Hasil pemeriksaan makroskopik Hasil Skrining Fitokimia

33 biji alpukat dan ekstrak etanol biji alpukat adalah flavonoid, glikosida, tanin, saponin dan triterpenoid. Menurut Marlinda 2012 dalam penelitiannya ekstrak etanol biji alpukat mengandung senyawa metabolit sekunder yaitu alkaloid, tannin, flavonoid, triterpenoid dan saponin. Hasil skrining fitokimia yang dilakukan oleh Ernawati 2009, menunjukkan adanya golongan flavonoida, glikosida, steroidatriterpenoida, tanin dan saponin. 4.3 Hasil Karakterisasi

4.3.1 Hasil pemeriksaan makroskopik

Hasil pemeriksaan makroskopik terhadap tanaman biji alpukat Lampiran 3, halaman 53-55 yaitu biji bulat berwarna kuning, kulit biji berwarna coklat. Irisan biji alpukat segar diperoleh bentuk setengah lingkaran dengan diameter ±3 cm dan tebal ±0,1 cm dengan organoleptik rasa kelat dan bau tidak spesifik. Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia secara makroskopik yaitu irisan biji berwarna coklat kekuningan, rapuh, rasa kelat, bau tidak spesifik. 4.3.2 Hasil pemeriksaan mikroskopik Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia dijumpai adanya epidermis, parenkim, xylem, dan amilum. Pengamatan serbuk simplisia menggunakan mikroskop dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 56. 4.3.3 Hasil karakteristik Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia biji alpukat dapat dilihat pada Tabel 4.2 Universitas Sumatera Utara 34 Tabel 4.2. Hasil karakterisasi serbuk simplisia dan ekstrak biji alpukat No Karakterisasi Simplisia Ekstrak 1 Penetapan kadar air 4,32 1,99 2 Penetapan kadar sari larut dalam air 25,15 2,93 3 Penetapan kadar sari larut dalam etanol 20,08 23,78 4 Penetapan kadar abu 7,45 5,62 5 Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam 0,84 0,75 Monografi simplisia biji alpukat belum tercantum dalam Materia Medika Indonesia MMI, sehingga tidak ada acuan dalam menentukan parameternya. Tabel 4.2 menunjukkan kadar air pada simplisia biji alpukat sebesar 4,32, kadar tersebut memenuhi persyaratan umum yaitu lebih kecil dari 10. Kadar air yang lebih besar dari 10 dapat menjadi media pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya Depkes RI, 1985. Penetapan kadar sari yang larut dalam air menyatakan jumlah zat yang tersari dalam pelarut air seperti glikosida, gula, gom, protein, enzim, zat warna dan asam-asam organik, sedangkan penetapan kadar sari yang larut dalam etanol menyatakan jumlah zat yang tersari dalam pelarut etanol seperti glikosida, antrakinon, steroid, flavonoid, klorofil, saponin, tanin dan yang larut dalam jumlah sedikit yaitu lemak Depkes RI, 1995. Penetapan kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam bertujuan untuk memberikan jaminan bahwa simplisia tidak mengandung logam berat tertentu melebihi nilai yang ditetapkan karena dapat berbahaya toksik bagi kesehatan. Penetapan kadar abu total menyatakan jumlah kandungan senyawa anorganik dalam simplisia misalnya Cd, Pb, Mg, Ca, Na, Zn dan K. Kadar abu tidak larut dalam asam untuk mengetahui kadar senyawa anorganik yang tidak larut dalam asam misalnya silikat. Abu total terbagi dua yaitu abu fisiologis dan abu non fisiologis. Abu fisiologis adalah abu yang berasal dari jaringan tumbuhan itu Universitas Sumatera Utara 35 sendiri sedangkan abu non fisiologis adalah sisa setelah pembakaran yang berasal dari bahan-bahan luar yang terdapat pada permukaan simplisia WHO, 1998. Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam menyatakan jumlah silika pada simplisia, diperoleh dengan cara melarutkan abu total dalam asam klorida WHO, 1998. Perhitungan pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia biji alpukat dan ekstrak etanol biji alpukat dapat dilihat pada Lampiran 5, halaman 57-66.

4.4 Hasil Pengujian Efek Antihiperurisemia