BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sastra merupakan wujud gagasan seseorang melalui pandangan terhadap lingkungan sosial yang berada di sekelilingnya dengan menggunakan bahasa yang
indah. Sastra hadir sebagai hasil perenungan pengarang terhadap fenomena yang ada. Sastra sebagai karya fiksi memiliki pemahaman yang lebih mendalam, bukan
hanya sekadar cerita khayal atau angan dari pengarang saja, melainkan wujud dari kreativitas pengarang dalam menggali dan mengolah gagasan yang ada dalam
pikirannya. Sastra juga bisa disebut sebagai pengungkapan baku dari apa yang telah
disaksikan orang dalam kehidupan, apa yang telah dialami orang tentang kehidupan dan apa yang dirasakan orang mengenai segi – segi kehidupan yang
yang paling menarik minat secara langsung dan bersifat sangat dominan yang diungkapkan melalui bahasa. Dengan kata lain,sastra lahir karena dorongan -
dorongan asasi sesuai dengan kodrat sebagai manusia. Banyak para ahli sastrawan yang mendefinisikan pengertian dari sastra itu
sendiri. Salah satunya adalah M. Atar Semi 1988:8 yang mengemukakan bahwa “Sastra itu adalah bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah
manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya”.
Universitas Sumatera Utara
Sesuai dengan pendapat M. Atar Semi dapat dikatakan bahwa sastra itu sebagai hasil pekerjaan seni kreatif, manusia dengan tangan pikirannya menjangkau riak –
riak kedalaman hidup manusia. Dengan begitu sastra merupakan hal kompleks yang ada didalam manusia secara tak sadar dan bahasa merupakan sebagai alat
komunikatornya atau mediumnya. Pengertian sastra lainnya diungkapkan oleh Sumardjo dan Saini K.M,
yaitu sastra adalah bentuk gambaran kehidupan yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan dan gagasan, semangat, keyakinan yang membangkitkan
pesona dengan alat – alat bahasa. Walaupun bermacam – macam pengertian yang diungkapkan mengenai sastra, tetapi hasil terpenting dari sebuah sastra adalah
tetap sama yaitu karya sastra. Secara harafiah, kata sastra dalam bahasa latin littera yang artinya tulisan.
Demikian juga di dalam bahasa Indonesia, karya sastra diambil dari bahasa Sanskerta, yang juga berarti tulisan. Sastra merupakan seni dan karya yang
berkaitan dengan ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan
masyarakat. Melalui karya sastra pengarang berusaha mengungkapkan suka duka kehidupan masyarakat yang mereka rasakan atau alami. Selain itu karya sastra
juga menyuguhkan potret kehidupan yang menyangkut persoalan sosial dalam masyarakat, setelah mengalami proses secara insentif dalam imajinatif pengarang
sendiri, maka lahirlah pengalaman kehidupan tersebut dalam bentuk karya sastra. Karya sastra mengandung berbagai unsur yang kompleks dan mengandung
unsur kebahasaan, struktur wacana, signifikan sastra, keindahan, sosial budaya,
Universitas Sumatera Utara
nilai dan latar kesejarahannya Aminuddin, 1987:51. Oleh karena itu, unsur – unsur dalam sebuah karya sastra merupakan pembangun yang menjadi
terbentuknya sebuah karya sastra. Namun jika semua bergabung dalam satu kesatuan terlihatlah kekhasan karya sastra tersebut.
Karya sastra dapat dikategorikan dalam dua jenis yaitu karya imajinatif dan karya non imajinatif. Karya sastra yang bersifat imajinatif berupa novel,
roman, essai dan cerita rakyat. Sedangkan karya sastra yang bersifat non imajinatif berupa puisi, drama dan lagu. Dalam penelitian ini penulis akan
membahas tentang Roman Kisah Tiga Kerajaan yang menekankan pada pembahasan unsur intrinsik yang membangun roman tersebut.
Pada umumnya, setiap karya sastra memiliki dua unsur yang berpengaruh dalam membangun karya sastra tersebut, yaitu unsur intrinsik dan ektrinsik . yang
dimaksud dengan unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang secara langsung membangun karya sastra itu sendiri atau unsur-unsur yang secara langsung
membangun cerita. Unsur-unsur yang dimaksud misalnya tema, plot, latar, penokohan, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa dan lain-lain.
Dapat dikatakan bahwa unsur intrinsik merupakan landasan atau dasar didalam menganalisis. Berdasarkan pendapat para ahli maka dapat disimpulkan bahwa
yang dimaksud dengan unsur intrinsik adalah hal – hal yang membangun sebuah karya sastra dari dalam, yang meliputi tema, penokohan, alurplot, latarsetting,
sudut pandang, gaya bahasa dan amanat.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan yang dimaksud dengan ektrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi karya
sastra tersebut atau dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi cerita sebuah karya sastra, namun tidak ikut menjadi bagian didalamnya.
Unsur-unsur ektrinsik tersebut adalah kebudayaan, sosial, psikologis, ekonomi, politik, agama dan lain-lain. Dalam penelitian ini peneliti hanya menganalisis
Roman Kisah Tiga Kerajaan menggunakan unsur intrinsik. Tema merupakan ide dalam sebuah cerita. Tema dapat tergambar melalui
dialog-dialog tokoh-tokohnya, jalan pikirannya, perasaannya, kejadian-kejadian, setting cerita untuk mempertegas atau menyarankan isi temanya. Tokoh adalah
pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita.
Selain itu alur juga unsur intrinsik yang membangun sebuah karya sastra. Alur merupakan suatu kejadian yang dapat menggerakkan sebuah cerita. Unsur-
unsur alur senantiasa berpusat pada konflik. Dengan adanya alur, pembaca dibawa ke dalam suatu keadaan yang menegangkan. Kekuatan sebuah karya sastra seperti
novel terletak dalam hal bagaimana seorang pengarang membawa pembacanya mengikuti timbulnya konflik, memuncaknya konflik, dan berakhirnya konflik.
Latar dalam sebuah novel tidak hanya sekedar menunjukkan tempat kejadian dan kapan terjadinya. Dalam sebuah karya sastra yang baik, latar harus
benar-benar mutlak untuk menggarap tema dan karakter cerita. Dari latar wilayah tertentu harus menghasilkan perwatakan tokoh tertentu dan tema tertentu. Sudut
pandang pada dasarnya merupakan visi pengarang, artinya sudut pandang yang
Universitas Sumatera Utara
diambil pengarang untuk melihat suatu kejadian cerita. Gaya bahasa merupakan cara khas pengungkapan seseorang terhadap sebuah karya sastra.
Roman adalah bentuk prosa baru yang berupa cerita fiksi yang masuk golongan cerita panjang. Yang isinya menceritakan kehidupan
seseorang atau beberapa isinya menceritakan kehidupan seseorang atau beberapa orang yang di hubungkan dengan sifatjiwa mereka dalam
menghadapi lingkungan hidupnya. Dalam penelitian ini, peneliti ingin meneliti roman yang berjudul Kisah Tiga Kerajaan, khususnya mengenai unsur intrinsik
dalam roman Kisah Tiga Kerajaan. Kisah Tiga Kerajaan atau dikenal dengan nama Sam kok adalah sebuah
zaman di penghujung Dinasti Han dimana negara Cina terpecah menjadi tiga negara yang saling bermusuhan. Di dalam sejarah pada masa dinasti – dinasti
Cina biasanya hanya boleh ada kaisar tunggal yang dianggap menjalankan mandat langit untuk berkuasa, namun di zaman ini karena tidak ada satupun negara yang
dapat menaklukkan negara lainnya untuk mempersatukan Cina, maka muncullah tiga negara dengan kaisarnya masing – masing.
Kisah Tiga Negara adalah salah satu karya sastra klasik yang paling populer di dalam sejarah Tiongkok. Luo menuliskan roman ini dalam 120 bab
yang mempunyai alur cerita bersambung dengan referensi Catatan Sejarah Tiga Negara oleh Chen Shou dan sedikit imajinasinya sendiri. Ada sekitar lebih 400
tokoh sejarah yang diceritakan di dalam Kisah Tiga Negara yang dilukiskan dengan karakter berbeda. Cao Cao, Liu Bei dan Sun Quan sama sebagai karakter
pemimpin namun berbeda dalam sifat dan pemikiran. Demikian pula penasehat
Universitas Sumatera Utara
Zhuge Liang, Xun You, Guo Jia dan Zhou Yu masing-masing berbeda pandangan dan wataknya. Setiap karakter mempunyai watak dan sifatnya sendiri yang
berbeda satu sama lain. Penggambaran perbedaan watak karakter ini menjadikan roman ini diakui sebagai salah satu wakil dari puncak perkembangan sastra
Tiongkok dalam sejarah. Kisah Tiga Negara ditulis dalam bahasa klasik 文言文
. Kisah Tiga Kerajaan adalah kisah klasik dari negeri tiongkok yang di
angkat dari sejarah besar masa Dinasti Han. Turun temurun kisah ini telah beredar secara lisan lebih dari lima abad lamanya. Peristiwa di mana angkatan
perang Cao Cao yang berjumlah 1000.000 ini kini habis tinggal 28 orang itu menjadi sangat di kenang orang dalam sejarah Tiongkok, bahkan dunia pun
mengenang pertempuran terbesar sepanjang peradaban manusia ini, masyarakat Tionghoa menyebutnya perang chibi atau di dunia pertempuran, ini
di sebut “The Battle Of Red Cliffs” , di mana pertempuran ini mengubah peta kekuatan Liu Bei, Cao Cao dengan mengatasnamakan kaisar menjadi sangat
kuat dan di takuti oleh lawa-lawannya, sehingga ia seperti hanya tinggal waktu saja menguasai seluruh china, namun berkat perjuangan gagah berani dari
Liu Bei dan kawan-kawannya maka terciptalah kesempatan baru lewat perang chibi ini.
Kisah Tiga Kerajaan berlatar belakang sejarah pada masa keruntuhan Dinasti Han, ketika Tiga Kerajaan yakni Wei,Shu dan Wu berdiri saling bersaing
memperebutkan atas seluruh Tiongkok,masa itu merupakan masa kacau,tatanan ambruk,peperangan melanda seluruh negeri,mengenai pertempuran, siasat, dan
intrik yang di lakukan oleh tokoh-tokoh, bangsawan, panglima perang dan ahli
Universitas Sumatera Utara
strategi yang saling beradu kemampuan, filosofi, gagasan, dan strategi yang terkandung dalam kisah Tiga Kerajaan pun masih bertahan dan di .hargai oleh
bangsa Tionghoa. Kisah Tiga Kerajaan merupakan roman yang terkenal di dalam kehidupan
masyarakat Cina, bahkan hampir di seluruh negara di dunia pernah membaca mengenai Kisah Tiga Kerajaan. Kisah Tiga Kerajaan merupakan roman yang
berkisah tentang sejarah negara Cina pada masa kerajaan berkuasa. Roman ini sangat menarik untuk diteliti, karena roman tersebut kaya akan sejarah dan
kebudayaan Cina. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk menganalis unsur intrinsik dalam roman Kisah Tiga Kerajaan karya Lou Guanzhong.
1.2 Rumusan Masalah