Analisis Determinan Penerimaan Pajak Di Kota Medan

(1)

ANALISIS D

SE

UNIV

DETERMINAN PENERIMAAN PAJA

DI KOTA MEDAN

TESIS

Oleh

MUHAMMAD MUHAJIR

107018027/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

IVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

ANALISIS DETERMINAN PENERIMAAN PAJAK

DI KOTA MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

MUHAMMAD MUHAJIR

107018027/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(3)

Judul Tesis : ANALISIS DETERMINAN PENERIMAAN PAJAK DI KOTA MEDAN

Nama Mahasiswa : Muhammad Muhajir Nomor Pokok : 107018027

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, S.E., Mec) (Dr. H.B. Tarmizi, SU) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, S.E., Mec) (Prof.Dr.Ir.A. Rahim Matondang, MSIE)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal

:

5 Oktober 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, S.E.,M.Ec Anggota : 1. Dr. H.B. Tarmizi, SU, M.Si

2. Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si 3. Dr. Rujiman, M.A.


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan tesis yang berjudul :

“Analisis Determinan Penerimaan Pajak Di Kota Medan”

Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapa pun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, 5 Oktober 2012 Yang membuat pernyataan


(6)

Analisis Determinan Penerimaan Pajak di Kota Medan

Oleh Muhammad Muhajir

Abstrak

Dalam struktur penerimaan negara, perpajakan masih merupakan primadona dan komponen terbesar dalam negeri untuk menopang pembiayaan operasional pemerintahan dan pembangunan. Disamping mampu menyediakan sumber dana bagi pembiayaan berbagai proyek penanggulangan dampak krisis ekonomi, penerimaan perpajakan juga dapat mencegah terjadinya pembengkakan defisit anggaran. Pajak tidak hanya dinikmati oleh pembayar pajak saja tapi untuk kepentingan negara demi tercapainya kesejahteraan di Indonesia pada umumnya dan Kota Medan secara spesifik.

Tujuan umum penelitian adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi Penerimaan Pajak di Kota Medan. Kemudian tujuan khususnya yaitu untuk menganalisis variabel-variabel seperti pertumbuhan ekonomi terhadap jumlah wajib pajak, pertumbuhan ekonomi dan inflasi terhadap investasi serta pertumbuhan ekonomi, inflasi, jumlah wajib pajak dan investasi terhadap penerimaan pajak di kota Medan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap jumlah wajib pajak, pertumbuhan ekonomi mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap investasi, inflasi mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap investasi, pertumbuhan ekonomi mempunyai pengaruh yang positif dan tidak signifikan terhadap penerimaan pajak di Kota Medan, inflasi mempunyai pengaruh yang negatif dan tidak signifikan terhadap penerimaan pajak di Kota Medan, sementara jumlah wajib pajak mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap penerimaan pajak di Kota Medan dan investasi mempunyai pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap penerimaan pajak Kota Medan.


(7)

TAX REVENUE ANALYSIS DETERMINANTS IN THE CITY OF MEDAN

ABSTRACT

In the structure of the state tax revenue is still the favorite and the largest component in the country to support the operational funding, governance and development. Besides able to provide a source of funds for financing various projects the impact of the economic crisis, tax revenue can also prevent swelling budget deficit. Tax is not only enjoyed by the taxpayer alone but for the sake of the country to achieve prosperity in Indonesia in general and specifically in the city of Medan.

The general objective of the study was to analyze the factors that affect the Tax Revenue in Medan. Then the specific goal is to analyze variables such as economic growth to the number of taxpayers, economic growth and inflation on investment and economic growth, inflation, the number of taxpayers and investment to tax revenue in the city of Medan.

The data used in this study is secondary data sourced from the Directorate General of Taxation (c.q. Directorate General of Taxation Regional Office of North Sumatera I), the Central Statistics Agency (BPS), the provincial and municipal, Bank Indonesia, Medan ICOR book that is published and Medan cooperation with BPS and the National Development Planning Agency (Bappenas) and from various other sources that support.

Understanding tax revenue here includes taxes received by the entire Tax Office (KPP) in Medan, while revenue is diverted to Medan Local Government (City Government) in excluded from this data, data taken from 2000 to 2010. This study used structural equation is Path Analyis who assisted with the program AMOS application or Analaysis of Moment Structure.

The results show that economic growth has a positive and significant effect on the amount of the taxpayers, economic growth has a positive and significant effect on investment, inflation has a negative and significant effect on investment, economic growth has a positive and no significant impact on the tax revenue in the city of Medan, inflation has a negative effect and no significant effect on tax revenue in the city of Medan, while the number of taxpayers who have a positive and significant effect on tax revenue in the city of Medan and investment have negative and no significant effect on tax revenue in the city of Medan.

Keywords: Economic Growth, Inflation, The Number of Tax Payers and Investment


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul : “Analisis Determinan Penerimaan Pajak Di Kota Medan” ini.

Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyelesian tesis ini ini, penulis senantiasa mendapat bantuan dari berbagai pihak terutama dari istriku Nurdiana Tanjung, S.E. dan putraku Akhdan Azzam Muhdi Athaya, serta dukungan orang tua kami.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof.Dr.dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), SpA (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. DR. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof.Dr. Erman Munir, M.Sc, Prof. Dr. Alvi Syahrin, S.H., M.S selaku Wakil Direktur I dan II Sekolah Pasca sarjana Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin S, S.E., M. Ec, selaku Ketua Program Studi

Ekonomi Pembangunan Sekolah Pasca sarjana Universitas Sumatera Utara. 5. Bapak Prof. Dr. Ramli M.S, selaku Sekretaris Program Studi Ekonomi


(9)

6. Bapak Prof. Dr. Syaad Afifuddin S, S.E., M. Ec, selaku Ketua Pembimbing dan Bapak Dr. HB. Tarmizi, SU, M.Si, selaku Anggota Pembimbing yang telah banyak memberikan saran, bimbingan dan petunjuk bagi penulis.

7. Bapak Dr. Rahmanta, M.Si, Bapak Dr. Rujiman, M.A. dan Bapak Drs. Rahmat Sumanjaya, M.Si. selaku Pembanding atas masukan dan arahan yang diberikan.

8. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pasca sarjana Universitas Sumatera Utara.

9. Kakak-kakak senior Angkatan XVIII yang banyak membantu dalam berdiskusi khususnya buat Heru Kusmono dan Wilsa Sitepu.

10. Teman-teman Seperjuangan “Laskar Pelangi” Angkatan XX buat Yulia Nurjanah, Shanty Khalista, Jonathan Sitompul, Sherly Chairita, Ibu Syafrida, M. Aldi Budianto, Salomo Barus, Gunter Winteniro dan Andrew Moses. 11. Seluruh rekan-rekan kerja dan instansi terkait yang telah banyak membantu,

Kanwil DJP Sumut I, BPS Kota Medan dan BPS Provinsi Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih perlu disempurnakan, oleh karenanya kritik dan saran sangat penulis harapkan guna menyempurnakan penelitian ini. Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terima kasih dan semoga tesis ini dapat berguna bagi kita semua.

Medan, Oktober 2012


(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama : MUHAMMAD MUHAJIR

Agama : Islam

Tempat / Tanggal Lahir : Medan / 25 Nopember 1980 Jenis Kelamin : Laki-Laki

Warga Negara : Indonesia

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil

Alamat : Jl. Setia Budi Pasar I Gg Jati Luhur No.15, Medan Nama Orang Tua Laki-laki : H. Drs. Wagiran Uddin

Nama Orang Tua Perempuan : Hj. Minarti S.

Riwayat Pendidikan Formal

Sekolah Dasar : SD Muhammadiyah 03 Medan Sekolah Menengah Pertama : SMP Muhammadiyah 33 Medan Sekolah Menengah Atas : SMU Negeri 15 Medan

Diploma I : Program Diploma I Kebendaharaan Negara, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Medan Sarjana (S1) : Ekonomi Akuntansi Universitas Medan Area Sekolah Pascasarjana : Ekonomi Pembangunan, USU


(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

DAFTAR SINGKATAN ... .. xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 10

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pajak ... 12

2.2. Penerimaan Pajak ... 14

2.3. Fungsi Pajak ... 19

2.4. Azas-azas Dalam Perpajakan ... 20

2.5. Cara Pemungutan Pajak ... 21

2.6. Faktor – Faktor Ekonomi Eksternal Yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak ... . 23

2.6.1. Pertumbuhan Ekonomi ... 24

2.6.2. Inflasi ... 28

2.6.5. Jumlah Wajib Pajak ... 32

2.6.6. Investasi ... 32

2.7. Penelitian Sebelumnya ... 39

2.8. Kerangka Konseptual Penelitian ... 43

2.9. Hipotesis Penelitian ... 44

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 46

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 46

3.3. Metode Analisis ... .... 47

3.3.1 . Model Analisis ... 47

3.3.2 . Variabel Penelitian ... 48

3.4. Metode Path Analysis ... 50

3.4.1 . Uji Asumsi ... 51

3.4.2 . Uji Statistik ... 54

3.4.3 . Uji Hipotesis dan Uji Hubungan ... 57


(12)

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis ... 58

4.1.1. Penerimaan Pajak ... 58

4.1.2. Pertumbuhan Ekonomi ... 65

4.1.3. Perkembangan Inflasi ... 67

4.1.4. Perkembangan Jumlah Wajib Pajak ... 69

4.1.5. Perkembangan Investasi ... 71

4.2. Analisis dan Pembahasan Faktor-Faktor yang mempengaruhi Penerimaan Pajak di Kota Medan ... 73

4.2.1. Uji Asumsi ... 73

4.2.2. Analisis Model ... 74

4.2.3. Uji Kesesuaian dan Uji Hubungan Kausal ... 75

4.2.4. Pengaruh Faktor-Faktor terhadap Penerimaan Pajak di Kota Medan ... 76

4.2.5. Analisis Pengaruh Langsung, Tidak Langsung dan Total ... 78

4.2.6. Pembahasan ... 83

4.2.7. Kelemahan Studi ... ... 95

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... ... 96

5.2. Saran ... . 98


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. Jumlah Penduduk Kota Medan

Hasil Sensus Penduduk 2010 (Jiwa) ... 3

1.2. Jumlah Wajib Pajak di Kota Medan ... 4

1.3. Penerimaan Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara I Kantor Pelayanan Pajak se-Kota Medan (Rupiah) ... 6

3.1. Indeks Pengujian Kelayakan Model ... 56

4.1. Perkembangan Penerimaan Pajak Kota Medan ... 63

4.2. Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan ... 65

4.3. Perkembangan Inflasi Kota Medan ... 67

4.4. Perkembangan Jumlah Wajib Pajak Kota Medan ... 69

4.5. Perkembangan Investasi Kota Medan ... 71

4.6. Hasil Komputerisasi Criteria Goodness of Fit Indices Model ... 74

4.7. Regression Weight Measurement Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak di Kota Medan ... 76

4.8. Koefisien Jalur Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak di Kota Medan ... 79

4.9. Pengaruh Lagsung, Tidak Langsung dan Total Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak di Kota Medan ... 79


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Kerangka Konseptual Analisis Determinan Penerimaan

Pajak di Kota Medan ... 43

2.2. Hipotesis Penelitian Analisis Determinan Penerimaan Pajak di Kota Medan ... 45

4.1. Perkembangan Penerimaan Pajak Kota Medan 2000-2010 ... 64

4.2. Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan 2000-2010 ... 66

4.3. Perkembangan Inflasi Kota Medan 2000-2010 ... 68

4.4. Perkembangan Jumlah Wajib Pajak di Kota Medan 2000-2010 .... 70

4.5. Perkembangan Investasi di Kota Medan 2000-2010 ... 72

4.6. Hasil Perhitungan Regression Weight Measurement ... 75


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Data Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan Berdasarkan

PDRB Harga Konstan ... 101

2. Data Inflasi Kota Medan ... 102

3. Data Jumlah Wajib Pajak Kota Medan ... 103

4. Data Investasi Kota Medan ... 104

5. Data Jumlah Penerimaan Pajak Kota Medan ... 105


(16)

DAFTAR SINGKATAN

ADHB = Atas Dasar Harga Berlaku ADHK = Atas Dasar Harga Konstan AGFI = Adjusted Goodness of Fit Index AMOS = Analysis of Moment Structure

APBN = Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Bappeda = Badan Perencana Pembangunan Daerah BI = Bank Indonesia

BPHTB = Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPS = Badan Pusat Statistik

CMIN/DF = The Minimum Sample Discrepancy Function/ Degree of Freedom

CR = Critical Ratio

DJP = Direktorat Jenderal Pajak GFI = Goodness of Fit Index KPP = Kantor Pelayanan Pajak PBB = Pajak Bumi dan Bangunan

PDRB = Produk Domestik Regional Brutto PPh = Pajak Penghasilan

PPN = Pajak Pertambahan Nilai

PPnBM = Pajak Penjualan atas Barang Mewah RMSEA = The Root Mean Square of Approximation SPN = Sensus Pajak Nasional

SDM = Sumber Daya Manusia SDA = Sumber Daya Alam TLI = Tucker Lewis Index WP = Wajib Pajak


(17)

Analisis Determinan Penerimaan Pajak di Kota Medan

Oleh Muhammad Muhajir

Abstrak

Dalam struktur penerimaan negara, perpajakan masih merupakan primadona dan komponen terbesar dalam negeri untuk menopang pembiayaan operasional pemerintahan dan pembangunan. Disamping mampu menyediakan sumber dana bagi pembiayaan berbagai proyek penanggulangan dampak krisis ekonomi, penerimaan perpajakan juga dapat mencegah terjadinya pembengkakan defisit anggaran. Pajak tidak hanya dinikmati oleh pembayar pajak saja tapi untuk kepentingan negara demi tercapainya kesejahteraan di Indonesia pada umumnya dan Kota Medan secara spesifik.

Tujuan umum penelitian adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi Penerimaan Pajak di Kota Medan. Kemudian tujuan khususnya yaitu untuk menganalisis variabel-variabel seperti pertumbuhan ekonomi terhadap jumlah wajib pajak, pertumbuhan ekonomi dan inflasi terhadap investasi serta pertumbuhan ekonomi, inflasi, jumlah wajib pajak dan investasi terhadap penerimaan pajak di kota Medan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap jumlah wajib pajak, pertumbuhan ekonomi mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap investasi, inflasi mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap investasi, pertumbuhan ekonomi mempunyai pengaruh yang positif dan tidak signifikan terhadap penerimaan pajak di Kota Medan, inflasi mempunyai pengaruh yang negatif dan tidak signifikan terhadap penerimaan pajak di Kota Medan, sementara jumlah wajib pajak mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap penerimaan pajak di Kota Medan dan investasi mempunyai pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap penerimaan pajak Kota Medan.


(18)

TAX REVENUE ANALYSIS DETERMINANTS IN THE CITY OF MEDAN

ABSTRACT

In the structure of the state tax revenue is still the favorite and the largest component in the country to support the operational funding, governance and development. Besides able to provide a source of funds for financing various projects the impact of the economic crisis, tax revenue can also prevent swelling budget deficit. Tax is not only enjoyed by the taxpayer alone but for the sake of the country to achieve prosperity in Indonesia in general and specifically in the city of Medan.

The general objective of the study was to analyze the factors that affect the Tax Revenue in Medan. Then the specific goal is to analyze variables such as economic growth to the number of taxpayers, economic growth and inflation on investment and economic growth, inflation, the number of taxpayers and investment to tax revenue in the city of Medan.

The data used in this study is secondary data sourced from the Directorate General of Taxation (c.q. Directorate General of Taxation Regional Office of North Sumatera I), the Central Statistics Agency (BPS), the provincial and municipal, Bank Indonesia, Medan ICOR book that is published and Medan cooperation with BPS and the National Development Planning Agency (Bappenas) and from various other sources that support.

Understanding tax revenue here includes taxes received by the entire Tax Office (KPP) in Medan, while revenue is diverted to Medan Local Government (City Government) in excluded from this data, data taken from 2000 to 2010. This study used structural equation is Path Analyis who assisted with the program AMOS application or Analaysis of Moment Structure.

The results show that economic growth has a positive and significant effect on the amount of the taxpayers, economic growth has a positive and significant effect on investment, inflation has a negative and significant effect on investment, economic growth has a positive and no significant impact on the tax revenue in the city of Medan, inflation has a negative effect and no significant effect on tax revenue in the city of Medan, while the number of taxpayers who have a positive and significant effect on tax revenue in the city of Medan and investment have negative and no significant effect on tax revenue in the city of Medan.

Keywords: Economic Growth, Inflation, The Number of Tax Payers and Investment


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah.

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan prosesnya yang berkelanjutan merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi suatu negara, hal ini menjadi salah satu tolak ukur dari keberhasilan ekonomi negara tersebut. Meskipun bukan satu-satunya indikator untuk menilai prestasi ekonomi suatu negara, pendekatan pertumbuhan ekonomi cukup lazim digunakan. Karena penduduk mengalami peningkatan dan berarti pula kebutuhan ekonomi juga akan bertambah. Hal ini hanya bisa diperoleh melalui peningkatan output agregat (barang dan jasa) atau sering disebut PDB atas dasar harga berlaku setiap tahun. Jadi dalam pengertian ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi adalah penambahan PDB atas dasar harga berlaku.

Peran pemerintah sebagai stabilisator perekonomian dapat dijalankan dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan untuk mengurangi kesenjangan dalam perekonomian. Salah satu kebijakan yang sangat penting dilakukan oleh pemerintah dalam pengendalian perkonomian adalah kebijakan fiskal.

Kebijakan fiskal berhubungan erat dengan kegiatan pemerintah sebagai pelaku sektor publik. Kebjiakan fiskal dalam hal penerimaan pemerintah mempunyai instrumen utama yaitu perpajakan. Pajak merupakan sumber pemasukan utama APBN untuk menopang pembiayaan operasional pemerintahan


(20)

pembiayaan berbagai proyek penanggulangan dampak krisis ekonomi, penerimaan perpajakan juga dapat mencegah terjadinya pembengkakan defisit anggaran. Dengan demikian, penerimaan perpajakan sekaligus dapat menunjang upaya pengendalian likuiditas ekonomi sektor swasta dan masyarakat dalam usaha menciptakan stabilitas ekonomi, khususnya tingkat harga umum. Misi utama Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di dalam struktur keuangan negara menjalankan tugas dan fungsi penerimaan pajak adalah menghimpun penerimaan pajak berdasarkan Undang-Undang Perpajakan yang mampu menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah dan dilaksanakan secara efektif dan efisien (Rusjdi, 2006).

Untuk lebih mengoptimalkan penerimaan negara di sektor perpajakan, berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah. Salah satunya adalah dengan Tax Reform (penyempurnaan Undang-Undang Perpajakan) sejak tahun 1983 sampai dengan terakhir tahun 2009. Karena sejalan dengan adanya perkembangan perekonomian, Undang-Undang Perpajakan yang lama ternyata tidak sesuai lagi dengan sosial ekonomi masyarakat Indonesia baik dari sisi kegotongroyongan nasional maupun dari laju pembangunan nasional yang telah dicapai, juga belum dapat menggerakkan peran dari semua lapisan Subjek Pajak dalam menghasilkan penerimaan negara (Fahmi, 2009).

Saat ini pemerintah gencar berusaha untuk meningkatkan jumlah wajib pajak (ekstensifikasi pajak), nantinya korelasi yang positif antara pertambahan wajib pajak dengan penerimaan pajak diharapkan dapat terbentuk. Ekstensifikasi pajak dalam bentuk sosialisasi penyuluhan secara terencana dan pendataan


(21)

dilakukan secara serius dan berkesinambungan. Karena efek multiplier selain penambahan dari segi jumlah wajib pajak juga akan meningkatkan tingkat kepatuhan masyarakat wajib pajak dalam membayar pajak. Melalui sistem Self Assessment, pemerintah bermaksud meningkatkan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak, yang berujung pada meningkatnya penerimaan pajak itu sendiri.

Tabel 1.1. Jumlah Penduduk Kota Medan Hasil Sensus Penduduk 2010 (Jiwa)

No. Kecamatan

Laki-Laki Perempuan Jumlah 1 Medan Tuntungan 39.414 41.528 80.942 2 Medan Johor 61.085 62.766 123.851 3 Medan Amplas 56.175 56,968 113.143 4 Medan Denai 71.181 70.214 141.395

5 Medan Area 47.813 48.713 96,544

6 Medan Kota 35.239 37.341 72.580

7 Medan Maimun 19.411 20.170 39.581 8 Medan Polonia 25.989 26.805 52.794

9 Medan Baru 17.576 21.940 39.516

10 Medan Selayang 49.293 50.024 98.317 11 Medan Sunggal 55.403 57.341 112.744 12 Medan Helvetia 70.705 73.552 144.257 13 Medan Petisah 29.367 32.382 61.749 14 Medan Barat 34.733 36.038 70.771 15 Medan Timur 52.635 55.998 108.633 16 Medan Perjuangan 45.144 48.184 93.328 17 Medan Tembung 65.391 68.188 133.579 18 Medan Deli 84.520 82.273 166.793 19 Medan Labuhan 56.676 54497 111.173 20 Medan Marelan 71.287 69.127 140414 21 Medan Belawan 48.889 46.617 95.506 Total 1.036.926 1.060.684 2.097.610 Sumber Data : BPS Kota Medan, 2012


(22)

Tabel 1.2. Jumlah Wajib Pajak di Kota Medan (WP)

2008 2009 2010

Madya Medan 1.182 1.182 1.182

Medan Barat 19.514 24.375 26.764

Medan Belawan 35.340 47.486 54.384

Medan Timur 56.372 77.726 90.054

Medan Polonia 66.254 91.864 104.334

Medan Kota 74.809 96.177 108.403

Medan Petisah 55.977 75.807 85.138

Total 309.448 414.617 470.259

Sumber Data : Kanwil DJP Sumut I, Kemenkeu RI, 2012

Tahun Pajak KPP

Dari kedua tabel diatas, dapat kita amati bahwa jumlah penduduk Kota Medan masih amat sangat potensial untuk ditingkatkan jumlah wajib pajaknya, karena salah satu faktor meningkatnya penerimaan pajak dapat bersumber dari semakin meningkatnya jumlah wajib pajak (berbanding lurus), walaupun tidak selamanya peningkatkan jumlah penduduk selalu diikuti oleh jumlah wajib pajak, Hal ini disebabkan penduduk yang mempunyai penghasilan tertentulah yang bisa dianggap sebagai wajib pajak potensial. Disinilha peran pemerintah untuk lebih memfilter dan menetapkan pos-pos penerimaan pajak dari sektor tersebut.

Penerimaan pajak itu sendiri sebagai sumber penerimaan negara dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi penerimaan pajak berupa kebijakan dalam menentukan dasar pengenaan pajak (tax base) atau objek pajak, jika dasar pengenaan pajak dan objek pajak dapat diperluas berdasarkan Undang-Undang maka hal ini berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak, disamping itu kebijakan penerapan pajak yang tidak sesuai dengan tuntutan pasar dapat berpengaruh


(23)

terhadap penerimaan pajak dapat terlihat pada pertumbuhan ekonomi yang merupakan persentase kenaikan PDRB dalam nilai riil tahun tertentu dibandingkan tahun sebelumnya akan berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak. Berbanding terbalik dengan inflasi di Kota Medan.

Sistem perpajakan di Indonesia juga harus disusun menjadi lebih kondusif agar dapat meningkatkan wajib pajak, kepercayaan dan produktifitas. Penerimaan pajak juga dipengaruhi oleh tarif pajak (tax rate) dan basis pajak (tax based). Tarif pajak dan basis pajak perlu disesuaikan pada tingkat yang rasional sehingga dapat meningkatkan daya saing dan menggairahkan dunia usaha yang pada akhirnya memberi dampak positif pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Untuk penentuan penerimaan pajak memerlukan suatu perencanaan yang wajar dan objektif dalam arti tidak hanya berorientasi pada pencapaian penerimaan semata, tetapi juga harus melihat faktor-faktor ekonomi eksternal secara makro yang dapat mempengaruhi di dalam penentuan suatu target penerimaan pajak. Oleh karena itu perlu dikaji faktor-faktor manakah yang dapat mempengaruhi penerimaan pajak sehingga target yang dialokasikannya tersebut dapat terealisir secara wajar dan realistis sesuai dengan potensi yang ada, tingkat inflasi yang berlaku dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi.


(24)

Tabel 1.3. Penerimaan Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara I Kantor Pelayanan Pajak se-Kota Medan (Rupiah)

2008 2009 2010

Madya Medan 3.792.091.619.614 4.992.154.932.180 5.014.171.981.181 Medan Barat 652.738.685.860 198.290.366.049 253.727.779.059 Medan Belawan 177.548.071.904 427.085.341.825 338.131.236.769 Medan Timur 617.140.098.554 409.689.927.254 586.073.708.319 Medan Polonia 482.369.760.671 798.959.576.075 583.335.579.847 Medan Kota 309.322.529.397 278.992.652.429 380.554.781.804 Medan Petisah 150.352.810.115 283.850.979.353 445.067.324.612

Total 6.181.563.576.115 7.389.023.775.165 7.601.062.391.591 Sumber Data : Kanwil DJP Sumut I, Kemenkeu RI, 2012

Tahun Pajak KPP

Pada Tabel 1.2. dan Tabel 1.3. jika dicermati, Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan dengan jumlah wajib pajak yang sedikit dan relatif tetap (tidak ada penambahan jumlah wajib pajak untuk 3 tahun terakhir), tetapi jumlah penerimaan sangat besar dan penambahan dari tahun ke tahun cukup signifikan. Hal ini disebabkan wajib pajak yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan merupakan wajib pajak potensial dengan omzet atau penghasilan terbesar yang berkedudukan di seluruh Kota Medan baik berstatus sebagai kantor pusat maupun kantor cabang (perwakilan), tidak seperti wajib pajak yang terdaftar di kantor pelayanan pajak lainnya di kota Medan yang terdaftar di wilayah tertentu (menurut kecamatan) sesuai dimana wajib pajak tersebut berkedudukan. Dengan kata lain wajib pajak yang terdaftar yang di Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan merupakan wajib pajak-wajib pajak pilihan yang tadinya terdaftar di seluruh kantor pelayanan pajak se-kota Medan, kemudian disatukan di satu Kantor Pelayanan Pajak berdasarkan omzet dan penghasilan tertentu.


(25)

Sebagai ibukota dari Propinsi Sumatera Utara dan kota terbesar ketiga di Indonesia, Kedudukan, fungsi dan peranan Kota Medan cukup penting dan strategis secara regional, Bahkan tidak jarang digunakan sebagai barometer dalam pembangunan dan penyelenggaraan pemerintah daerah. Sehingga secara ekonomis dengan struktur ekonomi yang didominasi sektor tertier dan sekunder, Kota Medan sangat potensial berkembang menjadi pusat perdagangan dan keuangan regional/nasional.

Pada tahun 2010 Kota Medan menembus pertumbuhan ekonomi 7,7% sesuai capaian kinerja pembangunan ekonomi daerah. Dengan perbandingan pertumbuhan ekonomi di tahun 2009, Kota Medan hanya mengalami 6,5%, 2008 (6,8%), 2007 (7,7%) dan 2006 (7,7%). Pertumbuhan ekonomi ini diharapkan menjadi lokomotif dalam meningkatnya penerimaan negara secara umum, dan peningkatan Kota Medan secara khusus di sektor perpajakan.

Sementara itu untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) Kota Medan 2006-2010 mengalami peningkatan 53,3% dengan total nilai PDRB ADHB Rp 48,85 triliun menjadi Rp 74,88 triliun di tahun 2010. Jumlah PDRB perkapita atas dasar harga berlaku selama periode serupa juga menunjukan tren yang terus meningkat sebesar 51,1%, yang mana pada tahun 2006 PDRB perkapita ADHB Rp 23,62 juta menjadi Rp 35,7 juta di tahun 2010.

Pemerintah Kota (Pemko) Medan melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Medan juga mencatat sepanjang tahun 2010 terjadi inflasi meningkat cukup tinggi yang dipicu kenaikan harga bahan


(26)

makanan sebesar 7,65% lebih besar dari inflasi nasional 6,96%. Nilai investasi Kota Medan juga menunjukan perkembangan membaik dengan kurun waktu yang sama dari tahun 2006 yang hanya Rp 8,7 triliun dan di 2010 menjadi Rp 14,4 triliun.

Untuk capaian kinerja sektoral pembangunan ekonomi daerah Kota Medan dalam hal koperasi tercatat koperasi aktif di tahun 2010 hanya 1392 unit dari jumlah keseluruhan 1995 atau 69,77%. Pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah di Medan berjumlah 222.000 usaha, dengan capaian kinerja pembinaan usaha mikro mencapai 95,10%. Bertambahnya para Pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah jika diamati merupakan salah satu sumber dari penambahan jumlah wajib pajak, baik yang berbentuk badan usaha, maupun orang pribadi. Sehingga bila terus mendapat perhatian dari pemerintah Kota Medan, bukan tidak mungkin usaha di sektor ini semakin berkembang dan meluas, sehingga efek multiplier yang dirasakan selain kesejahteraan pengusaha yang bersangkutan semakin baik, peningkatan perpajakan dari sektor inipun semakin menjanjikan, karena seiring naiknya penghasilan yang diterima pengusaha yang bersangkutan, secara otomatis semakin besar jumlah pajak yang disetorkan ke kas negara.

Untuk urusan penanaman modal, Kota Medan juga menunjukan kinerja Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di tahun 2009 sebesar Rp 890,05 miliar dan di tahun 2010 sebesar Rp 511,31 miliar atau mengalami penurunan -42,55%. Sedangkan untuk realisasi penanaman modal asing (PMA), tahun 2009 sebesar 4.940.200 USD dan di tahun 2010 75.880.511,24 (75,8 juta) USD.


(27)

Untuk sasaran pembangunan ekonomi daerah tahun 2011, Pemko Medan memfokuskan beberapa indikator antara lain PDRB Harga Berlaku Rp 85,8 miliar, Sektor Primer 2,28%, Pertumbuhan Ekonomi 7,77%, Inflasi 4%, Investasi Rp 16,7 miliar, dan PDRB Perkapita Harga Berlaku Rp 39,2 juta.(Kabid Ekonomi Bappeda Kota Medan, Husni, 2011)

Dengan membaiknya perekonomian di Kota Medan, diharapkan semakin membaik pula penerimaan pemerintah khususnya di sektor perpajakan, karena indikator-indikator seperti tingkat inflasi yang stabil, pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat, investasi yang semakin menjanjikan serta penambahan jumlah wajib pajak yang diikuti kepatuhan wajib pajak dalam melakukan kewajiban perpajakannya, akan sangat menentukan penerimaan pajak itu sendiri. Sehingga pada akhirnya dengan sumber dana (penerimaan pajak) yang dicapai sesuai dengan target akan semakin mensejahterakan masyarakat secara menyeluruh.

Selain itu, adanya fenomena penghindaran pajak (Tax Avoidance), dengan cara mencari celah antara satu peraturan dengan peraturan lainnya merupakan upaya para wajib pajak nakal untuk tidak membayar pajak. Hal ini harus dicermati dan menjadi fokus untuk menjadi perhatian serius pemerintah, sehingga kesalahan-kesalahan yang nantinya akan merugikan pemerintah dari sisi penerimaan dapat dihindari.

Dari uraian tersebut penulis berusaha untuk membahas masalah ini menjadi sebuah penelitian yang diberi judul "ANALISIS DETERMINAN PENERIMAAN PAJAK DI KOTA MEDAN”.


(28)

1.2. Rumusan Masalah.

Dengan memperhatikan latar belakang dan uraian yang telah diungkapkan maka permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap jumlah wajib pajak di Kota Medan?

2. Apakah pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap investasi di Kota Medan?

3. Apakah inflasi berpengaruh terhadap investasi di Kota Medan?

4. Apakah pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap penerimaan pajak di Kota Medan?

5. Apakah inflasi berpengaruh terhadap penerimaan pajak di Kota Medan? 6. Apakah jumlah wajib pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak di

Kota Medan?

7. Apakah investasi berpengaruh terhadap penerimaan pajak di Kota Medan?

1.3. Tujuan Penelitian.

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap jumlah wajib pajak di Kota Medan.

2. Untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap investasi di Kota Medan.


(29)

4. Untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap penerimaan pajak di Kota Medan.

5. Untuk menganalisis pengaruh inflasi terhadap penerimaan pajak di Kota Medan.

6. Untuk menganalisis pengaruh jumlah wajib pajak terhadap penerimaan pajak di Kota Medan.

7. Untuk menganalisis pengaruh investasi terhadap penerimaan pajak di Kota Medan.

1.4. Manfaat Penelitian.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :

1. Menjadi masukan bagi Pemerintah (Direktorat Jenderal Pajak c.q. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I) agar dapat mengetahui variabel– variabel yang berpengaruh di dalam penentuan penerimaan pajak di Indonesia pada umumnya dan di Kota Medan pada khususnya, sehingga target dapat ditetapkan secara wajar, realistis dan dapat terealiasir.

2. Untuk menambah wawasan, baik penulis sendiri, maupun pemerhati pajak lainnya terutama di dalam menganalisa variabel-variabel yang mempengaruhinya, baik variabel bebas (Independent variable) maupun variabel antara (Intervening variable)


(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pajak

Pajak adalah suatu pungutan yang merupakan hak prerogatif pemerintah dimana pungutan tersebut didasarkan pada undang-undang dan pemungutannya dapat dipaksakan kepada subyek pajak dimana tidak ada balas jasa yang langsung dapat ditunjukkan penggunaannya (Mangkoesoebroto, 2001).

Pengertian Pajak tersebut adalah salah satu dari berbagai asumsi yang dikemukakan oleh para ahli, walaupun definisi yang diutarakan berbeda-beda, namun masing-masing memiliki tujuan yang sama. Seperti yang dijabarkan oleh Andriani (2000) berikut : “Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh wajib pajak, yang pembayarannya menurut peraturan-peraturan tidak dapat prestasi kembali yang langsung dapat di tunjuk, dan gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk meyelenggarakan pemerintahan”.

Sedangkan definisi pajak menurut Rochmat Soemitro adalah : “ iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor partikelir ke sektor pemerintah) berdasarkan undang-undang (dapat di paksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik yang langsung dapat ditunjuk yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum”.


(31)

Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan, bahwa ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak adalah (Mardiasmo, 2003)

1. Pajak ialah iuran rakyat kepada kas negara

Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang) yang digunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat.

2. Berdasarkan undang-undang

Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. Pajak adalah iuran wajib yang harus dibayarkan oleh rakyat kepada negara, dalam hal ini pajak merupakan bagian dari hukum publik yang mengatur hubungan hukum antara negara/pemerintah dengan warganya/rakyatnya dimana negara mengambil kekayaan dari masyarakat dan dikembalikan ke masyarakat. Undang-Undang Pajak dibuat dengan tujuan sebagai aturan dasar pemungutan pajak, sehingga pemungutan pajak berdasarkan atas kekuatan undang-undang beserta aturan pelaksanaannya. Hal ini untuk menghindari adanya tindakan sewenang-wenang dalam memungut pajak dan supaya masyarakat juga tidak semaunya untuk membayar pajak.

3. Dapat dipaksakan

Yang dimaksud dengan dapat dipaksakan adalah bila hutang pajak tidak dibayar, hutang itu dapat ditagih dengan menggunakan kekuasaan, salah satunya dengan menggunakan media surat paksa, bila perlu ditindak atau dikenai sanksi apabila melakukan perlawanan.


(32)

4. Tiada mendapat kontra prestasi atau timbal balik yang langsung ditunjuk Tujuannya untuk membedakan antara pajak dan retribusi. Pembayar pajak tidak dapat menikmati secara langsung atas pajak yang di bayar.

5. Untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum pemerintah

Dalam negara terdapat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan pajak merupakan salah satu penyokong utama dalam penerimaan yang kemudian digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran dari pemerintah, jadi atas pendapatan dari pajak tidak hanya dinikmati oleh pembayar pajak saja akan tetapi juga oleh rakyat pada umumnya.

2.2. Penerimaan Pajak

Penerimaan negara terdiri dari penerimaan dalam negeri Pemerintah, dan hibah. Penerimaan dalam negeri Pemerintah terdiri atas penerimaan perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (Dumairy,1997).

Dewasa ini pajak merupakan tumpuan pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan, penerimaan pajak merupakan sumber penerimaan negara terbesar saat ini yaitu mencapai 80% dari penerimaan negara. Direktorat Jenderal Pajak sebagai bagian dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia mempunyai tanggung jawab untuk menarik pajak dari masyarakat. Belakangan ini masyarakat lebih kritis dan berani dalam menyuarakan keinginannya akan pelayanan yang baik, khususnya pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah. Seiring dengan bertambahnya beban yang harus ditanggung masyarakat, bertambah pula tuntutan masyarakat akan tersedia pelayanan publik yang berkualitas tinggi. Direktorat


(33)

Jenderal Pajak (DJP) sebagai salah satu institusi pemerintah di bawah Kementerian Keuangan yang mengemban tugas untuk mengamankan penerimaan pajak negara dituntut untuk selalu dapat memenuhi pencapaian target penerimaan pajak yang senantiasa meningkat dari tahun ke tahun di tengah tantangan perubahan yang terjadi dalam kehidupan sosial maupun ekonomi di masyarakat.

Berdasarkan kewenangan dalam pemungutannya, pajak dapat digolongkan menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Dari kedua jenis pajak tersebut, yang akan diuraikan berikut ini hanyalah jenis-jenis pajak pusat karena hanya pajak pusat yang merupakan penerimaan pemerintah pusat yang menjadi bagian dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Jenis pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sesudah reformasi perpajakan 1983 adalah sebagai berikut :

1. Pajak Penghasilan (PPh)

Menurut Mansury (2002), PPh sesuai undang-undang tentang pajak penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Supramono dan Damayanti (2005) menambahkan bahwa pajak penghasilan adalah pungutan resmi oleh pemerintah yang ditujukan kepada masyarakat yang berpenghasilan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah.


(34)

2. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM)

Menurut Supramono dan Damayanti (2005) Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan terhadap setiap pertambahan nilai dari suatu produk atau jasa yang dihasilkan oleh pengusaha kena pajak. Sedangkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pajak yang dikenakan terhadap barang-barang yang tergolong mewah.

3. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Pajak Bumi dan Bangunan menurut Supramono dan Damayanti (2005) adalah pajak yang dikenakan terhadap bumi dan tubuh bumi serta bangunan yang terletak di atas bumi tersebut. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 12 tahun 1985 tentang pajak bumi dan bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1994 pajak yang dikenakan atas bumi dan/atau bangunan. Yang dimaksud bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya, sedangkan bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau bangunan.

4. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Menurut Undang-Undang Nomor 21 tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2000 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Supramono dan Damayanti (2005) berpendapat bahwa BPHTB adalah penyerahan sebagian dari nilai ekonomis dari perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.


(35)

5. Bea Materai

Dalam The Indonesian Tax in Brief disebutkan bahwa Bea Materai adalah pajak atas dokumen yang dipakai masyarakat dalam lalu lintas hukum. Yang dimaksud dengan dokumen disini adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi seorang dan atau pihak-pihak yang berkepentingan. Surat perjanjian, surat kuasa, surat pernyataan dan akte adalah sebagian contoh dari dokumen yang dikenakan bea materai.

6. Bea Masuk

Menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang kepabeanan, yang dimaksud bea masuk adalah pungutan oleh negara berdasarkan undang-undang yang dikenakan terhadap barang-barang yang diimpor. Dengan adanya pungutan tersebut, maka bea masuk selain berfungsi sebagai sumber penerimaan negara juga sebagai pengatur arus impor, baik untuk barang konsumsi maupun barang yang diperlukan industi dalam negeri. Dengan demikian, penerimaan bea masuk tidak semata-mata ditujukan sebagai penerimaan untuk mengisi kas negara, tetapi juga berfungsi sebagai alat pengaturan (regulator).

7. Cukai

Menurut Undang-Undang Nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai, yang dimaksud cukai adalah pungutan oleh negara berdasarkan undang-undang yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik perlu untuk dibatasi, diawasi produksinya dan peredarannya, karena akan berpengaruh langsung terhadap kesehatan dan ketertiban sosial. Dengan


(36)

demikian, peranan cukai tidak saja berorientasi pada penerimaan negara, melainkan mempertimbangkan pula aspek pembatasan produksi dan konsumsi. Oleh karena itu, dasar pertimbangan besarnya penerimaan cukai tergantung dari jumlah barang yang kena cukai, tarif cukai dan harga dasar barang kena cukai.

8. Pajak Ekspor

Yang dimaksud dengan pungutan ekspor adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang akan diekspor. Pengaturan tarif pajak ekspor ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, dengan memperhatikan harga patokan ekspor dan jumlah wajib pajak valuta asing. Kebijakan yang ditempuh dalam pungutan pajak ekspor ini bertujuan untuk mengendalikan harga pasar di dalam negeri.

Khusus penerimaan perpajakan di sektor Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), terhitung 1 Januari 2011 seluruh penerimaan dialihkan ke pemerintah daerah setempat, sedangkan di sektor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sejak 1 Januari 2012 sebagian daerah, termasuk Medan telah mengalihkan penerimaan di sektor tersebut kepada Pemerintah Daerah (Pemko Medan).

Peranan penerimaan perpajakan sebagai salah satu sumber penting dalam pembiayaan negara akan terus ditingkatkan dengan melakukan berbagai evaluasi dan kebijakan penyempurnaan. Hal tersebut dimaksudkan agar pelaksanaan sistem perpajakan dapat lebih efektif dan efesien sejalan dengan perkembangan globalisasi yang menuntut daya saing tinggi dengan negara lain. Dengan demikian, diharapkan prinsip-prinsip perpajakan yang sehat seperti persamaan, kesederhanaan dan keadilan dapat tercapai sehingga tidak hanya berdampak


(37)

terhadap peningkatan kapasitas fiskal, melainkan juga terhadap perkembangan kondisi ekonomi makro.

Langkah-langkah reformasi perpajakan selama ini dilakukan telah berhasil mendorong peningkatan penerimaan perpajakan secara cukup signifikan, meskipun masih banyak menghadapi kendala terutama berkaitan dengan kapasitas administrasi pemungutan pajak. Langkah-langkah reformasi perpajakan tersebut antara lain meliputi langkah-langkah pembaharuan kebijakan (tax policy reform) dan langkah-langkah pembaharuan adminstrasi kebijakan (tax administrative reform). Langkah-langkah pembaharuan kebijakan perpajakan ini dilaksanakan antara lain melalui perubahan UU KUP, UU PPh, perubahan UU PPN dan PPnBM, perubahan UU PBB, perubahan UU Bea Materai, serta UU Kepabeanan dan UU Cukai. Pada intinya Paket Amandemen Undang-Undang Perpajakan ini lebih dititikberatkan pada pemberian rasa keadilan dan kepastian hukum di bidang perpajakan, yang bertujuan untuk mendorong investasi serta mengoptimalkan penerimaan perpajakan.

2.3. Fungsi Pajak

Menurut Mardiasmo (2003), pajak mempunyai fungsi sebagai berikut: a. Fungsi Penerimaan (Budgetair)

Pajak berfungsi sebagai sumber dana bagi pemerintah yang diperuntukkan membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah.

b. Fungsi mengatur (Regulator)

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah di bidang sosial dan ekonomi.


(38)

Berdasarkan fungsi di atas dapat disimpulkan bahwa pajak sebagai fungsi penerimaan merupakan sumber dana utama bagi penerimaan dalam negeri jadi kontribusi terhadap pembangunan juga cukup besar, maka tidaklah heran pemungutan atas pajak bisa dipaksakan kepada orang-orang yang memang wajib dikenakan pajak, tentunya semua sudah diatur dalam undang-undang. Dalam fungsi mengatur pajak yaitu pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial ekonomi, misalnya dengan rendahnya tarif pemungutan pajak maka bisa mendorong investasi.

2.4. Azas-Azas Dalam Perpajakan

Teori Klasik tentang sistem perpajakan yang baik dimulai sejak Adam Smith dalam bukunya ”The Wealth of Nations” (Waluyo 2006) yang menyatakan bahwa pemungutan pajak hendaknya didasarkan pada :

a. Equality

Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu dikenakan kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak atau ability to pay dan sesuai dengan manfaat yang diterima. Adil dimaksudkan bahwa setiap wajib pajak menyumbangkan uang untuk pengeluaran pemerintah sebanding dengan kepentingan dan manfaat yang diminta.

b. Certainty

Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang. Oleh karena itu, wajib pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti besarnya pajak yang


(39)

c. Convenience

Kapan wajib pajak itu harus membayar sebaiknya sesuai dengan saat yang tidak menyulitkan wajib pajak sebagai contoh pada saat wajib pajak memperoleh penghasilan. Sistem pemungutan ini disebut pay as you earn. d. Economy

Secara ekonomi biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban bagi wajib pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban yang dipikul wajib pajak.

Azas keadilan dalam sistem perpajakan telah banyak didiskusikan secara luas, dan hal ini merupakan bagian terpenting dalam mengevaluasi setiap pengajuan dalam pembuatan kebijakan perpajakan. Musgrave (Laksana, 2001) memberikan pandangan yang adil tentang distribusi beban pajak, beban administrasi dan pengaruh insentif pajak terhadap penerimaan pajak. Diantara keempat azas diatas, Musgrave juga menekankan pada tiga azas lainnya, yaitu : azas netralitas (neutrality), azas perbaikan (reformation), dan azas kestabilan dan pertumbuhan (growth and stability).

2.5. Cara Pemungutan Pajak

Dalam memungut pajak dikenal ada tiga sistem pemungutan (Mardiasmo, 2001), yaitu :

1. Official Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada fiskus untuk menentukan besarnya pajak yang terutang.


(40)

2. Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus diabayar.

3. With Holding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang terhadap wajib pajak.

Sedangkan Tjahjono dan Husein (2000), mangutarakan bahwa pemungutan pajak dilakukan berdasarkan tiga stelsel, yaitu :

1. Stelsel Nyata (riil stelsel) adalah pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan) yang nyata, sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya telah dapat diketahui sehingga cenderung lebih realistis tapi pengenaan pajak tidak bisa pada saat langsung, jadi pengenaannya baru bisa dilakukan pada akhir periode.

2. Stelsel Anggapan (fictive stelsel) adalah pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. Pada sistem ini pajak dapat di bayar selama tahun berjalan tanpa menunggu akhir tahun jadi terkesan agak ringan sehingga sehingga lebih meringankan wajib pajak. Di lain sisi bila pajak dapat dibayarkan pada akhir tahun adanya kecendrungan bahwa pajak tidak dibayar berdasarkan keadaan yang sesungguhnya.

3. Stelsel Campuran (accrual stelsel) adalah kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan


(41)

keadaan yang sebenarnya. Apabila dalam suatu tahun didapat bahwa pajak lebih besar dari anggapan maka wajib pajak harus menambah, bila pada kenyataannya yang dibayar terlampau besar maka wajib pajak bisa meminta pengembalian kelebihan.

Dari penjelasan diatas, di Indonesia pada umumnya menggunakan metode stelsel campuran dengan sistem self assessment, yaitu wajib pajak memeperhitungkan sendiri besarnya kewajiban perpajakan, dimana pada akhir tahun apabila terdapat kekurangan, wajib pajak harus membayar kekurangan tersebut dengan media yang dapat digunakan, sedangkan apabila pajak yang telah disetor wajib pajak melebihi dari yang seharusnya, maka wajib pajak dapat mengajukan pengembalian dengan sarana restitusi.

2.6. Faktor-Faktor Ekonomi Eksternal Yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak

Di negara-negara yang sedang berkembang sebagian besar penerimaan pajaknya berasal dan sumber pajak tak langsung. Menurut Nafziger (1990) dan dalam Yuzrat and Makhfatih (Nasution, 2003) menyebutkan bahwa proporsi PDB terhadap pajak langsung pada negara sedang berkembang lebih rendah daripada pajak langsung dari negara-negara maju. Hal ini dikarenakan pada negara-negara yang sedang berkembang lebih rendah golongan berpenghasilan tingginya. Dalam perkembangannya akan terjadi proses pergeseran dari dominasi pajak tidak langsung menjadi pajak langsung sesuai dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi diiringi dengan peningkatan pendapatan perkapita penduduknya.


(42)

Dalam jangka panjang peranan pajak langsung akan semakin penting seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat dan ditunjang pula dengan teknologi canggih menuju era globalisasi. Selain berfungsi sebagai pemerataan karena struktur tarifnya bersifat progresif, perkembangan hubungan internasional yang semakin maju kearah liberal dan global mengharuskan pemerintah untuk menurunkan tarif impornya dalam rangka peningkatan daya saing ekonomi domestik di ekonomi dunia. Konsekuensinya penerimaan pajak tidak langsung akan menjadi turun. Alternatifnya adalah memobilisasi penerimaan pajak yang bertumpu pada pajak langsung seperti pajak penghasilan.

2.6.1. Pertumbuhan Ekonomi

a. Hubungan Pajak dan Pertumbuhan Ekonomi

Pajak mempengaruhi permintaan agregat {AD = C + I + G (bila perekonomian tertutup)} secara tidak langsung melalui disposable income dan selanjutnya terhadap pengeluaran konsumsi. Apabila pajak naik sebesar T maka disposable income turun dengan jumlah yang sama dan pengeluaran konsumsi juga turun sebesar : C = -c T dimana c adalah Marginal Propensity to Consume (MPC), dan selanjutnya C ini menurunkan AD melalui proses multiplier sebesar 1/1-c x C atau -c/1-c x T. Dengan demikian kenaikan pajak cenderung untuk menurunkan output dan bersifat deflasioner. Akan tetapi, apabila penerimaan pajak digunakan untuk pembelian barang/jasa ( G) maka pengaruh pajak ini belum tentu deflasioner. Apabila kenaikan penerimaan pajak sebesar T seluruhnya digunakan untuk pembelian barang/jasa ( G) maka kenaikan AD sebesar 1/1-c x G.


(43)

Pengaruh netto dari kebijakan tersebut sebesar (-c/1-c x T) + (1/1-c x G). Tetapi karena seluruh kenaikan pajak digunakan untuk pembelian barang/jasa maka T = G sehingga pengaruh nettonya terhadap AD sebesar AD = T = G. Dengan demikian berarti, apabila penerimaan pajak meningkat sebesar T dan seluruhnya digunakan untuk pembelian barang/jasa sebesar G maka akan meningkatkan permintaan agregat sebesar AD. Hal ini terkenal dengan nama dalil Anggaran Berimbang atau Balanced Budget Multiplier (Boediono, 2001).

b. Teori Pertumbuhan Ekonomi

Teori Pertumbuhan Ekonomi Harold - Domar

Teori Harold - Domar adalah perkembangan langsung dari teori makro Keyness jangka pendek menjadi suatu teori makro jangka panjang. Aspek utama yang dikembangkan dari teori Keyness adalah aspek yang menyangkut peranan investasi (I) dalam jangka panjang. Dalam teori Keyness, pengeluaran investasi (I) mempengaruhi permintaan agregat (AD) tetapi tidak mempengaruhi penawaran agregat (S). Harold - Domar melihat pengaruh investasi dalam perspektif waktu yang lebih panjang. Menurut kedua ekonom ini, pengeluaran investasi (I) tidak hanya mempunyai pengaruh (lewat proses multiplier) terhadap permintaan agregat (AD) tetapi juga terhadap penawaran agregat (S) melalui pengaruhnya terhadap kapasitas produksi. Dalam perspektif waktu yang lebih panjang ini, I menambah stok kapital (misalnya, pabrik-pabrik, jalan dan jembatan dan lain sebagainya). Jadi I = K, dimana K adalah stok kapital dalam masyarakat. (Boediono, 1999).


(44)

Suatu daerah dapat dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi yang positif apabila kuantitas barang dan jasa yang dihasilkan daerah tersebut mengalami kenaikan. Namun demikian dalam kenyataannya sangat sulit untuk mengetahui berapa jumlah barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Oleh karena itu untuk mengukur pertumbuhan ekonomi atau pertumbuhan output dilakukan dengan menggunakan perubahan nilai moneternya (uang) yang tercermin dalam PDRB. Perubahan PDRB menunjukkan adanya perubahan barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu perekonomian dalam jangka waktu tertentu (Rahardja dan Manurung, 2004).

Model Harrod-Domar dibangun berdasarkan asumsi-asumsi : 1) Perekonomian dalam kondisi full employment dan closed economy. 2) Tidak ada campur tangan pemerintah

3) APS sama dengan MPS, dan MPS dianggap konstan 4) Rasio stok kapital terhadap pendapatan dianggap tetap 5) Tidak ada penyusutan barang capital

6) Tingkat harga umum konstan (upah riil sama dengan pendapatan riil) 7) Tidak ada perubahan tingkat bunga.

Pertumbuhan Ekonomi Solow – Swan

Teori pertumbuhan neoklasik dikembangkan oleh Robert M. Solow (1970) dari Amerika Serikat dan T.W. Swan dari Australia (1956). Teori mereka disebut juga dengan istilah teori neoklasik. Model Solow-Swan menggunakan unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi, dan besarnya output yang saling berinteraksi. Perbedaan utama dengan model Harrod-Domar adalah masuknya unsur kemajuan teknologi dalam model Solow-Swan ini.


(45)

Selain itu, Solow-Swan menggunakan model fungsi produksi yang memungkinkan adanya substitusi antara kapital (K) dan tenaga kerja (L). Tingkat pertumbuhan menurut mereka berasal dari tiga sumber yaitu : akumulasi modal, bertambahnya penawaran tenaga kerja, dan kemajuan teknologi. Teknologi ini terlihat dari peningkatan skill atau kemajuan teknik sehingga produktivitas meningkat. Dalam model Solow-Swan, masalah teknologi dianggap fungsi dari waktu.

Teori Solow-Swan menilai bahwa dalam banyak hal mekanisme pasar dapat menciptakan keseimbangan sehingga pemerintah tidak perlu terlalu banyak mempengaruhi atau mencampuri pasar. Campur tangan pemerintah hanya sebatas kebijakan fiskal daan kebijakan moneter.

Teori Neoklasik sebagai penerus teori Klasik menganjurkan agar kondisi selalu diarahkan untuk menuju pasar persaingan sempurna. Dalam pasar persaingan sempurna perekonomian bisa tumbuh optimal. Sama halnya dengan model ekonomi klasik, kebijakan yang perlu ditempuh adalah meniadakan berbagai hambatan dalam perdagangan, perpindahan orang, barang dan modal. Harus dijamin kelancaran arus barang, modal, tenaga kerja dan perlunya perluasan informasi pasar. Sarana dan prasarana perhubungan dibangun dengan baik, dan terjaminnya keamanan, ketertiban dan kestabilan politik. Model Neoklasik sangat memperhatikan kemajuan teknologi yang dapat ditempuh melalui peningkatan sumberdaya manusia.


(46)

2.6.2. Inflasi

Salah satu indikator penting dalam ekonomi makro yang berdampak luas terhadap berbagai sektor ekonomi adalah inflasi. Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus, Sukirno (2002). Akan tetapi bila kenaikan harga hanya dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau menyebabkan kenaikan sebagian besar dari harga barang-barang lain. (Boediono : 2000). Kenaikan harga-harga barang itu tidaklah harus dengan persentase yang sama. Inflasi merupakan kenaikan harga secara terus menerus dan kenaikan harga yang terajadi pada seluruh kelompok barang dan jasa, Pohan (2008:158).

Inflasi dalam arti sempit adalah peningkatan harga barang dan jasa kebutuhan masyarakat secara rata-rata. Kenaikan dalam harga barang dan jasa yang biasa terjadi jika permintaan bertambah dibandingkan dengan jumlah penawaran atau persediaan barang di pasar, dalam hal ini lebih banyak uang beredar yang digunakan untuk membeli barang dibanding dengan jumlah barang dan jasa, namun tidak semua yang namanya kenaikan harga selalu diidentikkan dengan inflasi, misalnya kenaikan harga pada hari Lebaran, ini hanya gejolak pasar yang terjadi sesaat saja dan tidak berlangsung terus- menerus.

Inflasi akan mengurangi daya beli uang yang telah diperoleh masyarakat dengan susah payah. Apabila haga naik, tiap lembar uang yang dihasilkannya hanya akan mampu membeli barang dan jasa dalam jumlah yang sedikit. Jadi, kelihatannya inflasi secara langsung telah menurunkan standar hidup. Namun dipihak lain, ketika harga naik, pembeli barang dan jasa akan mengeluarkan lebih banyak uang untuk apa yang mereka beli, pada saat yang sama penjual barang dan


(47)

jasa mendapatkan lebih banyak uang dari penjualan mereka. Karena kebanyakan orang mendapatkan penghasilan dengan menjual jasa mereka, seperti para tenaga kerja, penghasilan juga semakin meningkat sejalan kenaikan harga. Jadi, inflasi sendiri tidak mengurangi daya beli riil masyarakat. Ketika laju inflasi sebesar 6 % mengurangi nilai riil dari kenaikan sebesar 4 %, pekerja mungkin merasa dirinya telah diperdaya. Sebenarnya pendapatan riil ditentukan oleh variabel- variabel riil seperti modal fisik, SDM, SDA dan ketersediaan teknologi produksi. Pendapatan nominal ditentukan oleh faktor-faktor tersebut dan tingkat harga keseluruhan. Bila pendapatan nominal cenderung sama dengan kenaikan harga, berarti inflasi bukan merupakan suatu masalah. Namun para ekonom telah mengidentifikasi beberapa kerugian akibat inflasi. Masing-masing kerugian menunjukkan bahwa pertumbuhan terus menerus pada jumlah uang yang beredar sesungguhnya memiliki dampak pada variabel-variabel riil tersebut.

Ada berbagai kebijakan yang biasa dipergunakan oleh pemerintah dalam menangani permasalahan ekonomi, misalnya kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Target inflasi merupakan salah satu bentuk kebijakan moneter yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia dalam upaya pemulihan kondisi ekonomi nasional. Dalam hal ini Bank Indonesia selaku bank sentral menetapkan target laju inflasi untuk periode jangka waktu tertentu. Dengan demikian, kebijakan target inflasi lebih berorientasi ke depan (forward looking) dibanding kebijakan-kebijakan moneter sebelumnya (yang oleh BI disebut juga kebijakan-kebijakan konvensional).


(48)

Di sektor fiskal, hampir semua pajak mengganggu insentif, menyebabkan masyarakat mengubah sikap mereka dan alokasi sumber – sumber daya dalam perekonomian menjadi kurang efisien. Akan tetapi banyaknya pajak menimbulkan lebih banyak masalah karena adanya inflasi, karena pembuat hukum sering kali gagal memperhitungkan inflasi ketika merumuskan undang-undang perpajakan. Para ekonom yang telah mempelajari undang-undang pajak menyimpulkan bahwa inflasi cenderung menaikkan beban pajak pendapatan yang berasal dari tabungan, tidak melihat keuntungan riil dari penjualan sejumlah aktiva.

Salah satu solusi bagi masalah ini dari pada menghilangkan inflasi adalah menyusun daftar sistem pajak, artinya hukum pajak dapat ditulis ulang untuk memperhitungkan dampak inflasi. Pada dunia yang ideal, hukum pajak akan ditulis dalam rangka mencegah inflasi mengubah tanggungan pajak riil seseorang.

Walaupun secara eksplisit inflasi tidak dimasukkan kedalam penentuan target pajak. Namun secara implisit variabel inflasi dimasukkan kedalam variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) nominal karena didalam perhitungan PDRB nominal memasukkan perubahan harga.

Collin Clark (Mangkoesubroto, 1993) mengemukakan hipoteisis tentang batas kritis perpajakan. Dikatakan bahwa jika kegiatan sektor pemerintah, yang diukur dengan pajak dan penerimaan-penerimaan lain, melebihi 25% dari total kegiatan ekonomi, maka yang terjadi adalah inflasi. Dasar yang dikemukakan adalah bahwa pajak yang tinggi akan mengurangi gairah kerja. Akibatnya produktivitas akan turun dengan sendirinya dan ini akan mengurangi penawaran agregat. Di lain pihak, pengeluaran pemerintah yang tinggi akan berakibat pada naiknya permintaan agregat. Inflasi terjadi karena adanya keseimbangan baru


(49)

yang timbul sebagai akibat adanya kesenjangan antara permintaan agregat dan penawaran agregat.

Hubungan Pajak Penghasilan dengan inflasi dapat dilihat dari tulisan Dr. Friedrich Heneman, seorang head of the department ”Corporate Taxation and Public Finance” pada Centre for European Economic Research (ZEW) di Mannheim, Jerman, yang berjudul ”After the death of Inflation: Will Fiscal drag survive?” dia menyatakan : ”Declining inflation rates might have negative consequence for tax revenues. Phenomena such as the inflationary bracket creep in a progressive income tax system do not work any longer. With this background, the paper analyses the extent of fiscal for OECD countries since 1965. Some consideration of the role of money illusion and indexation in this context lays the theoretical base. Aframework is presented that allows for the classification of fiscal structures with regard to the type of fiscal drag (boosting tax revenues). The subsequent econometric panel analysis is performed for total and dissaggregated government revenues. The results back theoretical considerations of inflation’s impact on different kinds of taxes, which tends to be positive for individual income taxes and social security contributions and is negative for corporate income taxation. The paper concludes that both declining inflation and changing tax structures limit the potential for future fiscal drag.

Dari tulisan di atas bahwa dapat kita simpulkan bahwa penurunan inflasi membawa pengaruh yang negatif pada penerimaan pajak. Inflasi memiliki pengaruh yang berbeda-beda untuk setiap jenis pajak, inflasi memiliki pengaruh yang positif terhadap Pajak Penghasilan Orang Pribadi dan kontribusi sekuriti,


(50)

akan tetapi inflasi memiliki pengaruh yang negatif terhadap Pajak Penghasilan Perusahaan.

2.6.3. Jumlah wajib pajak

Di dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 yang telah diperbaharui terakhir dengan Undang-undang No.16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pada pasal 1 angka 2 terdapat pengertian Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Program kebijakan ekstensifikasi dalam tahun 2010 dilaksanakan melalui dua kegiatan utama yaitu pengenaan pajak atas surplus bank Indonesia dan penambahan subjek pajak orang pribadi. Penambahan wajib pajak akan terus dilakukan melalui tiga pendekatan utama yaitu pendekatan berbasis pemberi kerja dan bendahara pemerintah, pendekatan berbasis properti dan pendekatan berbasis profesi. Kegiatan ekstensifikasi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memperluas atau menambah jumlah wajib pajak yang nantinya diharapkan akan menambah penerimaan negara dari sektor perpajakan.

2.6.4. Investasi

Definisi Investasi atau penanaman modal menurut para ahli ekonomi merupakan ”pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan – peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksikan barang dan jasa di masa depan”. Para ahli ekonomi


(51)

mengatakan bahwa ekspor dan investasi merupakan “ engine of growth “ Oleh Karena itu, Meningkatnya pertumbuhan ekonomi suatu negara atau daerah biasanya di dukung oleh peningkatan Ekspor dan Investasi.

Menurut Sunariyah (2003:4): “Investasi adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa-masa yang akan datang.” Dewasa ini banyak negara-negara yang melakukan kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan investasi baik domestik ataupun modal asing. Hal ini dilakukan oleh pemerintah sebab kegiatan investasi akan mendorong pula kegiatan ekonomi suatu negara pada umumnya dan suatu daerah secara spesifiknya, penyerapan tenaga kerja, peningkatan output yang dihasilkan, penghematan devisa atau bahkan penambahan devisa. Menurut Husnan (1996:5) menyatakan bahwa “proyek investasi merupakan suatu rencana untuk menginvestasikan sumber-sumber daya, baik proyek raksasa ataupun proyek kecil untuk memperoleh manfaat pada masa yang akan datang.” Pada umumnya manfaat ini dalam bentuk nilai uang. Sedang modal, bisa saja berbentuk bukan uang, misalnya tanah, mesin, bangunan dan lain-lain. Namun baik sisi pengeluaran investasi ataupun manfaat yang diperoleh, semua harus dikonversikan dalam nilai uang. Suatu rencana investasi perlu dianalisis secara seksama. Analisis rencana investasi pada dasarmya merupakan penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek (baik besar atau kecil) dapat dilaksanakan dengan berhasil, atau suatu metode penjajakkan dari suatu gagasan usaha/bisnis tentang kemungkinan layak atau tidaknya gagasan usaha/bisnis tersebut dilaksanakan. Suatu proyek investasi umumnya memerlukan dana yang besar dan akan mempengaruhi perusahaan dalam jangka panjang. Oleh


(52)

karena itu dilakukan perencanaan investasi yang lebih teliti agar tidak terlanjur menanamkan investasi pada proyek yang tidak menguntungkan. Menurut Senduk (2004:24) bahwa produk-produk investasi yang tersedia di pasaran antara lain: a. Tabungan di bank

Dengan menyimpan uang di tabungan, maka akan mendapatkan suku bunga tertentu yang besarnya mengikuti kebijakan bank bersangkutan. Produk tabungan biasanya memperbolehkan kita mengambil uang kapanpun yang kita inginkan.

b. Deposito di bank

Produk deposito hampir sama dengan produk tabungan. Bedanya, dalam deposito tidak dapat mengambil uang kapanpun yang diinginkan, kecuali apabila uang tersebut sudah menginap di bank selama jangka waktu tertentu (tersedia pilihan antara satu, tiga, enam, dua belas, sampai dua puluh empat bulan, tetapi ada juga yang harian). Suku bunga deposito biasanya lebih tinggi daripada suku bunga tabungan. Selama deposito kita belum jatuh tempo, uang tersebut tidak akan terpengaruh pada naik turunnya suku bunga di bank.

c. Saham

Saham adalah kepemilikan atas sebuah perusahaan. Dengan membeli saham, berarti membeli sebagian perusahaan tersebut. Apabila perusahaan tersebut mengalami keuntungan, maka pemegang saham biasanya akan mendapatkan sebagian keuntungan yang disebut deviden. Saham juga bisa dijual kepada pihak lain, baik dengan harga yang lebih tinggi yang selisih harganya disebut capital gain maupun lebih rendah daripada kita membelinya yang selisih


(53)

harganya disebut capital loss. Jadi, keuntungan yang bisa didapat dari saham ada dua yaitu deviden dan capital gain.

d. Properti

Investasi dalam properti berarti investasi dalam bentuk tanah atau rumah. Keuntungan yang bisa didapat dari properti ada dua yaitu :

(a) Menyewakan properti tersebut ke pihak lain sehingga mendapatkan uang sewa. (b) Menjual properti tersebut dengan harga yang lebih tinggi.

e. Barang-barang koleksi

Contoh barang-barang koleksi adalah perangko, lukisan, barang antik, dan lain-lain. Keuntungan yang didapat dari berinvestasi pada barang-barang koleksi adalah dengan menjual koleksi tersebut kepada pihak lain.

f. Emas

Emas adalah barang berharga yang paling diterima di seluruh dunia setelah mata uang asing dari negara-negara G-7 (sebutan bagi tujuh negara yang memiliki perekonomian yang kuat, yaitu Amerika, Jepang, Jerman, Inggris, Italia, Kanada, dan Perancis). Harga emas akan mengikuti kenaikan nilai mata uang dari negara-negara G-7. Semakin tinggi kenaikan nilai mata uang asing tersebut, semakin tinggi pula harga emas. Selain itu harga emas biasanya juga berbanding searah dengan inflasi. Semakin tinggi inflasi, biasanya akan semakin tinggi pula kenaikan harga emas. Seringkali kenaikan harga emas melampaui kenaikan inflasi itu sendiri.


(54)

g. Mata uang asing

Segala macam mata uang asing biasanya dapat dijadikan alat investasi. Investasi dalam mata uang asing lebih beresiko dibandingkan dengan investasi dalam saham, karena nilai mata uang asing di Indonesia menganut sistem mengambang bebas (free float) yaitu benar-benar tergantung pada permintaan dan penawaran di pasaran. Di Indonesia mengambang bebas membuat nilai mata uang rupiah sangat fluktuatif.

h. Obligasi

Obligasi atau sertifikat obligasi adalah surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah maupun perusahaan, baik untuk menambah modal perusahaan atau membiayai suatu proyek pemerintah. Karena sifatnya yang hampir sama dengan deposito, maka agar lebih menarik investor suku bunga obligasi biasanya sedikit lebih tinggi dibanding suku bunga deposito. Selain itu seperti saham kepemilikan obligasi dapat juga dijual kepada pihak lain baik dengan harga yang lebih tinggi maupun lebih rendah daripada ketika membelinya.

Dari berbagai produk investasi yang dikemukakan diatas, semuanya mempunyai keterkaitan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap penerimaan negara di sektor perpajakan, misalnya saja pengenaan pajak atas bunga yang diterima nasabah di bank, baik bunga tabungan maupun bunga deposito. Dibidang properti, ketika seseorang atau suatu perusahaan hendak membangun perumahan dengan luas tertentu, maka baginya akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) karena kegiatan membangun sendiri dengan penerapan tarif yang berbeda sampai dengan jumlah luas bangunan tertentu. Demikian pula ketika suatu properti hendak dipindahtangankan seperti halnya transaksi jual beli,


(55)

baik si pembeli maupun si penjual akan di kenakan pajak sesuai dengan kewajibannya masing-masing, si pembeli wajib membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), sedangkan pihak penjual diwajibkan menyetorkan sejumlah uang ke kas negara karena kewajibannya atas Pajak Penghasilan (PPh) atas penjualan properti tersebut yang bersifat final.

Khusus investasi yang berkaitan dengan saham, ada beberapa teori yang menyatakan keterkaitan yang erat antara investor, deviden dan penerimaan pajak yang telah diuji secara empiris, seperti yang dikemukan oleh Harahap (2004 : 320), yaitu :

a) Dividend Irrelevance Theory

Teori ini diperkenalkan oleh Miller dan Modigliani dalam papernya Dividend Irrelevance Preposition. Dalam paper tersebut dijelaskan bahwa dalam dunia tanpa pajak, serta dalam kondisi pasar yang sempurna tidak diperhitungkannya biaya transaksi maka kebijakan deviden tidak memberikan pengaruh apapun terhadap harga saham tersebut.

Teori Dividend Irrelevance ini adalah suatu teori yang mengemukakan bahwa investor tidak peduli terhadap besar kecilnya dividen yang diberikan perusahaan kepada para pemegang saham. Teori ini diasumsikan bilamana tidak ada biaya transaksi dan pajak sehingga sulit untuk diterapkan dalam dunia nyata. b) Bird in Hand Theory.

Menurut teori ini dikatakan bahwa dengan mendapatkan deviden (A bird in hand) adalah lebih baik daripada saldo laba (A Bird in The Bush) karena laba tersebut tidak akan pernah terwujud dalam masa depan (it can fly away). Sehingga berdasarkan teori diatas tingkat pengembalian yang disyaratkan atas ekuitas akan


(56)

turun apabila rasio pembayaran deviden dinaikkan karena para pemegang saham kurang yakin terhadap penerimaan keuntungan (capital gain) yang akan dihasilkan dari laba yang ditahan jika dibandingkan dengan seandainya menerima deviden.

Teori Bird-In-The-Hand ini adalah teori yang menjelaskan bahwa investor menghendaki pembayaran dividen yang tinggi. Alasan yang sering dikemukakan dalam memilih Teori Bird-In-The-Hand ini karena ada anggapan bahwa mendapat dividen tinggi saat ini resikonya lebih kecil daripada mendapat capital gain di masa yang akan datang. Salah satu keuntungan bila menerapkan Teori Bird-In-The-Hand ini adalah dengan memberikan dividen yang tinggi, maka harga saham perusahaan juga akan semakin tinggi pula. Tetapi perlu dicatat bahwa investor diharuskan membayar pajak yang besar akibat dari dividen yang tinggi.

c) Tax Preference Theory

Teori ini menjelaskan bahwa dalam hal yang berkaitan dengan pajak, investor lebih memilih pembayaran deviden yang rendah dibandingkan dengan deviden yang tinggi. Hal ini memberikan makna bahwa investor lebih suka apabila perusahaan menahan sebagian besar laba perusahaan karena ada adanya keuntungan pajak. Capital gain selanjutnya dipilih karena pajak capital gain relatif lebih rendah daripada dividen.

Dibidang properti, Undang-Undang Pajak Penghasilan No.38 Tahun 2008 Pasal 15 juga mengemukakan bahwa pemotongan pajak penghasilan yang dilakukan oleh wajib pajak tertentu yang menggunakan norma penghitungan khusus, antara lain perusahaan pelayaran atau penerbangan international, perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas


(57)

bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun guna serah.

Lebih dari itu, selain investasi yang dilakukan oleh pihak swasta dalam negeri, investasi disini juga mencermati investasi yang dilakukan oleh pihak asing atau Penanaman Modal Asing (PMA), selain dapat menyediakan kesempatan kerja bagi para angkatan kerja yang semakin membludak di suatu daerah, efek multiplier dari investasi yang dilakukan oleh pihak asing ini cukup menjadikan penerimaan di sektor perpajakan khususnya pajak atas karyawan (PPh pasal 21/26) maupun pajak penghasilan lain yang bersifat final di daerah tersebut semakin meningkat.

Dalam hal ini diperlukan adanya kerja sama dengan pemerintah daerah untuk gencar mempromosikan daerahnya agar para investor tertarik untuk menanamkan modalnya di daerah tersebut, tentunya hal ini harus di dukung dengan kondisi daerah yang kondusif, seperti jaminan tingkat keamanan, kebijakan pemerintah setempat (birokrasi) yang tidak berbelit-belit, sarana yang memadai, letak yang strategis dan daya tarik lainnya yang lebih menjanjikan.

2.7. Penelitian Sebelumnya

Penelitian yang dilakukan oleh Nasution (2003) yang merupakan penelitian ex post facto yang merupakan penelitian dari peristiwa yang telah terjadi dan kemudian dirunut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi dari berbagai sumber. Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi dan pertumbuhan penerimaan pajak penghasilan selama dasawarsa 1990-2000 di antaranya dipengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung oleh faktor-faktor


(58)

Produk Domestik Bruto, Jumlah Wajib Pajak, dan Jumlah Kantor Pelayanan Pajak yang tersebar di seluruh Indonesia. Kemudian pada tahun 2008 Nasution melakukan penelitian yang bertujuan untuk melihat pengaruh jumlah wajib pajak terhadap penerimaan PPh Orang Pribadi di Sumatera Utara, dengan memakai variabel jumlah wajib pajak sebagai variabel bebas dan penerimaan PPh Orang Pribadi di Sumatera Utara sebagai variabel terikat. Hasil penelitian menunjukkan jumlah wajib pajak berpengaruh positif terhadap Pajak Penghasilan Orang Pribadi di Sumatera Utara

Penelitian yang dilakukan oleh Yogi Rahmayanti (2006) mengenai analisis potensi pajak menyatakan bahwa yang menentukan penerimaan pajak yaitu Tax Rate, Tax Base (GDP) don Collection System. Dalam penelitian ini ditekankan pada dua jenis pajak yang mempunyai peran yang signifikan terhadap penerimaan pajak di Indonesia yaitu PPh dan PPN. Salah satu hasil estimasi yang dilakukan menunjukkan bahwa Tax Base (GDP) dan time trend (trend waktu) mempunyai hubungan yang positif terhadap penerimaan PPh. Hasil regresi menunjukkan bahwa tax base mempunyai hubungan positif terhadap penerimaan PPh dengan koefisien sebesar 0,78 dan terhadap PPN dengan koefisien sebesar 1,156. ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan Tax Base (GDP) sebesar satu persen akan meningkatkan penerimaan PPh sebesar 0,78 persen dan penerimaan PPN sebesar 1,156 persen. Time trend (trend waktu) mempunyai hubungan yang positif dengan dengan penerimaan PPh dengan koefisien sebesar 0,53 persen dan terhadap PPN dengan koefisien sebesar 0,37 persen.

Immervoll (2005), Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh inflasi terhadap Pajak Penghasilan Orang Pribadi dan Kontribusi Sekuriti Sosial di


(59)

Eropa, dengan memakai variabel inflasi sebagai variabel bebas dan pajak Penghasilan Orang Pribadi dan Kontribusi Sekuriti Sosial sebagai variabel terikat. Hasil penelitian menunjukkan Inflasi berpengaruh negatif terhadap Pajak Penghasilan Orang Pribadi.

Dalam penelitiannya Teera (2000) menganalisis determinan penerimaan pajak di Uganda, estimasi model dimana penerimaan pajak merupakan fungsi dari pembangunan ekonomi dan struktur ekonomi.

Ty = f (Y,M,A,P,Ag,Mf,D,TR,T) Dimana :

Ty = Rasio Pajak terhadap PDB Y = PDB per kapita

M = Rasio impor terhadap PDB A = Rasio Aid terhadap PDB P = Kepadatan Penduduk

Ag = Rasio Pertanian terhadap PDB Mf = Rasio Manufaktur terhadap PDB

D = Rasio Hutang Luar Negeri terhadap PDB TR = Variabel Bayang diproxy ke tax ratio T = Time Trend

Afdal (2005) tentang analisis kemampuan fiskal daerah dan kebijakan dalam menghadapi sumber pendapatan daerah tanpa DBH minyak bumi di Kabupaten Kampar, adalah bahwa sumber pajak dan retribusi daerah bersifat elastisitas terhadap pertumbuhan ekonomi (PDRB) setelah pemberlakuan UU 22 dan 25 tahun 1999 cukup besar yaitu 2,36.


(60)

Oktivani (2007), Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah jumlah wajib pajak dan jumlah pemeriksaan pajak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Madiun, dengan memakai variabel jumlah wajib pajak dan jumlah pemeriksaan pajak sebagai variabel bebas dan penerimaan pajak penghasilan orang pribadi sebagai variabel terikat. Penelitian ini membuktikan bahwa jumlah wajib pajak lebih dominan mempengaruhi penerimaan PPh Orang Pribadi bila dibandingkan dengan jumlah pemeriksaan pajak terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Madiun.

Heru Kusmono (2011), dimana tujuan utama penelitian ini adalah untuk menganalisis determinan penerimaan pajak di Indonesia. Penelitian ini mengemukakan bahwa Produk Domestik Brutto (PDB), Inflasi, Suku Bunga (SBI) dan wajib pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak di Indonesia.

Dari beberapa penelitian sebelumnya, peneliti membuat sedikit perubahan dengan menambahkan variabel antara dalam melakukan penelitian, selain variabel bebas dan varibel terikat, dimana variabel ini berfungsi sebagai jembatan yang mengkaitkan antara variabel bebas dan variabel terikat dimaksud.


(61)

2.8. Kerangka Konseptual

Pada Gambar 2.1. berikut menunjukkan bahwa partumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap jumlah wajib pajak, pertumbuhan ekonomi dan inflasi berpengaruh terhadap investasi, serta pertumbuhan ekonomi, inflasi, jumlah wajib pajak dan investasi berpengaruh terhadap penerimaan pajak di Kota Medan.

Berdasarkan perumusan masalah, landasan teori dan berbagai penelitian sebelumnya, maka dapat dibentuk suatu kerangka konseptual penelitian sebagai berikut :

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Analisis Determinan Penerimaan Pajak di Kota Medan

Keterangan :

PE = Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan (persen/tahun) INF = Inflasi Kota Medan (persen/tahun)

WP = Jumlah Wajib Pajak Kota Medan (orang/tahun) INV = Investasi (rupiah/tahun)


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)