Poligami dalam Pandangan Ulama Mazhab

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG KORBAN PRAKTIK POLIGAMI

A. Poligami dalam Pandangan Ulama Mazhab

Salah satu persoalan fiqh munakahah yang sampai saat ini masih ramai menjadi bahan diskusi di kalangan umat Islam adalah poligami. Poligami adalah sistem yang telah lahir sebelum Islam. Islam muncul di tengah-tengah sistem yang mempraktikkan poligami. Poligami menjadi sebuah sistem yang melekat di Arab, yang dilaksanakan semata-mata untuk kebutuhan biologis dan beberapa aspek masyarakat. Islam sendiri tidak memisahkan antara kehidupan bangsa Arab pada masa jahiliyah dengan bangsa Arab pada masa Islam, tetapi Islam membersihkan pola kehidupan tersebut dengan mempertahankan kebaikan yang terkandung di dalamnya, membuang segala hal yang seharusnya dibuang, dan meluruskannya dengan tujuan yang sesuai. Islam tidak melarang umatnya untuk berpoligami dan tidak pula mengajaknya secara mutlak tanpa batasan. Tetapi Islam membatasinya dengan ikatan keimanan yang terkandung dalam nash al-Quran dengan cara membatasinya, cukup dengan empat perempuan, di mana sebelum Islam tidak terdapat batasan jumlah perempuan yang boleh dinikahi. Allah SWT. berfirman: ☺ “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap hak-hak perempuan yang yatim bilamana kamu mengawininya, Maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka kawinilah seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” QS. An-Nisa’4: 3. Ayat di atas menunjukkan bahwa kemudahan berpoligami dan pembatasannya dengan empat perempuan tergabung dalam satu ayat dengan rasa takut sebagai perbandingan untuk berlaku zalim atau tidak adil. 66 Ketentuan poligami ini diperbolehkan dengan bersyarat. Ayat di atas secara lebih khusus merujuk kepada keadilan yang harus dilaksanakan terhadap anak-anak yatim. Ayat ini turun setelah perang Uhud, ketika Umat Islam dibebankan dengan banyaknya anak yatim, janda dan tawanan perang. Maka pelaksanaan poligami itu diatur dengan prinsip-prinsip kemanusiaan dan keadilan terbesar. 67 Apabila seorang lelaki merasa tidak akan mampu berbuat adil, atau tidak memiliki harta untuk membiayai istri-istrinya, dia harus menahan diri dengan hanya menikahi satu istri saja. Imam Malik berkata dalam al-Muwattha’, sebagaimana dikutip oleh A. Rahman, bahwa Ghailan bin Salman memeluk Islam sedang mempunyai sepuluh istri. 68 Maka Rasulullah SAW. Bersabda: 66 Karim Hilmi Farhat Ahmat, POLIGAMI: Berkah atau Musibah? Terj. Munirul Abidin dan Farhan Jakarta: Senayan Publishing, 2007, cet. Pertama, h. 18. 67 Asghar Ali Engineer, Hak-hak perempuan dalam Islam, terj. Farid Wajidi dan Cici Farkha Assegaf, cet. II Yogyakarta: LSPPA, 2000, h. 153. 68 A. Rahman I. Doi., Penjelasan Lengkap Hukum-hukum Allah Syari’ah Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000, cet. Pertama, h. 192. ﻚ أ ﻬ ﺎ رأ قرﺎﻓ هﺮﺋﺎ “Peliharalah empat orang istri di antara mereka dan bebaskanlah ceraikanlah yang lainnya.” HR. Imam Malik. Begitu pula Abu Daud meriwayatkan dari Haris bin Qais: لﺎ : أ يﺪ و نﺎ ةﻮ تﺮآﺬﻓ ﻚ ذ ﻰ ا و لﺎ ﻓ ا ﻰ ا و ﺮ ا ﻬ ﺎ رأ “Haris bin Qais berkata: “Aku memeluk Islam sedang aku memiliki delapan orang istri. Aku mengadukan hal ini kepada Nabi SAW., beliau bersabda: “Pilihlah empat istri saja dari mereka.” HR. Abu Daud. Mempunyai lebih dari satu istri sangat penting bagi si suami berlaku seadil mungkin terhadap setiap istrinya. Tujuan utama perkawinan dalam Islam adalah menciptakan suatu keluarga yang sejahtera, suami dan istri-istrinya serta anak- anaknya hidup rukun dan damai, berkasih sayang dan sejahtera sebagaimana yang dimaksudkan dalam al-Quran surah ar-Rum30 ayat 21: 69 ☯ ☺ ⌧ “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” QS. Ar-Rum30: 21. Istri memliki hak atas suami yang telah mengakadnya. Suami harus melaksanakan kewajibannya. Apabila seseorang memiliki istri yang lain, maka dia 69 Ibid., h. 193 harus adil. Membatasi laki-laki untuk menikah dengan empat perempuan merupakan usaha yang paling dekat supaya berbuat adil daripada memiliki istri lebih. Teradapat beberapa pendapat yang menafsirkan QS. An-Nisa’4: 3 di atas, di antaranya: pandangan yang dikemukakan Al-Qurthubi, menurutnya, ayat tersebut menjelaskan bahwa kaum laki-laki diperintahkan untuk mengawini wanita-wanita pilihannya dengan cara yang baik, yaitu sesuai dengan syari`at agama. Ia boleh mengawini wanita pilihannya sebanyak dua, tiga atau empat, jika dapat berbuat adil. Akan tetapi jika tidak dapat berbuat adil, sebaiknya ia mengawini seorang saja, atau cukup budak yang ia miliki. 70 Ibn Jarîr al-Thabarî mengatakan bahwa surat al-Nisâ’ ayat 3 mengandung pengertian kekhawatiran tidak mempunyai seorang wali yang berbuat adil terhadap harta anak yatim. Jika sudah khawatir terhadap anak yatim, mestinya demikian juga khawatir terhadap wanita. Maka janganlah menikahi mereka kecuali dengan wanita yang kalian yakin bisa berbuat adil ketika berpoligami, cukuplah menikah dengan seorang wanita saja. Bahkan kalau dengan itu pun masih ada kekhawatiran, maka cukup menikahi budak yang dimiliki. Sebab, menurut al-Thabarî, dengan menikahi budak lebih memungkinkan untuk tidak akan berbuat penyelewengan. 71 Sementara Ibnu ‘Arabi berpendapat, “Yang dimaksud dengan khauf takut dalam ayat di atas adalah berdasarkan pada perkiraan. Atau kalian boleh menikah 70 Al-Qurthubi, Al-Jami li Ahkam al-Qur’an, Juz XVII, cet. II Beirut: Dar al-Fikr, 1962, h. 97. 71 Abi Ja’far Muhammad bin Jarir al-Thabari, Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an, Jus IV, Berut: Dar al-Fikr, 13981978, h. 155. dengan empat perempuan, tetapi apabila menurut perkiraan prasangka kalian tidak dapat berbuat adil maka menikahlah dengan tiga perempuan. Jika menurut prasangka kalian tidak bisa berbuat adil, maka menikahlah dengan dua perempuan, dan jika menurut prasangka kalian tidak bisa berbuat adil, maka menikahlah dengan satu perempuan saja. 72 Adapun makna firman Allah swt. “Maka nikahilah wanita-wanita yang kamu senangi,” adalah nikahilah perempuan yang boleh kalian nikahi, bukan yang dilarang untuk dinikahi. Kalian semua hendaknya menikah dengan dua, tiga, atau empat. Apabila kalian takut tidak bisa berbuat adil – yang harus diemban – sebagaimana yang diwajibkan oleh Allah SWT. bagi kalian, maka nikahlah kalian dengan satu perempuan saja. Apabila kalian tidak bisa berbuat adil maka menikahlah dengan satu istri saja, maknanya adalah, “Apabila kalian takut tidak akan berbuat adil terhadap dua istrimu, maka nikahlah dengan satu perempuan saja, kemudian berkata, ‘Apabila kalian masih juga tidak bisa berbuat adil, maka cukuplah dengan budak yang kalian miliki.” 73 Berbeda dari pendapat di atas, Menurut Mahmoud Muhamed Taha, poligami bukan ajaran murni Islam. Prinsip murni Islam adalah perkawinan antara satu laki- laki dan satu perempuan tanpa perceraian. 74 Namun, pendapat tersebut ditolak oleh jumhur ulama’. Sementara menurut Rasyid Ridha, jika diktum QS. An-Nisa’4 ayat: 129 dikaitkan dengan QS. An-Nisa’4 ayat: 3 tersebut, menunjukkan bahwa poligami 72 Ibnu ‘Arabi, Ahkam al-Quran, Jilid 1, h. 313. 73 Muhammad Ibn Jarir ath-Thabari, Tafsir ath-Thabari, Jilid 7, h. 842-843. 74 Lihat, Mahmoud Muhamed Taha, Syari’ah Demokratik, terj. Nur Rachman, Surabaya: ELSAD, 1996, cet Pertama, h. 204. itu diharamkan bagi mereka yang akan berlaku zalim terhadap kaum wanita lantaran tidak adil terhadap istri-istrinya. Itulah sebabnya, maka kaum pria wajib memiliki keteguhan hati dalam menjaga perasaannya. Menurut Ridha ada tiga hal pokok dalam masalah ini, yaitu: pertama, Islam tidak mewajibkan atau melarang poligami, melainkan sebagai petunjuk bahwa sedikit sekali pelaku poligami yang bebas dari kezaliman. Kedua, Islam tidak secara mutlak mengharamkan, juga tidak terlalu longgar, sebuah hukum yang universal untuk semua kondisi. Ketiga, persoalan ini didudukkan dalam hukum mubah dengan syarat yang telah ditentukan, yang harus dipertimbangkan betul mudharatnya, dan akan membawa manfaat bagi mereka yang mempraktikkannya manakala semua hukum Islam yang berkenaan dengan itu dipenuhi. 75 Dari uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa ayat tersebut tidak mewajibkan poligami atau menganjurkannya, ia hanya berbicara tentang bolehnya poligami, dan itu pun merupakan pintu darurat kecil, yang hanya dilalui saat amat diperlukan dan dengan syarat yang tidak ringan. Oleh karena itu, pembahasan tentang poligami dalam syari`at al-Qur’an, hendaknya tidak ditinjau dari segi ideal atau baik dan buruknya, tetapi harus dilihat dari sudut pandang pengaturan hukum, dalam aneka kondisi yang mungkin terjadi.

B. Pandangan Ulama tentang Hukum Berlaku Adil terhadap Para Istri