa lingkungan. Pada kasus ini PT. Aetra bertindak sebagai pembeli jasa lingkungan. PT. Aetra merupakan pemanfaat aliran air Sungai Citarum melalui Kanal Barum Barat sehingga pihak ini memiliki kepentingan terhadap keberlanjutan jasa lingkungan air yang menurutnya dapat dicapai jika daerah tangkapan air terjaga. Pihak yang menjadi penyedia jasa lingkungan adalah Kelompok Tani Syurga Air. Pihak ini merupakan masyarakat hulu DAS yang mempunyai sejumlah lahan milik di daerah tangkapan air. Kegiatan yang dilakukan pada lahan tersebut tentunya berpengaruh tata air di bawahnya. Prinsip yang terakhir, yaitu jika dan hanya jika penyedia jasa lingkungan melindungi ketersediaan jasa lingkungan. Pada kasus ini kondisi seperti yang diharapkan dari prinsip tersebut hanya diaplikasikan pada tahapan rehabilitasi lahan dan pembayaran dilakukan jika penanaman tanaman multistrata telah dilakukan sesuai dengan luasan yang disepakati. Untuk kondisi berupa keberlanjutan ketersediaan jasa air yang berkualitas masih belum dapat tercapai karena titik rehabilitasi lahan yang cakupannya sangat kecil 22 ha dibandingkan dengan luas lahan kritis secara keseluruhan satu DAS 30.540,30 ha BPDAS Citarum Ciliwung 2006. PT. Aetra dalam hal ini tidak dapat berharap banyak selain dari cakupan titik rehabilitasi lahan yang kecil, jarak dari titik rehabilitasi sampai lokasi pengolahan air baku PT. Aetra di Jakarta sangat jauh. Sehingga resiko tersemarnya air sepanjang perjalanan dari titik rehabilitasi ke pembeli jasa lingkungan sangat besar. Terlebih lagi kanal Tarum Barat yang dimanfaatkan oleh PT. Aetra dilalui oleh tiga persimpangan sungai Sungai Cibeet, Sungai Cikarawang, dan Sungai Bekasi melalui aliran terbuka yang menyebabkan aliran air dari Sungai Citarum tercampur dengan air dari tiga sungai tersebut dengan resiko kondisi ketercemaran air yang semakin buruk. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Mekanisme inisiatif PJL yang berjalan di Sub DAS Cikapundung, DAS Citarum masih dalam tahap ujicoba. Perjanjian PJL terjadi antara PT. Aetra yang bersedia memberikan Rp. 50.000.000,- kepada KT. Syurga Air yang bersedia mengkonservasi lahan milik mereka seluas 22 ha dengan difasilitasi oleh Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial LP3ES, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup BPLHD Jawa Barat, dan Yayasan Peduli Citarum YPC. 2. Pihak yang terlibat yaitu pihak yang berperan sebagai penyedia jasa lingkungan yaitu Kelompok Tani Syurga Air, pembeli jasa lingkungan yaitu PT. Aetra Air Jakarta, pihak yang dapat mendorongmemfasilitasi terjadinya mekanisme pembayaran jasa lingkungan yaitu LP3ES, BPLHD Jawa Barat, YPC, BBWSC, Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Bandung Barat, Dinas PSDA Jawa Barat, Dinas Kehutanan Jawa Barat, dan BPDAS Citarum Ciliwung. Selain itu terdapat beberapa pihak yang berpotensi sebagai pihak yang berpotensi sebagai pembeli jasa lingkungan seperti: Perum Jasa Tirta II PJT II, PT. Indonesia Power, PT. Palyja, PT. Lippo Cikarang dan PDAM, dan pihak yang berpotensi sebagai fasilitator dan penguat kelompok masyarakat seperti: PORTAB, Perhimpunan Kelompok Kerja DAS PKK DAS, Kelompok Kerja Komunikasi Air K3A, Forum Komunikasi Penggiat Lingkungan, ICWRMP. Keseluruhan pihak tersebut masuk ke dalam bagian dari working group untuk perencanaan implementasi mekanisme pembayaran jasa lingkungan dengan cakupan yang lebih luas lagi DAS Citarum. 3. Kesepakatan pembayaran jasa lingkungan antara PT. Aetra Air Jakarta dengan Kelompok Tani Syurga Air sudah terlaksana. Kedua belah pihak memang belum merasakan manfaat yang signifikan mengingat masa perjanjian yang masih baru dan cakupan area yang dikonservasi masih sedikit