Hasil Identifikasi Tanaman Hasil Pengujian Efek Antihiperurisemia

32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tanaman

Hasil identifikasi tanaman dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi-LIPI, menyebutkan bahwa tanaman yang digunakan adalah buah alpukat Persea americana Mill.. Hasil identifikasi tanaman dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 52.

4.2 Hasil Skrining Fitokimia

Hasil skrining fitokimia pada simplisia dan ekstrak biji alpukat dapat dilihat pada Tabel 4.1 Tabel 4.1 Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak biji alpukat No. Golongan Senyawa Hasil Simplisia Ekstrak 1. Alkaloida - - 2. Flavonoida + + 3. Tanin + + 4. SteroidTriterpenoida + + 5. Saponin + + 6. Glikosida + + Keterangan: + = Positif - = Negatif Berdasarkan hasil skrining fitokimia yang telah diperoleh pada Tabel 4.1, maka golongan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada serbuk simplisia Universitas Sumatera Utara 33 biji alpukat dan ekstrak etanol biji alpukat adalah flavonoid, glikosida, tanin, saponin dan triterpenoid. Menurut Marlinda 2012 dalam penelitiannya ekstrak etanol biji alpukat mengandung senyawa metabolit sekunder yaitu alkaloid, tannin, flavonoid, triterpenoid dan saponin. Hasil skrining fitokimia yang dilakukan oleh Ernawati 2009, menunjukkan adanya golongan flavonoida, glikosida, steroidatriterpenoida, tanin dan saponin. 4.3 Hasil Karakterisasi

4.3.1 Hasil pemeriksaan makroskopik

Hasil pemeriksaan makroskopik terhadap tanaman biji alpukat Lampiran 3, halaman 53-55 yaitu biji bulat berwarna kuning, kulit biji berwarna coklat. Irisan biji alpukat segar diperoleh bentuk setengah lingkaran dengan diameter ±3 cm dan tebal ±0,1 cm dengan organoleptik rasa kelat dan bau tidak spesifik. Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia secara makroskopik yaitu irisan biji berwarna coklat kekuningan, rapuh, rasa kelat, bau tidak spesifik. 4.3.2 Hasil pemeriksaan mikroskopik Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia dijumpai adanya epidermis, parenkim, xylem, dan amilum. Pengamatan serbuk simplisia menggunakan mikroskop dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 56. 4.3.3 Hasil karakteristik Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia biji alpukat dapat dilihat pada Tabel 4.2 Universitas Sumatera Utara 34 Tabel 4.2. Hasil karakterisasi serbuk simplisia dan ekstrak biji alpukat No Karakterisasi Simplisia Ekstrak 1 Penetapan kadar air 4,32 1,99 2 Penetapan kadar sari larut dalam air 25,15 2,93 3 Penetapan kadar sari larut dalam etanol 20,08 23,78 4 Penetapan kadar abu 7,45 5,62 5 Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam 0,84 0,75 Monografi simplisia biji alpukat belum tercantum dalam Materia Medika Indonesia MMI, sehingga tidak ada acuan dalam menentukan parameternya. Tabel 4.2 menunjukkan kadar air pada simplisia biji alpukat sebesar 4,32, kadar tersebut memenuhi persyaratan umum yaitu lebih kecil dari 10. Kadar air yang lebih besar dari 10 dapat menjadi media pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya Depkes RI, 1985. Penetapan kadar sari yang larut dalam air menyatakan jumlah zat yang tersari dalam pelarut air seperti glikosida, gula, gom, protein, enzim, zat warna dan asam-asam organik, sedangkan penetapan kadar sari yang larut dalam etanol menyatakan jumlah zat yang tersari dalam pelarut etanol seperti glikosida, antrakinon, steroid, flavonoid, klorofil, saponin, tanin dan yang larut dalam jumlah sedikit yaitu lemak Depkes RI, 1995. Penetapan kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam bertujuan untuk memberikan jaminan bahwa simplisia tidak mengandung logam berat tertentu melebihi nilai yang ditetapkan karena dapat berbahaya toksik bagi kesehatan. Penetapan kadar abu total menyatakan jumlah kandungan senyawa anorganik dalam simplisia misalnya Cd, Pb, Mg, Ca, Na, Zn dan K. Kadar abu tidak larut dalam asam untuk mengetahui kadar senyawa anorganik yang tidak larut dalam asam misalnya silikat. Abu total terbagi dua yaitu abu fisiologis dan abu non fisiologis. Abu fisiologis adalah abu yang berasal dari jaringan tumbuhan itu Universitas Sumatera Utara 35 sendiri sedangkan abu non fisiologis adalah sisa setelah pembakaran yang berasal dari bahan-bahan luar yang terdapat pada permukaan simplisia WHO, 1998. Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam menyatakan jumlah silika pada simplisia, diperoleh dengan cara melarutkan abu total dalam asam klorida WHO, 1998. Perhitungan pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia biji alpukat dan ekstrak etanol biji alpukat dapat dilihat pada Lampiran 5, halaman 57-66.

4.4 Hasil Pengujian Efek Antihiperurisemia

Pengujian efek antihiperurisemia ekstrak etanol biji alpukat dilakukan dengan membuat hewan uji mengalami hiperurisemia dengan cara diinduksi menggunakan potassium oxonate dosis 300 mgkgBB serta menggunakan diet makanan tinggi asam urat selama 4 hari, dimana pengukuran kadar asam urat dilakukan dengan menggunakan alat pengukur kadar asam urat EasyTouch ® . Hasil yang diperoleh pada uji efek antihiperurisemia berupa parameter kadar asam urat dapat dilihat pada Lampiran 11, halaman 74. Lalu, untuk melihat kekuatan ekstrak etanol biji alpukat dan allopurinol dalam menurunkan kadar asam urat, dihitung persen penurunan kadar asam urat pada menit ke-30, 60, 90, dan 120 setelah perlakuan yang dapat dilihat pada Lampiran 12, halaman 75. Pada penelitian ini digunakan 5 kelompok perlakuan yaitu kelompok kontrol negatif menggunakan suspensi CMC-Na dosis 1 bb, kelompok kontrol positif menggunakan suspensi allopurinol dosis 10 mgkg bb, dan kelompok uji terdiri dari 3 dosis perlakuan ekstrak EEBA dosis 50 mgkg bb, 100 mgkg bb, dan 200 mgkg bb. Universitas Sumatera Utara 36 Gambar 4.1 Grafik rata-rata persen penurunan kadar asam urat terhadap waktu Berdasarkan hasil rata-rata persen penurunan kadar asam urat pada menit ke-30 setelah pemberian suspensi EEBA dan allopurinol, suspensi EEBA dosis 200 mgkg bb memberikan efek penurunan kadar asam urat yang paling tinggi dimana persen penurunannya adalah 12,04, diikuti dengan suspensi allopurinol dengan persen penurunan 10,12, EEBA dosis 50 mgkg bb dengan persen penurunan sebesar 7,93, dan EEBA dosis 100 mgkg bb dengan persen penurunan sebesar 7,88. Tabel 4.3 Hasil rata-rata persen penurunan kadar asam urat setelah perlakuan pada menit ke-30 No. Perlakuan Rata-Rata penurunan KAU ± SD P Signifikansi 1. CMC-Na 1 bb -4,41 ± 3,58 - 0,000 2. Suspensi allopurinol 10 mgkg bb 10,12 ± 3,63 0,001 - 3. Suspensi EEBA 50 mgkg bb 7,93 ± 5,27 0,000 0,903 4. Suspensi EEBA 100 mgkg bb 7,88 ± 3,28 0,000 0,896 5. Suspensi EEBA 200 mgkg bb 12,04 ± 3,76 0,001 0,937 Keterangan: = berbeda signifikan dibandingkan dengan kontrol negatif = berbeda signifikan dibandingkan kontrol positif = tidak berbeda signifikan dibandingkan kontrol positif -20 -10 10 20 30 40 50 Suspensi CMC Na 1 BB Suspensi Allopurinol 10 mgkg BB Suspensi EEBA 50 mgkg BB Suspensi EEBA 100 mgkg BB Suspensi EEBA 200 mgkg BB Waktu menit P en u ru n a n K a d a r A sa m Ur a t 30 60 90 120 Keterangan: Universitas Sumatera Utara 37 2 4 6 8 10 12 14 Suspensi Allopurinol 10 mgkg BB Suspensi EEBA 50 mgkg BB Suspensi EEBA 100 mgkg BB Suspensi EEBA 200 mgkg BB Gambar 4.2 Grafik rata-rata persen penurunan kadar asam urat pada menit ke-30 Hasil analisa statistik menunjukkan terdapat perbedaan signifikan antara persen penurunan kadar asam urat setelah perlakuan terhadap 5 kelompok perlakuan, dimana nilai F = 13,228; p = 0,000 p ≤ 0,005. Dilanjutkan uji Post- Hoc menggunakan Tukey, didapat hasil yaitu persen penurunan kadar asam urat kelompok kontrol negatif yang diberikan CMC-Na 1 bb -4,41 ± 3,58 memiliki perbedaan yang signifikan dengan 4 kelompok lain yaitu kelompok kontrol positif yang diberikan suspensi allopurinol dosis 10 mgkg bb 10,12 ± 3,63, kelompok EEBA dosis 50 mgkg bb 7,93 ± 5,27, kelompok EEBA dosis 100 mgkg bb 7,88 ± 3,28, dan kelompok EEBA dosis 200 mgkg bb 12,04 ± 3,76. Perbedaan yang bermakna ini diakibatkan karena pada perlakuan kontrol negatif hanya diberikan CMC-Na yang tidak memiliki aktivitas antihiperurisemia dalam menurunkan kadar asam urat pada hewan bila dibandingkan dengan kontrol positif yang merupakan allopurinol yang biasanya digunakan untuk mengurangi kadar asam urat. Menurut Hart 1990, CMC-Na karboksi metil selulosa merupakan turunan selulosa yang tidak dapat dicerna oleh pencernaan dikarenakan tidak adanya enzim untuk menghidrolisis ikatan β - glukosidase pada selulosa, sehingga CMC-Na dapat dipakai sebagai kontrol negatif karena tidak 10,12 7,93 7,88 12,04 P er se n p en u ru n a n K AU Universitas Sumatera Utara 38 akan memberikan perubahan efek terhadap obat atau ekstrak bahan uji apabila diberikan secara oral. Sedangkan persen penurunan kadar asam urat antara kelompok uji dengan kelompok pembanding, berdasarkan hasil analisis statistik tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol positif yang diberikan suspensi allopurinol dosis 10 mgkg bb 10,12 ± 3,63 dengan kelompok EEBA dosis 50 mgkg bb 7,93 ± 5,27 dimana p = 0,903 p ≤ 0,005, kelompok EEBA dosis 100 mg kg bb 7,88 ± 3,28 dimana p = 0,896 p ≤ 0,005, dan kelompok EEBA dosis 200 mgkg bb 12,04 ± 3,76 dimana p = 0,937 p ≤ 0,005. Tabel 4.4 Hasil rata-rata persen penurunan kadar asam urat setelah perlakuan pada menit ke-60 No. Perlakuan Rata-Rata penurunan KAU ± SD P Signifikansi 1. CMC-Na 1 bb -8,16 ± 5,46 - 0,000 2. Suspensi allopurinol 10 mgkg bb 24,91 ± 8,81 0,000 - 3. Suspensi EEBA 50 mgkg bb 16,50 ± 6,79 0,000 0,249 4. Suspensi EEBA 100 mgkg bb 20,18 ± 5,41 0,000 0,754 5. Suspensi EEBA 200 mgkg bb 22,49 ± 3,65 0,000 0,972 Keterangan: = berbeda signifikan dibandingkan dengan kontrol negatif = berbeda signifikan dibandingkan kontrol positif = tidak berbeda signifikan dibandingkan kontrol positif Berdasarkan hasil rata-rata persen penurunan kadar asam urat pada menit ke-60 setelah pemberian suspensi EEBA dan allopurinol, suspensi allopurinol memberikan efek penurunan kadar asam urat yang paling tinggi dimana persen penurunannya adalah 24,91, diikuti dengan suspensi EEBA dosis 200 mgkg bb dengan persen penurunan 22,49, EEBA dosis 100 mgkg bb dengan persen Universitas Sumatera Utara 39 5 10 15 20 25 30 Suspensi Allopurinol 10 mgkg BB Suspensi EEBA 50 mgkg BB Suspensi EEBA 100 mgkg BB Suspensi EEBA 200 mgkg BB penurunan sebesar 20,18, dan EEBA dosis 50 mgkg bb dengan persen penurunan sebesar 16,50. Gambar 4.3 Grafik rata-rata persen penurunan kadar asam urat pada menit ke-60 Hasil analisa statistik menunjukkan terdapat perbedaan signifikan antara persen penurunan kadar asam urat setelah perlakuan terhadap 5 kelompok perlakuan, dimana nilai F = 22,932; p = 0,000 p ≤ 0,005. Dilanjutkan uji Post- Hoc menggunakan Tukey, didapat hasil yaitu persen penurunan kadar asam urat kelompok kontrol negatif yang diberikan CMC-Na 1 bb -8,16 ± 5,46 memiliki perbedaan yang signifikan dengan 4 kelompok lain yaitu kelompok kontrol positif yang diberikan suspensi allopurinol dosis 10 mgkg bb 24,91 ± 8,81, kelompok EEBA dosis 50 mgkg bb 16,50 ± 6,79, kelompok EEBA dosis 100 mgkg bb 20,18 ± 5,41, dan kelompok EEBA dosis 200 mgkg bb 22,49 ± 3,65. Sedangkan persen penurunan kadar asam urat antara kelompok uji dengan kelompok pembanding, berdasarkan hasil analisis statistik tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol positif yang diberikan suspensi allopurinol dosis 10 mgkg bb 24,91 ± 8,81 dengan kelompok EEBA dosis 50 mgkg bb 16,50 ± 6,79 dimana p = 0,249 p ≤ 0,005, kelompok EEBA dosis 100 mgkg bb 20,18 ± 5,41 dimana p = 0,754 p ≤ 0,005, dan kelompok EEBA dosis 200 mgkg bb 22,49 ± 3,65 dimana p = 0,972 p ≤ 0,005. 24,91 16,50 20,18 22,49 P er se n p en u ru n a n K AU Universitas Sumatera Utara 40 Tabel 4.5 Hasil rata-rata persen penurunan kadar asam urat setelah perlakuan pada menit ke-90 No. Perlakuan Rata-Rata penurunan KAU ± SD P Signifikansi 1. CMC-Na 1 bb -9,73 ± 7,70 - 0,000 2. Suspensi allopurinol 10 mgkg bb 36,93 ± 6,44 0,000 - 3. Suspensi EEBA 50 mgkg bb 26,85 ± 4,04 0,000 0,131 4. Suspensi EEBA 100 mgkg bb 30,91 ± 7,30 0,000 0,580 5. Suspensi EEBA 200 mgkg bb 34,36 ± 5,78 0,000 0,967 Keterangan: = berbeda signifikan dibandingkan dengan kontrol negatif = berbeda signifikan dibandingkan kontrol positif = tidak berbeda signifikan dibandingkan kontrol positif Berdasarkan hasil rata-rata persen penurunan kadar asam urat pada menit ke-90 setelah pemberian suspensi EEBA dan allopurinol, suspensi allopurinol memberikan efek penurunan kadar asam urat yang paling tinggi dimana persen penurunannya adalah 36,93, diikuti dengan suspensi EEBA dosis 200 mgkg bb dengan persen penurunan 34,36, EEBA dosis 100 mgkg bb dengan persen penurunan sebesar 30,91, dan EEBA dosis 50 mgkg bb dengan persen penurunan sebesar 26,85. Universitas Sumatera Utara 41 5 10 15 20 25 30 35 40 Suspensi Allopurinol 10 mgkg BB Suspensi EEBA 50 mgkg BB Suspensi EEBA 100 mgkg BB Suspensi EEBA 200 mgkg BB Gambar 4.4 Grafik rata-rata persen penurunan kadar asam urat pada menit ke-90 Hasil analisa statistik menunjukkan terdapat perbedaan signifikan antara persen penurunan kadar asam urat setelah perlakuan terhadap 5 kelompok perlakuan, dimana nilai F = 45,013; p = 0,000 p ≤ 0,005. Dilanjutkan uji Post- Hoc menggunakan Tukey, didapat hasil yaitu persen penurunan kadar asam urat kelompok kontrol negatif yang diberikan CMC-Na 1 bb -9,73 ± 7,70 memiliki perbedaan yang signifikan dengan 4 kelompok lain yaitu kelompok kontrol positif yang diberikan suspensi allopurinol dosis 10 mgkg bb 36,93 ± 6,44, kelompok EEBA dosis 50 mgkg bb 26,85 ± 4,04, kelompok EEBA dosis 100 mgkg bb 30,91 ± 7,30, dan kelompok EEBA dosis 200 mgkg bb 34,36 ± 5,78. Sedangkan persen penurunan kadar asam urat antara kelompok uji dengan kelompok pembanding, berdasarkan hasil analisis statistik tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol positif yang diberikan suspensi allopurinol dosis 10 mgkg bb 36,93 ± 6,44 dengan kelompok EEBA dosis 50 mgkg bb 26,85 ± 4,04 dimana p = 0,131 p ≤ 0,005, kelompok EEBA dosis 100 mgkg bb 30,91 ± 7,30 dimana p = 0,580 p ≤ 0,005, dan kelompok EEBA dosis 20 0 mgkg bb 34,36 ± 5,78 dimana p = 0,967 p ≤ 0,005. 36,93 26,85 30,91 34,36 P er se n p en u ru n a n K A U Universitas Sumatera Utara 42 10 20 30 40 50 Suspensi Allopurinol 10 mgkg BB Suspensi EEBA 50 mgkg BB Suspensi EEBA 100 mgkg BB Suspensi EEBA 200 mgkg BB Tabel 4.6 Hasil rata-rata persen penurunan kadar asam urat setelah perlakuan pada menit ke-120 No. Perlakuan Rata-Rata penurunan KAU ± SD P Signifikansi 1. CMC-Na 1 bb -11,62 ± 6,64 - 0,000 2. Suspensi allopurinol 10 mgkg bb 47,05 ± 4,49 0,000 - 3. Suspensi EEBA 50 mgkg bb 35,29 ± 8,48 0,000 0,150 4. Suspensi EEBA 100 mgkg bb 43,61 ± 9,37 0,000 0,952 5. Suspensi EEBA 200 mgkg bb 46,06 ± 8,11 0,000 1,000 Keterangan: = berbeda signifikan dibandingkan dengan kontrol negatif = berbeda signifikan dibandingkan kontrol positif = tidak berbeda signifikan dibandingkan kontrol positif Berdasarkan hasil rata-rata persen penurunan kadar asam urat pada menit ke-120 setelah pemberian suspensi EEBA dan allopurinol, suspensi allopurinol memberikan efek penurunan kadar asam urat yang paling tinggi dimana persen penurunannya adalah 47,05, diikuti dengan suspensi EEBA dosis 200 mgkg bb dengan persen penurunan 46,06, EEBA dosis 100 mgkg bb dengan persen penurunan sebesar 43,61, dan EEBA dosis 50 mgkg bb dengan persen penurunan sebesar 35,29. Gambar 4.5 Grafik rata-rata persen penurunan kadar asam urat pada menit ke- 120 47,05 35,29 43,61 46,06 P er se n p en u ru n a n K A U Universitas Sumatera Utara 43 Hasil analisa statistik menunjukkan terdapat perbedaan signifikan antara persen penurunan kadar asam urat setelah perlakuan terhadap 5 kelompok perlakuan, dimana nilai F = 52,463; p = 0, 000 p ≤ 0,005. Dilanjutkan uji Post- Hoc menggunakan Tukey, didapat hasil yaitu persen penurunan kadar asam urat kelompok kontrol negatif yang diberikan CMC-Na 1 bb -11,62 ± 6,64 memiliki perbedaan yang signifikan dengan 4 kelompok lain yaitu kelompok kontrol positif yang diberikan suspensi allopurinol dosis 10 mgkg bb 47,05 ± 4,49, kelompok EEBA dosis 50 mgkg bb 35,29 ± 8,48, kelompok EEBA dosis 100 mgkg bb 43,61 ± 9,37, dan kelompok EEBA dosis 200 mgkg bb 46,06 ± 8,11. Sedangkan persen penurunan kadar asam urat antara kelompok uji dengan kelompok pembanding, berdasarkan hasil analisis statistik tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol positif yang diberikan suspensi allopurinol dosis 10 mgkg bb 47,05 ± 4,49 dengan kelompok EEBA dosis 50 mgkg bb 35,29 ± 8,48 dimana p = 0, 150 p ≤ 0,005, kelompok EEBA dosis 100 mgkg bb 43,61 ± 9,37 dimana p = 0,952 p ≤ 0,005, dan kelompok EEBA dosis 200 mgkg bb 46,06 ± 8,11 dimana p = 1,000 p ≤ 0,005. Berdasarkan uraian di atas, maka setiap 30 menit menunjukkan bahwa efek penurunan kadar asam urat suspensi EEBA dosis 200 mgkg bb menunjukkan efek yg hampir sama dengan suspensi allopurinol 10 mgkg bb karena rata-rata persen penurunan suspensi EEBA dosis 200 mgkg bb pada menit ke-120 sebesar 46,06 dan suspensi allopurinol 10 mgkg bb sebesar 47,05. Sedangkan untuk suspensi EEBA dosis 50 mgkg bb dengan rata-rata persen penurunan sebesar 35,29 dan 100 mgkg bb dengan rata-rata persen penurunan sebesar 43,61 juga menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan secara Universitas Sumatera Utara 44 statistik dengan suspensi allopurinol 10 mgkg bb. Selanjutnya, dilakukan uji statistik one way anava dengan membandingkan persen penurunan kadar asam urat diantara 3 dosis kelompok uji EEBA pada menit ke-120. Hasil uji statistik persen penurunan kadar asam urat antara 3 dosis EEBA pada menit ke-120 dapat dilihat pada Tabel 4.7 Tabel 4.7 Hasil uji one way anava persen penurunan kadar asam urat antar dosis EEBA menit ke-120 No. Perlakuan Rata-Rata penurunan KAU ± SD F Signifikansi 1. Suspensi EEBA 50 mgkg bb 35,29 ± 8,48 2,119 0,163 2. Suspensi EEBA 100 mgkg bb 43,61 ± 9,37 3. Suspensi EEBA 200 mgkg bb 46,06 ± 8,11 Keterangan: = tidak berbeda signifikan antar kelompok Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan diantara ketiga dosis EEBA 50 mgkg bb, 100 mgkg bb dan 200 mgkg bb dengan nilai F = 2,119; p = 0,163 p ≤ 0,005. Hal ini menunjukkan bahwa dengan pemberian suspensi EEBA dosis 50 mgkg bb didapatkan sebagai dosis efektif dalam menurunkan kadar asam urat pada hewan uji. Peningkatan dosis obat seharusnya akan meningkatkan respon yang sebanding dengan dosis yang ditingkatkan, namun dengan meningkatnya dosis, peningkatan respon pada akhirnya akan menurun karena sudah tercapai dosis yang sudah tidak dapat meningkatkan respon lagi Bourne dan Zastrow, 2001. Hal ini sering terjadi pada obat bahan alam, karena komponen senyawa yang dikandungnya tidaklah tunggal melainkan terdiri dari berbagai macam senyawa kimia, dimana komponen-komponen tersebut saling bekerja sama untuk Universitas Sumatera Utara 45 menimbulkan efek. Jumlah reseptor yang terbatas juga membatasi efek yang ditimbulkan, karena tidak semua obat dapat berikatan dengan reseptor walaupun dosis ditingkatkan, respon tidak bertambah. Mekanisme penurunan kadar asam urat pada penelitian ini didasarkan pada senyawa flavonoid yang terkandung dalam biji alpukat. Hal ini disebabkan karena flavonoid adalah senyawa pereduksi yang baik untuk menghambat reaksi oksidasi baik secara enzimatis maupun nonenzimatis Harborne, 1984. Flavonoid mampu menurunkan kadar asam urat dengan mekanisme hambatan pada aktivitas enzim xantin oksidase sehingga akan menurunkan produksi asam urat Sutrisna, et al., 2010. Kandungan flavonol monomer pada ekstrak etanol biji alpukat diperkirakan sebagai senyawa yang berperan dalam menurunkan kadar asam urat Kosinska, et al., 2012. Gout sering dikaitkan dengan peningkatan kadar asam urat yang menghasilkan deposisi kristal asam urat pada sendi dan ginjal, menyebabkan nefrolitiasis asam urat dan artritis gout. Allopurinol merupakan penghambat xantin oksidase yang paling sering digunakan dalam pengobatan gout. Allopurinol dapat menurunkan asam urat melalui mekanisme kerja urikostatik yaitu menghambat pembentukan asam urat, sehingga produksi asam urat yang dihasilkan berkurang. Namun, penggunaannya harus dibatasi karena dapat menimbulkan reaksi hipersensitivitas, sindrom Steven-Johnson, toksik pada ginjal, dan bahkan nekrosis hati Huang, et al., 2008. Universitas Sumatera Utara 46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah : a. berdasarkan hasil skrining fitokimia, maka golongan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada serbuk simplisia biji alpukat dan ekstrak etanol biji alpukat adalah flavonoid, glikosida, tanin, saponin dan triterpenoid. b. ekstrak etanol biji alpukat EEBA dapat menurunkan kadar asam urat pada mencit putih jantan yang diinduksi dengan potassium oxonate. c. hasil analisis statistik menunjukkan kelompok EEBA dosis 50 mgkg bb, 100 mgkg bb, dan 200 mgkg bb memiliki efek penurunan kadar asam urat yang tidak berbeda secara signifikan dengan suspensi allopurinol 10 mgkg bb dengan dosis efektif adalah dosis 50 mgkg bb.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk menguji efek penurunan kadar asam urat pada fraksi etil asetat. Universitas Sumatera Utara