dan selama berhak dan sesuai serta tidak bercangah bertentangan dengan Undang-undang negara.
4. Melakukan usaha dan tindakan dalam batas-batas Perlembagaan dan Undang- undang Negara untuk mencapai semua tujuan PAS ke dalam dan ke luar.
B. Pandangan Golongan Elit Politik Islam di Malaysia
Seputar pengenalan golongan elit politik Islam Malaysia di atas, seterusnya penelitian pandangan mereka terhadap golongan putih adalah
melibatkan tokoh-tokoh berikut: 1. Katogarisasi pertama, yaitu kelompok tradisional, adalah Ustadz Ashaari
Muhamad. 2. Katogarisasi kedua, yaitu kelompok modernis, adalah Mahathir Mohamad.
3. Katogarisasi ketiga, yaitu kelompok reformis, adalah adalah Abdul Hadi Auang dan Anwar Ibrahim.
Pandangan katogarisasi pertama, oleh Ustadz Ashaari Muhamad: a. golongan putih hukumnya harus bahkan membawa kepada wajib di dalam
arena politik di Malaysia, kerana tinjauan mereka adalah golongan putih mempunyai hubung kait pemilihan umum dan sistem pemerintahan, di mana
dua sistem tersebut yaitu pemilihan umum dan sistem pemerintahan ini mempunyai unsur kolonial barat, terutamanya kolonial Inggris saat itu.
Dalam kontek kedua, pemilihan umum itu satu kaedah dimpor dari barat dan diciptakan orang kafir, kegiatan kampennya pemilihan umum bukan saja tidak
memperdulikan adab berbicara, tetapi juga tidak mempersoalkan apakah hadirin menutup aurat atau tidak. Semua itu dibiarkan semata-mata untuk
mendapatkan dukungan. Lagi pula, kita menundukkan orang banyak kepada Islam secara paksa, bukanya atas kesadaran dan dorongan Imam.
16
b. kenapa golongan putih menjadi wajib di dalam pemilihan umum di Malaysia? Menurut pandangnya lagi, dan sejalan apa yang kemukakan oleh Abu Nashr
Muhamad Al-Imam adalah sistem pemilihan umum itu terdapat unsur-unsur maksiat, dan di sini dikemukan 34 unsur, tersebut adalah:
1. Menyekutukan Allah. 2. Menuhankan meyoritas.
3. Menuduh hukum Syariat tidak sempurna. 4. Menhilangkan wala’kesetian kepada Allah.
5. Tunduk kepada undang-undang sekuler. 6. Mengelabui kaum muslimin.
7. Memberi warna syariat demokrasi. 8. Membantu kaum Yahudi dan Nasrani.
9. Menyalahi cara Rasulullah saw dalam menhadapi musuh. 10. Pemilihan umum adalah media diharamkan.
11. Mencabik-cabik persatuan kaum muslimin. 12. Menhancurakan ukhuwah Islamiyyah persaudaraan sesama muslim
16
Ustadz Ashaari Muhaamad, Inilah Pandanganku, Kuala Lumpur: Dewan Pustaka Fajar, 1986 cet. I, h. 192
13. Mengandung fanatisme yang sangat dimurkai. 14. Memberi pengakuan sesuai kepentingan.
15. Ambisi orang yang dicalonkan adalah memuaskan para pemilihnya. 16. Penuh dengan penipuan dan manipulasi.
17. Hanya membela partai semata. 18. Membuang-buang waktu saat kampenya.
19. Membelanjakan harta tidak sesuai dengan syariat Islam. 20. Calon pimpinan merayu pemilihannya dengan harta.
21. Mementingkan kuantitas bukan kualitas. 22. Mementingkan cara bagaimana bisa mencapai kekuasaan tanpa
mempertimbangankan kerusakkan akidah. 23. Calon pimpinan diterima tanpa memandang kerusakkan akidah.
24. Calon pimpinan diterima tanpa memandang syarat-syarat syar’iyyah. 25. Mengunakan dalil-dalil agama bukan pada tempatnya.
26. Tidak memperhatikan syarat-syarat persaksian sesuai tuntutan syariat. 27. Menekankan persamaan yang tidak berdasar pada syariat.
28. Mengikutsertakan dan mencalonkan perempuan dalam pemilihan umum. 29. Mengajak manusia untuk hadir ke majlis-majlis penuh dusta.
30. Kerjasama dalam dosa dan persamaan. 31. Pemilihan umum menguras kerja tanpa hasil.
32. Hanya mengumbar janji-janji palsu.
33. Para pendukung pemilihan umum menamakan sesuatu bukan dengan nama yang sebenar.
34. Mengandung koalisi inklusif yang masih samar.
17
Kesimpulan di atas, katogarisasi pertama berpendapat, golongan putih adalah suatu alat di dalam arena politik, untuk menjauhkan dari dosa-dosa yang
penyimpangan di dalam syariat Islam, khususnya hubungkait tata negara dan admininstrasi pemerintahan di Malaysia.
Pandangan katogarisasi kedua, oleh Mahathir Mohamad: Pandangan dan kritikan katogarisasi ini terhadap golongan putih tidak
terkait di dalam kontek Islam, yaitu tidak membicarakan halal atau haram dan sebagainya, tetapi lebih menfokuskan kepada garis panduan Undang-undang,
kerana dasar pemikiran Mahathir Mohamad adalah modernis yang terpengaruh unsur pemikiran kolonial barat saat itu. Dalam masa yang sama, Akta atau
Undang-undang yang lebih khusus membicarakan terhadap golongan putih tidak termuat dalam Perlembagaan Malaysia, cuma hubungan kait terhadap Pemilihan
Umum sahaja.
18
Sebagai aktivis politik, Mahathir Mohamad membahagikan golongan putih ini dengan tiga pengertian, seiring dengan pandangan barat yaitu Morris
Rosenberg adalah:
17
Abu Nashr , Membongkar Dosa-Dosa Pemilu, Yogyagarta: Prisma Media,2004 , cet. I, h. 29-176
18
Perlembagaan Persekutuan, Bab 2, Perkara 113. Perjalanan Pilihanraya.
1. Apatis, sikap lebih sekadar menifestasi keperibadian otoriter, pada dasarnya,
ia hanya menunjukkan suatu hambatan untuk tertarik pada urusan-urusan politik. Hal ini dapat terjadi akibat ketertutupan terhadap rangsangan politik
individu merasakan bahawa topik mengenai politik kurang menarik. Lebih jauh, ia merasakan pula bahawa kegiatan politik kurang atau tidak bermanfaat
atau kepuasan langsung. 2.
Anomi, hal ini menunjukkan pada sikap tidak mampu, terutama pada keputusan yang dapat diantisipasi. Individu mengakui kegiatan politik sebagai
suatu yang berguna. Ia merasa bahawa ia benar-benar tidak dapat mempengaruhi peristiwa-peristiwa dan kekuatan-kekuatan politik dan setiap
kasus di luar kontrolnya. Perasaan ketidak berdayaan, jika hal ini menjadi ekstrem dan meluas hingga mencakup sesuatu perasaan ketidak mampuan
mengendalikan hidup secara umum maka hal ini dikenal sebagi anomi. 3.
Alienasi, merupakan persaan tidak percayaan pada pemerintah yang berasal dari keyakinan bahawa pemerintah tidak atau kurang memberi dampak bagi
kehidupan peribadi. Dalam pandangan Lane dinyatakan bahawa pemerintahan dijalankan oleh orang lain dan untuk orang lain berkenaan dengan seperangkat
aturan yang asing. Dengan demikian, individu yang teralienasi tidak hanya menarik diri dari kegiatan politik tetapi juga dapat mengambil bentuk
tindakan politik alternatif sebagai usaha untuk menggulingkan pemerintahan
yang ada dengan cara-cara kekerasan, untuk menggantikannya dengan cara- cara tanpa kekerasan, atau melakukan hijrah.
19
Kesimpulan apa yang di jelaskan oleh Mahathir Mohamad adalah lebih menfokuskan kedududukan praktek atau prilaku golongan putih yaitu hal-
hal yang terkait sosiologi samada melencing atau tidak, seterusnya hubung kait tentang perkembangan psikologi dan ideologi sikap golongan putih terhadap
kedudukan politik, terutamanya kedudukan politik di Malaysia.
Pandangan katogarisasi ketiga, oleh Abdul Hadi Auang dan Anwar Ibrahim: Kedua-dua tokoh ini tidak mempunyai perbedaan bagi memberi pandangan
terhadap golongan putih yang berlaku di dalam politik di Malaysia. Dasar perbahasan golongan putih terhadap kedua-dua tokoh ini adalah terkait dengan
partai politik dan sistem demokrasi. Sebagai contoh Abdul Hadi Auang berpandangan, bahawa kerajaan Islam mesti ditegakkan di Malaysia dengan cara
atau konsep perdamaian dan pertenganhan yaitu muwajjahah silmiyyah, makanya sistem yang berlaku di Malaysia sekarang ini wajib diikuti dengan seiring konsep
syariah Islam, terutamanya pemilihan umum dan sistem demokrasi.
20
Jadi apakah pandangan mereka terhadap golongan putih? Kedua-dua tokoh tesebut menjelaskan, bahawa golongan putih tidak boleh berlaku di dalam
19
Michael Rush and Phillip Althoff, Pengantar Sosialogi politik, Jakarta: PT Raja Grafindo Perseda, 2003, cet. III, h. 144
20
Abdul Hadi Auang, Islam dan Demokrasi, Selangor: PTS Islamika,2007, cet. I, h. 157
kontek politik Islam, terutamanya negara masih lagi berfahaman dengan ideologi barat atau mengamalkan sistem pemerintahan dan undang-undang barat.
21
Golongan putih hukumnya tidak bisa sama sekali jika sekiranya adalah: 1. Negara masih lagi mengamalkan sistem atau undang-undang penjajah.
2. Dasar perjuangan partai politik adalah menegakkan syariat Islam. 3. Partai-partai Islam masih lagi lemah apabila berdepannya partai semangat
nasional dan sebagainya. 4. Pemilihan umum adalah wajib bagi kontek sekarang di Malaysia, dan jika
berlaku sebahagian kelompok yang tidak memberi sumbangan terhadap perjuangan Islam, merupakan satu penyimpangan atau kesalahan di sisi
syariat Islam. 5. Jika tedapat sesebuah partai Islam itu para kepimpinanya berlaku sedikit
penyimpangan, makanya tidak lagi bisa terjadi golongan putih. Sebab-sebab terjadinya golongan putih di dalam politik Malaysia adalah:
1. Kerana sebahagian masyarakat masih lagi jahil atau jumud terhadap konsep politik di Malaysia, terutamnya pemilihan umum dan sistem demokrasi.
2. Terdapat masyarakat yang tidak mengambil berat terhadap maslahah- maslahah atau kepentingan dalam berpolitikan.
21
Abdul Hadi, Auang Fahaman atau Ideologi Umat Islam Selangor:PTS Publications Distributors Sdn Bhd jln Industri Batu Caves, 2008, cet. II, h. 211
3. Masyarakat yang menolak terus terhadap konsep politik yang terdapat unsur- unsur barat dan mereka masih lagi berfahaman dengan semangat tradisional,
seperti tarikat, aliran tasawuf dan sebagainya. 4. Masyarakat yang tidak mempunyai inspirasi terhadap tokoh-tokoh politik
dengan sebab tertentu bagi memberi kebijakan bersama terhadap negara. 5. Masyarakat yang kurang berpendidikan dari sudut akademik kerana faktor
keuangan dan sebagainya.
22
Dengan lebih jelas lagi, adakah Abdul Hadi Auang dan Anwar Ibrahim menhukumkan haram terhadap golongan putih atau sebaliknya? Dijawab
persoalan tersebut dari pandangan yang dikemukakan oleh mereka dan sama pendapatnya apa yang ditulis oleh Miswan Thahadi di dalam bukunya adalah,
golongan putih itu terdapat tiga katogarisasi: Pertama, golongan putih administratif, yaitu orang yang tidak memilih
kerana persoalan administrasi. Mereka adalah orang-orang yang secara hukum sesungguhnya berhak memilih, tetapi namanya tidak tercantum dalam daftar
pemilih atau terjadi kesalahan administrasi sehingga mereka kehilangan hak pilihnya.
Kedua, golongan putih teknis, yaitu orang yang tidak memilih kerana masalah teknis, seperti sakit sehingga tidak bisa datang ke tempat pemungutan
22
Abdul Hadi Auang, Islam dan Demokrasi, Selangor: PTS Islamika,2007, cet. I, h. 157
suara TPS, atau saat jam-jam pemilihan umum turun hujan lebat, atau TPS-nya jauh dari rumah dan mengalami kendala transportasi, dan sebaginya.
Ketiga, golongan putih ideologis, yaitu orang secara hukum mahupun teknis sebenarnya tidak ada kendala, tetapi mereka sengaja tidak mengunakan hak
pilihnya kerana pertimbangan tertentu. Misalnya tidak percaya kepada calon- calon legislatif maupun eksekutif yang ada, atau tidak percaya lagi kepada
sistem atau makenisme pemilihan yang ditetapkan oleh pemerintah atau penyelengaraan pemilu, dan sebaginya.
23
Terhadap golongan putih jenis pertama maupun kedua tidak membawa permasalahan terhadap hukum Islam, bahkan menurutnya keduanya, golongan ini
tidak bisa disebut sebagai golongan putih. Adapun jenis ketiga, inilah yang bisa disebut golongan putih, dan di sini perlu ditinjau secara mendalam kerana
golongan ini memutuskan untuk tidak memilih, munkin punya alasan-alasan yang sudah dipetimbangkan, tetapi pada alasan-alasan itulah hukum syarak suatu amal
bisa ditetapkan. Berdasarkan al-Hadis menyebut dengan mafhumnya ‘bahawa setiap amalan itu dengan niat’. Selain faktor niat, faktor lain yang mempengaruhi
nilai dan hukum amal seseorang adalah cara operasional kaifiyah amalnya, apakah sesuai dengan syariat atau tidak. Jika niatnya benar tetapi diamalkan
dengan cara melanggar syariat, maka amal itu tertolak dan dengan sendirinya hukunya haram.
23
Miswan Thahani, 8 PertanyaanJawapan Seputar Fatwa Haram Golput, Jakarta: Al- Itishom Anggota Ikapi, 2009, cet. I, h. 48
C. Undang-Undang Terkait Pemilihan Umum