Determinan Thalassemia Genetik Epidemiologi Thalassemia

Universitas Sumatera Utara 300 penderita Thalassemia.Manurung 1978 dari bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Sumatera Utara Medan telah melaporkan 13 kasus Ganie, 2005. Data yang diperoleh dari Perhimpunan Yayasan Talasemia Indonesia menunjukkan bahwa hingga Juni 2008, di RSCM telah merawat 1.433 pasien. Sejak 2006 sampai 2008 rata-rata pasien baru Thalassemia meningkat sekitar 8.Data sampai bulan Juli 2011 tercatat 1.500 pasien di Unit Thalassemia RSCM. Data dari klinik Thalassemia menyatakan, di RS Hasan Sadikin Bandung, pada 2013 tercatat 600-700 penderita thalassemia yang menjalani transfusi darah, dan sekira 450 dari pasien tersebut adalah anak RSHS Bandung, 2014. Jumlah penderita Thalassemia di Yayasan Talasemia Indonesia cabang Banyumas terus meningkat, pada tahun 2008 terdapat 44 penderita, pada tahun 2009 meningkat 32,3 menjadi 65 penderita. Pada tahun 2010, penderita Thalassemia meningkat lagi 53,85 menjadi 100 penderita dan tahun 2011 meningkat menjadi 63 Rejeki, dkk, 2012.

2.6.4 Determinan Thalassemia Genetik

Thalassemia merupakan penyakit yang diturunkan dari orang tua kepada anak-anak melalui gen. Thalassaemia adalah gangguan gen tunggal yang menurun dari orang tua kepada anaknya secara autosomal resesif. Penyakit autosomal dapat menyerang laki-laki maupun perempuan. Resesif berarti bahwa anak dapat memperoleh kelainan gen dari ayah maupun ibunya, yang apabila diturunkan dari keduanya dapat berakibat berat, yakni menderita Thalassemia mayor Eleftheriou, 2007. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen alfa globin dan gen beta globin yang terletak pada kromosom 16 dan kromosom 11. Pada manusia, kromosom selalu ditemukan berpasangan. Kelainan sebelah gen globin disebut carrier Thalassemia. Seorang carrier Thalassemia tampak sehat, sebab masih ada sebelah gen globin yang normal dan dapat berfungsi dengan baik. Seorang carrier Thalassemia biasanya tidak memerlukan pengobatan. Kelainan gen globin yang terjadi pada kedua kromosom disebut Thalassemia mayor homozigot. Kedua belah gen yang mengalami kelainan berasal dari kedua orang tua yang masing-masing carrier Thalassemia. Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya masing-masing carrier Thalasemia, maka pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama, anak mendapatkan gen globin yang berubah gen Thalassemia dari ayah dan ibunya, sehingga anak akan menderita Thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen Thalassemia dari ibu atau ayahnya, maka anak akan menjadi carrier Thalassemia. Kemungkinan lainnya adalah anak mendapatkan gen globin normal dari kedua orang tuanya, sehingga anak tersebut tidak menderita Thalassemia ataupun membawa sifat Thalassemia Eijkman, 2005. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 2.7 Pencegahan Thalassemia 2.7.1 Pencegahan Primer a. Edukasi Edukasi masyarakat tentang Thalassemia memegang peranan yang sangat penting dalam program pencegahan. Masyarakat harus diberi pengetahuan tentang penyakit yang bersifat genetik dan diturunkan, terutama tentang Thalassemia yang frekuensi carriernya cukup tinggi di masyarakat. Pendidikan genetika harus diajarkan di sekolah, demikian pula pengetahuan tentang gejala awal Thalassemia. Media massa harus dapat berperan lebih aktif dalam menyebarluaskan informasi tentang Thalassemia, meliputi gejala awal, cara penyakit diturunkan, dan cara pencegahannya HTA Indonesia, 2010. b. Skrining carrier Skrining Thalassemia ditujukan untuk menjaring individu carrier Thalassemia pada suatu populasi, idealnya dilakukan sebelum memiliki anak. Skrining ini bertujuan untuk mengidentifikasi individu dan pasangan carrier, dan menginformasikan kemungkinan mendapat anak dengan Thalassemia dan pilihan yang dapat dilakukan untuk menghindarinya. Skrining dapat dilakukan di sekolah, klinik dokter keluarga, klinik keluarga berencana, klinik antenatal, saat pranikah, atau pada saat bayi baru lahir. Pendekatan genetik klasik dalam mendeteksi carrier berdasarkan penelusuran silsilah keluarga dianggap kurang efektif Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara dibanding dengan skrining populasi. Bila ada individu yang teridentifikasi sebagai carrier, maka skrining pada anggota keluarga yang lain dapat dilakukan HTA Indonesia, 2010. c. Konseling Genetik Pra-Nikah Konseling genetik pra-nikah ditujukan untuk pasangan pra-nikah terutama pada populasi yang berisiko tinggi agar memeriksakan diri apakah mereka mengemban sifat genetik tersebut atau tidak. Konseling ini juga ditujukan kepada mereka yang memiliki kerabat penderita Thalassemia. Tujuan utama dari konseling pra-nikah adalah untuk mencegah terjadinya perkawinan antar carrier. Hal ini mengingat bahwa mereka berpeluang 25 untuk mendapatkan anak dengan Thalassemia mayor. Jika pasangan antar carrier tetap memutuskan untuk menikah, mereka dianjurkan untuk tidak mempunyai anak atau melakukan pre-natal diagnosis pada awal kehamilan Ganie, 2004. d. Pre-Natal Diagnosis Tujuan dari pre-natal diagnosis adalah untuk mengetahui sedini mungkin apakah janin yang dikandung menderita Thalassemia atau tidak. Diagnosis pre-natal pada Thalassemia dapat dilakukan pada usia 8-10 minggu kehamilan dengan sampel villi chorialis sehingga masih memungkinkan untuk melakukan terminasi jika dibutuhkan Ganie, 2004. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 2.7.2 Pencegahan Sekunder a. Transfusi Darah NHLBI, 2012 Transfusi darah adalah perawatan utama bagi orang-orang yang menderita Thalassemia. Perawatan ini bertujuan untuk memberikan sel-sel darah merah yang sehat bagi penderita. Penderita beta Thalassemia mayor anemia Cooley membutuhkan transfusi darah secara teratur setiap 2 minggu sekali ataupun 1 bulan sekali. Transfusi ini membantu para penderita Thalassemia untuk mempertahankan hemoglobin normal dan kadar sel darah merah. Transfusi darah membuat para penderita Thalassemia merasa lebih sehat, sehingga dapat menikmati kegiatan normal, dan hidup sampai dewasa. Transfusi darah yang teratur perlu dilakukan untuk mempertahankan hemoglobin penderita di atas 10 gdL. b. Medikamentosa Permono, dkk, 2006 b.1 Transfusi darah secara teratur dapat menyebabkan penumpukan zat besi dalam darah. Kondisi ini disebut kelebihan zat besi. Kondisi tersebut dapat merusak hati, jantung, dan bagian lain dari tubuh. Untuk mencegah kerusakan ini, maka dilakukan suatu bentuk terapi khelasi zat besi untuk membuang kelebihan zat besi dari tubuh. Pemberian terapi khelasi zat besi deferoxamine diberikan setelah kadar ferritin serum sudah mencapai 1000 mgl atau sekitar 10-20 kali transfusi darah. b.2 Vitamin C 100-250 mghari selama pemberian khelasi besi, untuk mengikatkan efek khelasi besi. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara b.3 SuplemenAsam Folat Asam folat adalah vitamin B yang membantu membangun sel-sel darah merah yang sehat. Pemberian asam folat 2-5 mghari dapat memenuhi kebutuhan tubuh. b.4 Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah merah. c. Splenektomi Ketika limpa menjadi terlalu aktif dan mulai menghancurkan sel-sel darah merah, transfusi menjadi semakin dan terus semakin kurang efektif. Kemudian menjadi perlu suatu pembedahan untuk mengangkat limpa tersebut. Operasi ini disebut splenektomi Vullo, dkk, 1995. Splenektomi dapat menurunkan kebutuhan sel darah merah sampai 30 pada pasien yang indeks transfusinya dihitung dari penambahan PRC yang diberikan selama setahun dibagi berat badan dalam kg pada pertengahan tahun melebihi 200 mlkgtahun. Karena adanya risiko infeksi, splenektomi sebaiknya ditunda hingga penderita mencapai usia 5 tahun. Sedikitnya 2-3 minggu sebelum dilakukan splenektomi, penderita Thalassemia sebaiknya di vaksinasi dengan vaksin pneumococcal dan Haemophlus influenzae type B dan sehari setelah operasi diberi penisilin profilaksis. Bila terjadi reaksi alergi, penisilin dapat diganti dengan eritromisin Permono, dkk, 2010. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Splenektomi dilakukan dengan indikasi : 1. Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan tekanan intra abdominal dan bahaya terjadinya ruptur. 2. Hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan suspensi eritrosit PRC melebihi 250 mlkg berat badan dalam satu tahun Permono, B, dkk, 2006.

2.7.3 Pencegahan Tersier