Emsi Sigian. Strategi percakapan bahasa batak toba dalam acara ‘jou-jou tano batak’. 2007
USU e-Repository©2009
Adapun manfaat penelitian ini adalah: 1.
Menambah wawasan pengetahuan pembaca dan penulis tentang kebahasaan khususnya tentang strategi percakapan.
2. Memberi deskripsi tentang strategi percakapan BBT secara mendalam
3. Masukan bagi peneliti lain yang ingin membicarakan strategi percakapan
BBT. 1.4 Metode Penelitian
1.4.1 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan penulis dengan menggunakan metode simak, karena cara yang digunakan untuk memperoleh data adalah menyimak penggunaan
bahasa yang diteliti Mahsun, 2005: 90, yaitu dalam BBT dalam acara JJTB. Penyimakan ini dilakukan setelah semua percakapan penyiar dan peserta terekam
dalam bentuk pita kaset. Untuk merekam data ini diperlukan teknik rekam yang alat bantunya adalah tape recorder Sudaryanto, 1997:133. Data yang direkam adalah
percakapan penyiar dan peserta dari tanggal 14 Mei 2007 – 14 Juni 2007. Selanjutnya teknik rekam ini dilanjutkan dengan teknik catat. Data yang telah terekam itu
kemudian ditranskripsikan dalam bentuk tulisan. Setelah itu penulis, mengelompokkan data tersebut berdasarkan tujuan dari penelitian ini.
1.4.2 Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode padan untuk menganalisis data. Metode padan adalah metode yang menggunakan alat penentunya di luar, terlepas dan tidak
menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan. Metode padan yang digunakan adalah
Emsi Sigian. Strategi percakapan bahasa batak toba dalam acara ‘jou-jou tano batak’. 2007
USU e-Repository©2009
metode padan pragmatik, yaitu metode yang alat penentunya lawan bicara. Lawan bicara akan menimbulkan reaksi seperti berkomunikasi dengan seinformatif mungkin.
Analisis data dilakukan dengan menghubungkan data penelitian dengan konteksnya. Contoh: 2. Data Percakapan 27. JJTB, 20 Mei 2007. Penyiar PY adalah Hendrik,
dan pesertaPR adalah Nusa. PY : “Lagu aha di ho, Nusa?”
Lagu apa di kamu, Nusa? ‘Lagu apa sama kamu, Nusa?’
PR : “Didia Rongkapi. Adong Abang? Didia Rongkapi. Ada Abang?
‘Didia Rongkapi. Ada Bang?’ PY : “Ba, naso dapot dope rongkapmu Nusa?”
VK, belum dapat juga jodohmu Nusa? ‘Ya, belum ketemu juga jodohmu, Nusa?’
PR: “Dang dapot dope, Bang. Adong do lagu i Bang?” Belum dapat juga, Bang. Ada PA lagu itu Bang?
‘Belum dapat juga Bang. Ada tidak lagunya Bang?’ PY: “Adong. Adong huputar pe annon.”
Ada. Ada saya-siar PK nanti. ‘Ada, ada. Nanti saya siarkan.’
Pada contoh cuplikan di atas peserta meminta sebuah lagu dengan judul Didia Rongkapi. Peserta menanyakan apakah judul lagu yang dimintanya itu ada atau tidak.
Namun, penyiar mengalihkan topik pembicaraan dengan menanyakan jodoh peserta. Jika dilihat dari keefektifan dari acaranya, pengalihan topik yang dilakukan oleh
penyiar telah membuat acara JJTB tidak efektif. Seharusnya waktu yang digunakan untuk mengalihkan topik pembicaraan dapat dipergunakan untuk menerima peserta
yang lain, karena masih banyak pendengar yang mau bergabung. Atau jika dilihat
Emsi Sigian. Strategi percakapan bahasa batak toba dalam acara ‘jou-jou tano batak’. 2007
USU e-Repository©2009
dari pandangan peserta tesebut, biaya telepon yang ia keluarkan untuk acara ini akan jauh lebih banyak atau mungkin dengan alasan lain sehingga dia langsung
menanggapi pertanyaan penyiar dengan seinformatif mungkin, Ndang dapot dope, Bang dan kembali menanyakan topik semula Adong do lagu i, Bang?. Ini salah satu
strategi yang digunakan untuk mengembalikan topik percakapan yang telah disepakati.
Apabila dilihat percakapan penyiar dan peserta pada contoh di atas, maka dapat dikatakan ada percakapan yang seolah-olah tidak memiliki hubungan semantik.
Peserta menanyakan sebuah judul lagu kepada penyiar Didia Rongkapi. Adong Abang? ‘Didia Rongkapi. Ada Bang?’. Namun, penyiar menjawabnya dengan
pertanyaan yang isinya menanyakan jodoh peserta Ba, naso dapot dope rongkapmu Nusa? ‘Ya, belum ketemu juga jodohmu, Nusa?’. Bila kedua ujaran itu tidak
dihubungkan dengan konteksnya, akan sulit menerima kedua ujaran itu sebagai satu kesatuan dalam percakapan. Akan tetapi, jika kedua ujaran itu dibahas berdasarkan
kaidah pertuturan, keduanya memiliki hubungan semantik. Makna dasar kedua ujaran itu adalah seorang peserta bertanya kepada penyiar
tentang sebuah lagu dengan judul ‘Didia Rongkapi’. Saat penyiar mendengar pertanyaan itu, ia memberikan jawaban berupa pertanyaan yang isinya menanyakan
jodoh peserta. Jawaban penyiar ketika menjawab pertanyaan peserta tidak memenuhi prinsip
kerja sama, yaitu maksim hubungan yang mengatakan agar penutur berkomunikasi
Emsi Sigian. Strategi percakapan bahasa batak toba dalam acara ‘jou-jou tano batak’. 2007
USU e-Repository©2009
sesuai dengan topik yang dibicarakan. Jika salah satu maksim dari prinsip kerja sama tidak dipenuhi maka ujaran itu memiliki implikasi.
Kemungkinan implikasi ujaran itu adalah usaha penyiar untuk mengalihkan topik karena kemungkinan judul lagu yang diminta peserta tidak ada. Atau implikasi
yang lain adalah senda gurau penyiar kepada peserta. Namun, bila ujaran itu dihubungkan dengan konteksnya maka implikaturnya
adalah senda gurau penyiar kepada peserta. Peserta meminta sebuah lagu yang didalamnya menceritakan tentang jodoh yang belum ditemukan. Penyiar menyangka
orang yang belum meminta lagu itu kemungkinan besar adalah orang yang belum menemukan jodohnya sehingga dia mencoba memastikan perkiraannya itu dengan
mengajukan pertanyaan kepada peserta dengan cara bersenda gurau.
1.5 Landasan Teori
1.5.1 Wacana
Wacana merupakan penggunaan bahasa dalam komunikasi baik lisan maupun tulisan Brown dan Yule, 1983. Wacana yang dimaksudkan adalah satu kesatuan
semantik dan bukan kesatuan gramatikal. Kesatuannya dilihat dari kesatuan maknanya bukan dari bentuknya morfem, klausa, kata atau kalimat
Berdasarkan saluran yang digunakan dalam berkomunikasi, wacana dapat dibedakan menjadi wacana tulis dan wacana lisan Rani dkk, 2004:26. Wacana tulis
adalah teks yang berupa rangkaian kalimat yang mempergunakan ragam bahasa tulis dan teks lisan merupakan rangkaian kalimat yang ditranskripsikan dari rekaman