Perkembangan Pengaturan Pendaftaran Tanah di Indonesia

28 BAB II PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SEBAGAI WUJUD KESADARAN HUKUM MASYARAKAT INDONESIA

A. Perkembangan Pengaturan Pendaftaran Tanah di Indonesia

Pada awal mula perkembanganya pendaftaran tanah di Indonesia mulai dikenal pada permulaan abad ke-17, yakni sejak datangnya V.O.C. yang telah meletakan dasar pertama untuk pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia, dimana pada saat itu pendaftaran tanah diperlukan guna mengatur persoalan- persoalan yang timbul, berkenaan dengan pemberian Hak atas Tanah oleh V.O.C. kepada orang-orang Belanda, dimana tugas ini oleh penguasa pada saat itu diserahkan kepada suatu dewan yang disebut ”Dewan Heemsraden”. Sedangkan untuk Pendaftaran Hak dan Peralihan Hak diserahkan kepada ”Dewan Scheepen. 17 Pada perkembangan selanjutnya pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan Staatblad 1834 Nomor 37 tentang Ordonantie Balik Nama, dimana setelah diundang-undangkanya Ordonantie Balik Nama ini maka tugas pemberian hak atas tanah diberikan kepada ahli ukur pemerintah, yang dimana ahli ukur pemerintah ini diangkat oleh gubernur jenderal. Sedangkan tugas pendaftaran peralihan hak menjadi tugas pengadilan negeri Raad Van Justitie yang dilakukan oleh satu atau dua orang dari komisi pengadilan negeri setempat dengan dibantu panitia yang semula dilakukan dihadapan 2 orang dari Dewan Scheepen, 17 Ali Ahmad Chomzah, Hukum Agraria Pertanahan Indonesia Jilid II, Prestasi Pustaka: Jakarta, 2004, hlm. 19-20 sedangkan Dewan Scheepen ini dibentuk oleh pemerintah kolonial untuk menjalankan pengadilan sipil dan tugas pemerintah sehari-hari. 18 Perkembangan selanjutnya tepatnya setelah perang dunia kedua usai pemerintah kolonial Belanda berhasil menduduki wilayah Republik Indonesia, dimana pada daerah-daerah pendudukanya, pemerintah Belanda telah mulai menertibkan pemerintahanya, dengan menerbitkan Gouvernements Besluit pada tanggal 18 maret 1947 Nomor 12 sebagai yang dimuat dalam Staatblaad 1947-53 yang menetapkan bahwa pembuatan akta, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 Ordonantie Balik Nama, dilakukan dihadapan kepala kantor pendaftaran tanah dengan dibantu oleh pegawai tata usaha pada kantor tersebut. Oleh karena itu, dengan keputusan Governements Besluit ini maka kepala kantor pendaftaran tanah dan pegawai tata usaha yang tertinggi tersebut, bertindak masing-masing sebagai balik nama dan pembantu balik nama. 19 Pada tahun 1960 tepatnya pada tanggal 24 September, oleh pemerintah Indonesia dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok- Pokok Agraria, dimana dengan dikeluarkan UUPA ini terjadi perubahan yang mendasar dan fundamental pada hukum pertanahan di Indonesia. 20 Serta dengan dikeluarkanya UUPA, ini maka seluruh tanah dikuasai langsung oleh negara sebagaimana yang terdapat didalam Pasal 2 UUPA, dimana yang dimaksud dikuasai negara ialah bahwa negara sebagai organisasi kekuasaan tertinggi memiliki wewenang: 21 18 Ibid., hal. 21 19 Ibid., hlm. 24 20 Budi Harsono, Loc.Cit., hlm. 1 21 Ali Ahmad Chomzah, Op.Cit., hlm.26 1. Mengatur serta menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan memelihara atas tanah-tanah di Indonesia; 2. Menentukan dan mengatur hak-hak yang dimilik atas tanah tersebut; 3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antar orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum atas tanah Berdasarkan Pasal 2 UUPA tersebut, maka khususnya pada Pasal 19 UUPA menginstruksikan kepada pemerintah agar semua wilayah Indonesia diadakan Pendaftaran Tanah yang bertujuan untuk menjamin Kepastian Hak atas Tanah. Oleh karena itu atas dasar perintah Pasal 19 UUPA, maka pemerintah mengeluarkan PP Nomor 10 Tahun 1961 tentang pelaksanaan Pendaftaran Tanah. Pada perkembanganya PP Nomor 10 Tahun 1961 ini tidak mampu memberikan hasil yang memuaskan terhadap pelaksanaan Pendaftaran Tanah di Indonesia, dimana selama lebih kurang 35 Tahun PP Nomor 10 Tahun 1961 ini berjalan dari sekitar 55 juta bidang tanah hak yang memenuhi syarat untuk di daftar, hanya baru lebih kurang 16,3 juta bidang yang sudah di daftar, dimana hal ini terjadi karena masih banyaknya hambatan-hambatan yang dijumpai seperti kurangnya alat-alat yang canggih dalam Pengukuran Tanah, kurangnya anggaran dalam pelaksanaan Pendaftaran Tanah, serta aturan hukum yang dijadikan dasar pelaksanaan Pendaftaran Tanah yang dirasakan belum bisa untuk melakukan Pendaftaran tanah secara cepat. 22 Atas dasar itulah maka selanjutnya PP Nomor 10 Tahun 1961 ini dirasa perlu disempurnakan, oleh karena itulah PP Nomor 10 Tahun 1961 ini diganti 22 Zaidar, Op.Cit., hlm.169 dengan PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dimana dengan lahirnya PP ini diharapkan dapat terjadinya percepatan terhadap pelaksanaan Pendaftaran Tanah di Indonesia. PP Nomor 24 Tahun 1997 ini berlaku hingga sekarang dan merupakan dasar hukum dalam Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah di Indonesia.

B. Pengertian Pendaftaran Tanah