8 pemerintah setempat beserta masyarakat untuk mewujudkan lingkungan yang sehat
sebagai tempat mereka tinggal. Proses pembuatan kebijakan publik yang menyentuh masyarakat sering sekali
tidak menyentuh aspek lingkungan. Kebijakan pemerintah daerah dalam membuat kebijakan terhadap lingkungan layak untuk dipelajari lebih lanjut. Seperti pada kasus
di kota Rantauprapat, di mana pengusahaan dan budidaya burung walet ini masih banyak dijumpai di tengah kota. Masalah-masalah kesehatan dan ketentraman tentu
menjadi hal pokok bagi masyarakat setempat. Untuk itu penelitianini ingin mengkaji dampak kebijakan pemerintah di daerah terhadap lingkungan. Adapun perumusan
masalah yang ingin diteliti adalah apakah dampak yang dihasilkan dari pengelolaan dan budidaya sarang burung walet terhadap lingkungan di kota Rantauprapat di
kecamatan Rantau Utara.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1.
Untuk mendeskripsikan keberadaan sarang burung walet di kota Rantauprapat, kecamatan Rantau Utara
2. Untuk mengetahui dampak pengusahaan sarang burung walet terhadap
lingkungan di kota Rantauprapat kecamatan Rantau Utara.
9
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah : 1.
Secara teoritis, penelitian ini merupakan salah satu kajian ilmu politik yang membahas tentang kebijakan terhadap lingkungan di kota Rantauprapat,
sehingga dapat memberikan kontribusi dalam ilmu politik tentang kajian politik lingkungan
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi kepada
masyarakat mengenai program dan kebijakan pengolahan lingkungan serta menjadi bahan kajian akademisi sebagai pembelajaran politik lingkungan.
3. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat mengembangkan kemampuan berpikir,
memperluas wawasan kajian ilmu politik lingkungan, serta melihat penerapan-penerapan konsep politik lingkungan di daerah.
1.5 Kerangka Teori dan Konsepsional
1.5.1 Teori Kebijakan Publik
Easton memberikan pengertian kebijakan publik sebagai pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat.
Sehingga cukup pemerintah yang dapat melakukan sesuatu kepada masyarakat dan tindakan tersebut merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh
pemerintah yang merupakan bentuk dari pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat.
8
8
Hessel Nogi S. Tangkilisan, 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi, Yogyakarta : YPAPI. hlm 2
Bahwa dengan adanya pemerintahan yang berkuasa, maka disana
10 ada kebijakan yang mengikat masyarakatnya. Terlepas dari dampak yang
ditimbulkan dari kebijakan itu, pemerintah berhak untuk menjalankannya atau tidak.
Menurut Charles O. Jones 1997, kebijakan terdiri dari komponen- komponen sebagai berikut:
1. Goal, tujuan yang diinginkan,
2. Plans, pengertian yang spesisifik untuk mencapai tujuan,
3. Decision, tindakan-tindakan untuk menentukan tujuan, membuat rencana,
melaksanakan dan mengevaluasi program, 4.
Effect, akibat-akibat dari program baik disengaja atau tidak, primer atau sekunder.
9
Hubungan yang berlangsung antara pemerintah dengan masyarakat adalah melalui kebijakan, setiap keputusan-keputusan pemerintah untuk memecahkan
masalah yang ada di masyarakat. Jones juga menambahkan bahwa kebijakan publik merupakan sebuah kesinambungan kegiatan pemerintah di masa lalu
dengan melakukan perubahan sedikit demi sedikit. Tidak semua masalah akan menjadi masalah publik, dan tidak semua masalah akan menjadi isu, serta tidak
semua isu menjadi agenda pemerintah. Beberapa tipe dari peristiwa dan isu yang penting dalam konteks politik, meliputi:
9
Ibid. hlm 3
11 1.
Peristiwa, kegiatan-kegiatan manusia atau alam yang dipandang memiliki konsekuensi pada kehidupan sosial
2. Masalah, kebutuhan-kebutuhan atau keinginan-keinginan manusia yang
harus diatasi atau dipecahkan 3.
Masalah umum, kebutuhan manusia yang tidak dapat ddipecahkan secara pribadi
4. Isu, masalah publik yang bertentangan satu sama lain atau masalah publik
yang diperdebatkan 5.
Area isu, sekelompok masalah-masalah publik yang saling bertentangan. Dalam hubungannya dengan manusia lain, perbuatan manusia mempunyai
akibat bagi yang lain, sehingga untuk itu perlu diadakan pengontrolan dari manusia masyarakat itu sendiri. Apabila hasil dari pengontrolan itu terbatas,
maka inilah yang disebut “masalah pribadi”, sedang bila hasilnya luas, maka disebut “masalah publik”
10
Kesalahan utama dari paradigma neoinstitusionalisme pada dasarnya terletak pada pengabaian terhadap relasi kuasa dalam teritori politik tertentu dan
mengalihkannya hanya pada persoalan pilihan rasional dan teknokrasi.Padahal, perlu dicatat bahwa persoalan sebenarnya bukan saja pada persoalan kebijakan-
kebijakan tepat manakah yang perlu diambil rational choice tapi pada perebutan kepentingan antar kekuatan sosial—sesuai dengan entitas aslinya—
yang merupakan bentuk khusus pendistribusian kekuasaan. Logika yang anti-
10
Ibid. hlm 5
12 politik, secara implisit menuju logika anti-demokrasi—artinya perspektif
neoinstitusionalis—hanya menerima demokrasi sejauh para teknokrat dapat menjalankan kebijakan-kebijakan yang diambilnya dengan baik, tanpa
menyertakan kepentingan-kepentingan kelompok lain atas nama good governance. Lebih ringkasnya, neoinstitusionalisme mereduksi politik hanya
pada persoalan pilihan rasional dan teknokrasi, yang abai terhadap perebutan kekuasan yang menyejarah dan spesifik.
11
1.5.2 Konsep Politik Lingkungan
Politik lingkungan acapkali disamakan pengertiannya dengan ekologi politik. Beberapa definisi tentang ekologi politik yang asumsinya adalah sama
yaitu: “environmental change and ecological conditions are to some extent the product of political processes”
12
Menurut Vandana Siva 1993, akar krisis ekologis terletak pada kelalaian pihak penguasa dalam menyingkirkan hak-hak komunitas lokal untuk
Jika keadaan lingkungan adalah produk dari proses-proses politik, maka tidak terlepas pula dalam hal ini adalah keterlibatan
proses-proses dialektik dalam politik ekonomi. Perhatian tertentu difokuskan pada konflik yang di timbulkan karena adanya akses lingkungan yang
dihubungkan ke sistem politik dan hubungannya dengan ekonomi.
11
http:indoprogress.com201502lokalisasi-kekuasaan-di-indonesia-kegagalan-agenda-neoliberal-dan- transformasi-oligarki diakses pada 04-04-2015 pukul 20.00 WIB
12
Sansen Situmorang. 2008. Ekologi Politik : Gagasan CSR Dalam Meredam Gejolak Sosial Masyarakat Lokal. hlm 25
13 berpartisipasi secara aktif dalam kebijakan lingkungan.
13
Paterson mengatakan bahwa politik lingkungan adalah suatu pendekatan yang menggabungkan
masalah lingkungan dengan politik ekonomi untuk mewakili suatu pergantian tensi yang dinamik antara lingkungan dan manusia, dan antara kelompok
yangbermacam-macam di dalam masyarakat dalam skala dari individu lokal kepada transnasional secara keseluruhan.
14
Sementara menurut Bryant, politik lingkungan boleh didefenisikan sebagai usaha untuk memahami sumber-sumber politik, kondisi dan menjadi
suatu jaringan dari pergantian lingkungan. Bryant memusatkan kajian politik lingkungannya dengan meneliti operasional dalam pengelolaan hutan dalam
kasus Indonesia. Dari defenisi di atas, jelaslah, bahwa defenisi Bryant yang menekankan bahwa politik hal yang pertama atas politik lingkungan, yang
berbasis aspek pembangunan dan berwawasan lestari. Ada dua alasan rasional untuk kondisi ini. Pertama, bahwa tekanan politik dan ekonomi dari pemerintah
Soeharto mewarnai secara mendalam dalam pengelolaan hutan sejak tiga dekade pemerintahannya 1966-1998. Kedua, implikasi dari tekanan politik dan
ekonomi atas perspektif lingkungan telah diabaikan oleh birokrat kehutanan, yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan hutan.
15
13
Umar Syadat Hasibuan. 2008. Green Politics dan Penyelesaian Persoalan Lingkungan Hidup di Indonesia. Melalui
http:www.unisosdem.orgarticle_detail diakses pada 08-03-15 pukul 21.00 WIB.
14
Herman Hidayat. 2008. Politik Lingkungan: Pengelolaan Hutan Masa Orde Baru dan Reformasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. hlm 9
15
Ibid. hlm 9
14 Mengamati skala sosial dan lingkungan yang berbeda, politik lingkungan
menjelaskan sekurangnya tiga penelitian area yang berbeda. Pertama, penelitian ke dalam sumber yang kontekstual perubahan lingkungan yang menguji
pengaruh lingkungan secara umum pada suatu negara, hubungan antar negara, dan kapitalisme global. Judul ini merefleksikan pengaruh yang tumbuh dari
kekuatan nasional dan transnasional atas lingkungan dari suatu dunia yang saling bertambah ketergantungan, baik secara politik dan ekonomi. Kedua, area
penelitian mencari tahu suatu lokasi dari aspek-aspek yang khusus mengenai perubahan lingkungan, yaitu dengan studi suatu konflik atas akses sumber-
sumber lingkungan. Ilmuwan memperoleh pandangan bagaimana kontekstual pelaku berpengaruh atas kondisi sosio-lingkungan yang khusus, hubungan, dan
menekankan perjuangan lokasi yang khusus atas lingkungan. Mengambil, baik sejarah maupun dinamika konflik, penelitian area ini menggambarkan bagaimana
para petani yang miskin dan marsyarakat lokal tanpa kekuasaan berperang melindungi fondasi lingkungan atas kehidupannya. Ketiga, penelitian area ini
menjelaskan jaringan politik dari perubahan lingkungan atas hubungan sosio- ekonomi dan politik.
16
1.5.3 Teori Ekonomi Politik
Kita tahu bahwa perekonomian tidak bisa hanya diserahkan pada produsen dan konsumen yang berinteraksi satu sama lain melalui mekanisme
pasar. Di sana sini diperlukan adanya campur tangan pemerintah. Campur tangan
16
Ibid. hlm 10
15 pemerintah diperlukan jika mekanisme pasar tidak bekerja dengan sempurna.
Selain itu, campur tangan pemerintah diperlukan untuk mengatasi eksternalitas dan untuk pengadaan barang-barang publik. Berbagai keputusan yang
menyangkut kebijakan publik dilaksanakan oleh pemerintah sesuai institusi ekonomi dan politik yang ada. Suatu kebijakan disebut kebijakan publik bukan
karena kebijakan itu sudah diundangkan, atau karena kebijakan tersebut dilaksanakan oleh publik, melainkan karena isi kebijakan itu sendiri yang
menyangkut bonum commune atau kesejahteraan umum.
17
Saat ini terdapat kecenderungan di mana dua kondisi yang kelihatannya berkontradiksi, namun sebenarnya berjalan beriringan. Di satu sisi, hampir semua
negara secara ekonomi terintegrasi dengan pasar global, namun di sisi lain kekuasaan politik di dalamnya makin terlokalisasi. Maksud dari kekuasaan yang
terlokalisasi ini adalah tersebarnya kekuasaan yang tidak hanya terdapat di pemerintahan pusat, namun juga di wilayah-wilayah dibawahnya, seperti
provinsi dan kabupatenkota. Hal itu terutama pada negara-negara pasca otoritarian seperti Indonesia. Bahwa globalisasi dan lokalisasi berjalan
berkelindan satu sama lain. Konsekuensinya, perubahan ekonomi, politik, dan sosial di tingkat lokal pada dasarnya juga dipengaruhi oleh perubahan ekonomi
politik di tingkat global.
18
17
Deliarnov. 2006. Ekonomi Politik. Jakarta: Erlangga. hlm 11
18
http:indoprogress.com201502lokalisasi-kekuasaan-di-indonesia-kegagalan-agenda-neoliberal-dan- transformasi-oligarki diakses pada 04-04-2015 pukul 20.00 WIB
16 Secara fundamental, politik adalah kontestasi untuk memperebutkan
kekuasaan dan sumber daya alam secara konkrit dan nyata antar kekuatan sosial dan kepentingan di lokus lokal, nasional ataupun internasional yang saling
terkait.
19
Penganut neoinstitusionalisme melihat bahwa perubahan sosial akan lebih banyak dilakukan oleh elit yang berwawasan luas dan maju. Oleh karenanya,
perspektif ini dengan sengaja mengabaikan analisis yang menekankan pada kekuatan-kekuatan sosial dan dimensi sejarah. Aspek penting dari teori
modernisasi melihat bahwa negara netral dari segala kepentingan dan dari sanalah peran agen aktor untuk menjadi penting untuk pembangunan dan
modernisasi. Dalam hal ini, peran para teknokratik menjadi penting untuk mengerahkan jalan modernisasi ekonomi dan politik sehingga para penganut
institusionalisme ini percaya bahwa segala problem sosial dan politik bisa diselesaikan dengan pendekatan teknokratis.
Kekuasaan yang makin terlokalisasi menunjukkan bahwa arena kontestasi kekuasaan itu tidak hanya di tingkat nasional dan internasional, namun
juga ada di tingkat lokal. Adanya kekuasaan politik di tingkat lokal memberikan kewenangan pada pemerintahan lokal untuk terlibat dalam distribusi kekayaan
dan kekuasaan. Inilah dasar argumen ekonomi politik menurut Hadiz tentang kontestasi politik lokal.
20
19
Vedi R. Hadiz. 2010. Localising Power in Post-Authoritarian: A Southeast Asia Perspective. Stanfort: Stanfort University Press. hlm 2
20
Op. Cit.
17 Perubahan institusional via desentralisasi yang dikombinasikan dengan
demokrasi, gagal mengatasi relasi kekuasaan predatoris lama. Dalam kasus desentralisasi, hal itu membuat jaringan oligarki lama lebih terlokalkan, karena
itu kekuatannya bisa saja otonom dari pusat ataupun berelasi dengan elit di pusat. Oligarki ini mengangkangi perubahan institusi, bahkan mereka justru
memanfaatkannya untuk bertransformasi. Karakter mereka tetap sama, yaitu merampok sumber daya ekonomi politik publik melalui kekuasaan. Dalam
bahasa lain, elemen-elemen itu tetap hidup dengan bentuk jaringan patronase baru yang bersifat desentralistik, lebih cair, dan saling bersaing satu sama lain.
Kekuatan ini yang kemudian membajak agenda desentralisasi sehingga terbentuk problem-problem lain, seperti politik uang, tumbuhnya koersi preman dan KKN
semakin tumbuh subur.
21
Persoalan menonjol di Indonesia adalah besarnya grup-grup bisnis di dalam pasar yang bukan hasil persaingan atau melalui penentuan pemerintah
dalam bentuk penguasaan pasar. Sebenarnya “kerjasama” pemerintah dan swasta berlangsung dimana-mana dan juga di Indonesia di masa-masa 1950-an sampai
1960-an. Persoalannya kini adalah karena magnitude kegiatan yang jauh lebih besar, yang pada gilirannya dapat terjadi karena transformasi ekonomi yang
dihasilkan Orde Baru. Sementara itu berbeda dengan masa-masa 1950-an Politik Benteng dan 1960-an Aslam dan Karkam di masa Soeharto, serta
21
Ibid.
18 akhir 1970-an UP3DN maka pihak swasta yang menonjol bergerak sekarang
adalah dari kelompok nonpribumi.
22
1. Jalur pembayaran pajak, dan
Sementara grup bisnis terutama berfungsi sebagai “kapten-kapten” pertumbuhan maka hubungannya dengan soal kemiskinan dan keadilan lebih
berdimensi politis dan sosial ketimbang ekonomis. Maksudnya, bila kita tidak keluar dari jalur Pareto Optimum, maka grup bisnis dapat berperan melalui dua
jalur:
2. Jalur peningkatan kesejahteraan pegawai serta pemberian saham
kepada pegawai, yang di luar negeri disebut sebagai ESOP Employee Stock Ownership Program.
23
1.5.4 Studi Terdahulu
Penelitian skripsi alumni departemen ilmu politik tahun 2009, Benjamin
Rumapea, yang berjudul: Politik Pembangunan Daerah: Peranan Bappeda Kabupaten Samosir Dalam Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan
Berwawasan Lingkungan. Di mana penelitian ini menggunakan konsep politik
lingkungan dan konsep politik pembangunan dan pembangunan berkelanjutan sebagai landasan teori dalam penelitiannya. Penelitian terdahulu ini
22
Sjahrir. 1995. Mikro-Makro Ekonomi Indonesia. Jakarta: UI-Press. hlm 259
23
Ibid. hlm 261
19 membahaspembangunan di daerah Kabupaten Samosir, yang dilakukan Bappeda
dan dengan memperhatikan wawasan lingkungan yang berkelanjutan. Kajian dengan tema lingkungan hidup ini bertujuan untuk membuka
wawasan tentang lingkungan hidup yang dewasa ini masih sangat terbatas dijumpai.Lingkungan hidup di Kabupaten Samosir merupakan sesuatu yang
memiliki daya jual yang tinggi. Sebagaimana Kabupaten Samosir merupakan kawasan pariwisata yang terkenal di Sumatera Utara. Posisi yang sangat vital ini
tentu harus diimbangi dengan pembangunan yang berkelanjutan terhadap Kabupaten tersebut. Namun juga tidak menghilangkan pembangunan yang
berwawasan lingkungan hidup. Adapun Kabupaten Samosir merupakan salah satu kawasan wisata yang
potensial di Sumatera Utara. Namun demikian, kawasan pariwisata tersebut juga merupakan kawasan pemukiman penduduk. Tentu hal ini menjadi tantangan
tersendiri bagi pemerintah setempat untuk dapat mengakomodasi kepentingan kedua pihak. Kawasan pariwisata membutuhkan perhatian pemerintah dalam hal
menjaga dan membangun kawasan yang layak untuk dikunjungi wisatawan. Namun, masalah yang kemudian muncul ialah ketentraman masyarakat. Di sisi
lain, pemukiman masyarakat juga layak mendapat perhatian pemerintah. Misalnya dalam hal kesehatan lingkungan, ketentraman lingkungan.
Ditambah lagi, setelah diberlakukannya otonomi daerah Kabupaten Samosir dan Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan
20 dan Pembangunan Nasional.Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah
Bappeda Kabupaten Samosir bersama Pemerintah Kabupaten Samosir tentunya sudah membentuk dan merencanakan beberapa rencana strategis dalam
mewujudkan pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan hidup. Sebagaimana visi dari pemerintah Kabupaten Samosir, “Samosir Menjadi
Daerah Tujuan Wisata Lingkugan yang Inovatif Tahun 2015”, Untuk itu, penelitian ini ingin melihat bagaimana politik pembangunan di
daerah Kabupaten Samosir, dalam konteks kawasan pariwisata dan juga kawasan pemukiman. Di mana dalam hal pembangunan ini, peneliti ingin melihat peran
dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Bappeda Kabupaten Samosir dalam upaya mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan
berwawasan lingkungan hidup. Penelitian ini juga didedikasikan demi kesinambungan lingkungan Kabupaten Samosir sebagai kawasan pariwisata,
sekaligus kawasan pemukiman yang terkenal di Sumatera Utara.
1.6 Metode Penelitian
1.6.1 Jenis Penelitian
Dalam membuat dan mengkaji suatu penelitian dalam sebuah kehidupan masyarakat akan sangat bersentuhan dengan kebenaran dari kehidupan
masyarakat. Sehingga untuk mengarahkan suatu penelitian yang kepada hasil, dibutuhkan metode penelitian yang tepat. Jenis penelitian ini merupakan
penelitian kualitatif, di mana penelitian iniakan mengeksplorasi dan memahami
21 makna ataupun dampak yang dirasakan oleh masyarakat atas kebijakan
pemerintah. Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-upaya penting seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur,
mengumpulkan data yang spesifik dari partisipan, menganalisis data secara induktif mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema yang umum, dan
menafsirkan makna data.
1.6.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di kota Rantauprapat di kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Dalam hal
pengumpulan data maupun informasi, maka perumusan lokasi penelitian iniyaitu pada Badan Lingkungan Hidup Daerah Labuhan Batu, DPRD Kabupaten
Labuhan Batu, pengusaha burung walet, serta masyarakat di kota Rantauprapat, Kecamatan Rantau Utara.
Adapun beberapa alasan penelitian ini meneliti budidaya sarang burung walet di Kota Rantauprapat di Kecamatan Rantau Utara, antara lain, bahwa Kota
Rantauprapat merupakan ibukota dari Kabupaten Labuhan Batu. Artinya, sebagai pusat kota, Rantauprapat seharusnya mampu memosisikan lingkungan
hidup sebagai hal yang primer. Di Kecamatan Rantau Utara khususnya, di jalan- jalan perkotaan, tempat lalu lalang orang dan kendaraan, masih banyak ditemui
ruko-ruko budidaya sarang burung walet. Polusi suara sampai pada kotoran
22 burung adalah justifikasi bahwa lingkungan Kota Rantauprapat harus mendapat
keadilan. Ketidaknyaman yang ditimbulkan keberadaan budidaya burung walet ini
layak untuk mendapat sorotan yang tajam.Selanjutnya, daerah Labuhan Batu, khususnya Rantauprapat merupakan salah satu daerah pemasok sarang burung
walet yang besar.Dibuktikan dari menjamurnya bisnis ini di pedesaan sampai ke perkotaan.Adapun harga jual dari sarang burung walet ini bukanlah kecil, namun
pemerintah Kabupaten Labuhan Batu hanya memiliki regulasi retribusi pajak saja, yaitu sebesar 10.Sementara, dampak terhadap lingkungan di Kota
Rantauprapat selama ini tidak pernah mendapat perhatian dari pemerintah setempat.
1.6.3 Teknik Pengumpulan Data
Dataakandikumpulkan dari beragam sumber, seperti wawancara, observasi, dan dokumentasi. Kemudian, akan di-review semua data tersebut,
diberikan makna, dan diolah ke dalam kategori-kategori yang melintasi semua sumber data. Terdapat tiga macam cara untuk memperoleh data, ataupun
informasi-informasi, keterangan dan fakta-fakta yang berhubungan dengan penelitian yang akan dibahas. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan
sebagai berikut: 1.
Studi Literatur, dimaksudkan untuk mendapatkan teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini. Dari teori-teori yang berhubungan
23 dengan politik lingkungan dan kebijakan publik, nantinya dikembangkan
kerangka-kerangka teoritis dan konsepsional yang berhubungan dengan penelitian ini.
2. Studi Lapangan, dimaksudkan untuk mendapatkan data lapangan yang
berhubungan dengan kebijakan politik lingkungan di kota Rantauprapat Kabupaten Labuhan Batu.
Dari data-data lapangan ini nantinya didapatkan hasil-hasil yang diharapkan sesuai dengan tujuan seperti yang tercantum dalam penelitian
ini. Pengambilan data ke lapangan digunakan dua data sumber, yaitu: a.
Data Primer, merupakan data yang langsung diperoleh dari lapangan, yang dilakukan dengan observasi maupun wawancara ke instansi-
instansi yang terkait. Dengan penentuan narasumber menggunakan teknik purposive sampling, seperti Badan Lingkungan Hidup Daerah
yaitu, Bapak Mangontang Sitompul selaku Kepala Bidang AMDAL, DPRD Kabupaten Labuhan Batu yaitu Bapak Suparji, SE selaku
Ketua Komisi D DPRD Kabupaten Labuhan yang membidangi tentang Lingkungan Hidup, Dinas Kesehatan Labuhan Batu yaitu Bapak
Parlindungan selaku Kepala Bidang Kesehatan Lingkungan,Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Labuhan Batu yaitu Bapak A. Sitanggang
selaku Kepala Seksi Tata Ruang, Pengusaha Sarang Burung Walet
24 yaitu, Bapak Muksin, dan Bapak Ibnu Akbar S.Sos, M.M, selaku
Lurah Cendana di Kecamatan Rantau Utara. b.
Data Sekunder, berupa pengumpulan informasi tambahan dari dokumen, buku, koran, maupun artikel-artikel yang berhubungan
dalam judul dan perumusan masalah dalam penelitian, maupun lampiran-lampiran dan undang-undang yang mengatur program
tersebut sehingga diperoleh deskripsi implementasi program, seperti BPS Labuhan Batu dan Kecamatan Rantau Utara.
3. Observasi, yaitu dengan mendatangi secara langsung lingkungan jalanan
kota, tempat-tempat budidaya burung walet, Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Labuhan Batu.
1.7 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik analisis kualitatif, dilakukan pada data yang tidak dapat
dihitung, bersifat non-grafis atau dapat berwujud kasus-kasus sehingga tidak dapat disusun ke dalam struktur klasifikatoris. Data yang dikumpulkan bersifat deskriptif
dalam bentuk kata-kata atau gambar. Artinya penelitian ini membutuhkan pengutamaan penghayatan dan berusaha memahami faktor peristiwa dalam situasi
tertentu. Lalu kemudian setelah data tersusun teratur dan sistematis, akan melakukan analisis data yang selanjutnya menghasilkan suatu kesimpulan terhadap data yang
diteliti sesuai dengan apa yang dihasilkan oleh penelitian.
25
1.8 Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran mengenai isi pokok dari penelitian ini, maka penulis akan mempermudah dengan membagi sistematika penulisan kedalam empat
bagian sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini berisi tentang latar belakang masalah, pokok permasalahan yang akan dibahas, tujuan mengapa diadakan penelitian ini, manfaat penelitian dan metode
penelitian serta kerangka serta konsep teori yang akan menjadi landasan pembahasan masalah.
BAB II : PROFIL KOTA RANTAUPRAPAT DAN KEBERADAAN BUDIDAYA SARANG BURUNG WALET DI KOTA RANTAUPRAPAT
Dalam bab ini akan di uraikan tentang gambaran kondisi umum lokasi penelitian yang menggambarkan keadaan geografis, demografis, ekonomi, dan sosial politik
Kota Rantauprapat, serta deskripsi tentang pengelolaan dan budidaya sarang burung walet di Kota Rantauprapat.
BAB III : ANALISIS DAMPAK PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DI KOTA RANTAUPRAPAT
Bab ini berisikan data-data yang diperoleh selama berlangsungnya penelitian dan juga menganalisis data-data yang telah dapat kemudian akan disajikan untuk mendapatkan
kesimpulan mengenai dampak yang dihasilkan dari pengelolaan dan pengusahaan sarang burung walet di Kota Rantauprapat.
BAB IV : PENUTUP
26 Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang merupakan hasil dari skripsi ini yang
diperoleh dari selama penelitian.
27
BAB II PROFIL KOTA RANTAUPRAPAT
DAN KEBERADAAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET
2.1 Profil Kota Rantauprapat