Universitas Sumatera Utara
alfa, maka disebut sebagai pembawa yang tersembunyi Silent Carrier, jika hanya terdapat 2 gen globin alfa disebut Trait Thalassemia Alfa Thalassemia
Minor, jika hanya terdapat 1 gen globin alfa dinyatakan mempunyai penyakit hemoglobin H, dan jika tidak memiliki sama sekali gen globin alfa maka dapat
berakibat fatal pada bayi, yang dapat menyebabkan kematian. Thalassemia beta terjadi akibat penurunan atau tidak adanya rantai globin
β, hal ini disebabkan karena adanya mutasi. Penurunan rantai beta menyebabkan rantai alfa tidak stabil sehingga berakibat pada kerusakan membrane eritrosit.
Eritrosit mudah rusak sebelum waktunya sehingga dapat menyebabkan anemia berat. Di sisi lain pemecahan hemoglobin akan menghasilkan zat besi yang
kemudian akan terjadi penimbunan pada hati, kulit, dan limpa dan pada jangka waktu yang lama menimbulkan komplikasi yaitu kegagalan fungsi organ seperti
hati, endokrin, dan jantung Tartowo, dkk, 2008.
2.4 Gambaran Klinis Thalassemia
Kurangnya oksigen dalam aliran darah menyebabkan tanda-tanda dan gejala Thalassemia. Kekurangan oksigen terjadi karena tubuh tidak membuat
seldarah merah dan hemoglobin yang sehat dalam jumlah yang cukup. Tingkat keparahan gejala tergantung pada tingkat keparahan kelainan yang terjadi.
Rantai α terdapat pada Hb F fetal haemoglobin dan Hb A adult haemoglobin, maka penyakit ini dapat terjadi pada masa janin dan usia dewasa
HTA Indonesia, 2010. Thalassemia alfa silent carrier umumnya tidak memiliki tanda-tanda atau gejala gangguan. Hal ini dikarenakan kekurangan protein alfa
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
globin hanya dalam jumlah yang sangat kecil, sehingga hemoglobin dalam darah
masih dapat bekerja secara normal.
Penderita Thalassemia alfa trait dan Thalassemia beta trait dapat mengalami anemia ringan. Namun, sebagian besar dari penderita Thalassemia
jenis ini tidak memiliki tanda-tanda atau gejala. Anemia ringan dapat membuat penderitanya mudah merasa lelah.
Hampir semua anak dengan Thalassemia β homozigot dan heterozigot memperlihatkan gejala klinis sejak lahir, seperti gagal tumbuh, kesulitan makan,
infeksi berulang, dan badan yang lemah. Bayi nampak lebih pucat dan didapatkan splenomegaly Permono, dkk, 2010.
Seseorang yang menderita Thalassemia beta intermedia mengalami anemia ringan sampai sedang. Penderita Thalassemia jenis ini juga mungkin memiliki
masalah kesehatan lainnya, seperti: a. Pertumbuhan dan perkembangan yang terhambat. Anemia dapat
memperlambat pertumbuhan dan perkembangan anak. b. Permasalahan pada tulang. Thalassemia dapat menyebabkan permasalahan
pada perkembangan sumsum tulang. Sumsum tulang adalah zat spons dalam tulang yang berfungsi untuk membuat sel-sel darah. Ketika sumsum
tulang mengembang, ukuran tulang menjadi lebih luas dari biasanya. Hal tersebut memungkinkan tulang menjadi rapuh dan mudah patah.
c. Pembesaran limpa. Limpa adalah organ yang membantu tubuh melawan infeksi dan menghilangkan materi yang tidak diinginkan. Ketika seseorang
menderita Thalassemia, limpa harus bekerja sangat keras. Akibatnya,
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
ukuran limpa menjadi lebih besar dari biasanya. Hal ini menyebabkan anemia berat. Jika ukuran limpa menjadi terlalu besar, maka harus
dilakukan tindakan operasi pengangkatan limpa tersebut. Penderita hemoglobin H disease dan Thalassemia beta mayor
Cooley ‟s Anemia dapat mengalami anemia dengan tingkat yang berat.
Tanda dan gejala biasanya terjadi dalam 2 tahun pertama kehidupan. Penderita akan mengalami anemia berat dan masalah kesehatan lainnya,
seperti: a. Wajah pucat
b. Lemas c. nafsu makan menurun
d. Urin berwarna lebih pekat tanda bahwa sel-sel darah merah yang rusak e. Pertumbuhan dan perkembangan yang terhambat
f. Warna kekuningan pada kulit atau putih mata g. Pembesaran limpa, hati, atau jantung
h. Masalah tulang terutama dengan tulang di wajah NHLBI, 2012. Keadaan tersebut dapat dilihat melalui gambar di bawah ini:
Gambar 2.3 Bentuk Wajah Penderita Thalassemia thalassemiainfo.blogspot.com
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara 2.5
Komplikasi Thalassemia
Pengobatan yang semakin maju sekarang ini memungkinkan para penderita Thalassemia untuk hidup lebih lama lagi. Namun, pengobatan dan
perawatan tersebut juga mengakibatkan efek samping yang membuat para penderita Thalassemia mengalami komplikasi. Komplikasi yang dialami penderita
Thalassemia tersebut yakni : a. Jantung dan Liver
Transfusi darah secara teratur merupakan perawatan standar untuk penderita Thalassemia. Namun, transfusi darah tersebut dapat
menyebabkan peningkatan jumlah zat besi dalam darah.. Hal ini dapat merusak
organ dan
jaringan, terutama
jantung dan
hati. Penyakit jantung yang disebabkan oleh kelebihan zat besi adalah
penyebab utama kematian pada seseorang yang menderita Thalassemia. Penyakit jantung tersebut diantaranya gagal jantung, aritmia detak
jantung tidak teratur, dan serangan jantung NHLBI, 2012. b. Infeksi
Di antara para penderitaThalassemia, infeksi merupakan penyebab utama penyakit dan penyebab paling umum kedua kematian dari para
penderita Thalassemia. Para penderita Thalassemia yang telah menjalani operasi pengangkatan limpa memiliki risiko lebih tinggi,
karena mereka tidak lagi memiliki organ untuk melawan infeksi ini NHLBI, 2012.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Infeksi dapat terjadi karena berbagai alasan. Pada usia bayi, tanpa transfusi adekuat, anak dengan anemia rentan terhadap infeksi bakteri.
Infeksi pneumokokus, Haemophilus, dan meningokokus mungkin terjadi jika sudah dilakukan splenektomi dan penisilin profilaktik tidak
diberikan.Transfusi virus melalui transfusi darah dapat terjadi. Penyakit hati pada Thalassemia tersering disebabkan oleh hepatitis C,
tetapi hepatitis B juga sering ditemukan. Virus imunodefisiensi manusia HIV telah ditularkan kepada beberapa pasien melalui
transfusi darah Hoffbrand Moss, 2013. c. Osteoporosis
Banyak dari para penderita Thalassemia yang memiliki masalah pada tulang, termasuk osteoporosis. Osteoporosis merupakan suatu
kondisi dimana tulang lemah, rapuh dan mudah patah NHLBI, 2012.
2.6 Epidemiologi Thalassemia