Campur Kode Landasan Teori .1 Bilingualisme

bahasa dalam interaksi dengan orang lain. Jika kita berpikir tentang kesanggupan atau kemampuan seseorang berdwibahasa, yaitu memakai dua bahasa, kita akan sebut ini bilingualitas dari bahasa Inggris bilinguality. Dari beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa bilingualisme adalah kemampuan penutur dalam memahami, mengerti, atau menggunakan dua bahasa.

2.2.2 Campur Kode

Campur kode merupakan peristiwa yang lazim terjadi dalam masyarakat yang bilingual atau kedwibahasaan, bahkan yang multilingual. Nababan 1991: 32 mengatakan bahwa: campur kode adalah suatu keadaan berbahasa apabila orang mencampur dua atau lebih bahasa dalam suatu tindak bahasa speech act atau discourse tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa itu yang menuntut pencampuran bahasa tersebut. Dalam keadaan demikian, hanya kesantaian penutur atau kebiasaannya yang dituruti. Kachru dalam Umar, 1993: 13 mengatakan bahwa: campur kode adalah pemakaian dua bahasa atau lebih dengan saling memasukkan unsur-unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain secara konsisten. Unsur- unsur kebahasaan yang menyelusup ke dalam bahasa lain itu tidak lagi mempunyai fungsi tersendiri. Unsur-unsur itu telah menyatu dengan bahasa yang disusupinya dan secara keseluruhan hanya mendukung satu fungsi. Ciri yang menonjol dalam campur kode ini adalah kesantaian atau situasi informal. Dalam situasi berbahasa yang formal, jarang terdapat campur kode. Kalau terdapat campur kode dalam keadaan demikian, itu disebabkan oleh tidak ada ungkapan yang terdapat dalam bahasa yang sedang dipakai itu, sehingga perlu memakai kata atau ungkapan dari bahasa asing. Kadang-kadang terdapat juga campur kode ini bila pembicaraan ingin memamerkan “keterpelajarannya” atau “kedudukannya”. Universitas Sumatera Utara Campur kode merupakan konvergensi kebahasaan yang unsur-unsurnya berasal dari beberapa bahasa, masing-masing telah meninggalkan fungsinya dan mendukung fungsi bahasa yang disusupinya Suwito dalam Umar, 1993: 14. Hal senada juga disampaikan oleh Thelander dan Fasol dalam Chaer dan Agustina, 1995: 152 Thelander menjelaskan bahwa apabila di dalam suatu peristiwa tutur, klausa-klausa maupun frase- frase yang digunakan terdiri dari klausa dan frase campuran hybrid clases, hybrid phrases dan masing-masing klausa atau frase itu tidak lagi mendukung fungsi sendiri- sendiri, peristiwa yang terjadi adalah peristiwa campur kode. Sementara itu, Fasold menjelaskan kalau seseorang menggunakan satu kata atau frase satu bahasa dan dia memasukkan kata tersebut ke dalam bahasa lain yang digunakannya dalam berkomunikasi, maka dia telah melakukan campur kode. Berdasarkan unsur-unsur kebahasaan yang terlibat di dalamnya, Suwito 1985: 78 membedakan campur kode menjadi beberapa macam, antara lain : 1. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata. Kata adalah satuan bebas yang paling kecil yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai arti. Kata dapat dibagi atas empat bagian yaitu : 1. Kata benda atau nomina 2. Kata kerja atau verba 3. Kata sifat atau adjektiva 4. Kata tugas Universitas Sumatera Utara 2. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud frase. Frase adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa. Berdasarkan jenis atau ketegori frase dibagi menjadi : 1. Frase nominal 2. Frase verbal 3. Frase adjektival 4. Frase adverbial 3. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud bentuk baster. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud baster artinya penyisipan bentuk baster Hybrid atau kata campuran menjadi serpihan dari kata yang dimasukinya. 4. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud perulangan kata. Penyisipan unsur yang berwujud perulangan kata maksudnya penyisipan perulangan kata ke dalam bahasa inti atau bahasa utama dari suatu kalimat. 5. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan atau idiom. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan atau idiom yaitu penyisipan kata-kata kiasan dari suatu bahasa menjadi serpihan dari bahasa inti yang dimasukinya. 6. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa. Klausa adalah satuan gramatikal yang berupa kelompok kata, sekurang- kurangnya terdiri atas subjek dan predikat dan berpotensi menjadi kalimat. Universitas Sumatera Utara Dalam penelitian mengenai bentuk-bentuk campur kode ini peneliti mengambil pendapat Suwito sebagai acuan karena hanya pendapat ahli tersebut yang sesuai dengan penelitian peneliti.

2.2.3 Frekuensi