68 belum merefleksikan keterpaduan prinsip-prinsip perlindungan lingkungan dan
keberlanjutan ekologi.”
55
Otonomi daerah di bidang lingkungan lebih dimaknai sebagai otonomi dalam pengendalian lingkungan, bukan dalam pengelolaan lingkungan secara utuh mulai
dari perencanaan hingga penegakan hukum. Konstruksi pengaturan demikian berimplikasi terhadap lemahnya kapasitas kelembagaan lingkungan hidup di daerah,
karena seolah-olah hanya bertanggung jawab di bidang pengendalian dampak lingkungan. Lemahnya kapasitas kelembagaan diperparah oleh kedudukan lembaga
lingkungan seperti lembaga teknis daerah, yang tugas dan fungsinya tidak bersifat operasional. Dengan demikian, pengelolaan lingkungan di daerah belum
merefleksikan keterpaduan prinsip-prinsip perlindungan lingkungan dan keberlanjutan ekologi sebagai esensi politik lingkungan dalam prinsip-prinsip
otonomi daerah.
56
Adanya polusi suara merupakan konsekuensi yang pasti dari berdirinya ruko pengusahaan sarang burung walet. Polusi suara sepertinya dianggap sebagai hal yang
tidak penting. Melihat gangguan yang ditimbulkannya hanya dapat dirasakan oleh indra telinga saja. Polusi suara dari ruko walet bersumber dari tweeter atau musik
pemancing burung walet, yang berfungsi sebagai pemanggil burung walet yang
3.3 Polusi Suara di Kecamatan Rantau Utara
55
Hasil wawancara dengan BLH Daerah Labuhan Batu pada tanggal 08-06-15, pukul 10.20 WIB di Kantor BLH Daerah Labuhan Batu
56
Muhammad Akib, 2011. Politik Hukum Pengelolaan Lingkungan Hidup Dalam Perspektif Otonomi Daerah Menuju Pengaturan Hukum yang Berorientasi Keberlanjutan Bkologi.PhD thesis, Program Pascasarjana Undip.
hlm x
69 berterbangan. Hal inilah salah satu yang membuat mengapa pengusahaan sarang
burung walet berdampak terhadap lingkungan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Lingkungan Hidup
Universitas Riau, tentang Persepsi Masyarakat terhadap Kebisingan Penangkaran Sarang Burung Walet di Kelurahan Rimba Sekampung Kota Dumai Riau,
menyatakan bahwa kebisingan penangkaran burung walet yang berada di kawasan permukiman masyarakat akan memunculkan persepsi masyarakat dari aspek
fisiologis, aspek psikologis, dan aspek suara kebisingan. Gangguan kebisingan tersebut merupakan gangguan kenyamanan kepada masyarakat yang tinggal di sekitar
pengusahaan.
TABEL 3.3 REKAPITULASI SKOR PERSEPSI FISOLOGIS TERHAP KEBISINGAN
USAHA SARANG BURUNG WALET DI KOTA DUMAI RIAU
Indikator Persepsi
Jumlah SS
S N
TS STS
Rasa Ketidaknyamanan 45
260 21
18 5
349 Sakit Kepala
55 220
36 20
7 338
Tekanan Darah Meningkat 55
180 39
30 11
315 Gangguan Pendengaran
50 164
63 22
12 311
TOTAL 205
824 159
90 35
1313
Sumber: Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Riau Tahun 2013
70
TABEL 3.4 REKAPITULASI SKOR PERSEPSI PSIKOLOGIS TERHADAP
KEBISINGAN USAHA SARANG BURUNG WALET DI KOTA DUMAI RIAU
Indikator Persepsi
Jumlah SS
S N
TS STS
Gangguan Emosional 155
92 54
28 9
338 Stress
135 92
66 22
12 327
Kurang Konsentrasi 145
104 51
30 8
338 Gangguan Istirahat
160 116
60 18
5 359
TOTAL 595
404 231
98 36
1362
Sumber: Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Riau Tahun 2013 Catatan: SS : Sangat Setuju; S : Setuju; N : Netral; TS : Tidak Setuju; STS : Sangat Tidak
Setuju
Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Lingkungan Universitas Riau ini menggunakan metode survey, dilaksanakan dalam selama sebulan, dan dilakukan
mulai pukul 17.00 WIB, disebabkan burung walet banyak berterbangan di udara memutari di sekitar ruko pengusahaan burung walet, sehingga masing-masing ruko
pengusahaan sarang burung walet menyalakan suara kaset pemanggil burung walet. Pengukuran tingkat kebisingan ini dilakukan dengan jarak radius 30, 60, dan 90 meter
dari sentra-sentra penangkaran burung walet untuk mendapatkan nilai tingkat kebisingan.
57
57
Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Riau. 2013. Persepsi Masyarakat Terhadap Kebisingan Penangkaran Burung Walet Collacalia fuciphaga Di Kelurahan Rimba Sekampung Kota Dumai Riau. Hal 104
71 Penelitian oleh Pusat Penelitian Lingkungan Universitas Riau ini bertujuan
untuk menganalisis frekuensi kebisingan penangkaran sarang burung walet dan menganalisis persepsi masyarakat terhadap kebisingan pengusahaan sarang burung
walet di Kelurahan Rimba Sekampung Kota Dumai. Dengan menggunakan alat Sound Level Meter SLM, nilai rata-rata tingkat kebisingan yang diperoleh pada
radius 30 meter sebesar 69,21 dB, radius 60 meter sebesar 60,54 dB, dan jarak radius 90 meter sebesar 53,80 dB. Dari nilai rata-rata frekuensi kebisingan ini dapat
disimpulkan bahwa radius 30 dan 60 meter sudah melebihi ambang batas kebisingan di wilayah perkotaan yaitu 55 dB.
58
Hal ini juga senada dengan daerah Kota Rantauprapat, salah satunya pada kelurahan Cendana. Lurah Cendana, Bapak Ibnu Akbar S.Sos., MM, menerangkan
bahwa dampak yang paling tampak atas pengusahaan walet ini adalah kebisingannya. Sejak beliau masih kecil, kebisingan usaha walet sudah didengarnya. Karena memang
sudah seperti itulah cara memanggil walet, agar walet mau masuk ke dalam ruko dan Hasil Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Lingkungan Hidup
Universitas Riau ini didasari oleh ketidakadilan lingkungan yang dirasakan.Pada kasus di Riau ini, pengusahaan sarang burung walet yang beroperasi memiliki izin
pengusahaan dari pemerintah.Inilah yang membuat para pengusaha tidak merasa telah membawa dampak yang buruk bagi lingkungan sekitaran.Sementara, hasil penelitian
menunjukkan hampir mayoritas warga Kota Dumai sepakat bahwa kebisingan yang disebabkan oleh pengusahaan sarang burung walet sangat mengganggu.
58
Ibid.
72 menghasilkan sarang walet. Ditambah lagi, jumlah ruko pengusahaan di Kelurahan
Cendana sekitar empat puluh. Konsekuensinya, sepanjang hari masyarakat terpaksa menikmati suara kebisingan dari tweeter dari empat puluh ruko sarang burung walet.
Sesuai dengan yang disampaikan oleh Lurah Cendana, bahwa kondisi realita di Kelurahan Cendana memang kurang kondusif. Melalui wawancara, beliau
menyatakan: “Di kelurahan Cendana ini, memang sudah sejak dulu banyak ruko
walet.Bahkan sejak saya kecil, orang-orang cina ranto disini sudah punya banyak ruko walet.Bahkan dulu lebih banyak lagi daripada sekarang.Di sini
juga, mayoritas penduduknya orang Cina, jadi ruko walet di daerah sini udah biasa.Kalau bicara tentang dampak, memang yang nampak itu sebenarnya
kebisingan itu saja.Sejauh ini, dari saya kecil pun, itu ajanya dampaknya.Suaranya itu yang ribut.Karena dia kan memanggil burung liar,
jadi harus kuatlah suaranya itu supaya terdengar burung walet yang terbang- terbang itu.”
59
Diperparah lagi dengan diamnya BLH Kabupaten Labuhan Batu, sebagai satu- satunya badan atau organisasi lingkungan hidup yang ada di Labuhan Batu. Semakin
Tetapi tidak seperti pada kasus di Kota Dumai, yang sudah selangkah lebih maju dalam penelitian gangguan kebisingan, Kota Rantauprapat sepertinya memang
tidak merasa sedikitpun terganggu. Tidak tampak bahwa lurah dan masyarakat setempat melakukan protes terhadap kebisingan yang mereka terima selama ini.
Padahal mereka tinggal di kawasan perkotaan, yang notabene kualitas hidupnya lebih baik daripada yang tinggal di pedesaan.
59
Hasil wawancara dengan Bapak Ibnu Akbar S. Sos, Lurah Cendana pada tanggal 30-06-15, pukul 16.05 WIB di kediaman Bapak Ibnu.
73 menjadikan polusi suara atas usaha walet ini semakin tidak ada yang mengawasi.
Tidak ada sama sekali program yang diarahkan untuk pengusahaan walet ini, padahal sudah jelas pengusahaan ini bersinggungan langsung dengan lingkungan. Bahkan
BLH sama sekali tidak pernah melakukan penelitian tentang lingkungan. Padahal aktivitas perkotaan di Rantauprapat sudah layak untuk diteliti lingkungannya,
mengingat tingginya aktivitas warga dan perkantoran dan tingginya arus transportasi. Berbicara tentang dampak, BLH yang notabene merupakan lembaga
pemerintah yang menaungi masalah lingkungan hidup, malah sama sekali tidak punya andil dalam pengusahaan ini. Melalui wawancara di Kantor BLH, Bapak M.
Sitompul menyatakan: “BLH sejauh ini tidak memiliki peran dalam pengusahaan sarang burung walet.
Karena sepengetahuan kami, usaha ini tidak pernah disinggung-singgung dampaknya. Tidak pernah ada protes dari warga sama kami. BLH pernah dapat
laporan tentang limbah galian C yang meresahkan warga. Itu sajalah yang pernah kami terima. Tetapi, kami pernah sekali melakukan penyuluhan tentang
kesehatan lingkungan di daerah-daerah ruko walet. Pada waktu itu, kita sedang menjalankan program sosialisasi kelestarian lingkungan. BLH ini sifatnya
menghimbau saja sebenarnya, kalau tindakan langung, bukan wewenang kita itu. Lagian, usaha walet ini sebenarnya kan usaha ruko saja nya. Tinggal
memasang musik walet itu sajanya kerja mereka. Udah itu, setahu kami pun sudah ada laranganya itu mengusahakan walet di Kota. Jadi, ilegal mereka itu.
Badan Perizinannya sebenarnya yang harus turun disitu. Baru kegiatan mereka bisa kami pantau. Entah bahayanya udara gara-gara itu, entah berjatuhannya
kotorannya itu ke halaman orang. Kita pun ga tau. Orang ga pernah ada laporan sama kita.”
60
Perlu digarisbawahi bahwa laporan pembangunan suatu wilayah umumnya hanya mengajukan jumlah benda atau materi yang akan dibangun dari tahun ke tahun
60
Ibid.,
74 tanpa pernah menghitung dan melaporkan berapa besar kekayaan daerahtanah air
atau sumber daya alam yang sudah dihabiskan, dan berapa banyak orang yang telah diperas keringatnya dalam artian diberi gaji yang hanya untuk bernapas belaka dalam
suatu proses produksi yang berlimpah keuntungan ekonomisnya.
61
Masalah kebisingan memang dapat dipandang sebagai sesuatu yang apriori, karena dampaknya tidak terlalu dirasa berbahaya. Hal inilah yang terjadi di
Kecamatan Rantau Utara, warga sama sekali tidak pernah melakukan protes yang berarti atas gangguan yang mereka alami atas kebisingan suara usaha walet. Setiap
ruko walet yang dilengkapi tweeter mengeluarkan suara kebisingan sepanjang hari untuk memanggil burung walet yang berterbangan di udara Kota Labuhan Batu.
Masyarakat perkotaan seperti di Kabupaten Labuhan Batu sendiri pun tampaknya tidak memiliki kesadaran atas kebisingan yang harus mereka terima sepanjang
Sementara pengusaha walet meraup untung sedangkan warga Rantauprapat hanya menikmati kebisingannya.Lemahnya posisi tawar politik lingkungan memang
bukan hal yang mengejutkan apalagi di daerah tingkat dua seperti Kabupaten Labuhan Batu. Pola pembangunan yang diadopsi masih memanfaatkan sumber daya
alam sebesar-besarnya tanpa diikuti pola pelestarian lingkungan. Diperparah lagi, hasil pendapatan daerah dari pengusahaan sarang burung walet ini kurang efektif
mengingat kebijakan yang mengatur tentang pengusahaan ini belum jelas.
61
Fuad amsyari, 1996.Membangun Lingkungan Sehat Menyambut Lima Puluh Tahun Indonesia Merdeka.Airlangga University Press. hlm 9
75 hari.Ini dibuktikan dengan tidak adanya wadah ataupun komunitas lingkungan hidup
masyarakat di Labuhan Batu. Sedangkan perubahan sosial, politik dan ekonomi merupakan faktor-faktor
penting aspek lingkungan.
62
Bahkan, tidak sedikit pengusaha yang menjalankan usaha walet ini tinggal bersama dengan mereka. Walet diusahakan pada ruko lantai dua dan tiga, sementara
mereka tinggal di lantai dasar. Hal ini dirasa akan menekan nilai ekonomis kehidupan mereka, agar dapat menjaga usaha mereka dari ancaman pihak yang tidak
bertanggung jawab serta dapat menghemat biaya hidup. Mereka tidak perlu menyediakan sebuah tempat tinggal lagi untuk mereka dapat hidup, mereka dapat
hidup bersama satu atap dengan walet yang mereka usahakan. Dampaknya sendiri Mengingat burung walet ini jenis burung liar, maka
merupakan hal yang logis bagi para pengusaha untuk membuat suara tweeter sekencang-kencangnya agar burung walet tersebut mau bersarang di rukonya. Dengan
tujuan untuk mendapatkan banyak burung walet yang menetap di ruko tersebut dan menghasilkan banyak sarang burung walet. Sarang burung walet tersebut dihasilkan
dari air liur burung walet yang menggelantung di langit-langit ruko. Alur produksi seperti itulah yang melahirkan lingkungan Kota Rantauprapat menjadi tidak kondusif.
Kebisingan sepanjang hari dari suara tweeter ini hanya bertujuan untuk meraup rupiah bagi pengusaha, tanpa ada pengutipan retribusi yang jelas bagi pembangunan
daerah.
62
Purwo Santoso dan I Gusti Ngurah Putera. 2004. Menembus Ortodoksi Kajian Kebijakan Publik. FISIPOL UGM. Yogyakarta. hlm 9
76 memang belum pernah terdapat kasus penyakit, akan tetapi dapat disimpulkan bahwa
kenyamanan sebuah rumah tempat tinggal tidak akan didapat ketika manusia dan walet tinggal bersama.
3.4 Ancaman Kesehatan di Kecamatan Rantau Utara