Corak Ketasawufan Ibn Atha’illah
58
atau keempat Hijriyah, Imam al-Ghazali dan para pemimpin tarekat yang mengikutinya.
11
Tasawuf akhlakiTasawuf sunniadalah suatu ajaran yang menerangkan sisi moral dari seorang hamba dalam rangka melakukan taqorrub kepada
Tuhan-Nya, dengan jalan mengadakan riyadhah pembersihan diri atau jiwa dari moral yg tidak baik, karena Tuhan tidak akan menerima siapa pun dari
hamba-Nya kecuali yang berhati salim terselamatkan dari penyakit hati. Atau ajaran tasawuf yang membahas tentang kesempurnaan dan kesucian jiwa
yang diformulasikan pada pengaturan sikap mental dan pendisiplinan tingkah laku yang ketat. Di mana tasawuf sunni adalah suatu jenis tasawuf yang
memagari dirinya dengan Al- Qur‟an dan hadis secara ketat, serta mengaitkan
ahwal wal maqamat kepada dua sumber tersebut. Adapun ciri-ciritasawuf sunni antara lain:
1. Berlandaskan pada Al-Qur‟an dan Sunnah
2. Tidak menggunakan terminologi2 filasafat sebagaimana terdapat pada
ungkapan2 syathahat 3.
Lebih bersifat mengajarkan dualisme dalam hubungan antara Tuhan dan manusia
4. Kesinambungan antara hakikat dengan syariat
5. Lebih terkonsenterasi pada soal pembinaan, pendidikan akhlak, dan
pengobatan jiwa dengan cara riyadhah dan langkah takhali, tahalli dan tajalli.
12
11
Ismail, Asep Usman. Sajarah, Wiwit St. Sururin. Tasawuf, Jakarta: Pusat Studi Wanita, 2005, hal. 76.
12
Totok Jumantoro, Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Tasawuf, Jakarta: AMZAH, 2005, cet. 1, hal. 262-265.
59
Tasawuf falsafi adalah jenis tasawuf yang ajarannya berusaha memadukan antara visi tasawuf dan filsafat, sehingga cenderung melampaui batas syari‟ah.
Atau suatu bentuk tasawuf yang memasukkan ke dalam ajarannya unsur-unsur falsafah dari luar Islam, seperti Yunani, Persia, India, dan Kristen, serta
mengungkapkan ajaran itu dengan memakai istilah falsafah dan simbol khusus yang sulit dipahami orang banyak.
13
Kitab al-Hikam merupakan ciri khas pemikiran Ibn Atha‟illah pada
khususnya dalam paradigma Tasawuf. Bukan hanya itu, pemikiran dan ajaran tasawuf Ibn Atha‟illah, antara lain juga tentang zikir. Ia menyatakan bahwa:
“jangan engkau tinggalkan zikir dikarenakan engkau tidak merasakan kehadiran Allah dalam zikir tersebut, sebab kelalaianmu terhadap-Nya dengan
tidak adanya zikir kepada-Nyaitu lebih berbahaya daripada kelalaianmu terhadap-Nya dengan adanya zikir kepada-Nya.
Zikir adalah jalan menuju Allah SWT, jadi tidak boleh ditinggalkan walaupun sedang tidak konsentrasi yang penuh. Zikir sebaiknya adalah
dengan menghadirkan Tuhan dalam hati, sehingga mampu mencapai zikir yang dapat melupakan segalanya selain Allah. Zikir merupakan metode yang
efektif untuk membersihkan hati. Objek ibadah adalah mengingat Allah dzikir Allah. Dengan zikir, manusia dapat melahirkan cinta selain Tuhan dan
kerikatan dari dunia fana‟ ini.
14
13
Totok Jumantoro, Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Tasawuf, Jakarta: AMZAH, 2005, cet. 1, hal. 263.
14
Ilyas Ismail, Asep Usman Ismail, Hamdani Anwar, Ensiklopedi Tasawuf, Bandung: Angkasa, 2008, cet. Ke 1, hal. 530.
60
Corak Pemikiran Ibn Atha‟illah dalam bidang tasawuf sangat berbeda
dengan para tokoh sufi lainnya ia lebih menekankan nilai Tasawuf pada Ma‟rifat. Selain itu juga bahwa Ibnu Atha‟illah merupakan guru ketiga dari
taharikat Syadziliyah, maka ia memilki pandangan tasawuf pada kahususnya tentang ma‟rifat berdasarkan pandangan tarekat Syadziliyah.
Ibn Atha‟illah telah memahami ajaran konsep Tasawuf yang banyak
mengandung dari ajaran Syadziliyah, yang mana ajaran taswuf tersebut diringkas menjadi lima bagian yaitu :
1. Secara lahir dan batin melakukan Taqwa kepada Allah Swt.
2. Berkata dan berbuat sesuai dengan As Sunnah.
3. Dalam penciptaan dan pengaturan menolak akan kekuasaan Makhluk.
4. Baik dalam keadaan sedikit maupun banyak ridha kepada Allah Swt.
5. Baik dalam keadaan senang maupun susah selalu ingat kepada Allah Swt.
Mengenai konsep yang pertama dan kedua, Ibn Atha‟illah
memberikan penegasan dalam hikmah sebagai berikut :
Artinya : “tidak meninggalkan kedunguan sedikitpun sangat bodoh orang yangmenghendaki perubahan di dalam waktu yang telah ditentukan menuju
kelain waktu yang All ah telah menampakannya didalam waktu itu”
Untuk menegakkan adab Sufi dan kehalusan budi kepada Allah Swt.
Maka hanya kehendak dan daya kekuatan Allahlah yang ditegakkan dalam setiap pembicaraan tasawuf.
15
15
http:mutiarazuhud.wordpress.com di unduh pada tanggal 21-April-2011, pukul
13:23.
61