Hak dan Kewajiban Penerima dan Pemberi Kredit Kewajiban debitur

survey untuk menilai kemampuan debitor yang bersangkutan dalam mengembalikan hutangnya, dengan terlebih dahulu meminta persetujuan calon debitor. 56

4. Hak dan Kewajiban Penerima dan Pemberi Kredit

1. Hak Debitur a. Menerima dan menikmati kendaraan tersebut beserta perlengkapannya, dalam keadaan baik dan terjamin bahwa tidak ada pihak lain yang menuntutnya. b. Menerima faktur dan BPKB atas kendaraan atas kendaraan tersebut bila angsurannya telah dilunasi. c. Memperoleh pembiayaan untuk pembelian kendaraan bermotor yang diinginkan. d. Dalam hal apabila terjadi penjualan kendaraan bermotor tersebut dan hasil penjualannya dipergunakan untuk memenuhi kewajiban debitur, dan ternyata ada sisa, maka debitur berhak atas sisa tersebut. e. Dalam pemakaian kendaraan bermotor tersebut selama uang angsuran belum lunas maka hak debitur hanya sebagai pemakai.

3. Kewajiban debitur

b. Membayar setiap angsuran tepat pada waktunya sebagaimana yang telah ditentukan. c. Memelihara kendaraan tersebut, memperbaiki segala kerusakan apabila terjadi hal-hal tersebut. 56 Ibid. Universitas Sumatera Utara d. Melengkapi dokumen-dokumen yang diperlukan dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan. e. Membayar denda apabila terlambat membayar angsuran sebesar 0,5 per hari. f. Menyerahkan BPKB atas kendaraan bermotor yang menjadi objek perjanjian pembiayaan sebagai jaminan. g. Membayar pajak dan beban lain atas kendaraan mobil tersebut. h. Mengasuransikan kendaraan mobil tersebut pada perusahaan asuransi i. Memberitahu secara tertulis kepada kreditur mengenai alamat yang akan dipergunakan untuk surat-menyurat sehubungan dengan perjanjian pembiayaan dengan menyerahkan hak milik secara fidusia. j. Menyerahkan down payment sesuai dengan kesepakatan dengan pihak Batavia Prosperindo Finance dari harga kendaraan. k. Apabila terjadi penjualan kendaraan mobil tersebut dan hasilnya dipergunakan untuk memenuhi kewajiban debitur dan ada sisanya, maka debitur berhak atas sisa hasil penjualan tersebut. l. Bila angsuran telah lunas, maka debitur berhak memperoleh hak miliknya yang diserahkan secara fidusia kepada kreditur sebagai jaminan.

A. Hak Kreditur Batavia Prosperindo Finance

b. Menerima uang angsuran dalam waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian hingga lunas seluruhnya sebesar harga dari kendaraan mobil. Universitas Sumatera Utara c. Berhak sewaktu-waktu jika dianggap perlu memasuki tempat-tempat dimana kendaraan itu disimpan untuk memeriksa kendaraan agar dalam keadaan baik dan terpelihara. d. Berhak memperoleh pembayaran denda 0, 5 per hari dari debitur yang lalai melaksanakan kewajibannya. e. Menyesuaikan jumlah kewajiban pembayaran debitur jika terjadi tindakan moneter pemerintah Republik Indonesia. f. Menagih secara seketika dan sekaligus tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada kreditur. g. Memegang copy faktur dan BPKB yang diterbitkan atas kendaraan bermotor sebagai jaminan dan mempergunakannya bila perlu. h. Menentukan jumlah tagihan terhadap debitur. i. Mengambil dan menguasai kendaraan tersebut dan berhak pula dengan pertolongan pihak yang berwenang mengambil atau menyita kendaraan mobil tersebut untuk keperluan eksekusipenjualan. j. Mengalihkan haknya kepada kreditur lain. k. Pemberitahuan alamat surat-menyurat debitur untuk keperluan perjanjian pembiayaan yang dilaksanakan. Universitas Sumatera Utara

B. Kewajiban Batavia Prosperindo Finance

a. Menyerahkan kendaraan kepada debitur, apabila debitur telah menandatangani surat perjanjian dan membayar uang muka ditambah dengan biaya administrasi serta asuransi, b. Menyediakan dana guna pembelian mobil yang dibutuhkan oleh debitur, c. Menyerahkan surat-surat bukti kepemilikan kendaraan tersebut copy faktur dan BPKB apabila debitur telah melunasi angsuran mobil tersebut, d. Menjamin bahwa kendaraan mobil tersebut bebas dari sitaan dan gangguan dari pihak lain. 57 5. Syarat-syarat yang Harus Dipenuhi dalam Perjanjian Pembiayaan Secara Kredit di Batavia Prosperindo Finance Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh calon pembeli: 1. Debitur pembeli memberi kuasa yang tidak dapat dicabut kembali oleh kreditur untuk dan atas nama serta guna kepentingan debitur mempergunakan dana yang diperoleh dan pencairan fasilitas pembiayaan ini untuk pembayaran harga barang kepada penjual serta menerima tanda terima pembayaran dari penjual yang juga merupakan bukti penerimaan pinjaman dari kreditur kepada debitur. 2. Pencairan fasilitas kredit ini dilakukan setelah debitur memenuhi seluruh kewajiban yang ditentukan oleh kreditur. 57 Perjanjian Kredit, PT.Batavia Prosperindo Finance. Universitas Sumatera Utara 3. Debitur wajib membayar setiap angsuran tepat waktu sebagai mana ditentukan dalam perjanjian tidak dapat mengguanakan alasan apapun untuk menunda pembayaran atau membuat permohonan penjadwalan kembali pembayaran atas peristiwa-peristiwa yang terjadi pada debitur. 4. Untuk setiap hari keterlambatan membayar jumlah uang yang seharusnya dibayar oleh debitur kepada kreditur, debitur membayar kepada kreditur denda keterlambatan atas jumlah uang tersebut atau sisanya sebesar 0,5 per hari, denda mana dapat ditagih secara seketika dan sekaligus tanpa diperlukan teguran untuk itu oleh kreditur kepada debitur. 5. Apabila terjadi tindakan moneter oleh pemerintah Indonesia, maka kreditur dapat menyesuaikan jumlah kewajiban pembayaran debitur kepada kreditor sebagaimana akan diberitahukan secara tertulis kepada debitor dan debitor wajib mengikuti penyesuaian tersebut. 6. Semua pembayaran harus dilakukan kepada dan di kantor kreditur atau di tempat lain yang sewaktu-waktu ditentukan oleh kreditur. 7. Pembayaran dengan cheque dan giro bilyet, dianggap sebagai pembayaran apabila cheque dan giro bilyet tersebut telah diuangkan dan dipindah bukukan dengan cara sebagai mana mestinya, dan pembayaran dengan cheque dan giro bilyet dibuat atas nama kreditur dan kata-kata pembawa agar dicoret. 8. Seluruh hutang debitur kepada kreditur, oleh kreditur dapat ditagih seketika sekaligus tanpa pemberitahuan secara tertulis terlebih dahulu oleh kreditur kepada debitur apabila: Universitas Sumatera Utara b. Debitur mengajukan permohonan untuk dinyatakan pailit atau debitur mengajukan permohonan penundaan pembayaran hutang-hutangnya, c. Harta kekayaan debitur atau seluruhnya disita oleh pihak lain, d. Debitur meninggal dunia, kecuali bila penerima hak atau para ahli warisnya dapat memenuhi semua kewajiban debitur dan dalam hal ini disetujui oleh kreditur, e. Debitur ditaruh di bawah pengampuan Onder Curatele Gesteld atau karena sebab atau apapun tidak cakap atau berhak atau berwenang bagi untuk melakukan tindakan pengurusan atau pemilikan atas dan terhadap harta kekayaannya baik sebagian atau seluruhnya, f. Debitur lalai dalam membayar salah satu angsuran atau angsurannya, atau debitur sering melalaikan kewajibannya, g. Barang jaminan tersebut dipindahtangankan atau dijaminkan kepada pihak ketiga, tanpa mendapat persetujuan secara tertulis terlebih dahulu dari kreditur, h. Debitur tersangkut dalam kasus suatu perkara pidana. 9. Untuk menjamin pembayaran seluruh kewajiban pembayaran debitur kepada kreditur, baik yang timbul dari perjanjian ini dan atau perjanjian lainnya dibuat oleh debitur dan kreditur, maka debitur dengan ini menyerahkan kepada kreditur hak miliknya secara fidusia atas barang dan jaminan lainnnya yang tercantum dalam 4 butir perjanjian pembiayaan dengan menyerahkan hak milik secara fidusia atau secara bersama-sama disebut “barang” dengan Universitas Sumatera Utara syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang lazim dipergunakan dengan menyerahkan hak milik secara fidusia antara lain: a. Barang tersebut tetap dipegang oleh debitur, tetapi debitur tidak lagi sebagai pemilik melainkan sebagai peminjam atau pemakai saja dari kreditur. b. Debitur mengetahui dan menyetujui bahwa faktur atau BPKB akan dikeluarkan atas nama debitur, akan tetapi selama hutang debitur kepada kreditur belum dibayar lunas, maka surat-surat bukti kepemilikan kendaraan bermotor tersebut akan ditahan dan disimpan kreditur dan untuk dipergunakan dimana dan bilamana perlu debitur dengan cara dan alasan apapun juga tidak berhak untuk meminta atau meminjam BPKB dan faktur tersebut di atas selama seluruh hutang debitur kepada kreditur belum dibayar lunas. c. Debitur dilarang untuk meminjamkan, menyewakan, mengalihkan, menjaminkan atau menyerahkan penguasaan atau penggunaan atas barang tersebut kepada pihak ketiga dengan jalan apapun juga. d. Debitur wajib memelihara dan mengurus barang tersebut sebaik-baiknya dan melakukan segera pemeliharaan dan perbaikan atas biaya sendiri dan bila ada bagian dari kendaraan yang diganti atau ditambah, maka itu termasuk dalam penyerahan secara fidusia kepada kreditur. e. Kreditur atau kuasanya berhak untuk sewaktu-waktu jika dianggap perlu memasuki tempat-tempat dimana orang tersebut disimpan atau terdapat, Universitas Sumatera Utara atau diduga oleh kreditur berada di tempat tertentu untuk memeriksa keadaanya serta melihat adanya. Kreditur berhak pula atas biaya debitur agar barang tersebut dalam keadaan baik dan terpelihara, yaitu dalam hal debitur lalai melakukan sendiri. f. Segala pajak dan beban lainnya yang sekarang telah dan atau kemudian hari akan dikenakan terhadap barang wajib dipikul dan dibayar seluruhnya oleh debitur. Debitur harus mengasuransikan barang tersbut kepada bahayakecelakaan dengan premi yang dibayar oleh debitor. Apabila debitur lalai mengasuransikan barang tersebut maka segala resiko terhadap kecelakaan dan kehilangan sepenuhnya ditanggung oleh debitur. Pelanggaran terhadap ketentuan ini tidak dapat dijadikan alasan untuk tidak melaksanakan atau menunda kewajiban pembayaran angsuran debitur kepada kreditur. g. Apabila tidak melunasi hutangnya, atau tidak memenuhi kewajibannya kepada atau terhadap kreditur, maka kreditur berhak dan dengan diberi kuasa dengan hak substitusi oleh debitur untuk secara di bawah tangan atau dengan perantara pihak lain siapapun adanya barang tersebut di atas, demikian dengan harga pasar dengan layak dan syarat-syarat serta ketentuan yang dianggap baik oleh kreditur. h. Setelah barang ditarik atau diambil oleh kreditur, debitur melepaskan haknya untuk membayar jumlah angsuran yang telah lewat waktu jatuh tempo tersebut dan kreditur berhak penuh melaksanakan penjualan atau Universitas Sumatera Utara barang yang diambil tersebut. Untuk menghadap kepada siapapun dan dimanapun, memberikan dan meminta keterangan membuat atau menyuruh pembuat akta atau perjanjian antara lain: akta jual-beli, atau risalah lelangnya, menandatangani tanda penerimanya, menyerahkan barang tersebut kepada yang berhak menerimanya dan selanjutnya melakukan tindakan tanpa ada yang dikecualikan guna tercapainya penjualan tersebut di atas, kreditur berkewajiban untuk setelah dari uang hasil penjualan dibayarkan ke semua ongkos pajak lainnya, mempergunakan sisa uang hasil penjualan itu untuk melunasi semua hutang dan dendanya dan memenuhi semua kewajiban debitur, kepada atau terhadap kreditur, maka debitur tetap berkewajiban wajib membayar sisa hutang tersebut kepada kreditor tersebut dalam waktu 2 minggu setelah pemberitahuan kreditur kepada debitur. i. Kreditur pada waktu menggunakan haknya berdasarkan perjanjian ini dan atau surat perjanjian lainnya yang dibuat oleh kreditur, berhak untuk menentukan sendiri seluruh jumlah penagihannya terhadap debitor baik yang berupa pokok hutang atau sisa pokok hutang, denda, biaya pelelangan atu penjualan, honorarium pengacara atau kuasa untuk menagih serta biaya-biaya atau jumlah uang lainnya yang wajib ditanggung atau dibayar oleh debitur. Debitur dengan ini melepaskan semua haknya untuk mengajukan keberadaan atau tuntutan hasil penjualan barang dan potongannya serta jumlah hutangnya atau sisa hutang bunga Universitas Sumatera Utara dan biaya-biaya lain, denda, ongkos yang bersangkutan dengan pengambilan kembali dan penjualan barang sebagaimana yang diuraikan di atas. j. Dengan tidak mengurangi kewajiban debitur untuk membayarkan, maka dalam hal ini terlambat diserahkannya barang tersebut dari debitur atau pihak lain yang menguasai barang tersebut dan atau berhak pula dengan pertolongan alat-alat negara yang berwenang mengambil atau menyita barang-barang tersebut untuk keperluan eksekusi atau penjualan satu dan lainnya atas biaya dan resiko segalanya berada di debitur. k. Semua piutang kreditur terhadap debitur berdasarkan perjanjian ini atau perjanjian lainnya antara debitur dengan kreditur dapat dialihkan oleh kreditur pada pihak lain, siapapun adanya dan debitur dengan ini memberikan persetujuan di muka atau pengalihan tersebut, tanpa diperlukan pemberitahuan resmi atau dalam bentuk apapun juga. l. Semua kuasa tersebut di dalam akta ini bersifat tetap dan tidak dapat ditarik kembali, selama debitor masih mempunyai hutang kepada kreditor atau belum memnuhi semua kewajibannya terhadap kreditor. m. Debitor wajib memberitahukan secara tertulis kepada kreditor mengenai alamat yang akan digunakan untuk surat-menyurat sehubungan dengan perjanjian ini, dan alamat baru setiap kali debitor pindah alamat. n. Apabila timbul perselisihan sebagai akibat dari perjanjian, pertama-tama akan diselesaikan secara musyawarah antar kedua belah pihak, tetapi Universitas Sumatera Utara apabila tercapai penyelesaian dalam musyawarah, kedua belah pihak sepakat agar sengketa yang timbul diselesaikan di Pengadilan Negeri. 58

C. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Eksekusi Objek Jaminan Fidusia Lembaga Pembiayaan Konsumen

Sebelum terjadinya eksekusi ada beberapa tahapan yang harus dipenuhi agar kekuatan eksekutorial dari Pasal 29 Undang-Undang Jaminan Fidusia dapat dapat terpenuhi adapun tahapan-tahapan sebagai berikut: Dalam Pasal 11 Undang-Undang Jaminan Fidusia menegaskan bahwa: a. 1. Akta Jaminan Fidusia yang dibuat wajib di daftarkan 2. Pendaftaran Jaminan Fidusia meliputi: a. Akta jaminan Fidusia yang berada dalam negeri. b. maupun yang di luar negeri. Tujuannya adalah memenuhi azas publisitas dan keterbukaan, mengenai segala keterangan yang ada di Kantor Pendaftaran Fidusia terbuka untuk umum selain itu tujuan dari pendaftaran ini adalah sebagai jaminan kepastian terhadap kreditor lain mengenai kebenaran benda yang dibebani dengan jaminan fidusia. b. Selanjutnya di dalam Pasal 12 ayat 1 Pendaftaran dilakukan di tempat kedudukan penerima fidusia. c. Tempat pendaftaran dimana kedudukan dari penerima fidusia. d. Permohonan pendaftaran bisa dilakukan oleh penerima fidusia atau kuasanya atau juga boleh diwakilkan Pasal 13 ayat 1. 58 Ibid. Universitas Sumatera Utara e. Pencatatan jaminan fidusia dalam Pasal 13 ayat 2. f. Tata cara pendaftaran sesuai aturan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000, tanggal 28 September 2000. Dalam Pasal 29 ayat 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, dasar lahirnya hak eksekusi: 1. Adanya cidera janji Adapun cidera janji yang diatur dalam KUHPerdata Pasal 1243 unsur-unsurnya antara lain: 1. Lalai memenuhi perjanjian, 2. Tidak memenuhi prestasi dalam jangka waktu yang telah ditentukan. 2. Dalam perjanjian telah diatur secara rinci mengenai hal-hal yang berkenaan dengan cidera janji event of default di dalam kontrak. Cidera janji bisa berupa lalainya debitur memenuhi pelunasannya pada saat utangnya sudah matang untuk ditagih, maupun tidak dipenuhi janji-janji yang diperjanjikan, baik dalam perjanjian pokok maupun dalam perjanjian penjaminannya, sekalipun utangnya sendiri belum matang untuk ditagih. Salah bentuk dari bentuk cidera janji ini adalah kredit macet. Kredit macet tidak terjadi begitu saja secara mendadak, pada sebagian besar kejadian berbagai macam gejala penurunan pada ketetapan pembayaran pada setiap bulannya. Dari beberapa bentuk penyimpangan yang sering muncul ke permukaan adanya permintaan debitur untuk memperpanjang jangka waktu kredit yang telah Universitas Sumatera Utara ditetapkan dalam perjanjian kredit pada awalnya. Selain itu adanya keterlambatan pembayaran bunga atau cicilan kredit yang telah jatuh tempo. Faktor-faktor penyebab kredit macetmenurut AHok, Supervisor pada PT. Batavia Prosperindo Finance 59 dapat dikategorikan dalam 3 bagian: 1. Karakter debitur. a. Adanya debitur yang berwatak buruk dan dari semula memang tidak berminat untuk melunasi utangnya. b. Debitur yang berwatak jujur, tetapi tertimpa musibah sehingga tidak mampu memenuhi kewajibannya. 2. Kondisi ekonomi a. Terjadinya penurunan pendapatan bagi debitur sehingga tidak dapat melakukan pembayaran atau cicilan. b. Bangkrutnya usaha yang selama ini dijalankan oleh debitur sehingga sulit baginya untuk melakukan pembayaran cicilan pada kredit kendaraan bermotor. 3. Krisis global a. Terjadi pemutusan kerja pada debitur pada debitur. b. Peningkatan suku bunga yang melonjak tajam. Ketika para pihak membuat suatu perjanjian, tentunya mereka mengharapkan agar perjanjian itu dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Dalam perjanjian 59 Wawancara dengan AHok, Supervisor pada PT. Batavia Prosperindo Finance, tanggal 5 Juni 2010. Universitas Sumatera Utara pembiayan ini debitor mengharapkan agar barang yang dipakai menjadi miliknya sedangkan kreditor mengharapkan angsuran dibayar tepat pada waktunya. Namun kadang-kadang perjanjian yang telah dibuat tidak dapat terlaksana sebagaimana mestinya seperti yang diharapkan. Tidak terlaksananya atau tidak melakukan apa yang diperjanjikan disebut wanprestasi. Menurut Subekti membagi wanprestasi menjadi 4 empat macam: 1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan, 2. Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan, 3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat, 4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. 60 Tiga macam wanprestasi yang pertama biasanya terjadi pada perjanjian untuk memberikan sesuatu. Pembagian wanprestasi seperti di atas memang agak terperinci, biasanya bentuk wanprestasi yang pertama dan keempat digabung menjadi satu. Yaitu menjadi tidak memenuhi prestasi sama sekali, sehingga menjadi 3 tiga macam wanprestasi: a. Tidak memenuhi prestasi sama sekali, b. Terlambat memenuhi prestasi, c. Memenuhi prestasi tidak baik atau tidak sempurna. “ Wanprestasi terjadi apabila seorang debitor tidak dapat membuktikan bahwa tidak dapatnya ia melakukan prestasi adalah diluar kesalahannya atau dengan kata lain tidak tidak dapat membuktikan adanya force majeur, jadi dalam hal ini debitor 60 R. Subekti, Op. cit, hal.147. Universitas Sumatera Utara jelas bersalah.” 61 Menurut Pasal 7 huruf f Perjanjian Pembiayaan Konsumen menyebutkan bahwa dalam hal terjadinya suatu peristiwa atas kendaran tersebut yang dijaminkan secara fidusia baik berupa kerusakan sebagian maupun musnah ataupun hilang tanpa dapat diperoleh kembali baik kendaraan tersebut diasuransikan atau tidak oleh penerima kredit. Penerima kredit tetap mengikatkan diri dan berjanji serta bertanggung jawab penuh atas penyelesaianpelunasan berdasarkan perjanjian ini seluruhnya tanpa kecuali. Berdasarkan ketentuan pasal 7 huruf f Perjanjian Pembiayaan Konsumen pihak debitur tetap bertanggung jawab atas perikatan perjanjian tersebut meskipun telah nyata bahwa adanya ketidaksengajaan dari debitur dalam hal ini keadaan memaksa. Menurut analisis penulis bahwa ketentuan dalam pasal ini tidak ada keseimbangan antara hak debitur dengan hak kreditur, padahal Undang-Undang dalam hal ini KUHPerdata sudah jelas mengatur mengenai force majeur apabila bisa dibuktikan maka pihak debitur terlepas dari segala tuntutan tersebut. Tindakan wanprestasi membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi. Tindakan wanprestasi dapat terjadi karena: a. Karena kesengajaan, b. Karena kelalaian. 61 A. Qirom Syamsudin Meliala, Op.cit. hal. 26. Universitas Sumatera Utara c. Tanpa kesalahan tanpa kesengajaan atau kelalaian Jenis-jenis prestasi yang dilakukan debitor dapat dilihat dari tabel 1 di bawah ini: Tabel 1 Jenis-Jenis Prestasi No. Jenis-Jenis Prestasi Jumlah Persentase 1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali - - 2. Terlambat memenuhi prestasi 13 65 3. Memenuhi prestasi secara tidak baiktidak sempurna 4 20 4. Memenuhi prestasi dengan baik 3 15 Jumlah 20 100 Sumber: Data diolah dari PT.Batavia Prosperindo Finance dari 2009-2010. Dari tabel 1 di atas dapat dilihat bahwa debitor mempunyai 4 empat kriteria dalam hal melaksanakan kewajibannya. Dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa 65 dari nasabah atau debitur terlambat memenuhi prestasi dalam hal ini pembayaran angsuran yang dilakukan oleh nasabah tidak tepat waktu sebagaimana yang telah ditentukan tanggalnya di dalam perjanjian pembiayaan konsumen. Prestasi yang dipenuhi terlambat tetapi tidak sampai pada penarikan barang jaminan hanya sudah ada denda dan bunga dari tagihan pokok. Dari 20 nasabah yang memenuhi prestasi secara tidak baik dengan ketentuan prestasi dilakukan tetapi tidak sempurna. Menurut data lapangan pada PT. Batavia Prosperindo Finance bahwa besarnya jumlah nasabah yang terlambat atau tidak sempurna dalam pemenuhan prestasi tersebut dipengaruhi juga oleh lamanya jangka waktu kredit yakni dalam kurun waktu 2 sampai 3 tahun. Namun demikian Pihak PT. Batavia Prosperindo Finance mempunyai solusi-solusi Universitas Sumatera Utara untuk menyelesaikan masalah keterlambatan memenuhi kewajibannya. Pihak Batavia Prosperindo Finance masih memberikan keringanan untuk debitor agar tidak sampai dilakukan eksekusi yang berakibat fatal bagi debitor. Sejak kapan debitor wanprestasi, didalam praktek dianggap bahwa wanprestasi tidak secara otomatis terjadi, kecuali apabila telah disepakati oleh para pihak, bahwa prestasi itu ada sejak tanggal yang disebutkan dalam perjanjian telah lewat waktunya. Sehingga untuk memastikan sejak kapan adanya wanprestasi, diadakan upaya hukum yang dinamakan “in gebreke stelling” yakni penentuan mulai terjadinya wanprestasi atau istilah lain disebut “somasi”. Dalam hal hapusnya perjanjian positif tidak perlu dilakukan in gebreke stelling, sedangkan pada hapusnya perjanjian yang negatif in gebreke stelling perlu dilakukan, yang positif artinya kreditur tidak mendapat untung. 62 Dengan demikian baru dapat dinyatakan wanprestasi, kalau sudah diperingati terlebih dahulu oleh kreditor. Peringatan ini disebut “somasi” yaitu perintah dari kreditor kepada debitor supaya melaksanakan prestasi yang telah ditentukan dalam perjanjian. Somasi dapat berupa adanya perintah dalam bentuk surat, telegram. Dari hasil penelitian suatu kredit dikategorikan macet pada PT. Batavia Prosperindo Finance cabang Medan tertundanya pembayaran atau terjadi kelalaian pelaksanaan pembayaran yang telah ditentukan dalam perjanjian kredit. Oleh karena itu apabila debitur tidak memenuhi kewajiban membayar angsuran yang telah ditentukan jumlahnya di dalam perjanjian sampai perjanjian utang-piutang itu 62 A. Qirom Syamsudin Meliala, Op.cit, hal. 28. Universitas Sumatera Utara berakhir maka debitor tersebut dikatakan telah melakukan wanprestasi. Keterlambatan pada H-1 lewat satu hari dihubungi melalui telepon, apabila belum juga ada pembayaran angsuran sampai pada H-7 lewat tujuh hari dikeluarkan surat teguran somasi, sampai pada H-21 lewat dua puluh satu hari. Adanya peringatan yang dilakukan pihak finance dengan surat teguran atau somasi dengan melalui beberapa tahap: 1. Peringatan pertama merupakan teguran awal yang disampaikan oleh PT. Batavia Prosperindo Finance kepada debitur untuk senantiasa berbuat sebagaimana yang telah diperjanjikan. 2. Peringatan kedua pada hakikatnya merupakan peringatan yang disampaikan oleh pihak Batavia Prosperindo Finance untuk menindkalanjuti peringatan pertama yang juga belum dipenuhi oleh debitur, pada peringatan kedua ini lebih tegas dari peringatan pertama, dengan harapan agar debitur benar-benar melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya. 3. Peringatan ketiga merupakan teguran akhir yang dilakukan PT. Batavia Prosperindo Finance terhadap debitur yang tetap tidak memenuhi apa yang menjadi kewajibannya meskipun telah diperingatkan sebelumnya. Jika debitur tetap tidk mengindahkan peringatan terakhir ini maka kendaraan debitur yang sebagai jaminan tersebut dapat ditarik dengan berdasarkan surat kuasa menarik objek jaminan fidusia yang telah dibuat sebelumnya bersamaan dengan akta fidusia. Universitas Sumatera Utara

BAB III HAMBATAN DAN UPAYA YANG DILAKUKAN DALAM PENARIKAN

OBJEK JAMINAN FIDUSIA

A. Hambatan di dalam Penarikan Barang Jaminan

Dalam Pasal 30 Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999, dalam rangka eksekusi atas objek jaminan fidusia pemberi fidusia wajib menyerahkan objek jaminan fidusia kepada pemberi fidusia: 1. Kepada Penerima Fidusia atau kepada jawatan lelang, kepada pembeli lelang atau kepada pembeli di bawah tangan, jika penjualannya di bawah tangan. 2. Penerima fidusia memiliki the right to reposses. Penjelasan Pasal 30 Undang-Undang Jaminan Fidusia memberi hak kepada penerima fidusia untuk mengambil benda objek jamiann fidusia dari tangan pemberi fidusia apabila pada saat eksekusi dilakukan pemberi fidusia tidak mau menyerahkan objek jaminan fidusia, secara sukarela yang disebut dengan the right to reposses dengan acuan penerapan: Pemberi fidusia melakukan cidera janji, berdasarkan hal tersebut penerima fidusia melakukan eksekusi, namun pada saat eksekusi dilakukan pemberi fidusia tidak mau menyerahkan objek jaminan secara sukarela, apabila keingkaran ini terjadi undang-undang memberi hak kepada penerima fidusia dalam kedudukan dan kapasitasnya sebagai legal owner untuk mengambil penguasaan objek jaminan fidusia dari tangan pemberi fidusia dalam kedudukannya dan kapasitasnya sebagai economic owner atas objek jaminan fidusia, apabila perlu penerima fidusia dapat Universitas Sumatera Utara meminta bantuan pihak yang berwenang. Pihak yang berwenang dalam pelaksanaan pengambilan objek jaminan fidusia dari tangan pemberi fidusia terdiri dari: 1. Pihak Polri, 2. Pengadilan Negeri PN berdasarkan Pasal 200 HIR. Berdasarkan surat kuasa yang diberikan debitur pada saat perjanjian pembiayaan konsumen serta ketentuan dari pasal-pasal yang dimuat dalam akta jaminan fidusia perusahaan pembiayaan di beri hak untuk: 1. Memasuki ruangan tempat tinggal atau kantor debitur pemberi kuasa dan ditempat lain di mana kendaraan tersebut berada, 2. Menarik atau mengambil kendaraan tersebut baik yang berada dalam penguasaan konsumen maupun pihak lain, 3. Menjual kendaraan tersebut kepada siapa pun dan syarat-syarat lain yang dianggap baik oleh penerima kuasa, dari hasil penjualan tersebut diperhitungkan dengan semua jumlah yang terhutang pemberi kuasa kepada penerima kuasa termasuk dan tidak terbatas pada biaya penarikanpengambilan kendaraan, perbaikan dan biaya-biaya lainnya. 4. Melakukan semua tindakan kepemilikan atas kendaraan antara lain membuat dan menandatangani surat tanda terima pembayaran, surat-surat balik nama, surat- surat pemblokiran STNK dan BPKB, serta klaim asuransi kendaraan dan sebagainya, untuk keperluan tersebut penerima kuasa berhak menghadap kepada pejabatinstansi yang berwenang maupun pihak lainnya. Universitas Sumatera Utara Meskipun sudah diatur secara jelas di dalam perjanjian kredit usaha untuk menarikmengambil kembali objek jaminan fidusia masih ditemukan hambatan- hambatan di dalam usaha penarikan atau mengambil kembali objek jaminan fidusia yang berada di tangan pemberi fidusia dalam hal ini debitur ataupun pihak lain. Menurut AHok, Supervisor pada PT. Batavia Prosperindo Finance adanya beberapa hambatan di dalam penarikan barang jaminan 63 Adapun hambatan-hambatan dalam penarikan barang jaminan yaitu: 1. Barang jaminan dijual Penjualan yang dimaksud adalah barang jaminan dijual tunai tanpa disertai janji-janji kepada pihak ketiga oleh penerima fasilitas, adapun alasan-alasan penerima fasilitas menjual barang jaminan seperti, membutuhkan uang yang mendesak, karena barang jaminan mobil mudah dialihkan, maka cepat mendatangkan uang untuk menutupi kebutuhan penerima fasilitas, yang sifatnya membantu penerima fasilitas dalam hal kebutuhan yang mendesak seperti, biaya perawatan sakit, sekolah, dan penerima fasilitas yang dari awal tidak beritikad baik sengaja mengajukan permohonan menjadi penerima fasilitas kemudian barang jaminan tersebut untuk dijual lagi, untuk mendapatkan keuntungan, sementara banyak pembeli barang jaminan tersebut tidak mengerti tentang asal-usul barang jaminan dan tidak mempermasalahkan Surat Tanda Kendaraan Bermotor STNK dan Buku Kepemilikan Kendaraan Bermotor BPKB. 63 Wawancara dengan AHok, Supervisor pada PT. Batavia Prosperindo Finance, pada tanggal 5 Juni 2010. Universitas Sumatera Utara 2. Barang jaminan digadai Proses gadai yang dimaksud adalah gadai di bawah tangan antara penerima jaminan dengan pihak ketiga dengan objek jaminan adalah barang-barang dari Perjanjian Pembiayaan Konsumen PT. Batavia Prosperindo Finance. Adapun uang gadai yang dimaksud dari Rp. 10.000.000,00 sepuluh juta rupiah sampai Rp. 15.000.000,00 lima belas juta rupiah, jenis mobil tidak dipermasalahkan, tapi kondisi mobil tetap diperhatikan, dengan ketentuan yang bervariasi berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Berdasarkan gadai antara penerima fasilitas dengan penerima gadai, maka pemegang gadai akan bertahan untuk tidak memberikan barang jaminan tersebut ketika akan dilakukan penarikan oleh remedial field atau debt collector. 3. Penerima fasilitas tidak mampu lagi Ketika penerima fasilitas sudah tidak mampu lagi melanjutkan pembayaran angsurannya, penerima fasilitas melakukan over kredit dengan pihak ketiga over kredit di bawah tangan. Yang dimaksud over kredit dengan pihak ketiga adalah dengan orang yang menguasai mobil, serta yang akan melakukan pembayaran seluruh sisa angsuran mobil kepada PT. Batavia Prosperindo Finance. Adapun ketentuan- ketentuan over kredit yang dimaksud di atas yaitu dengan penggantian sejumlah uang tertentu, sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak penerima fasilitas dengan pihak ketiga, menurut nasabah dari PT. Batavia Prosperindo Finance yakni Syamsuddin “dengan mengover mobil sesuai harga kesepakatan maka saya cepat Universitas Sumatera Utara mendapatkan uang.” 64 Menurut AHok PT. Batavia Prosperindo “Penerima gadai seperti ini akan mengalami macet dan barang jaminan akan dialihkan lagi”. 65 4. Pendapatan bulanan penerima jaminan yang tidak pasti Penerima fasilitas hanya mengandalkan salah satu sumber pendapatan untuk pembayaran angsuran, sehingga kalau tidak mampu lagi penerima fasilitas mengalihkan barang jaminan tersebut dengan harga yang sangat bervariasi ini tergantung dari jenis, keadaan sepeda motor dan uang muka yang disetor oleh penerima fasilitas kepada pemberi fasilitas sebelum penyerahan barang jaminan. 5. Penerima fasilitas hanya atas nama Penerima fasilitas atas nama biasanya akan diberi imbalan sejumlah uang Rp. 500.000,00 sampai Rp. 1.000.000,00 oleh pihak ketiga pengguna barang jaminan yang memanfaatkan identitas penerima fasilitas ini dilakukan karena beberapa hal antara lain: a. Pihak lain tersebut sudah di blacklist oleh PT. Batavia Prosperindo Finance; b. Pihak lain tidak masuk dalam area kerja PT. Batavia Prosperindo Finance; c. Pihak lain tersebut tidak layak menurut hasil survey dari Dept. Kredit PT. Batavia Prosperindo Finance; d. Pihak lain tersebut adalah berasal dari desa atau kecamatan yang di blacklist karena alasan tertentu oleh PT. Batavia Prosperindo Finance. 64 Wawancara dengan Syamsuddin, Nasabah PT. Batavia Prosperindo Finance, tanggal 19 Juli 2010. 65 Wawancara dengan AHok, Supervisor pada PT. Batavia Prosperindo Finance, tangal 5 Juni 2010. Universitas Sumatera Utara Karena hanya atas nama salah satu alasan tersebut di atas, maka selanjutnya penerima fasilitas yang tercantum dalam perjanjian pembiayaan konsumen lepas tangan, sementara alamat pemegang barang jaminan tidak jelas, jika terjadi macet susah dilacak. 6. Kurangnya pemahaman penerima fasilitas atas isi Perjanjian Pembiayaan Konsumen dan Perjanjian Pemberian Jaminan Fidusia Sebagian besar banyak penerima fasilitas dari PT. Batavia Prosperindo Finance yang tidak membaca dengan baik isi dari perjanjian pembiayaan konsumen, perjanjian pemberian jaminan fidusia dan dokumen tambahan lainnya sehingga penerima fasilitas tidak menyadari bahwa mengalihkan barang jaminan tidak merupakan melanggar perjanjian, menurut Ahmad Hasan “pada saat menandatangani aplikasi kredit PT. Batavia Prosperindo Finance tidak membaca dengan baik-baik isi dokumen serta mendengarkan penjelasan dari karyawan PT, Batavia Prosperindo Finance”, sementara penulis melihat bahwa lembaran aplikasi Perjanjian Pembiayaan Konsumen dan Perjanjian Pemberian Jaminan Fidusia dibuat dalam huruf yang kecil font 10 dan banyak sekali sehingga menyulitkan penerima fasilitas untuk membaca, apalagi yang mengalami gangguan mata tidak bisa membaca dengan baik. Pasal 18 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, tentang Perlindungan Konsumen “Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. Menurut penulis hal ini akan menjebak para Universitas Sumatera Utara nasabah yang tidak terlalu perduli dengan aturan-aturan yang sengaja dibuat dengan huruf kecil dan tulisan yang rapat. 7. Penerima fasilitas pindah alamat tidak diketahui Penerima fasilitas pindah alamat, kepindahan tersebut tidak diinformasikan ke PT. Batavia Prosperindo Finance. Pindah alamat tanpa memberitahukan ke pemberi fasilitas adalah salah satu bentuk tidak beritikad baiknya penerima fasilitas pada perjanjian pembiayaan konsumen yang telah ditandatanganinya.

B. Upaya-upaya Mengatasi Hambatan Penarikan Kembali Barang Jaminan

Upaya yang dilakukan untuk menarik kembali barang jaminan dengan musyawarah atau bertemu langsung dengan pihak debitur. Menurut AHok, Supervisor pada PT. Batavia Prosperindo Finance, adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah: 1. Menawarkan kebijakan Penawaran kebijakan yang diajukan kepada penerima fasilitas dengan: e. Back to current account revieble BTCA, yang berarti pemberian kebijakan didasarkan itikad baik dari penerima fasilitas, tanpa barang jaminan ditarik, yaitu dengan membayar angsuran yang tertunggak, ditambah denda yang timbul akibat tidak dibayarnya angsuran, jika disetujui denda dibayar kemudian dan biaya remedial. Pemberian kebijakan berupa BTCA menjadi penerima fasilitas lancar lagi account normal. Universitas Sumatera Utara f. Back to remedial, yang berarti pemberian kebijakan ini karena barang jaminan sulit dilakukan penarikan. Penerima fasilitas mau membayar angsuran tetapi tidak sesuai dengan angsuran tertunggak, walau tidak menjadi penerima fasilitas lancar lagi atau account normal ada itikad baik penerima fasilitas mau membayar. 2. Tetap mendatangi penerima fasilitas Mendatangi rumah penerima fasilitas dan tempat di mana penerima fasilitas bekerja bagi yang bekerja untuk memberikan rincian pelunasan di muka kepada penerima fasilitas dan apabila tidak ada tanggapan, meminta kepada penerima fasilitas untuk menunjuk dan memberikan keterangan di mana barang jaminan disembunyikan, dijual, digadai, atau dititipkan. Kehadiran debt collector yang terus menerus seperti ini akan berpengaruh terhadap nama baik penerima fasilitas sebagai penerima jaminan yang tidak bertanggung jawab atas kewajibannya di lingkungan masyarakat sekitar rumahnya. 3. Mengawasi rumah penerima fasilitas Pengawasan terhadap rumah penerima fasilitas dilakukan apabila berdasarkan keterangan tetangga, penerima fasilitas yang bisa dipercaya oleh debt collector diyakini bahwa barang jaminan masih ada di dalam rumah penerima fasilitas dan digunakan pada waktu-waktu tertentu, apabila benar demikian, maka debt collector akan menunggu sampai waktu itu tiba. Universitas Sumatera Utara 4. Melibatkan informan tetap atau lepas Debt collector dalam melaksanakan tugasnya biasanya merekrut informan untuk membantu melacak keberadaan barang jaminan baik di rumah penerima fasilitas atau di tempat yang diyakini tempat pengalihan barang jaminan. 5. Pelaporan ke Kepolisian Apabila langkah-langkah di atas tidak berhasil dan penerima fasilitas tidak dapat bekerjasama dalam penyelesaian kredit macet malah mengancam debt collector dengan kekerasan di saat mereka melaksanakan tugasnya untuk melakukan penarikan kembali barang jaminan, maka laporan ke kepolisian atas tindakan penggelapan barang jaminan oleh penerima fasilitas adalah salah satu cara untuk menyelesaikan kredit macet dan memberikan pelajaran bagi penerima fasilitas yang lain untuk tidak mengalihkan barang jaminan. 66 66 Wawancaradengan AHok, Supervisor pada PT.Batavia Prosperindo Finance pada tanggal 5 Juni 2010. Universitas Sumatera Utara

BAB IV PROSEDUR EKSEKUSI DI BAWAH TANGAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA

PADA PT. BATAVIA PROSPERINDO FINANCE CABANG MEDAN

A. Gambaran Umum Tentang Eksekusi

1. Pengertian Eksekusi Eksekusi dalam bahasa Belanda disebut Executie atau Uitvoering, dalam kamus hukum diartikan sebagai Pelaksanaan Putusan Pengadilan. Dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, Eksekusi, adalah Pelaksanaan titel eksekutorial oleh Penerima Fidusia, berarti eksekusi langsung dapat dilaksanakan tanpa melalui pengadilan, dan bersifat final serta mengikat para pihak untuk melaksanakan keputusan tersebut. Sebagai salah satu ciri dari Jaminan fidusia yang kuat yakni dalam eksekusinya, jika debitur cidera janji walaupun secara umum eksekusi telah diatur dalam KUHPerdata, namun dipandang perlu untuk memasukkan secara khusus ketentuan tentang eksekusi dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia terutama pada lembaga parate eksekusi. Menurut R. Subekti, Eksekusi adalah Upaya dari pihak yang dimenangkan dalam putusan guna mendapatkan yang menjadi haknya dengan bantuan kekuatan hukum, memaksa pihak yang dikalahkan untuk melaksanakan putusan 67 , lebih lanjut dikemukakannya bahwa pengertian eksekusi atau pelaksanaan putusan mengandung 67 Loc.cit, hal. 128. 92 Universitas Sumatera Utara arti pihak yang dikalahkan tidak mau melaksanakan putusan tersebut secara sukarela, sehingga putusan itu harus dipaksakan padanya dengan bantuan hukum. Menurut Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata yang menyatakan “eksekusi adalah tindakan paksaan oleh pengadilan terhadap pihak yang kalah dan tidak mau melaksanakan putusan dengan sukarela” 68 . Selanjutnya menurut pendapat Sudikno Mertokusumo yang menjadi “ pelaksanaan putusanEksekusi adalah realisasi dari kewajiban pihak yang bersangkutan untuk memenuhi prestasi yang tercantum dalam putusan tersebut” 69 . Masih sejalan dengan pendapat tersebut adalah pendapat M. Yahya Harahap yang menyatakan bahwa: “ Eksekusi adalah sebagai tindakan hukum yang dilakukan pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara merupakan aturan dan tata cara lanjutan dari proses pemeriksaan perkara. Oleh karena itu, eksekusi tiada lain daripada tindakan yang berkesinambungan dari seluruh proses hukum acara perdata. Eksekusi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan tata tertib beracara yang terkandung dalam HIRRbg” 70 . Jika bertitik tolak pada ketentuan Bab kesepuluh bagian V HIR dan titel keempat Rbg, Pengertian Eksekusi, sama dengan pengertian menjalankan putusan pengadilan tidak lain dari melaksanakan isi putusan pengadilan yakni melaksanakan 68 Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek, Mandar Maju, Bandung, 1997, hal. 10. 69 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Jogjakarta, 1989, hal. 206. 70 Loc.cit, hal. 1. Universitas Sumatera Utara secara paksa putusan pengadilan dengan bantuan kekuatan umum bila pihak yang kalah Pihak tereksekusipihak tergugat tidak mau menjalankan secara sukarela 71 . Hukum eksekusi menurut R. Soepomo, adalah “hukum yang mengatur cara dan syarat yang dipakai oleh alat-alat Negara guna menbantu pihak-pihak yang berkepentingan untuk menjalankan keputusan Hakim apabila pihak yang kalah tidak bersedia memenuhi bunyi putusan dalam waktu yang telah ditentukan” 72 . Sedangkan Hukum Eksekusi menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, adalah “ Hukum yang mengatur tentang pelaksanaan hak-hak kreditur dalam perutangan yang tertuju terhadap harta kekayaan debitur, manakala perutangan itu tidak dipenuhi secara sukarela oleh debitur” 73 . Bila kita melihat pengertian eksekusi menurut para sarjana di atas, tampak bahwa pengertian eksekusi terbatas pada Eksekusi oleh Pengadilan putusan hakim, padahal yang juga dapat dieksekusi menurut hukum acara perdata yang berlaku HIR dan Rbg yang juga dapat dieksekusi adalah salinangrosse Akta yang memuat irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa” yang berisi kewajiban untuk membayar sejumlah uang. Menurut Pasal 55 ayat 2 Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 yang menyebutkan bahwa: Grosse Akta pengakuan utang yang dibuat 71 M. Yahya Harahap, Op.cit, hal. 5. 72 R. Soepomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1989, hal. 119. 73 Sri Soedewi, Op.cit, hal. 31. Universitas Sumatera Utara dihadapan notaris adalah salinan akta yang mempunyai kekuatan eksekutorial, yang memuat frase “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa”. Lebih lanjut dapat dilihat pendapat Bachtiar Sibarani, yang menyatakan Eksekusi adalah pelaksanaan secara paksa putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetappelaksanaan secara paksa dokumen perjanjian yang dipersamakan dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap 74 . Pendapat mengenai pengertian Eksekusi yang lebih luas juga dikemukakan oleh Mochammad Dja’is bahwa: “ Eksekusi adalah Upaya kreditur merealisasi hak secara paksa karena debitur tidak mau secara sukarela memenuhi kewajibannya. Dengan demikian eksekusi merupakan bagian dari proses penyelesaian sengketa hukum. Menurut pandangan hukum Eksekusi obyek Eksekusi tidak hanya putusan hakim dan Grosse Akta” 75 Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan, bahwa pengertian Eksekusi dalam perkara perdata adalah upaya kreditur untuk merealisasikan haknya secara paksa jika debitur tidak secara sukarela memenuhi kewajibannya yang tidak hanya putusan hakim, tetapi pelaksanaan Grosse Akta serta pelaksanaan putusan dari institusi yang berwenang atau bahkan kreditur secara langsung. 74 Bachtiat Sibarani, Haircut atau Pareta Eksekusi, Jurnal Hukum Bisnis, 2001, hal. 6. 75 Mochamad Dja’is, Hukum Eksekusi Sebagai Wacana Baru di Bidang Hukum, disampaikan dalam rangka Dies Natalis Ke-43, Fakultas Hukum, 2000, Undip, hal. 7. Universitas Sumatera Utara 2. Jenis-jenis Eksekusi Menurut Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Pembagian jenis eksekusi meliputi: 1. Eksekusi Pasal 196 HIR, yaitu eksekusi pembayaran sejumlah uang, 2. Eksekusi yang diatur dalam Pasal 225 HIR, yaitu menghukum seorang melakukan sesuatu perbuatan, 3. Eksekusi riil yang dalam praktek banyak dilakukan tetapi tidak diatur dalam HIR 76 . Berdasarkan objeknya, Eksekusi dibedakan menjadi: 1. Eksekusi Putusan Hakim, 2. Eksekusi Benda Jaminan, 3. Eksekusi Grosse Akta, 4. Eksekusi terhadap sesuatu yang mengganggu hak dan kewajiban, 5. Eksekusi Surat Pernyataan Bersama, 6. Eksekusi Surat Paksa. Berdasarkan prosedurnya, dapat dibedakan menjadi: 1. Eksekusi Putusan Hakim yang menghukum pihak yang dikalahkan untuk membayar sejumlah uang 2. Eksekusi riil, dibedakan menjadi: a. Eksekusi Riil terhadap putusan hakim untuk mengosongkan suatu benda tetap dan menyerahkan kepada yang berhak. 76 Retnowulan, Op.cit, hal. 130. Universitas Sumatera Utara b. Eksekusi riil terhadap obyek lelang, c. Eksekusi riil berdasarkan Undang-Undang, diatur dalam Pasal 666 KUH Perdata, d. Eksekusi riil berdasarkan perjanjian perjanjian dengan kuasa dan perjanjian dengan penegasan terhadap piutang sebagai jaminan dan benda miliknya sendiri. 3. Eksekusi perbuatan yang menghukum orang untuk melakukan perbuatan, mengingat dalam perkara perdata tidak boleh dilakukan siksaan badan maka eksekusi ini perbuatan yang harus dilakukan dapat dinilai dengan sejumlah uang. 4. Eksekusi dengan pertolongan hakim, yaitu eksekusi atas Grosse Akta. 5. Parate Eksekusi atau Eksekusi langsung. 6. Eksekusi dengan penjualan di bawah tangan, yang dimaksud disini adalah Eksekusi dilakukan dengan penjualan di bawah tangan sebagaimana telah diperjanjikan sebelumnya. 7. Penjualan di pasar atau bursa. Dalam hal objek jaminan gadai atau fidusia adalah barang perdagangan atau efek yang dapat diperdagangkan atau dijual di pasar atau bursa, maka jika debitur wanprestasi pihak kreditur pemegang gadai fidusia dapat menjual objek jaminan gadai atau fidusia di pasar bursa Pasal 1155 2 KUH Perdata, Pasal 31 UUJF. 8. Eksekusi berdasarkan ijin hakim. Dalam hal debitur wanprestasi, pemegang gadai dapat mengajukan permohonan kepada hakim untuk Universitas Sumatera Utara menentukan cara penjualan objek gadai atau menentukan suatu jumlah uang tertentu sebagai harga barang yang harus dibayar oleh penerima gadai kepada pemberi gadai, selanjutnya objek gadai menjadi milik penerima gadai Pasal 1156 KUH Perdata. Putusan Pengadilan Negeri baru dapat dilaksanakan jika putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap artinya baik penggugat maupun tergugat telah menerima putusan yang dijatuhkan. Sudikno Mertokusumo juga mengemukakan jenis-jenis Eksekusi sebagai berikut: 1. Eksekusi putusan yang menghukum untuk membayar sejumlah uang, diatur dalam Pasal 196 HIRPasal 208 Rbg. 2. Eksekusi putusan yang menghukum orang untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan diatur dalam Pasal 225 HIRPasal 259 Rbg. 3. Eksekusi riil, yaitu pelaksanaan putusan hakim yang memerintahkan pengosongan benda tetap, diatur dalam Pasal 1033 RV, HIR hanya mengenal Eksekusi riil dalam penjualan lelang, diatur dalam Pasal 200 HIRRbg 77 . 3. Eksekusi Jaminan Fidusia Apabila debitur wanprestasi, maka menurut Pasal 29 Undang-Undang Jaminan Fidusia yang menjadi objek jaminan fidusia dapat dilakukan eksekusi dengan cara: 77 Sudikno Mertokusumo, Op.cit, hal. 210. Universitas Sumatera Utara 1. Pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 2 oleh penerima fidusia; 2. Penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan; 3. Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pembeli dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak. Dalam rangka pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia, debitur wajib menyerahkan benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Apabila debitur tidak menyerahkan jaminan fidusia tersebut pada waktu eksekusi dilaksanakan, kreditur berhak mengambil benda yang menjadi objek jaminan fidusia tersebut dan kalau perlu meminta bantuan pihak yang berwenang. Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi terhadap objek jaminan fidusia dengan cara bertentangan dengan ketentuan tersebut di atas batal demi hukum serta setiap janji memberikan kewenangan kepada pemberi fidusia untuk memiliki benda yang menjadi objek jaminan fidusia apabila debitur cedera janji adalah batal demi hukum. Dalam hal hasil eksekusi melebihi nilai seluruh sisa utang debitur, kreditur wajib mengembalikan kelebihan tersebut kepada debitur, namun apabila hasil eksekusi tidak mencukupi untuk pelunasan utang, debitur tetap bertanggungjawab atas utang yang belum dibayar. Universitas Sumatera Utara

B. Prosedur Eksekusi di Bawah Tangan Objek Jaminan Fidusia

Eksekusi menurut Pasal 29 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, eksekusi adalah pelaksanaan titel eksekutorial oleh Penerima Fidusia, berarti eksekusi langsung dapat dilaksanakan tanpa melalui Pengadilan dan bersifat final serta mengikat para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut. Jelas disini bahwa pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia berdasarkan titel eksekutorial adalah benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan sesuai Pasal 11 ayat 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, pembebanan dimaksud adalah diatur dalam Pasal 5 ayat 1 “pembebanan dengan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan Akta Jaminan Fidusia” lebih lanjut dalam Pasal 37 ayat 3 jika dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 tidak dilakukan penyesuaian, maka perjanjian Jaminan Fidusia bukan merupakan hak agunan atas kebendaan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 42 Tahun 1999 dan tidak mempunyai titel eksekutorial berdasarkan Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 15 ayat 1 dicantumkannya kata-kata ”DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Pada aplikasi kredit yang disediakan oleh oleh PT. Batavia Prosperindo Finance sebagai pemberi fasilitas, selain perjanjian pokok Perjanjian Pembiayaan Konsumen juga disediakan klausula baku yang Perjanjian Pemberian Jaminan Fidusia juga merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Konsumen PT. Batavia Prosperindo Finance. Universitas Sumatera Utara Pasal 4 Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999 “Jaminan Fidusia yang merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok bukan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi prestasi”, yang merupakan uraian tentang identitas Pihak Pemberi dan Penerima Fidusia, data perjanjian pokok yang dijamin dengan fidusia, uraian mengenai Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia, nilai penjaminan dan nilai Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia, yang dalam pendaftaran fidusia dilakukan oleh Penerima JaminanPenerima Fidusia untuk didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Departemen Hukum dan Hak Azazi Manusia kota Medan. Apabila tidak memenuhi ketentuan dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, maka Perjanjian Pemberian Jaminan Fidusia yang disediakan dan ditandatangani oleh Pemberi fasilitas, Penerima fasilitas hanya sebagai Akta di bawah tangan, yang tidak membatalkan Perjanjian Pokok yaitu Perjanjian Pembiayaan Konsumen. Dari hasil penelitian menurut AHok, Supervisor pada PT. Batavia Prosperindo Finance perlu diluruskan terlebih dahulu istilah “eksekusi” dalam hal terjadinya kemacetan pembayaran angsuran oleh penerima fasilitas dalam prakteknya disebut “penarikan” tetapi sebenarnya kata tersebut tidak tepat karena yang dilakukan oleh PT. Batavia Prosperindo Finance sebagai pemberi fasilitas adalah mengambil kembali barang jaminan sesuai dengan klausul perjanjian yang disepakati Universitas Sumatera Utara sebelumnya yang diatur dalam Pasal 11 sebelas perjanjian Pembiayaan Konsumen tentang Hak dan Kewajiban atas Barang Jaminan. 78 Menurut analisis penulis bahwa penarikan yang dilakukan PT. Batavia Prosperindo Finance sudah sesuai dengan peraturan yang ada dalam Pasal 11 sebelas perjanjian Pembiayaan Konsumen yang menjadi dasar yang kuat bagi pihak finance melakukan pengambilan barang jaminan. Sedangkan menurut Ahmad Hasan, nasabah pada PT Batavia Prosperindo Finance, “tindakan pengambilan barang jaminan dari nasabah sebagai tindakan sepihak yang hanya menguntungkan pihak PT. Batavia Prosperindo Finance saja, serta tidak mau tahu kesulitan nasabahnya”. 79 Menurut analisis penulis pernyataan nasabah ini kurang tepat karena di perjanjian pembiayaan konsumen sudah diatur secara rinci di dalam Pasal 11 Perjanjian Pembiayaan Konsumen, secara tidak langsung pasal ini telah mengikat pihak nasabah untuk menjalankan apa yang diatur dalam perjanjian pembiayaan konsumen tersebut. Dari hasil penelitian yang dilakukan pada PT. Batavia Prosperindo Finance bahwa kendaraan mobil dibeli dengan menggunakan dana dari perusahaan pembiayaan dalam hal ini PT. Batavia Prosperindo Finance, sebagai penyedia dana diserahkan hak miliknya secara kepercayaaan kepada perusahaan tersebut, dengan secara fidusia. Barang bergerak dalam hal ini mobil, langsung diserahkan oleh 78 Wawancara dengan AHok Supervisor pada PT. Batavia Prosperindo Finance, Tanggal 5 Juni 2010 di Medan. 79 Wawancara dengan Ahmad Hasan, Nasabah dari PT. Batavia Prosperindo Finance, 20 Juli 2010. Universitas Sumatera Utara kreditur kepada debitur beserta Surat Tanda Nomor Kendaraan STNK. Sedangkan bukti hak kepemilikannya yaitu berupa Buku Pemilikan Kendaraan Bermotor BPKB ada yang sudah dibaliknamakan langsung atas nama penerima fasilitas, ada juga yang belum dibaliknamakan. Bukti kepemilikan atau BPKB tersebut ditahan oleh kreditur dipakai untuk jaminan pelunasan atas hutang dari debitur. Sehingga apabila pemberi fidusia melakukan cidera janji pada saat akan dilakukannya eksekusi pemberi fidusia tidak mau menyerahkan objek jaminan fidusia secara sukarela, maka undang-undang memberi hak kepada penerima fidusia dalam kedudukanya sebagai pemilik secara yuridis untuk mengambil penguasaan objek jaminan fidusia dari tangan pemberi fidusia dalam kedudukannya sebagai pemilik secara ekonomi atas objek jaminan fidusia. Menurut AHok Supervisor pada PT. Batavia Prosperindo Finance terlebih dahulu memberitahukan pada debitur untuk mengingatkan tentang waktu pembayaran yang telah jatuh tempo dengan cara” menelpon, melakukan penagihan, mengirimkan surat peringatan 1 satu dan ke 2 dua. 80 Dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Mengingat waktu pembayaran angsuran yang telah jatuh tempo dengan menelpon atau mengirim SMS. Dilakukan terhadap penerima fasilitas yang memasukkan nomor teleponnya dalam aplikasi kredit, yang mengalami keterlambatan pembayaran 1 satu sampai 2 dua hari bagi yang tidak mempunyai telepon yaitu dengan mengunjungi rumah untuk mengingatkan. 80 Wawancara dengan AHok Supervisor pada PT. Batavia Prosperindo Finance, Tanggal 5 Juni 2010 di Medan. Universitas Sumatera Utara 2. Apabila tidak ada tanggapan dari penerima fasilitas dalam 1 satu dan 2 dua hari tersebut, maka hari ke 3 tiga menugaskan collector untuk melakukan penagihan secara langsung terhadap penerima fasilitas, penagihan ini maksimal dilakukan 4 empat kali kunjungan dalam 1 satu bulan. 3. Jika masih juga tidak dilakukan pembayaran, melalui collectornya mengirimkan somasi peringatan I pertama, yang batas waktunya diberikan 7 tujuh hari kerja, kepada penerima fasilitas untuk membayar. Pada somasi 2 dua yang batas waktunya juga selama 7 tujuh hari kerja, jika masih juga tidak dilakukan pembayaran, penerima fasilitas masih diberikan kesempatan untuk melakukan pembayaran melalui kasir PT. Batavia Prosperindo Finance dan collector sebelum masuk over due kurang lebih kurang 60 enam puluh hari keterlambatan, apabila over due OD lebih dari 60 enam puluh hari keterlambatan, secara sistem penerima fasilitas tersebut masuk dalam kredit macet atau disebut: “kredit bermasalah” yang dalam istilah pembukuan Lembaga Pembiayaan dikenal dengan “non perfoming loan” NPL.

1. Syarat-syarat Melakukan Penjualan di Bawah Tangan Benda Jaminan Fidusia