8
C. Acetobacter xylinum
1. Sifat Acetobacter xylinum
Acetobacter xylinum termasuk golongan bakteri Acetobacter yang
memiliki ciri-ciri antara lain berbentuk batang, gram negatif, obligat aerob, dengan lebar 0.5-1.0 µm dan panjang 2-10 µm Brown, 1996. Bakteri ini
tidak membentuk endospora maupun pigmen. Pada kultur sel yang masih muda, individu sel berdiri sendiri-sendiri dan transparan. Koloni yang
sudah tua membentuk lapisan menyerupai gelatin yang kokoh menutupi sel dan koloninya Hesse dan Kondo, 2005.
Bakteri ini dapat menghasilkan nanofiber selulosa dengan panjang 40-50 nm. Selulosa tersebut terdiri dari rantai paralel
β-1,4-D- glukopiranosa yang berikatan hidrogen. Struktur serat yang terbentuk
mempunyai rasio daerah kristal dan non-kristal. Rasio daerah kristal dan non-kristal menunjukkan kompleksitas besar dan variabilitas dalam
pengaturan supramolekulnya. Pembentukan suprastruktur dari serat selulosa bakteri dan pelikel dapat dikendalikan dengan variasi dari
komponen nutrisi dan kondisi pada media tersebut Klemm, 2005.
2. Kondisi Kultivasi Produksi Selulosa
Pemilihan media kultivasi merupakan salah satu faktor penting dalam produksi biomassa. Faktor lainnya yaitu kondisi lingkungan pH,
suhu, oksigen terlarut, dan agitasi serta galur mikroorganisme yang digunakan. Suhu optimum untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum adalah
28º C Ch’Ng dan Muhamad, 1999. Tetapi Pambayun 2006
menyebutkan bahwa suhu yang baik untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum
adalah pada suhu 28º C - 30º C. Pambayun 2006 menyatakan pH medium pertumbuhan
Acetobacter xylinum merupakan salah satu faktor penting yang
mempengaruhi pertumbuhan dan pembentukan produk. Nilai pH optimum untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum menurut Pambayun 2006
adalah antara 5,4 – 6,3, sedangkan hasil penelitian Embuscado et al.,
1994 menemukan bahwa yield selulosa tertinggi diperoleh pada pH 4,5.
9 Menurut Masaoka et al., 1993, pH optimum untuk produksi selulosa
adalah 4,0 – 6,0.
Penurunan dan peningkatan produktifitas pembuatan nata dipengaruhi oleh kandungan glukosa dalam medium fermentasi Masaoka
et al., 1993. Penelitian Son et al., 2003 menghasilkan adanya
peningkatan rendemen nata pada penambahan glukosa kurang dari 1.5 tetapi menurun ketika penambahan gula lebih dari 2.
Perbedaan jenis sakarida yang ditambahkan pada medium mempengaruhi sintesa selulosa dari Acetobacter xylinum Budhiyono et
al., 1999. Pada penelitiannya Budhiyono et al., 1999 menggunakan
fruktosa, glukosa, laktosa dan sukrosa sebagai sumber C ada media fermentasi Acetobacter xylinum. Fruktosa memberikan yields tertinggi,
diikuti oleh kombinasi fruktosa dan laktosa. Berdasarkan hasil tersebut fruktosa merupakan subrat paling cocok untuk sintetis selulosa oleh
Acetobacter xylinum . Keberadaan glukosa secara tersendiri dalam media
dapat menurunkan jumlah selulosa yang diperoleh. Pertumbuhan Acetobacter xylinum tidak dipengaruhi oleh tingkat
penggunaan sumber nitrogen Embuscado et.al., 1994. Tetapi kombinasi dari sumber nitrogen organik pepton, ekstrak khamir dan anorganik
ammonium sulfat, ammonium fosfat memperlihatkan peningkatan selulosa dibandingkan dengan sumber anorganik secara tersendiri. Sumber
nitrogen anorganik yang dapat digunakan sebagai media pertumbuhan Acetobacter xylinum
adalah ammonium sulfat dan ammonium fosfat Son et al.,
2003. Penambahan ammonium sulfat yang optimum adalah sebesar 0.2, sedangkan penambahan ammonium fosfat menghasilkan rendemen
tertinggi adalah sebesar 0.3. Son et al., 2003 menngunakan tambahan vitamin dan mineral ke dalam medium fermentasinya. Mashudi 1993 dan
Haryatni 2002 menyatakan bahwa penambahan ammonium sulfat yang optimum sebesar 0.4.
Budhiyono et al., 1999 menyatakan bahwa penggunaan ammonium fosfat sebagai sumber nitrogen bagi pertumbuhan Acetobacter
10 xylinum
lebih efektif dibandingkan dengan penggunaan ammonuim sulfat. Hal ini, dikarenakan adanya penambahan unsur P dari ammonuim posfat
yang sangat dibutuhkan dalam sintesis sululosa oleh Acetobacter xylinum.
3. Isolasi dan Pemeliharaan Kultur