b. Kontraindikasi Tonsilektomi
Terdapat beberapa keadaan yang disebut sebagai kontraindikasi, namun bila sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap memperhitungkan
imbang manfaat dan risiko. Keadaan tersebut yakni: gangguan perdarahan, risiko anestesi yang besar atau penyakit berat, anemia, dan infeksi akut yang berat Kartika,
2008.
c. Teknik Operasi Tonsilektomi
Pengangkatan tonsil pertama sebagai tindakan medis telah dilakukan pada abad 1 Masehi oleh Cornelius Celsus di Roma dengan menggunakan jari tangan.
Di Indonesia teknik tonsilektomi yang terbanyak digunakan saat ini adalah teknik Guillotine dan
diseksi. Diseksi: Dikerjakan dengan menggunakan Boyle-Davis mouth gag, tonsil
dijepit dengan forsep dan ditarik ke tengah, lalu dibuat insisi pada membran mukus. Dilakukan diseksi dengan disektor tonsil atau gunting sampai mencapai pole bawah
dilanjutkan dengan menggunakan senar untuk menggangkat tonsil. Guilotin: Tehnik ini
sudah banyak ditinggalkan. Hanya dapat dilakukan bila tonsil dapat digerakkan dan bed tonsil tidak cedera oleh infeksi berulang.
Elektrokauter: Kedua elektrokauter unipolar
dan bipolar dapat digunakan pada tehnik ini. Prosedur ini mengurangi hilangnya
perdarahan namun dapat menyebabkan terjadinya luka bakar. Laser tonsilektomi
:
Diindikasikan pada penderita gangguan koagulasi. Laser KTP-512 dan CO2 dapat digunakan namun laser CO2 lebih disukai.tehnik yag dilakukan sama dengan yang
dilakukan pada tehik diseksi Dhingra, 2008.
2.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi:
Universitas Sumatera Utara
a Abses peritonsil. Infeksi dapat meluas menuju kapsul tonsil dan mengenai jaringan sekitarnya. Abses biasanya terdapat pada daerah antara kapsul tonsil dan otot-otot yang
mengelilingi faringeal bed. Hal ini paling sering terjadi pada penderita dengan serangan berulang. Gejala penderita adalah malaise yang bermakna, odinofagi yang berat dan
trismus. Diagnosa dikonfirmasi dengan melakukan aspirasi abses Shnayder, Lee, Bernstein, 2008.
b Abses parafaring. Gejala utama adalah trismus, indurasi atau pembengkakan di sekitar angulus mandibula, demam tinggi dan pembengkakan dinding lateral faring
sehingga menonjol kearah medial. Abses dapat dievakuasi melalui insisi servikal Fachruddin, 2001; Adam, 1989.
c Abses intratonsilar. Merupakan akumulasi pus yang berada dalam substansi tonsil. Biasanya diikuti dengan penutupan kripta pada Tonsilitis Folikular akut. Dijumpai nyeri
lokal dan disfagia yang bermakna. Tonsil terlihat membesar dan merah. Penatalaksanaan yaitu dengan pemberian antibiotika dan drainase abses jika diperlukan;
selanjutnya dilakukan tonsilektomi. d Tonsilolith kalkulus tonsil. Tonsililith dapat ditemukan pada Tonsilitis Kronis bila
kripta diblokade oleh sisa-sisa dari debris. Garam inorganik kalsium dan magnesium kemudian tersimpan yang memicu terbentuknya batu. Batu tersebut dapat membesar
secara bertahap dan kemudian dapat terjadi ulserasi dari tonsil. Tonsilolith lebih sering terjadi pada dewasa dan menambah rasa tidak nyaman lokal atau foreign body
sensation. Hal ini didiagnosa dengan mudah dengan melakukan palpasi atau ditemukannya permukaan yang tidak rata pada perabaan.
Universitas Sumatera Utara
e Kista tonsilar. Disebabkan oleh blokade kripta tonsil dan terlihat sebagai pembesaran kekuningan diatas tonsil. Sangat sering terjadi tanpa disertai gejala. Dapat dengan
mudah didrainasi. e Fokal infeksi dari demam rematik dan glomerulonefritis Dhingra, 2008. Dalam
penelitiannya Xie melaporkan bahwa anti-streptokokal antibodi meningkat pada 43 penderita Glomerulonefritis dan 33 diantaranya mendapatkan kuman Streptokokus
beta hemolitikus pada swab tonsil yang merupakan kuman terbanyak pada tonsil dan faring. Hasil ini megindikasikan kemungkinan infeksi tonsil menjadi patogenesa
terjadinya penyakit Glomerulonefritis Xie, 2004.
2.10 Prognosa