Penilaian Mutu Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek

29

4.3.5 Evaluasi Mutu Pelayanan Kefarmasian

Evaluasi mutu pelayanan kefarmasian di apotek merupakan usaha untuk menyempurnakan kualitas pelayanan dengan pengukuran kinerja dan tinjauankajian terhadap pelaksanaan pelayanan kefarmasian serta dilakukannya survei dan observasi terhadap proses pengelolaan sediaan farmasi. Data evaluasi mutu pelayanan kefarmasian di empat apotek penelitian, dapat dilihat di Tabel 4.5 Tabel 4.5 Evaluasi Mutu Pelayanan Kefarmasian No Kegiatan Jumlah Skor Apotek A Apotek B Apotek C Apotek D 1 Tersedianya SPO 6 6 2 Melaksanakan evaluasi kepuasan konsumen 3 Mempunyai informasi obat berupa leaflet, brosur 2 2 2 2 4 Observasi pelaksanaan SPO Dari data evaluasi mutu pelayanan kefarmasian di empat apotek penelitian menunjukkan bahwa hanya dua apotek yaitu apotek C dan D yang memiliki standar prosedur operasional tertulis. Apotek yang tidak memiliki standar prosedur operasional tertulis memiliki alasan yaitu apoteker pengelola apotek yang telah mengetahui prosedur-prosedur yang harus dilakukan pada tiap kegiatan pelayanan kefarmasian.

4.3.6 Penilaian Mutu Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek

Berdasarkan penilaian mutu standar pelayanan kefarmasian dari empat apotek A, B, C dan D di peroleh bahwa dua apotek masuk dalam kategori cukup dan dua apotek lainnya masuk dalam kategori kurang. Hasil yang didapat bahwa apotek A memperoleh skor 74 berada pada range 61-80 yang masuk dalam Universitas Sumatera Utara 30 kategori cukup, apotek B memperoleh skor 76 berada pada range 61-80 yang masuk dalam kategori cukup, sedangkan apotek C dan apotek D memperoleh skor 56 berada pada range 20-60 yang masuk dalam kategori kurang, dapat dilihat pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Penilaian mutu standar pelayanan kefarmasian di masing-masing apotek No Apotek Total Skor Kategori 1. Apotek A 74 Cukup 2. Apotek B 76 Cukup 3. Apotek C 56 Kurang 4. Apotek D 56 Kurang Indikator skor : I. 81-100 : Baik II. 61-80 : Cukup III. 20-60 : Kurang Ditjen Binfar dan Alkes, 2008. Hal ini dikarenakan bahwa apotek A dan B adalah apotek yang Pemilik Sarana Apotek nya seorang apoteker atau APA di apotek tersebut sehingga kehadiran apoteker selalu ada selama apotek buka. Sedangkan apotek C dan D adalah apotek yang Pemilik Sarana Apotek nya bukan seorang apoteker dan kehadiran APA di apotek tersebut hanya satu minggu sekali sehingga pelayanan kefarmasian lebih banyak dilakukan oleh Tenaga teknis kefarmasian. Pada penelitian tentang pelayanan kefarmasian di apotek yang pernah dilakukan oleh Rosita 2012 di Apotek Kecamatan Semampir wilayah Surabaya berdasarkan skoring pelayanan kefarmasian adalah 27,27 apotek kategori baik, 36,36 kategori sedang dan 36,36 kategori kurang. Hal ini disebabkan data dari 11 apoteker yang diambil melalui pengisian kuesioner bahwa hasil penelitian terkait data dasar apoteker menunjukkan 54,54 apotek adalah milik orang lain, Universitas Sumatera Utara 31 27,27 apoteker merangkap dan hanya 9,09 apotek yang memiliki apoteker pendamping. Sedangkan berdasarkan ketenagaan menunjukkan 54,54 apoteker tidak hadir selama jam apotek buka Rosita, 2012.

4.4 Tingkat Kepuasan Konsumen