Pengaruh Illuminasi, Interval Waktu Rotasi Kerja dan Shift Kerja Terhadap Kelelahan Mata pada Operator Bagian Penyortiran Botol di PT. Sinar Sosro

(1)

PENGARUH ILLUMINASI, INTERVAL WAKTU ROTASI

KERJA DAN SHIFT KERJA TERHADAP KELELAHAN

MATA PADA OPERATOR BAGIAN PENYORTIRAN

BOTOL DI PT. SINAR SOSRO

TUGAS SARJANA

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh :

VELINO ASZUKRA NIM. 050403059

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Sarjana ini dengan baik dan lancar.

Tugas Sarjana ini dilaksanakan di PT. Sinar Sosro yang berlokasi di Jalan Medan Tanjung Morawa Km. 14,5 Tanjung Morawa, Deli Serdang, Sumatera Utara. Tugas Sarjana ini ditulis untuk memenuhi persyaratan ujian sarjana dan bagian dari kurikulum untuk mendapat gelar sarjana teknik.

Judul penelitian ini adalah “Pengaruh Illuminasi, Interval Waktu Rotasi Kerja dan Shift Kerja Terhadap Kelelahan Mata pada Operator Bagian Penyortiran Botol di PT. Sinar Sosro. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahi pengaruh dari illuminasi, interval rotasi waktu kerja dan shift kerja terhadap kelelahan mata serta menentukan faktor yang terbaik yang dapat menghindari terjadinya kelelahan mata sehingga jumlah produk yang cacat dapat berkurang.

Penulis menyadari bahwa Tugas Sarjana ini belum sepenuhnya sempurna dan masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan Tugas Sarjana ini.

Universitas Sumatera Utara Medan, Maret 2010

Penulis Velino Aszukra 050403059


(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam menyelesaikan Tugas Sarjana ini, penulis banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Ir. Poerwanto, M.Sc, selaku Dosen Pembimbing I atas bimbingan, pengarahan, dan masukan yang diberikan dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini.

2. Bapak Buchari, ST, MKes, selaku Dosen Pembimbing II atas bimbingan, pengarahan, dan masukan yang diberikan dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini.

3. Ibu Ir. Rosnani Ginting, MT, selaku Ketua Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara.

4. Keluarga tercinta : Ayahanda Asril N, Spd dan Ibunda Lismawarni (Almarhumah), serta adik-adik tercinta Afditia Ashari, Yulmita Astria dan Zulkhaidal Aszikri yang telah banyak memberikan dukungan moril maupun materil kepada penulis.

5. Bapak Ir. Sugiharto , MT dan Bapak Ir. Aulia Ishak.S. MT, selaku koordinator Tugas Akhir.

6. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai Departemen Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh pegawai, staf dan karyawan Bagian Produksi PT. Sinar Sosro Medan yang telah membantu penulis dalam pengambilan data di lapangan.


(6)

8. Yang terspesial buat Rani Puspita Rahayu yang selalu mendoakan agar mencapai gelar ST, memberi dukungan, semangat, menghibur dalam suka dan duka.

9. Pahlawan-pahlawan super stambuk 2005 yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas motivasi dan kerjasamanya.

10.Keluarga besar asisten Laboratorium Pengukuruan dan Statistik Departemen Teknik Industri, Universitas Sumatera Utara.


(7)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SERTIFIKAT EVALUASI TUGAS SARJANA ... iii

KATA PENGANTAR . ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH . ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL . ... xv

DAFTAR GAMBAR . ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN . ... xx

ABSTRAK ... xxi I. PENDAHULUAN ... I-1 1.1. Latar Belakang Permasalahan ... I-1 1.2. Perumusan Masalah ... I-2 1.3. Tujuan Penelitian ... I-3 1.3.1. Tujuan Umum ... I-3 1.3.2. Tujuan Khusus ... I-3 1.4. Manfaat Penelitian ... I-4 1.5. Batasan Masalah dan Asumsi ... I-4 1.6. Sistematika Penulisan Tugas Akhir ... I-5


(8)

DAFTAR ISI (lanjutan)

BAB HALAMAN

II. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... II-1 2.1. Sejarah Perusahaan ... II-1 2.2. Organisasi dan Manajemen. ... II-2 2.2.1. Struktur Organisasi ... II-2 2.2.2. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab ... II-2 2.3. Proses Produksi ... II-8 2.3.1. Bahan Produksi ... II-8 2.3.2. Uraian Proses Produksi ... II-9

III. LANDASAN TEORI . ... III-1 3.1. Penerangan ... III-1 3.1.1. Cahaya ... III-1 3.1.2. Sumber Penerangan ... III-1 3.1.3. Illuminasi ... III-3 3.1.4. Efek Illuminasi Terhadap Mata ... III-4 3.2. Konsep Shift Kerja ... III-6 3.2.1. Karakteristik dan Pembagian Shift Kerja ... III-7 3.2.2. Efek Shift Kerja ... III-8 3.2. Mata ... III-9 3.3.1. Anatomi Mata ... III-9


(9)

DAFTAR ISI (lanjutan)

BAB HALAMAN

3.3.2. Faktor Faktor yang Mempengaruhi

Kelelahan Mata ... III-11 3.3.2.1. Faktor Manusia. ... III-11 3.3.2.2. Faktor Lingkungan. ... III-13 3.3.2.3. Faktor Pekerjaan. ... III-14 3.3. Flicker Fusion-Frequency ... III-15 3.4. Eksperimen Faktorial ... III-16 3.4.1. Model Anava Desain Eksperimen Faktorial ... III-17 3.4.1.1. Desain Eksperimen Faktorial a x b. ... III-17 3.4.1.2. Desain Eksperimen

Faktorial a x b x c. ... III-19 3.5. Uji Distribusi Normal dengan

Kolmogorov- Smirnov Test ... III-26 3.6. Uji Homogenitas Varians dengan Uji Bartlett ... III-28 3.7. Uji Rata-Rata Sesudah ANAVA dengan Uji Tukey ... III-29

IV. METODOLOGI PENELITIAN . ... IV-1 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... IV-1 4.2. Populasi dan Sampel Penelitian ... IV-1 4.3. Rancangan Penelitian... IV-2


(10)

DAFTAR ISI (lanjutan)

BAB HALAMAN

4.4. Variabel Penelitian ... IV-2 4.4.1. Klasifkasi Variabel Penelitian ... IV-2 4.4.2. Defenisi Operasional Variabel ... IV-3 4.5. Instrumen Penelitian ... IV-4 4.6. Metode Pengumpulan Data ... IV-5 4.7. Sumber Data ... IV-5 4.7.1. Data Primer ... IV-5 4.7.2. Data Sekunder ... IV-6 4.8. Pengolahan Data ... IV-6 4.9. Analisis Pemecahan Masalah ... IV-7 4.10. Kesimpulan dan Saran ... IV-7

V. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... V-1 5.1. Pengumpulan Data. ... V-1 5.1.1. Data Operator ... V-1 5.1.2. Data Flicker Fusion Frequency Operator... V-2 5.1.3. Data Botol Cacat (Botol Non Standar) ... V-6 5.2. Pengolahan Data ... V-7

5.2.1. Uji Kenormalan Data dengan


(11)

DAFTAR ISI (lanjutan)

BAB HALAMAN

5.2.2. Uji Homogenitas Varians dengan Uji Bartlett .... V-11 5.2.2.1. Uji Bartlett terhadap

Faktor Illuminasi. ... V-11 5.2.2.2. Uji Bartlett terhadap Faktor

Interval Rotasi Waktu Kerja. ... V-14 5.2.2.3. Uji Bartlett terhadap

Faktor Shift Kerja. ... V-16 5.2.3. Perhitungan Analisa Varian (ANAVA) ... V-21 5.2.4. Pengujian Rata-Rata Sesudah ANAVA ... V-30 5.2.4.1. Uji Rata-Rata Dua Perlakuan

untuk Faktor Illuminasi. ... V-30 5.2.4.2. Uji Rata-Rata Dua Perlakuan untuk

Faktor Interval Rotasi Waktu Kerja. ... V-32 5.2.4.3. Uji Rata-Rata Dua Perlakuan

untuk Faktor Shift Kerja. ... V-33 5.2.4.4. Uji Rata-Rata Dua Perlakuan untuk

Interaksi Faktor Illuminasi dengan


(12)

DAFTAR ISI (lanjutan)

BAB HALAMAN

5.2.4.5. Uji Rata-Rata Dua Perlakuan untuk Interaksi Faktor Illuminasi dengan

Shift Kerja. ... V-36 5.2.4.6. Uji Rata-Rata Dua Perlakuan untuk

Interaksi Faktor Interval Rotasi Waktu

Kerja dengan Shift Kerja. ... V-38 5.2.5. Perhitungan Persentase Produk Cacat

(Botol Isi Non Standar) ... V-40 5.2.6. Perhitungan Koefisien Korelasi ... V-41

VI. ANALISIS DAN EVALUASI . ... VI-1 6.1. Analisis. ... VI-1 6.1.1. Analisis Desain Eksperimen ... VI-1 6.1.1.1. Faktor Illuminasi. ... VI-2 6.1.1.2. Faktor Interval Rotasi Waktu Kerja. ... VI-2 6.1.1.3. Faktor Shift Kerja. ... VI-3 6.1.1.4. Interaksi Faktor Illuminasi dengan

Interval Rotasi Waktu Kerja. ... VI-3 6.1.1.5. Interaksi Faktor Illuminasi dengan


(13)

DAFTAR ISI (lanjutan)

BAB HALAMAN

6.1.1.6. Interaksi Faktor Interval Rotasi

Waktu Kerja dengan Shift Kerja. ... VI-4 6.1.1.7. Interaksi Faktor Illuminasi, Interval

Rotasi Waktu Kerja dan Shift Kerja. .... VI-5 6.1.2. Analisis Uji Rata-Rata Setelah ANAVA ... VI-5 6.1.2.1. Faktor Illuminasi. ... VI-5 6.1.2.2. Faktor Interval Rotasi Waktu Kerja. ... VI-5 6.1.2.3. Faktor Shift Kerja. ... VI-6 6.1.2.4. Interaksi Faktor Illuminasi dengan

Inteval Rotasi Waktu Kerja. ... VI-7 6.1.2.5. Interaksi Faktor Illuminasi dengan

Shift Kerja. ... VI-7 6.1.2.6. Interaksi Faktor Interval Rotasi

Waktu Kerja dengan Shift Kerja. ... VI-8 6.1.3. Analisis Pengaruh Faktor Utama dan

Interaksi Antar Faktor terhadap

Flicker Fusion Frequency ... VI-8 6.1.3.1. Faktor Illuminasi. ... VI-8 6.1.3.2. Faktor Interval Rotasi Waktu Kerja. ... VI-10 6.1.3.3. Faktor Shift Kerja. ... VI-11


(14)

DAFTAR ISI (lanjutan)

BAB HALAMAN

6.1.3.4. Interaksi Faktor Illuminasi dengan

Interval Rotasi Waktu Kerja. ... VI-12 6.1.3.5. Interaksi Faktor Illuminasi dengan

Shift Kerja. ... VI-14 6.1.3.6. Interaksi Faktor Interval Rotasi

Waktu Kerja dengan Shift Kerja. ... VI-15 6.1.3.7. Interaksi Faktor Illuminasi, Interval

Rotasi Waktu Kerja dan Shift Kerja. .... VI-16 6.1.4. Analisis Koefisien Korelasi ... VI-17 6.1.5. Analisis Produktivitas ... VI-18 6.2. Evaluasi. ... VI-20

VII. KESIMPULAN DAN SARAN . ... VII-1 7.1. Kesimpulan. ... VII-1 7.1. Saran. ... VII-3

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(15)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

3.1. Rasio F Untuk Eksperimen Faktorial a x b x c

Model III ( 2 Faktor Tetap dan 1 Faktor Acak) ... III-25 3.2. Rasio F Untuk Eksperimen Faktorial a x b x c

Model III ( 1 Faktor Tetap dan 2 Faktor Acak) ... III-26 5.1. Data Operator ... V-1 5.2. Data Flicker Fusion Frequency untuk Illuminasi 110 Lux

dan Interval Rotasi Waktu Kerja 15 Menit ... V-2 5.3. Data Flicker Fusion Frequency untuk Illuminasi 110 Lux

dan Interval Rotasi Waktu Kerja 30 Menit ... V-2 5.4. Data Flicker Fusion Frequency untuk Illuminasi 110 Lux

dan Interval Rotasi Waktu Kerja 45 Menit ... V-3 5.5. Data Flicker Fusion Frequency untuk Illuminasi 140 Lux

dan Interval Rotasi Waktu Kerja 15 Menit ... V-4 5.6. Data Flicker Fusion Frequency untuk Illuminasi 140 Lux

dan Interval Rotasi Waktu Kerja 30 Menit ... V-4 5.7. Data Flicker Fusion Frequency untuk Illuminasi 140 Lux

dan Interval Rotasi Waktu Kerja 45 Menit ... V-5 5.8. Rekapitulasi Data Flicker Fusion Frequency ... V-5 5.9. Data Botol Cacat pada Setiap Perlakuan Eksperimen ... V-6 5.10. Hasil Perhitungan Uji Kolmogorov-Smirnor untuk


(16)

DAFTAR TABEL (lanjutan)

TABEL HALAMAN

5.11. Data Flicker Fusion Frequency untuk

Taraf Faktor Illuminasi ... V-12 5.12. Data Flicker Fusion Frequency untuk

Taraf Faktor Interval Rotasi Waktu Kerja ... V-14 5.13. Data Flicker Fusion Frequency untuk

Taraf Faktor Shift Kerja ... V-16 5.14. Data Flicker Fusion Frequency Faktorial 2 x 3 x 3 ... V-22 5.15. Daftar Faktorial a x b x c ... V-23 5.16. Daftar Faktorial a x b... V-23 5.17. Daftar Faktorial a x c ... V-23 5.18. Daftar Faktorial b x c... V-23 5.19. Daftar ANAVA Flicker Fusion Frequency untuk

eksperimen faktorial 2 x 3 x 3 ... V-29 5.20. Perhitungan Selisih Nilai Rata-Rata Antar Perlakuan

Untuk Faktor Illuminasi ... V-31 5.21. Perhitungan Selisih Nilai Rata-Rata Antar Perlakuan

Untuk Faktor Interval Rotasi Waktu Kerja ... V-33 5.22. Perhitungan Selisih Nilai Rata-Rata Antar Perlakuan


(17)

DAFTAR TABEL (lanjutan)

TABEL HALAMAN

5.23. Perhitungan Selisih Nilai Rata-Rata Antar Perlakuan Untuk Interaksi Faktor Illuminasi dengan Interval Rotasi

Waktu Kerja ... V-36 5.24. Perhitungan Selisih Nilai Rata-Rata Antar Perlakuan

Untuk Interaksi Faktor Illuminasi dengan Shift Kerja ... V-37 5.25. Perhitungan Selisih Nilai Rata-Rata Antar Perlakuan

Untuk Interaksi Faktor Interval Rotasi Waktu Kerja

dengan Shift Kerja... V-39 5.26. Perhitungan Persentase Botol Cacat yang Tidak Tersortir ... V-40 5.27. Perhitungan Koefisien Korelasi Flicker Fusion

Frequency (Hz) dengan Persentase Botol Cacat

yang Tidak Tersortir ... V-42 6.1. Persentase Botol Non Standar yang Tidak Tersortir

pada Setiap Perlakuan Eksperimen ... VI-18 6.2. Perbandingan Pola Jam Kerja pada Kondisi Awal

dengan Kondisi Usulan... VI-23 6.3. Perbandingan Kondisi Awal dengan Kondisi Usulan ... VI-25


(18)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. Struktur Organisasi PT. Sinar Sosro ... II-7 3.1. Anatomi Mata Manusia ... III-11 3.2. Penurunan Ketajaman Penglihatan Secara Umum ... III-12 3.3. Pengaruh lluminasi dan Kontras terhadap

Ketajaman Penglihatan ... III-13 3.4. Critical Flicker Fusion pada Mata ... III-16 4.1. Blok Diagram Tahapan Penelitian ... IV-8 6.1. Grafik Efek Utama Faktor Illuminasi terhadap

Flicker Fusion Frequency ... VI-9 6.2. Grafik Efek Utama Faktor Interval Rotasi Waktu Kerja

terhadap Flicker Fusion Frequency ... VI-10 6.3. Grafik Efek Utama Faktor Shift Kerja terhadap

Flicker Fusion Frequency ... VI-12 6.4. Grafik Efek Interaksi Faktor Illuminasi dan Interval

Rotasi Waktu Kerja terhadap Flicker Fusion Frequency ... VI-13 6.5. Grafik Efek Interaksi Faktor Illuminasi dan Shift Kerja

terhadap Flicker Fusion Frequency ... VI-14 6.6. Grafik Efek Interaksi Interval Rotasi Waktu Kerja

dan Shift Kerja terhadap Flicker Fusion Frequency ... VI-15


(19)

DAFTAR GAMBAR (lanjutan)

GAMBAR HALAMAN

6.7. Diagram Efek Interaksi Illuminasi, Interval RotasiWaktu

Kerja dan Shift Kerja terhadap Flicker Fusion Frequency .... VI-16 6.8. Hubungan antara Flicker Fusion Frequency Mata Operator


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN

1. Hasil Rekam Medis Tenaga Kerja PT. Sinar Sosro ... L-1 2. Tabel Nilai Kritis Uji Kolmogorov-Smirnov... L-4 3. Output perhitungan ANAVA dengan Software SPSS ... L-5 4. Tabel Nilai Kritis Uji Bartlett ... L-6 5. Tabel Nilai Kritis Sebaran F ... L-7 6. Tabel Nilai Kritis Uji Tukey ... L-9 6. Output perhitungan Uji Kolmogorov-Smirnov


(21)

ABSTRAK

Proses penyortiran botol merupakan salah satu dari proses produksi dalam pembuatan teh botol sosro di PT. Sinar Sosro. Penyortiran botol ini bertujuan untuk memeriksa botol yang cacat/ non standar (botol retak, botol kusam, botol kotor dan botol asing) setelah melewati proses pencucian botol. Dalam berjalannya proses selama ini masih ada dijumpai botol yang cacat yang tidak tersortir oleh selektor. Hal ini disebabkan karena selektor mengalami kelelahan mata pada saat melakukan pekerjaannya. Oleh karena itu akan dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh dari beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kelelahan mata selama melakukan pekerjaan. Faktor yang dipilih adalah faktor illuminasi (110 lux dan 140 lux), faktor interval waktu rotasi kerja (15 menit, 30 menit dan 45 menit) dan faktor shfit kerja (shift 1, shift 2 dan shift 3).

Data yang diambil dalam penelitian ini adalah data Flicker Fusion

Frequency mata selektor dan data botol cacat yang tidak tersortir oleh selektor

untuk setiap perlakuan eksperimen yang dikenakan. Data ini kemudian diuji dengan menggunakan uji Bartlett untuk membuktikan bahwa kelompok sampel tiap perlakuan memiliki variansi yang sama. Setelah diuji keseragaman, data ini diolah dengan menggunakan metode analisa variansi (ANAVA) untuk eksperimen faktorial 2 x 3 x 3 model III (dua faktor tetap, satu faktor acak).

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan analisa variansi, didapatkan bahwa ketiga faktor yang terlibat akan berpengaruh secara signifikan terhadap nilai Flicker Fusion Frequency apabila terjadi interaksi diantara ketiga faktor tersebut, namun sebaliknya apabila ketiga faktor ini bediri sendiri maka tidak akan terdapat pengaruh yang signifikan terhadap nilai Flicker Fusion

Frequency. Dari hasil pengujian dengan mengunakan uji Tukey menunjukkan

bahwa pada interaksi illuminasi 140 lux dengan interval waktu rotasi kerja 15 menit menghasilkan nilai Flicker Fusion Frequency yang lebih besar dibandingkan dengan interaksi taraf faktor lainnya dengan beda yang cukup signifikan. Dari hasil perhitungan korelasi antara nilai Flicker Fusion Frequecy dengan persentase botol cacat yang tidak tersortir oleh selektor didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar -0,895. Nilai ini menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara nilai Flicker Fusion Frequency mata operator dengan persentase botol cacat yang tidak tersortir. Tanda negatif menunjukkan hubungan yang negatif antar kedua variabel tersebut, yang artinya semakin besar nilai Flicker Fusion

Frequency mata operator, maka akan semakin kecil persentase botol cacat yang

tidak tersortir.

Dengan menggunakan illuminasi 140 lux dan interval waktu rotasi kerja selama 15 menit tidak terjadi kelelahan mata dan dapat menurunkan persentase jumlah botol cacat sebesar 1,5 % dibandingkan dengan illuminasi 140 lux dan interval waktu rotasi kerja selama 30 menit yang selama ini diterapkan. Hal ini berarti akan dapat meningkatkan produktivitas pada PT. Sinar Sosro

Kata Kunci : illuminasi, interval waktu rotasi kerja, shift kerja, flicker fusion


(22)

ABSTRAK

Proses penyortiran botol merupakan salah satu dari proses produksi dalam pembuatan teh botol sosro di PT. Sinar Sosro. Penyortiran botol ini bertujuan untuk memeriksa botol yang cacat/ non standar (botol retak, botol kusam, botol kotor dan botol asing) setelah melewati proses pencucian botol. Dalam berjalannya proses selama ini masih ada dijumpai botol yang cacat yang tidak tersortir oleh selektor. Hal ini disebabkan karena selektor mengalami kelelahan mata pada saat melakukan pekerjaannya. Oleh karena itu akan dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh dari beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kelelahan mata selama melakukan pekerjaan. Faktor yang dipilih adalah faktor illuminasi (110 lux dan 140 lux), faktor interval waktu rotasi kerja (15 menit, 30 menit dan 45 menit) dan faktor shfit kerja (shift 1, shift 2 dan shift 3).

Data yang diambil dalam penelitian ini adalah data Flicker Fusion

Frequency mata selektor dan data botol cacat yang tidak tersortir oleh selektor

untuk setiap perlakuan eksperimen yang dikenakan. Data ini kemudian diuji dengan menggunakan uji Bartlett untuk membuktikan bahwa kelompok sampel tiap perlakuan memiliki variansi yang sama. Setelah diuji keseragaman, data ini diolah dengan menggunakan metode analisa variansi (ANAVA) untuk eksperimen faktorial 2 x 3 x 3 model III (dua faktor tetap, satu faktor acak).

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan analisa variansi, didapatkan bahwa ketiga faktor yang terlibat akan berpengaruh secara signifikan terhadap nilai Flicker Fusion Frequency apabila terjadi interaksi diantara ketiga faktor tersebut, namun sebaliknya apabila ketiga faktor ini bediri sendiri maka tidak akan terdapat pengaruh yang signifikan terhadap nilai Flicker Fusion

Frequency. Dari hasil pengujian dengan mengunakan uji Tukey menunjukkan

bahwa pada interaksi illuminasi 140 lux dengan interval waktu rotasi kerja 15 menit menghasilkan nilai Flicker Fusion Frequency yang lebih besar dibandingkan dengan interaksi taraf faktor lainnya dengan beda yang cukup signifikan. Dari hasil perhitungan korelasi antara nilai Flicker Fusion Frequecy dengan persentase botol cacat yang tidak tersortir oleh selektor didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar -0,895. Nilai ini menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara nilai Flicker Fusion Frequency mata operator dengan persentase botol cacat yang tidak tersortir. Tanda negatif menunjukkan hubungan yang negatif antar kedua variabel tersebut, yang artinya semakin besar nilai Flicker Fusion

Frequency mata operator, maka akan semakin kecil persentase botol cacat yang

tidak tersortir.

Dengan menggunakan illuminasi 140 lux dan interval waktu rotasi kerja selama 15 menit tidak terjadi kelelahan mata dan dapat menurunkan persentase jumlah botol cacat sebesar 1,5 % dibandingkan dengan illuminasi 140 lux dan interval waktu rotasi kerja selama 30 menit yang selama ini diterapkan. Hal ini berarti akan dapat meningkatkan produktivitas pada PT. Sinar Sosro

Kata Kunci : illuminasi, interval waktu rotasi kerja, shift kerja, flicker fusion


(23)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Permasalahan

PT. Sinar Sosro merupakan perusahaan yang memproduksi minuman teh dalam kemasan botol. Pada proses penyortiran botol kosong yang sudah dicuci rentan terjadi kesalahan kerja sehingga botol yang non standar masih ada yang tidak dapat disortir oleh operator. Kesalahan seperti ini terjadi diduga karena operator mengalami kelelahan mata. Botol non standar ini mengakibatkan adanya produk cacat pada produksi teh botol sosro. Adanya produk yang cacat dapat mengakibatkan produktivitas perusahaan menurun. Terjadinya kelelahan mata pada operator bagian penyortiran di PT. Sinar Sosro dapat diakibatkan oleh faktor lingkungan kerja ditinjau dari tingkat illuminasi (penerangan) di tempat kerja dan faktor metode kerja ditinjau dari pengaturan interval waktu rotasi kerja dan shift kerja yang ditarapkan oleh perusahaan.

Penerangan yang baik memungkinkan operator dapat melihat botol yang disortir secara jelas, cepat, sehingga dapat memberikan hal berupa efisiensi yang lebih tinggi, meningkatkan produktivitas dan mengurangi kesulitan serta tekanan penglihatan terhadap pekerjaan. Lebih dari itu penerangan yang memadai memberikan kesan pemandangan yang lebih baik dan keadaan yang menyegarkan. Sebaliknya jika lingkungan kerja memiliki penerangan yang buruk dapat mengakibatkan terjadinya kelelahan mata pada operator selama melakukan pekerjaan penyortiran botol sehingga dapat mengurangi daya dan efisiensi kerja,


(24)

terjadinya kelelahan mental, kerusakan alat penglihatan dan meningkatnya kecelakaan kerja. Hal ini akan dapat mengakibatkan menurunkan kinerja operator dalam melakukan pekerjaannya.

Penentuan interval waktu rotasi kerja dan shift kerja yang kurang tepat pada operator dalam melakukan pekerjaan penyortiran botol juga dapat megakibatkan terjadinya kelelahan mata pada operator. Semakin lama interval waktu rotasi kerja pada operator, maka semakin lama juga durasi waktu kerja operator untuk melakukan pekerjaannya, begitu juga sebaliknya. Semakin lama mata melihat suatu objek maka akan semakin besar kemungkinan terjadinya kelelahan mata sehingga objek tidak dapat terlihat dengan jelas. Kesalahan kerja cenderung lebih sering terjadi pada waktu shift malam dibandingkan dengan shift pagi dan siang, sehingga kinerja operator akan menurun pada malam hari dibandingkan dengan pagi hari dan siang hari. Menurunnya kinerja operator dapat mengakibatkan kemampuan mental menurun dan akan berpengaruh terhadap perilaku kewaspadaan pekerjaan terutama pada kualitas kontrol.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah masih terdapat botol non standar yang tidak tersortir oleh operator akibat kelelahan mata sehingga dapat menurunkan produktivitas perusahaan.


(25)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah melakukan perbaikan dari lingkungan kerja ditinjau dari faktor illuminasi dan perbaikan dari metode kerja ditinjau dari interval waktu rotasi kerja untuk mengurangi kelelahan mata pada operator.

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang berpengaruh signifikan terhadap kelelahan mata operator dilihat dari nilai flicker fusion frequency mata.

2. Mengetahui variansi dari variabel respon (flicker fusion frequency) untuk faktor illuminasi, interval waktu rotasi kerja dan shift kerja.

3. Mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan pada masing-masing faktor dan interaksi antar faktor terhadap kelelahan mata.

4. Menghitung rata-rata perlakuan dari pengaruh masing-masing faktor dan interaksi antar faktor terhadap kelelahan mata

5. Menentukan upaya perbaikan dari setiap faktor yang berpengaruh untuk menurunkan terjadinya kelelahan mata sehingga dapat mengurangi jumlah botol non standar yang tidak tersortir.


(26)

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berkut:

1. Memberi masukan bagi perusahaan dalam perbaikan lingkungan kerja yang ergonomis dilihat dari sudut pandang illuminasi, interval waktu rotasi kerja dan shift kerja sehingga dapat meningkatkan produktivitas.

2. Menjadi sarana bagi penulis dalam latihan untuk menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperoleh di perkuliahan dan membandingkan antara teori yang diperoleh dengan permasalahan pada perusahaan.

3. Sebagai masukan bagi penelitian selanjutnya dalam mengembangkan penelitian ini.

4. Dapat mempererat kerjasama antara perusahaan dengan Departeman Teknik Industri serta memperluas pengenalan akan Departemen Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

1.5. Batasan Masalah dan Asumsi

Batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian dilakukan pada lantai produksi PT. Sinar Sosro.

2. Pengukuran Flicker Fusion Frequency dilakukan pada 3 orang operator yang bekerja sebagai selektor (menyortir botol kosong) yang berada di lini 2 pada formasi A.


(27)

3. Metode yang digunakan dalam pengolahan data adalah desain eksperimen faktorial dengan menggunakan analisis varian (Anava).

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Proses produksi berjalan secara normal dan tidak mengalami perubahan selama penelitian berlangsung.

2. Operator yang diamati bekerja dalam kondisi normal/wajar. Artinya operator berada dalam kondisi stamina yang baik, tidak berada dalam tekanan, serta menguasai prosedur pekerjaannya.

1.6. Sistematika Penulisan Tugas Akhir

Agar lebih mudah untuk dipahami dan ditelusuri maka sistematika penulisan tugas akhir ini akan disajikan dalam beberapa bab sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, pembatasan masalah dan asumsi penelitian, serta sistematika penulisan tugas akhir.

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Menjelaskan secara ringkas sejarah perusahaan, struktur organisasi dan manajemen, uraian proses produksi dari PT. Sinar Sosro.

BAB III LANDASAN TEORI

Memberikan dan menampilkan tinjauan-tinjauan kepustakaan yang berisi teori-teori yang mendukung permasalahan analisis pemecahan


(28)

masalah yaitu : penerangan, konsep shift kerja, mata, eksperimen faktorial, uji distribusi normal dengan kolmogorov- smirnov test, uji homogrnitas varians dengan uji bartlett, dan uji rata-rata sesudah Anava dengan uji tukey.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

Menyusun langkah-langkah sebagai metodologi yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian yang meliputi tahapan-tahapan penelitian dan penjelasan tiap tahapan secara ringkas disertai diagram alirnya.

BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Mengidentifikasi data hasil penelitian yang diperoleh dari hasil pengamatan dan pengukuran yang dilakukan di lapangan sebagai bahan untuk melakukan pengolahan data yang digunakan sebagai dasar pada pemecahan masalah.

BAB VI ANALISIS DAN EVALUASI

Menganalisis dan mengevaluasi dari pengolahan data dengan cara membandingkan dengan teori-teori yang ada. Disamping itu, juga diupayakan untuk memberikan perbandingan kondisi kerja yang ada dengan kondisi kerja yang diusulkan.

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil perhitungan dan masalah yang dihadapi maka dapat diambil kesimpulan ini serta rekomendasi saran-saran yang perlu bagi perusahaan.


(29)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

Keluarga Sosrodjojo memulai usaha dengan menjual teh wangi pada tahun 1940 di Slawi, Jawa Tengah. Pada tahun 1965 keluarga Sosrodjojo melakukan ekspansi bisnis ke Jakarta dengan menyewa satu kantor di daerah Cakung, perbatasan Jawa Timur dan Bekasi yang diawali menggunakan strategi “cicip rasa” di Pasar Senin. Ekspansi tersebut tidak menguntungkan di awalnya, dengan beberapa tahapan dan gagasan dipikirkan dan dilakukan hingga pada tahun 1969 usaha ini memberi titik terang. Pada tahun 1974, PT. Sinar Sosro didirikan. Salah satu dari beberapa pabrik di bawah Sosro Group adalah PT. Sinar Sosro cabang Deli-Serdang Medan yang merupakan perusahaan swasta PMDN. Pengoperasian pabrik ini diresmikan tanggal 28 Juli 1984 dengan nama PT. Toba Sosro Kencono oleh Gubernur Sumatera Utara Kaharuddin Nasution. Pada tanggal 2 Januari 1995, perusahaan berganti nama menjadi PT. Reksobudi Adijaya karena adanya pergantian mesin dan nama ini hanya dipegang selama 5 tahun. Tahun 2000 terjadi penggabungan untuk memperkuat aset dan bisnis guna menghadapi era perdagangan bebas. Pengembangan cita rasa, target segmen, benefit dan kemasan menjadikan produk PT. Sinar Sosro merambah ke internasional.

Perusahaan ini berdiri dengan filosofi keluarga Sosrodjojo yakni niat baik bagi lingkungan dengan proses pengolahan dan limbah yang tidak merusak


(30)

lingkungan dan bagi konsumen dengan tidak membahayakan kesehatan karena tidak mengandung pemanis, pewarna dan pengawet.

PT. Sinar Sosro yang terletak di Tanjung Morawa, Sumatera Utara ini memiliki wilayah pendistribusian antara lain wilayah Sumatera Utara dan NAD.

2.2. Organisasi dan Manajemen 2.2.1. Struktur Organisasi

PT. Sinar Sosro dalam mencapai tujuannya menggunakan stuktur organisasi berbentuk garis dan staf dimana wewenang dan kebijakan menurut garis lurus dari pimpinan tertinggi bertingkat terus sampai ke karyawan. Pimpinan tiap bidang kerja berhak memerintahkan kepada semua pelaksana yang ada sepanjang menyangkut bidang kerja dan tiap-tiap satuan pelaksana bawah memiliki wewenang dalam semua bidang kerja. Struktur Organisasi PT. Sinar Sosro dapat dilihat pada Gambar 2.1.

2.2.2. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab

Pembagian pekerjaan pada PT. Sinar Sosro dibagi menurut fungsi yang telah ditetapkan. Setiap personil diberikan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan dasar kualifikasinya. Adapun tugas dan tanggung jawab serta wewenang di PT. Sinar Sosro adalah sebagai berikut:

1. General Manager, merupakan pimpinan tertinggi perusahaan. Bertanggung jawab kepada Direktur Operasi. Tugasnya sebagai berikut:


(31)

b. Bertanggung jawab ke dalam dan ke luar perusahaan. c. Mengarahkan dan meneliti kegiatan perusahaan.

d. Menyebarkan dan menerapkan kebijaksanaan serta mengawasi pelaksanaannya.

e. Melaksanakan kontrak kerja dengan pihak luar.

f. Mengkoordinir dan mengawasi tugas-tugas yang didelegasikan kepada manager dan menjalin hubungan kerja yang baik.

g. Bersama manager lain membuat rencana produksi per triwulan.

2. Manager Produksi dan Preventive Engineering Maintenance (PEM), bertanggung jawab kepada General Manager. Tugasnya sebagai berikut:

a. Merencanakan dan mengatur jadwal produksi produk agar tidak terjadi kekurangan dan kelebihan persediaan.

b. Mengadakan pengendalian produksi agar produk sesuai dengan spesifikasi dan standar mutu yang ditentukan.

c. Membuat laporan produksi secara priodik untuk mengenai pamakaian bahan dan jumlah produksi.

d. Mengawasi dan mengevaluasi kegiatan produksi untuk mengetahui kekurangan dan penyimpangan sehingga dapat dilakukan perbaikan.

e. Mengatur jadwal perbaikan dan perawatan mesin.

f. Membuat rencana produksi sesuai dengan permintaan pemasaran.

3. Manager Personalia dan Umum, bertanggung jawab kepada General Manager dan atas segala hal yang berhubungan dengan kegiatan yang bersifat umum


(32)

baik yang berhubungan ke luar maupun ke dalam perusahaan. Tugasnya sebagai berikut:

a. Membantu direktur dalam hal kegiatan administrasi.

b. Mengawasi penggunaan data, barang dan peralatan pada masing-masing departemen.

c. Merekrut dan melatih pegawai baru yang dibutuhkan perusahaan.

d. Mengkoordinir dan mengawasi pelaksanaan tugas dari kepala-kepala bagian.

e. Mengerjakan administrasi kepegawaian.

4. Kepala Bagian Pembelian, bertanggung jawab kepada Manager Produksi dan PEM. Tugasnya adalah sebagai berikut:

a. Mengkoordinir dan mengawasi pelaksanaan kegiatan pembelian. b. Mengawasi kegiatan administrasi pembelian.

c. Melakukan pembelian barang yang diminta oleh departemen lain.

5. Manager Accounting dan Finance, bertanggung jawab kepada General Manager. Tugasnya sebagai berikut:

a. Membuat laporan keuangan kepada atasan secara berkala tentang penggunaan uang.

b. Mengendalikan budget pendapatan dari belanja perusahaan sesuai dengan hasil yang diharapkan.

c. Bertanggung jawab atas penentuan biaya perusahaan seperti biaya administrasi.


(33)

6. Kepala Divisi/Supervisor

Untuk produk Teh Botol Sosro terdapat 3 orang supervisor yang bergantian menurut shift, bertanggung jawab kepada Manager Produksi dan PEM. Tugasnya adalah sebagai berikut:

a. Memimpin dan mengendalikan kegiatan di bidang produksi.

b. Menyiapkan laporan yang dibutuhkan Manager Produksi mengenai data produksi, jumlah batch produksi, pemakaian bahan dan lain-lain.

c. Bertanggung jawab penuh atas masalah yang timbul di kemudian hari atas produk yang dihasilkan.

d. Menyusun jadwal dan rotasi kerja bagi karyawan produksi yang dipimpinnya.

7. Kepala Gudang, bertanggung jawab kepada Supervisor. Tugasnya adalah sebagai berikut:

a. Mengkoordinir dan mengawasi pengelolaan persediaan bahan baku. b. Membuat laporan penerimaan, persediaan dan pengeluaran bahan. c. Mengontrol persediaan bahan.

d. Memesan bahan bila telah habis.

8. Manager Quality Control, bertanggung jawab kepada General Manager. Tugasnya adalah sebagai berikut:

a. Mengkoordinir dan mengawasi pengendalian mutu produk.

b. Memberi saran-saran kepada kepala bagian produksi mengenai mutu produk dan keadaan mesin/peralatan yang digunakan dalam proses produksi.


(34)

9. Kasir, bertanggung jawab kepada Supervisor Accounting dan Finance. Tugasnya adalah sebagai berikut:

a. Membayar gaji karyawan perusahaan setiap hari, baik waktu berjalan produksi maupun tidak.

b. Membantu atasan dalam hal penerimaan maupun pembayaran perusahaan yang berhubungan dengan keuangan.

c. Mencatat dan melaporkan uang masuk dan keluar kepada atasannya.

10.Keamanan, bertanggung jawab kepada Supervisor Personalia dan Umum. Tugasnya adalah sebagai berikut:

a. Menjaga keamanan perusahaan setiap hari, baik waktu berjalan produksi maupun tidak.

b. Mengawasi dan mencatat tamu yang berkunjung ke perusahaan.

11.Analis, bertanggung jawab kepada operator. Tugasnya adalah sebagai berikut: a. Melakukan pengukuran mutu produk baik sebelum diproses maupun

setelah diproses.

b. Memberikan saran dan langkah berikutnya yang dilakukan atas pengukuran mutu.


(35)

Direktur Operasi

General Manager

Sekretaris

Man. QC Man Produksi & PEM

Supervisor

QC Spv. Logistik

Spv. Prod TB A

Spv. Prod TB B

Spv. Prod TB

C AMDK

Man. WorkShop and civilwork

Man. ACC Financial

Spv. Acc&financial Spv. Pembelian Spv. Gudang PB/ PI

Man. Personalia dan Umum

Operator

Selektor

Helper

Mekanis Bengkel

Prasarana Staf Acc Financial Adm. Pembelian Ka Gd PB Ka Gd PI

Operator

Spv. Personalia dan Umum

Adm. Pers&Umum

Boy Office Supir Satpam


(36)

2.3. Proses Produksi

Adapun produk yang diproduksi di PT. Sinar Sosro adalah Fruit Tea kemasan botol dan genggam, Prim-A, dan Teh botol sosro. Dalam melakukan proses produksi di lantai produksi PT. Sinar Sosro menggunakan 3 lini produksi yang terdiri dari lini 1, lini 2, dan lini 3 serta 6 tipe formasi kerja yang terdiri dari formasi A, B, C, D, E dan Non Formasi. Setiap formasi kerja terdiri dari 20 orang pekerja yang bekerja sebagai operator dan selektor.

Lini 1 terdiri dari 1 shift kerja yaitu shift 1 dengan jam kerja mulai dari pukul 08.00-16.00 WIB. Produk yang diproduksi pada lini 1 adalah air mineral Prim-A dan Fruit Tea genggam. Formasi kerja yang bekerja pada lini 1 adalah formasi kerja non formasi. Lini 2 terdiri 3 shift kerja yaitu shift 1 dengan jam kerja pukul 00.00-08.00 WIB, shift 2 dengan jam kerja pukul 08.00-16.00 WIB dan shift 3 dengan jam kerja pukul 16.00-24.00 WIB. Produk yang diproduksi pada lini 2 adalah teh botol sosro. Formasi kerja yang bekerja pada lini 2 adalah formasi A, B dan C. Lini 3 terdiri 2 shift kerja yaitu shift 1 dengan jam kerja pukul 00.00-08.00 WIB, shift 3 dengan jam kerja pukul 16.00-24.00 WIB. Produk yang diproduksi pada lini 3 adalah Fruit Tea kemasan botol. Formasi kerja yang bekerja pada lini 3 adalah formasi D dan E.

2.3.1. Bahan Produksi

Adapun bahan yang digunakan dalam proses produksi di PT. Sinar Sosro ini terbagi atas tiga jenis yaitu bahan baku, bahan penolong, dan bahan tambahan.


(37)

a. Teh Botol

Bahan baku yang digunakan adalah teh wangi (hasil blending antara teh hijau, bunga melati, dan bunga gambir), gula industri, dan air. Bahan penolong yang digunakan adalah pasir kuarsa, karbon, dan softener pada saat proses water

treatment. Bahan tambahan yang digunakan adalah botol kaca, dan tutup

botol (crown cock).

b. Fruit Tea Kemasan Botol dan Genggam

Bahan baku yang digunakan adalah teh hitam, gula industri, air, dan konsentrat sari buah. Bahan penolong yang digunakan adalah pasir kuarsa, karbon, dan softener pada saat proses water treatment. Bahan tambahan yang digunakan adalah botol kaca, tetrapack, kardus untuk pengepakan kemasan

tetrapack, tutup botol, dan sedotan.

c. Prim-A

Bahan baku yang digunakan adalah air. Bahan penolong yang digunakan adalah pasir kuarsa, karbon, dan softener pada saat proses water treatment.

2.3.2. Uraian Proses Produksi

Uraian proses produksi untuk masing-masing produk, yakni Teh Botol,

Fruit Tea, dan air mineral Prim-A adalah sebagai berikut:

a. Teh Botol

Uraian prosesnya adalah sebagai berikut. Air tanah yang diambil dari kedalaman ± 200 m kemudian disterilkan melalui proses water treatment, yakni air disaring dengan pasir kuarsa di tanki 1, kemudian dimasukkan ke


(38)

tanki 2 yang berisi karbon, setelah itu dimasukkan ke tanki 3 yang berisi

softener. Kemudian air dipanaskan hingga 100oC. Air panas tersebut dialirkan

ke tanki teh untuk menyeduh teh wangi yang telah dimasukkan ke dalam tanki. Lalu secara bersamaan air panas tersebut juga dialirkan ke tanki gula industri untuk melarutkan gula menjadi sirup gula. Setelah diseduh, teh dialirkan ke tanki filtrox untuk memisahkan ekstrak teh dari ampas teh. Dari tanki filtrox ekstrak teh dialirkan ke tanki pencampuran. Sirup gula juga kemudian dialirkan ke tanki pencampuran. Hasil campuran antara ekstrak teh dan sirup gula dinamakan teh manis cair. Kemudian teh manis cair dialirkan ke mesin filler. Botol yang telah selesai dicuci dan disterilkan serta telah diperiksa oleh mesin EBI (optiscan) dan operator, dibawa ke mesin filler dengan belt conveyor. Kemudian teh manis cair diisi ke dalam botol dengan standar volume ± 3 ml dari head botol. Botol yang telah diisi langsung ditutup dengan crown cock yang telah disterilkan dengan penyinaran ultra violet. Setelah ditutup, botol dipindahkan ke dalam crate dan dipindahkan ke kamar karantina. Setelah selesai karantina, produk siap dipasarkan.

b. Fruit Tea

Uraian prosesnya adalah sebagai berikut. Air tanah yang diambil dari kedalaman ± 200 m kemudian disterilkan melalui proses water treatment, yakni air disaring dengan pasir kuarsa di tanki 1, kemudian dimasukkan ke tanki 2 yang berisi karbon, setelah itu dimasukkan ke tanki 3 yang berisi

softener. Kemudian air dipanaskan hingga 100oC. Air panas tersebut dialirkan


(39)

Lalu secara bersamaan air panas tersebut juga dialirkan ke tanki gula industri untuk melarutkan gula menjadi sirup gula. Kemudian sirup gula ditambahkan dengan konsentrat sari buah sesuai dengan jenis Fruit Tea yang hendak diproduksi. Setelah diseduh, teh dialirkan ke tanki filtrox untuk memisahkan ekstrak teh dari ampas teh. Dari tanki filtrox ekstrak teh dialirkan ke tanki pencampuran. Sirup gula juga kemudian dialirkan ke tanki pencampuran. Hasil campuran antara ekstrak teh dan sirup gula dinamakan teh manis cair. Kemudian teh manis cair dialirkan ke mesin filler. Botol yang telah selesai dicuci dan disterilkan serta telah diperiksa oleh mesin EBI (optiscan) dan operator, dibawa ke mesin filler dengan belt conveyor. Kemudian teh manis cair diisi ke dalam botol dengan standar volume ± 3 ml dari head botol. Botol yang telah diisi langsung ditutup dengan crown cock yang telah disterilkan dengan penyinaran ultra violet. Setelah ditutup, botol dipindahkan ke dalam

crate dan dipindahkan ke kamar karantina. Setelah selesai karantina, produk

siap dipasarkan. c. Prim-A

Uraian prosesnya adalah sebagai berikut. Pada bagian mesin filling AMDK, botol/galon dibersihkan bagian luar. Kemudian dimasukkan ke ruang pencucian galon bagian dalam. Pada bagian dapur, air diproses dengan dimasukkan ke tanki 1 yang berisi pasir kuarsa, kemudian tanki 2 yang berisi karbon, kemudian tanki 3 yang berisi softener. Pada tanki 4 merupakan tanki buffer 1 yang berisi air karbon. Pada tanki 5 merupakan buffer 2 dimana air mengalami demineralisasi. Pada tanki 6 merupakan buffer 3 yang berisi


(40)

karbon dan softener. Setelah selesai air dimasukkan ke mesin ozonator untuk menambah ozon ke dalam air. Kemudian dimasukkan ke final filler tank dan air diisi ke dalam galon. Galon yang telah berisi ditutup dan operator letakkan segel ke atas tutup botol. Kemudian mesin mengepres segel sehingga segel menempel rapat pada tutup botol. Setelah itu galon disusun ke rak galon untuk memeriksa ada tidaknya kebocoran.


(41)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Penerangan 3.1.1. Cahaya

Cahaya merupakan radiasi elektromagnetik yang dapat menstimulasi

human visual response. Pencahayaan tempat kerja yang memadai baik yang alami

atau buatan, memegang peranan yang cukup penting dalam upaya peningkatan kesehatan, keselamatan dan produktivitas tenaga kerja. Baik tidaknya pencahayaan disuatu tempat kerja selain ditentukan oleh kuantitas iluminasi yang menyebabkan objek dan sekitarnya terlihat jelas, juga ditentukan oleh kualitas dari pencahayaan tersebut yang diantaranya menyangkut arah cahaya, penyebarani cahaya, tipe cahaya dan tingkat kesilauan.

3.1.2. Sumber Penerangan

Sumber penerangan dapat dibagi menjadi dua sumber yaitu sumber penerangan alami dan buatan.

Sumber dari penerangan alami ini di dapat dari sinar alami pada waktu siang hari untuk keadaan selama 12 jam dalam sehari, untuk mendapatkan cahaya matahari harus memperhatikan letak jendela dan lebar jendela. Penerangan alami dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : musim, waktu, jam, jauh dekatnya gedung yang bersebelahan, luas jalan masuk penerangan alami.


(42)

Sumber penerangan buatan berasal dari lampu buatan seperti listrik, gas, atau minyak. Pencahayaan buatan dari suatu tempat kerja bertujuan menunjang dan melengkapi pencahayaan alami, juga dimaksudkan agar suatu ruangan kerja tercipta suasana yang menyenangkan dan terasa nyaman untuk mata kita. Untuk itu dalam pemilihan atau pengadaan lampu perlu di perhatikan efek dari penerangan buatan terhadap obyek yang diamati.

Pada sumber penerangan buatan, penerangan yang digunakan dapat dibagi menjadi 3 tipe penerangan, yaitu:

1. Pencahayaan Umum (General Lighting)

Sistem pencahayaan ini harus menghasilkan iluminasi yang merata pada bidang kerja dan bidang ini biasanya terletak pada ketinggian 30-60 inchi diatas lantai. Untuk memenuhi persyaratan itu maka armatur harus dipasang simetris, dan jarak lampu satu dengan lainnya perlu diperhatikan, dianjurkan antara 1,5-2 kali jarak antara lampu dan bidang kerja.

2. Pencahayaan Terarah (Localized General Lighting)

Pada tipe ini diperlukan bila intensitas penerangan yang merata tidak diperlukan untuk semua tempat kerja tetapi hanya bagian tertentu saja yang membutuhkan tingkat iluminasi, maka lampu tambahan dapat dipasang pada daerah tersebut.

3. Pencahayaan Lokal (Local Lighting)

Sistem pencahayaan lokal ini diperlukan khususnya untuk pekerjaan yang membutuhkan ketelitian. Kerugian dari sistem pencahayaan ini dapat


(43)

menyebabkan kesilauan, maka pencahayaan lokal perlu dikoordinasikan dengan penerangan umum.

3.1.3. Illuminasi

Illuminasi yaitu flux-flux yang berpendar dari suatu sumber cahaya yang dipancarkan pada suatu permukaan per luas permukaan1

Sistem illuminasi dapat diklasifikasikan menjadi 5 jenis, yaitu

. Satuan internasional untuk illuminasi adalah lumens/sq.meter yang mempunyai nama lain lux. 1 lux = 1 lumen/m2. Di Amerika Serikat dipakai footcandle diamana 1 footcandle = 10,764

lux.

2

1. Sistem Illuminasi Langsung (Direct Lighting)

:

Pada sistem langsung, 90-100% dari cahaya diarahkan secara langsung kepada permukaan yang diterangi. Sistem ini paling efektif dalam menyediakan penerangan, namun juga mengakibatkan adanya bayang-bayang yang mengganggu, serta memungkinkan terjadinya kesilauan baik karena penyinaran lampu maupun karena pemantulan sinar lampu. Langit-langit dinding dan objek-objek di dalam ruangan perlu diberi warna-warna cerah supaya tampak menyegarkan.

2. Sistem Illuminasi Semi-Langsung (Semi Direct Lighting)

1

Nurmianto, Eko., Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasi, Edisi I, Cetakan II, Guna Widya, Surabaya, 1998, Hal 221

2


(44)

Pada sistem semi langsung, 60-90% dari cahaya diarahkan lansung kepada permukaan yang perlu diterangi, sedangkan selebihnya menerangi (serta dipantulkan oleh) langit-langit dan dinding. Sistem illuminasi ini dapat menutupi kekurangan dari sistem illuminasi langsung diatas.

3. Sistem Illuminasi Diffus (General Diffuse Lighting)

Di dalam jenis sistem illuminasi ini termasuk sistem direct-indirect yang memancarkan setengah cahaya kebawah dan setengah lagi ke atas. Masalah-masalah bayangan dan kesilauan masih terdapat pada sistem illuminasi ini. 4. Sistem Illuminasi Semi Tidak Langsung (Semi Indirect Lighting)

Pada sistem semi tidak tidak langsung, 60-90% dari cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding bagian atas, dan sisanya ke bawah. Masalah bayangan praktis tidak ada, dan kesilauan dapat dikurangi.

5. Sistem Illuminasi Tidak Langsung (Indirect Lighting)

Pada sistem tidak langsung, 90-100% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding bagian atas untuk dipantulkan kemudian menerangi seluruh ruangan berupa cahaya diffuse.

3.1.4. Efek Illuminasi Terhadap Mata

Fungsi mata adalah sebagai indra penglihatan. Mata dibentuk untuk menerima rangsangan berkas-berkas cahaya pada retina, dengan perantara serabut-serabut nervus optikus, mengalihkan rangsangan ini ke pusat penglihatan pada otak untuk ditafsirkan. Untuk jenis pekerjaan yang berbeda, dibutuhkan intensitas penerangan ruang kerja yang berbeda pula.


(45)

Penerangan ruang kerja yang kurang dapat mengakibatkan kelelahan mata, akan tetapi penerangan yang terlalu kuat dapat menyebabkan kesilauan. Penerangan yang memadai bisa mencegah terjadinya Astenopia (kelelahan mata) dan mempertinggi kecepatan dan efisien membaca. Penerangan yang kurang memadai bukannya menyebabkan penyakit mata tetapi menimbulkan kelelahan mata3

1. Iritasi pada mata (mata pedih, merah, dan mengeluarkan air mata). .

Kelelahan mata disebabkan oleh stress yang terjadi pada fungsi penglihatan. Stress pada otot akomodasi dapat terjadi pada saat seseorang berupaya untuk melihat pada obyek berukuran kecil dan pada jarak yang dekat dalam waktu yang lama. Pada kondisi demikian, otot-otot mata akan bekerja secara terus menerus dan lebih dipaksakan. Ketegangan otot-otot pengakomodasi (otot-otot siliar) makin besar sehingga terjadi peningkatan asam laktat dan sebagai akibatnya terjadi kelelahan mata, stress pada retina dapat terjadi bila terdapat kontras yang berlebihan dalam lapangan penglihatan dan waktu pengamatan yang cukup lama.

Kelelahan mata dapat ditandai dengan adanya:

2. Penglihatan ganda (Double Vision). 3. Sakit sekitar mata.

4. Daya akomodasi menurun.

3

Soewarno., Penerangan Tempat Kerja, Pusat Pelayanan Ergonomi dan Kesehatan Kerja, Jakarta,


(46)

5. Menurunnya ketajaman penglihatan, kepekaan terhadap kontras dan kecepatan persepsi.

Tanda-tanda tersebut di atas terjadi bila iluminasi tempat kerja berkurang dan pekerja yang bersangkutan menderita kelainan reflaksi mata yang tidak dikoreksi.

Bila persepsi visual mengalami stress yang hebat tanpa disertai efek lokal pada otot akomodasi atau retina maka keadaan ini akan menimbulkan kelelahan syaraf. General Nervous Fatique ini terutama akan terjadi bila pekerjaan yang dilakukan seseorang memerlukan kosentrasi, kontrol otot dan gerakan gerakan yang sangat tepat4

4

Sidarta Ilyas., Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran UI, Jakarta, 1991, Hal 28 .

3.2. Konsep Shift Kerja

Shift kerja adalah pembagian kerja yang dapat diartikan di mana satu pekerjaan dengan waktu penuh dipilah di antara dua orang atau lebih. Pembagian tugas seringkali melibatkan masing-masing orang bekerja setengah hari, tetapi dapat juga dilakukan pada pengaturan pembagian secara mingguan atau bulanan.

Shift kerja merupakan pola waktu kerja yang diberikan kepada pekerja untuk mengerjakan sesuatu dan biasa dibagi kepada kerja pagi, sore dan malam. Shift kerja terjadi bila dua atau lebih pekerja bekerja secara berurutan pada lokasi pekerjaan yang sama.


(47)

Bagi seorang pekerja, shift kerja berarti berada pada lokasi kerja yang sama, teratur pada saat yang sama (shift kontinu) atau pada waktu yang berlainan (shift kerja rotasi). Shift kerja berbeda dengan hari kerja biasa, di mana pada hari kerja biasa pekerjaan dilakukan secara teratur pada waktu yang telah ditentukan sebelumnya, sedang shift kerja dapat dilakukan lebih dari satu kali untuk memenuhi jadwal 24 jam per hari.

3.2.1. Karakteristik dan Pembagian Shift Kerja

Menurut Knauth (1988) terdapat 5 faktor shift kerja, yaitu: 1. Jenis shift (pagi, siang, malam).

2. Panjang waktu tiap shift.

3. Waktu dimulai dan berakhir satu shift. 4. Distribusi waktu istirahat.

5. Arah transisi shift.

Coleman (1995) membagi shift kerja menjadi enam bentuk dasar :

1. Fixed Shifts, dimana setiap karyawan sudah mempunyai jam kerja tetap dan

tidak bisa diubah.

2. Rotating Shifts, dimana karyawan secara bergiliran bekerja pada shift yang

diatur.

3. Oscilatting Shifts, dimana satu kelompok karyawan mempunyai shift tetap dan

kelompok sisa dirotasi.

4. Primary Shifts, dimana setiap karyawan mempunyai shift tetap tetapi dapat


(48)

5. Staggered Shifts, dimana shift tetap dengan nomor waktu mulai dan nomor

karyawan.

6. Mixed Shifts merupakan gabungan beberapa shift untuk pekerja dalam bagian

yang sama.

3.2.2. Efek Shift Kerja

Menurut Fish (2000) efek shift kerja yang dapat dirasakan tenaga kerja yaitu:

1. Efek fisiologis, berpengaruh terhadap : a. Kualitas tidur.

b. Menurunnya kapasitas fisik kerja akibat timbulnya perasaan mengantuk dan lelah .

c. Menurunnya nafsu makan dan gangguan pencernaan. 2. Efek Psikososial

Efek ini menunjukkan masalah lebih besar seperti gangguan kehidupan kelu arga, hilangnya waktu luang, kecil kesempatan untuk berintegrasi dengan teman, dan mengganggu aktivitas kelompok dalam masyarakat.

3. Efek Kinerja

Kinerja menurun selama kerja shift malam yang diakibatkan oleh efek fisiologis dan efek psikososial. Menurunnya kinerja dapat mengakibatkan kemampuan mental menurun yang akan berpengaruh terhadap perilaku kewaspadaan pekerjaan seperti kualitas kontrol dan pemantauan.


(49)

4. Efek terhadap Kesehatan

Sistem shift kerja dapat menjadi masalah keseimbangan kadar gula dalam darah dengan insulin bagi penderita diabetes.

5. Efek Terhadap Keselamatan Kerja

3.3. Mata

Mata merupakan indra pengelihatan pada manusia. Mata dibentuk untuk menerima rangsangan berkas-berkas cahaya pada retina, selanjutnya dengan perantaraan serabut-serabut nervus optikus, mengalihkan rangsangan ini ke pusat penglihatan pada otak untuk ditafsirkan5

1. Lapisan luar (fibrus) yang merupakan lapisan penyangga. .

3.3.1. Anatomi Mata

Mata diproteksi oleh tulang rongga mata, alis dan bulu mata, kelopak mata, refleks mengedip, sel-sel pada permukaan kornea dan konjungtiva (selaput lendir yang melapisi permukaan dalam kelopak mata) serta air mata. Air mata berfungsi memperbaiki tajam penglihatan, membersihkan kotoran yang masuk ke mata, lubrikasi (pelumasan), media transpor bagi oksigen dari atmosfer, nutrisi (glukosa, elektrolit, enzim protein), serta mengandung antibakteri dan antibodi.

Bola mata mempunyai garis menengah kira-kira 2,5 cm, bagian depannya bening serta terdiri dari tiga lapisan yaitu:

5

Evelyn., Anatomi dan Fisiologis untuk Para Medis, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarata, 1999, Hal 317


(50)

2. Lapisan tengah (vaskuler).

3. Lapisan dalam yang merupakan lapisan saraf.

Mata digerakkan oleh enam otot penggerak mata, otot-otot ini dikaitkan pada pembungkus sklerotik mata sebelah belakang kornea. Otot-otot ini mengerakkan mata ke atas, ke bawah, ke dalam dan ke sisi luar bergantian.

Adapun bagian-bagian mata adalah sebagai berikut ini. 1. Skelera

Merupakan pembungkus yang kuat dan fibrus. Sklera membentuk putih mata. Sklera melindungi struktur mata yang sangat halus, serta membantu mempertahankan bentuk biji mata.

2. Retina

Retina merupakan lapisan sarafi pada mata, yang terdiri dari sejumlah lapisan serabut, yaitu sel-sel saraf.

3. Kornea

Merupakan bagian depan yang transparan dan bersambung dengan yang putih dan tidak tembus cahaya.

4. Iris

Merupakan tirai berwarna di depan lensa yang bersambung dengan selaput khoroid. Iris berisi dua kelompok serabut otot tak sadar atau otot polos yang berfungsi untuk mengecilkan dan melebarkan ukuran pupil.


(51)

5. Lensa

Merupakan sebuah benda transparan bikonvex yang terdiri dari beberapa lapisan. Lensa mata berfungsi sebagai organ fokus utama yang membiaskan berkas-berkas cahaya yang terpantul dari benda-benda yang dilihat.

6. Pupil

Merupakan sebuah cakram yang dapat bergerak dan berfungsi sebagai tirai yang melindungi retina, serta mengendalikan jumlah cahaya yang memasuki mata.

Gambar 3.1. Anatomi Mata Manusia


(52)

3.3.2. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kelelahan Mata 3.3.2.1. Faktor Manusia

a. Umur

Semakin tua seseorang, lensa semakin kehilangan kekenyalan sehingga daya akomodasi makin berkurang dan otot-otot semakin sulit dalam menebalkan dan menipiskan mata. Hal ini disebabkan setiap tahun lensa semakin berkurang kelenturannya dan kehilangan kemampuan untuk menyesuaikan diri. Sebaiknya semakin muda seseorang, kebutuhan cahaya akan lebih sedikit dibandingkan dengan usia yang lebih tua dan kecenderungan mengalami kelelahan mata lebih sedikit. Daya akomodasi menurun pada usia 45 – 50 tahun6. Penurunan ketajaman penglihatan masusia sesuai dengan umur dapat

dilihat pada Gambar 3.2 berikut.

Gambar 3.2. Penurunan Ketajaman Penglihatan

(Sumber : Eko Nurmianto., Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasi)

6


(53)

b. Jenis Penyakit Tertentu dan Pengaruh Obat-Obatan

Beberapa penyakit yang dapat mempengaruhi mata antara lain adalah penyakit Diabetes Mellitus dan Hipertensi. Jenis obat midiatrik seperti atropine,

homotropin, dan schopolamin dapat melumpuhkan otot siliar, jenis obat

penenang sedetif jika dimakan teratur mempunyai efek dapat mengurangi produksi air mata yang dihasilkan oleh kelenjar laktimal, akibatnya mata menjadi kering dan mengalami iritasi7

a. Illuminasi (Penerangan)

.

3.3.2.2. Faktor Lingkungan

Penerangan ruang kerja yang kurang dapat mengakibatkan kelelahan mata, akan tetapi penerangan yang terlalu kuat dapat menyebabkan kesilauan. Pada tingkat iluminasi yang rendah, titik jauh akan bergerak lebih dekat dan letak titik dekat akan berpindah, serta ketepatan (Precision) dan kecepatan akomodasi akan menurun. Pengaruh illuminasi dan kontras terhadap ketajaman penglihatan manusia dapat dilihat pada Gambar 3.3 berikut ini.

7


(54)

Gambar 3.3. Pengaruh lluminasi dan Kontras terhadap Ketajaman Penglihatan

(Sumber : Eko Nurmianto., Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasi)

b. Suhu Udara

Seorang tenaga kerja akan bekerja secara efisien dan produktif bila tenaga kerja berada dalam tempat yang nyaman (comfort) atau dapat dikatakan efisiensi kerja yang optimal dalam daerah yang nikmat kerja, yaitu suhu yang sesuai, tidak dingin dan tidak panas8

8

Santoso., Higiene Perusahaan (Panas), Jakarta, 1985, Hal 5

. Bagi orang Indonesia suhu udara yang dirasa nyaman adalah berada antara 24 °C – 26 °C serta toleransi 2-3 °C di atas atau di bawah suhu nyaman.


(55)

3.3.2.3. Faktor Pekerjaan a. Lama Kerja

Waktu kerja bagi seorang tenaga kerja dapat menentukan efisiensi dan produktivitasnya. Segi-segi terpenting bagi persoalan waktu kerja meliputi: lamanya seseorang mampu kerja secara baik, hubungan diantara waktu kerja dan istirahat, waktu diantara sehari menurut periode yang meliputi siang dan malam. Lamanya tenaga kerja bekerja sehari secara baik umumnya 6-8 jam dan sisanya dipergunakan untuk kehidupan dalam keluarga dan masyarakat, istirahat, tidur dan lain-lain. Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan tersebut biasanya disertai efisiensi yang tinggi, bahkan biasanya terlihat penurunan produktivitas yang tinggi, serta kecenderungan untuk timbul kelelahan, penyakit dan kecelakaan kerja.

b. Beban Kerja

Beban kerja adalah pekerjaan yang dibebankan kepada tenaga kerja baik berupa beban fisik maupun beban mental yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam hal ini kesinambungan .antara beban kerja dengan kemampuan individu, agar tidak terjadi hambatan ataupun kegagalan dalam melaksanakan pekerjaan.


(56)

3.3.3. Flicker Fusion-Frequency9

Evaluasi pada frekuensi flicker-fusion adalah suatu teknik untuk menggambarkan hasil yang realistis dan dapat diulang. Subjek (orang) yang diteliti melihat pada sebuah sumber cahaya yang dinyalakan dengan energi yang berfrekuensi rendah dan berkedip-kedip (flickering). Kemudian frekuensi berkedipnya dinaikkan sampai subjekya merasakan bahwa cahaya yang berkedip tersebut sudah laksana garis lurus. Frekuensi dimana cahaya yang berkedip dianggap sebagai garis lurus memberikan kesan bahwa subjek yang diteliti berada pada kondisi lelah. Sedangkan subjek yang lelah tidak mampu mendeteksi cahaya yang berkedip. Pada saat istirahat fusing terjadi dengan 35 sampai 40 Hz. Setelah bekerja dengan beban kognitif akan terjadi pengurang fusing 0,5 sampai 0,7 Hz.

Gambar 3.4. Critical Flicker Fusion pada Mata

(Sumber : Ergonomi- Cognitive Work)

9

Nurmianto, Eko., Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasi, Edisi I, Cetakan II, Guna Widya,


(57)

3.4. Eksperimen Faktorial

Eksperimen faktorial merupakan eksperimen yang semua (hampir semua) taraf sebuah faktor tertentu dikombinasikan atau disilangkan dengan semua (hampir semua) taraf tiap faktor lainnya yang ada dalam eksperimen itu10

Pada desain faktorial a x b, pengujian yang tepat dapat ditentukan oleh faktor-faktor yaitu faktor tetap dan acakyang akan menentukan harga F untuk

.

Berdasarkan adanya banyak taraf dalam tiap faktor, eksperimen ini sering disebut dengan menambahkan perkalian antara banyak taraf faktor yang satu dengan banyak taraf faktor atau faktor-faktor yang lainnya. Misalnya apabila dalam eksperimen digunakan dua buah faktor, sebuah terdiri atas tiga taraf dan sebuah lagi terdiri atas dua taraf, maka diperoleh faktorial 3 x 2, sehingga untuk itu akan diperlukan 6 kondisi eksperimen yang berbeda-beda.

3.4.1. Model Anava Desain Eksperimen Faktorial

Dalam suatu desain eksperimen, faktorial yang sering digunakan adalah 2 faktor dan 3 faktor, dimana masing-masing faktor memiliki model-model. Jika eksperimen yang dilakukan dengan menggunakan desain acak sempurna dalam setiap kombinasi perlakuan terdapat n buah unit eksperimen.

3.4.1.1.Desain Eksperimen Faktorial a x b

10


(58)

pengujian yang diperlukan. Karena taraf faktor dapat bersifat tetap ataupun acak dan total faktor ada 2 buah, maka didapatkan 4 model yaitu :

a. Model I (Model Tetap)

Apabila si peniliti hanya mempunyai a buah taraf faktor A dan hanya b buah taraf faktor B dalam eksperimen yang si peneliti lakukan, maka model yang diambil adalah model tetap. Hal ini berarti bahwa taraf untuk masing-masing faktor tetap banyaknya dan kesemuanya terdapat didalam eksperimen yang dilakukan. Adapun harga F untuk pengujian hipotesis pada model ini adalah : F = A/E untuk hipotesis H1

F = B/E untuk hipotesis H2

F = AB/E untuk hipotesis H3

b. Model II (Model Acak)

Dalam hal ini si peneliti mempunyai sebuah populasi yang terdiri atas sejumlah taraf faktor A dari sebanyak a taraf telah diambil sebagai sampel dan si peneliti juga mempunyai sebuah sampel yang terdiri atas sekumpulan taraf faktor B dari sebanyak b taraf diambil sebagai sampel. Dengan demikian, a buah taraf faktor A dan b buah taraf faktor B merupakan sampel yang terdapat didalam eksperimen tersebut. Adapun harga F untuk pengujian hipotesis pada model ini adalah :

F = A/AB untuk hipotesis H4

F = B/AB untuk hipotesis H5


(59)

c. Model III (A tetap, B acak)

Ditinjau daari adanya atau didapatnya taraf faktor-faktor, bisa terjadi :

a. Seluruh hanya ada sebanyak a taraf faktor A, semuanya digunakan didalam eksperimen

b. Eksperimen tersebut menggunakan sebuah sampel yang terdiri atas sebuah b buah atraf faktor B yang telah diambil secara acak dari sebuah populasi terdiri atas taraf-taraf faktor B.

Model ini disebut juga model III atau model campuran dimana A tetap dan B acak. Adapun harga F untuk pengujian hipotesis pada model ini adalah :

F = A/AB untuk hipotesis H7

F = B/E untuk hipotesis H8

F = AB/E untuk hipotesis H9

d. Model III (b tetap,a acak)

Model III atau model campuran yang kedua ini adalah kebalikan dari model campuran diatas, yaitu pada model ini diambil faktor A acak sedangkan faktor B tetap. Model ini menyangkut sebuah eksperimen yang bersifat :

a. Menggunakan sebuah sampel acak yang terdiri atas a buah taraf faktor A yang diambil dari sebuah populasi terdiri atas taraf-taraf faktor A

b. Menggunakan semua taraf faktor B sebanyak b buah yang tersedia. Adapun harga F untuk pengujian hipotesis pada model ini adalah : F = A/E untuk hipotesis H’7


(60)

F = B/AB untuk hipotesis H’8

F = AB/E untuk hipotesis H’9

3.4.1.2.Desain Eksperimen Faktorial a x b x c

Untuk eksperimen faktorial yang meliputi tiga buah faktor, misalnya faktor-faktor A, B, dan C yang masing-masing terdiri dari a, b, dan c taraf, bila eksperimennya dilakukan dengan menggunakan desain acak sempurna, dalam tiap kombinasi perlakuan terdapat n buah unit eksperimen atau observasi, maka model linier yang tepat untuk desain eksperimen faktorial a x b x c ini adalah:

Yijkl = µ + Ai + Bj + ABij + Ck + ACik + BCjk + ABCijk + εl(ijk)

Dengan: i = 1, 2, …, a j = 1, 2, …, b k = 1, 2, …, c

l = 1, 2, …, n

Yijkl = variabel respon hasil observasi ke-l yang terjadi karena pengaruh

bersama taraf ke-i faktor A, taraf ke-j faktor B, dan taraf ke-k faktor C.

μ = rata-rata yang sebenarnya (berharga konstan) Ai = efek taraf ke-i faktor A

Bj = efek taraf ke-j faktor B

Ck = efek taraf ke-k faktor C

ABij = efek interaksi antara taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B


(61)

BCjk = efek interaksi antara taraf ke-j faktor B dan taraf ke-k faktor C

ABCijk = efek terhadap variabel respon yang disebabkan oleh interaksi antar

taraf ke-i faktor A, taraf ke-j faktor B, dan taraf ke-k faktor C

εl(ijk) = efek unit eksperimen ke l dikarenakan oleh kombinasi perlakuan

(ijk)

Seperti biasa diasumsikan εl(ijk) ∼ DNI (0, σε2).

Untuk keperluan ANAVA, maka jumlah kuadrat-kuadrat semua nilai pengamatan ΣY2 dan jumlah kuadrat-kuadrat untuk rata-rata Ry dihitung seperti

halnya untuk eksperimen faktorial dua faktor.

= = = = = = n 1 l 2 ijkl c 1 k b 1 j a 1 i 2 abcn dk dengan , Y Y

(

abcn

)

, dengan dk 1 Y R 2 n 1 l ijkl c 1 k b 1 j a 1 i

y  =

      =

= = = =

Jumlah kuadrat-kuadrat lainnya yang diperlukan akan mudah dapat dihitung apabila data hasil observasi dipecah dan disusun dalam beberapa buah daftar yaitu daftar a x b x c, daftar a x b, daftar a x c, dan daftar b x c.

Dari daftar-daftar baru ini berturut-turut dapat dihitung Jabc = jumlah kuadrat-kuadrat antara sel untuk daftar a x b x c

=

( )

2ijk y

c 1 k b 1 j a 1 i R n J −

= = =

dengan Jijk = elemen dalam sel (ijk) dari daftar a x b x c =

= n 1 l ijkl Y


(62)

=

( )

2ij y b 1 j a 1 i R cn J −

= =

dengan Jij = elemen dalam sel (ij) dari daftar a x b =

= = = = c 1 k ijk n 1 l ijkl c 1 k J Y

Jac = jumlah kuadrat-kuadrat antara sel untuk daftar a x c

=

(

2ik

)

y

c 1 k a 1 i R bn J −

= =

dengan Jik = elemen dalam sel (ik) dari daftar a x c =

= = = = b 1 j ijk n 1 l ijkl b 1 j J Y

Jbc = jumlah kuadrat-kuadrat antara sel untuk daftar b x c

=

(

2jk

)

y

c 1 k b 1 j R an J −

= =

dengan Jjk = elemen dalam sel (jk) dari daftar b x c =

= = = = a 1 i ijk n 1 l ijkl a 1 i J Y

Jumlah kuadrat-kuadrat untuk sumber variasi perlakuan A adalah:

Ay =

(

A bcn

)

R , dengan dk

( )

a 1 a

1 i

y 2

i − = −

=

Ai = jumlah semua nilai observasi untuk taraf ke-i faktor A

=

= = = = = = = = = = b 1 j c 1 k ik b 1 j ij c 1 k ijk n 1 l ijkl c 1 k b 1 j J J J Y

Jumlah kuadrat-kuadrat untuk sumber variasi perlakuan B adalah:

By =

(

B acn

)

R , dengan dk

( )

b 1 b

1 j

y 2

j − = −

=


(63)

=

= = = = = = = = = = a 1 i c 1 k jk a 1 i ij c 1 k ijk n 1 l ijkl c 1 k a 1 i J J J Y

Jumlah kuadrat-kuadrat untuk sumber variasi perlakuan C adalah:

Cy =

(

C abn

)

R , dengan dk

( )

c 1 c

1 k

y 2

k − = −

=

Ck = jumlah semua nilai observasi untuk taraf ke-k faktor C

=

= = = = = = = = = = a 1 i b 1 j jk a 1 i ik b 1 j ijk n 1 l ijkl b 1 j a 1 i J J J Y

Selanjutnya jumlah kuadrat-kuadrat interaksi adalah: ABy = Jab – Ay – By , dengan dk = (a – 1)(b – 1)

ACy = Jac – Ay – Cy , dengan dk = (a – 1)(c – 1)

BCy = Jbc – By – Cy , dengan dk = (b – 1)(c – 1)

ABCy= Jabc – Ay – By – Cy – ABy – ACy – BCy ,

dengan dk = (a – 1) (b – 1)(c – 1)

Ey = ΣY2 – Ry – Ay – By – Cy – ABy – ACy – BCy – ABCy

dengan dk = abc (n – 1)

Pada desain faktorial a x b x c, pengujian yang tepat dapat ditentukan oleh faktor-faktor yaitu faktor tetap dan acak yang akan menentukan harga F untuk pengujian yang diperlukan. Karena taraf faktor dapat bersifat tetap ataupun acak dan total faktor ada 3 buah, maka didapatkan 8 model yaitu :

a. Model I

Model ini digunakan apabila si peneliti hanya berurusan dengan banyak taraf tetap untuk tiap faktor yaitu sebanyak a untuk faktor A, b untuk faktor B, dan


(64)

c untuk faktor C. Kesimpulannya adalah model ini hanya berlaku untuk taraf yang tetap tersebut. Adapun harga F untuk pengujian hipotesis pada model ini adalah : F = A/E untuk hipotesis H1

F = B/E untuk hipotesis H2

F = C/E untuk hipotesis H3

F = AB/E untuk hipotesis H4

F = AC/E untuk hipotesis H5

F = BC/E untuk hipotesis H6

F = ABC/E untuk hipotesis H7

b. Model II

Apabila terdapat 3 buah populasi taraf faktor A, B, dan C, dimana masing-masing populasi tesebut sebanyak a taraf faktor A, b taraf faktor B, c taraf faktor C telah diambil secara acak. Jika semua taraf tiap faktor telah diambil tersebut terdapat di dalam eksperimen yang dialkukan maka diperoleh model acak. Adapun harga F untuk pengujian hipotesis pada model ini adalah :

F = AB/ABC untuk hipotesis H4

F = AC/ABC untuk hipotesis H5

F = BC/ABC untuk hipotesis H6

F = ABC/E untuk hipotesis H7


(65)

c. Model III (a dan b tetap, c acak)

Model campuran dalam eksperimen hanya terdapat a buah taraf faktor A, hanya terdapat b buah taraf faktor B dan sebanyak c buah taraf faktor C yang diambil secara acak dari sebuah populasi yang terdiri atas semua taraf faktor C, akan memberikan model campuran dengan a dan b tetap sedangkan c acak. Untuk menguji hipotesisi tidak terdapat efek setiap faktor dan tidak terdapat efek interaksi antar faktor, harga-harga F yang harus dihitung untuk tiap perlakuaan dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut.

Tabel 3.1. Rasio F Untuk Eksperimen Faktorial a x b x c Model III ( 2 Faktor Tetap dan 1 Faktor Acak) Sumber Variasi

Rasio F a dan b tetap,

c acak

a dan c tetap, b acak

b dan c tetap, a acak Rata-Rata

Perlakuan

A A/AC A/AB A/E

B B/BC B/E B/AB

C C/E C/BC C/AC

AB AB/ABC AB/E AB/E

AC AC/E AC/ABC AC/E

BC BC/E BC/E BC/ABC

ABC ABC/E ABC/E ABC/E

Kekeliruan - - -

(Sumber : Sudjana. , Desain dan Analisis Eksperimen)

d. Model III (a tetap, b dan c acak)

Model ini akan terjadi apabila didalam eksperimen yang dilakukan si peneliti terlibat dengan :


(66)

2. Sebanyak b buah taraf faktor B yang telah diambil secara acak dari sebuah populasi terdiri atas semua taraf faktor B

3. Sebanyak c buah taraf faktor C yang merupakan sebuah sanpel acak dari sebuah populasi yang terdiri atas semua taraf faktor C.

Rasio F untuk masing-masing model yang dibisa digunakan untuk pengujian hipotesis tidak ada efek tiap faktor dan tidak ada efek interaksi antar faktor yang dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.2. Rasio F Untuk Eksperimen Faktorial a x b x c Model III ( 1 Faktor Tetap dan 2 Faktor Acak) Sumber

Variasi

Rasio F a tetap,

b dan c acak

b tetap, a dan c acak

c tetap, a dan b acak Rata-Rata

Perlakuan

A Tidak ada uji eksak A/AC A/AB

B B/BC Tidak ada uji eksak B/AB

C C/BC C/AC Tidak ada uji eksak

AB AB/ABC AB/ABC AB/E

AC AC/ABC AC/E AC/ABC

BC BC/E BC/ABC BC/ABC

ABC ABC/E ABC/E ABC/E

Kekeliruan - - -

(Sumber : Sudjana. , Desain dan Analisis Eksperimen)

3.5. Uji Distribusi Normal dengan Kolmogorov- Smirnov Test

Uji Kolmogorov- Smirnov adalah satu uji lain untuk mengganti uji kuadrat


(67)

atau diskrit, data ordinal atau bukan, dan dapat digunakan untuk sampel besar atu kecil11

σ

X X

Z = −

.

Uji Kolmogorov Smirnov merupakan pengujian normalitas yang banyak digunakan. Kelebihan dari uji ini adalah sederhana dan tidak menimbulkan perbedaan persepsi di antara satu pengamat dengan pengamat yang lain, yang sering terjadi pada uji normalitas dengan menggunakan grafik.

Yang diperbandingkan dalam suatu uji Kolmogorov-Smirnov adalah distribusi frekuensi kumulatif hasil pengamatan dengan distribusi frekuensi kumulatif yang diharapkan (actual observed cumulative frequency dengan expected cumulative

frequency).

Langkah- langkah yang diperlukan dalam pengujian ini adalah:

1. Susun data dari hasil pengamatan mulai dari nilai pengamatan terkecil sampai nilai pengamatan terakhir.

2. Kemudian susunla distribusi frekuensi kumulatif relatif dari nilai pengamatan tersebut, dan notasikanlah dengan Fa (X).

3. Hitunglah nilai Z dengan rumus:

Dimana : Z = satuan baku pada distribusi normal X = nilai data

X = mean

σ = standar deviasi

11


(68)

4. Hitung distribusi frekuensi kumulatif teoritis (berdasarkan area kurva normal) dan notasikan dengan Fe (X).

5. Hitung selisih antara Fa (X) dengan Fe (X).

6. Ambil angka selisih maksimum dan notasikan dengan D. D = Max Fa(X)-Fe(X)

7. Bandingkan nilai D yang diperoleh dengan Dα, maka kriteria pengambilan keputusannya adalah:

Ho diterima apabila D ≤ Dα ; Ho ditolak apabila D ≥ Dα

3.6. Uji Homogenitas Varians dengan Uji Bartlett

Uji Homogenitas Varians dengan uji Bartlett digunakan untuk memeriksa apakah data percobaan apakah memenuhi asumsi kehomogenan ragam. Uji ini wajib di lakukan sebelum menganalisis ragam data anda. Uji Bartlett digunakan untuk hipotesa nol. Sebelum uji Bartlett dilakukan terlebih dahulu harus diperiksa mengenai normalitas populasinya.

Adapun langkah-langkah dalam uji Bartlett adalah sebagai berikut: a. Ho : S12 = S22 = S32

b. Hi : Tidak semua variansi sama c. α = 0.05

d. Daerah Kritis: b hitung < bk (0.05 ; n)

e. Perhitungan :

(

n

)

S S

i

i i p

i

− − =

=1

2 2

1


(69)

dimana, N = populasi n = jumlah sampel k = taraf faktor S2 = varians

[

( )

( )

2

( )

]

1 2 2

2 1

1 1

2 1 1

...

p

k N n i n n

S S S

S b

i− −

− −

=

f. Kesimpulan : Terima Ho jika bhitung > b tabel

Uji Bartlett digunakan dalam dua cara, yaitu :

a. Uji Bartlett untuk ukuran data yang berulangan sama (jumlah derajat bebas perlakuan sama)

b. Uji Brtlett untuk ukuran data yang berulang tidak sama (jumlah derajat bebas perlakuan tidak sama)

3.7. Uji Rata-Rata Sesudah ANAVA dengan Uji Tukey

Uji Tukey sering juga disebut dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ). Uji ini pertama kali diperkenalkan oleh Tukey pada tahun 1953. Uji Tukey digunakan untuk membandingkan seluruh pasangan rata-rata perlakuan setelah uji Analisis Ragam (ANAVA) dilakukan sehingga dapat diketahui antar perlakuan yang berbeda dan yang tidak berbeda tanpa memperhatikan jumlah perlakuan yang dicobakan. Uji Tukey ini hanya dapat digunakan apabila tiap perlakuan mendapat ulangan yang sama.


(70)

Adapun langkah-langkah pengujian rata-rata antar perlakuan dengan menggunakan uji Tukey sebagai berikut :

1. Urutkan rata-rata perlakuan dari yang terkecil sampai pada yang terbesar. 2. Tentukan nilai Tukey HSD (Honestly Significant Differences) yang

dilambangkan dengan ω dengan menggunakan rumus :

( )

r RJK v

p

qα ;

ω =

Dimana : p = jumlah perlakuan v = derajat bebas galat r = banyaknya ulangan

α = taraf nyata

qα

( )

p;v = nilai kritis yang diperoleh dari tabel wilayah nyata student 3. Hitung selisih antar rata-rata dua perlakuan yang mungkin dibandingkan. 4. Bandingkan nilai mutlak selisih kedua rata-rata dua perlakuan dengan nilai

HSD (Honestly Significant Differences).

Jika µ2 −µ1 > HSDmaka hasil uji menjadi nyata (*), µ2 −µ1HSDmaka hasil uji tidak nyata (tn)


(71)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di PT. Sinar Sosro yang berlokasi di Jalan Medan Tanjung Morawa Km. 14,5 Tanjung Morawa, Deli Serdang, Sumatera Utara. Waktu penelitian ini dimulai dari tanggal 16 November 2009 sampai tanggal 26 Desember 2009.

4.2. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian adalah seluruh operator yang bekerja menyortir botol yang sudah dicuci pada pos 2 di lini produksi 2 untuk formasi kerja A.

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode sampling purposive (Purposive Sampling), yaitu teknik pengambilan sampel yang dilakukan berdasarkan pertimbangan tertentu12

12

Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis, Cetakan VIII, Alfa Beta, Bandung, 2005, Hal 78

. Dalam hal ini, sampel yang diambil adalah satu grup kerja yang terdiri dari 3 orang operator yang dapat bekerja pada pos 2 selama 3 hari untuk setiap shift kerja yang diterapkan oleh perusahaan. Hal ini dilakukan agar masing-masing operator dapat dikenakan kombinasi perlakuan secara lengkap untuk mendapatkan nilai dari variabel respon ( Flicker Fusion Frequency) selama penelitian ini berlangsung.


(72)

Sampel penelitian ini telah diberikan pengarahan khusus mengenai perlakuan yang akan diberikan sebelum penelitian ini dilakukan.

4.3. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi

experimental) yaitu suatu penelitian yang mendekati percobaan sesungguhnya

dimana tidak mungkin mengadakan kontrol/memanipulasikan semua variabel yang relevan13

Penelitian eksperimen ini melibatkan beberapa variabel yang dapat dikelompokkan sebagai berikut:

. Penelitian ini bersifat treatment by subject design yaitu desain penelitian eksperimental dimana jenis atau variasi treatment diberikan secara berturut-turut

kepada sekelompok subjek yang sama

. Pada jenis eksperimen dengan pola treatment by

subject design (T-S) pada umunya hanya dipakai dalam eksplorative reserach

dimana experimenter semata-mata ingin mendapatkan petunjuk-petunjuk tentang adanya hubungan sebab-akibat antara suatu treatment dengan behaviour variable.

Dengan demikian, pada penelitian ini akan dilihat ada tidaknya pengaruh dari illuminasi, interval waktu rotasi kerja dan shift kerja terhadap terjadinya kelelahan mata pada objek yang sama serta menguji pengaruh interaksi antara ketiga variabel tersebut terhadap kelelahan mata.

4.4. Variabel Penelitian


(73)

a. Variabel Bebas (Independent Variable = X)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah illuminasi, interval waktu rotasi kerja, dan shift kerja.

b. Variabel Terikat (Dependent Variable = Y)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kelelahan mata.

4.4.2. Defenisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel adalah definisi yang didasarkan pada sifat atribut yang diamati pada objek penelitian, bisa berbentuk kuantitatif maupun kualitatif14

a. Illuminasi

. Oleh karena itu, suatu penelitian harus mempunyai batas pengertian yang jelas dan mudah diukur, sehingga perlu dijelaskan arti setiap variabel tersebut dalam suatu definisi operasional.

Iluminasi merupakan flux-flux yang berpendar dari suatu sumber cahaya yang dipancarkan pada suatu luas permukaan per luas permukaan. Illuminasi ini diukur dengan alat Lux Meter. Variabel ini dipengaruhi oleh sumber cahaya, cahaya yang dipantulkan oleh benda-benda disekitar dan besar ruang kerja. b. Interval Waktu Rotasi Kerja

Interval waktu rotasi kerja adalah interval waktu yang dibutuhkan oleh operator untuk kembali lagi bekerja setelah istirahat dari pekerjaannya. Hal ini terjadi karena hanya 2 orang yang bekerja dan 1 orang istirahat dari ketiga

14


(74)

operator tersebut selama melakukan pekerjaannya. Proses kerja seperti ini akan terus terjadi secara bergantian. Semakin lama interval waktu rotasi kerja akan semakin lama juga waktu kerja, begitu juga sebaliknya. Waktu kerja seorang operator dapat berpengaruh terhadap tingkat kelelahan mata yang dialaminya.

c. Shift Kerja

Shift kerja adalah pola waktu kerja yang diterapkan pada pekerja yang terdiri dari shift 1 (pagi), shift 2 (sore) dan shift 3 (malam).

d. Kelelahan Mata

Kelelahan mata ini ditunjukkan dengan menurunnya kecepatan melihat rangsangan cahaya selama melakukan pekerjaan. Selain itu, banyak botol tidak layak pakai (cacat) yang tidak terlihat oleh operator juga merupakan indikasi bahwa telah terjadi kelelahan mata. Kelelahan mata diukur dengan menggunakan alat Flicker Fusion Tester.

4.5. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat-alat yang digunakan untuk pengumpulan data. Adapun instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah : 1. Flicker Tester, fungsinya sebagai alat untuk mengukur flicker fusion frequency

(frekuensi hilangnya kedipan) dari mata untuk setiap operator.

2. Lux Meter, fungsinya sebagai alat untuk mengukur tingkat illuminasi dengan


(75)

3. Stopwatch, fungsinya sebagai alat untuk mengukur waktu selama operator

bekerja.

4.6. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan wawancara. Observasi merupakan kegiatan berupa kunjungan secara berkala ke bagian yang akan diamati kegiatannya. Adapun data yang didapatkan dari dengan cara observasi adalah data pengukuran Flicker Fusion Frequency untuk masing-masing operator dan data botol kosong non standar yang tidak tersortir oleh operator. Pengukuran ini dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan untuk setiap kondisi perlakuan yang sama.

Sedangkan wawancara merupakan kegiatan tanya jawab secara langsung dengan operator yang diteliti dan juga staf perusahaan. Wawancara awal ini bertujuan untuk mengetahui lebih jelas tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan hal-hal yang mempengaruhi terjadinya kelelahan mata pada operator bagian penyortiran serta sistem kerja yang dilaksanakan ada perusahaan ini khususnya pada bagian peyortiran botol.

4.7. Sumber Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini diperoleh dari data primer dan data sekunder yaitu sebagai berikut:


(76)

4.7.1. Data Primer

Merupakan data yang dikumpulkan melalui pengamatan, wawancara atau eksperimen. Data primer yang dikumpulkan berupa:

a. Illuminasi di tempat kerja b. Interval Waktu Rotasi Kerja

c. Flicker Fusion Frequency untuk setiap operator

d. Data shift kerja

e. Data Botol Cacat (Botol Non Standar)

4.7.2. Data Sekunder

Merupakan data yang dikumpulkan dengan mencatat data dan informasi dari laporan-laporan perusahaan yang ada. Data sekunder yang dikumpulkan adalah:

a. Data yang diperoleh dengan cara melakukan studi literatur/studi kepustakaan tentang teori dan hal yang berhubungan dengan kelelahan mata, pencahayaan dan interval waktu rotasi kerja dan shift kerja.

b. Data gambaran umum dan sejarah perusahaan, organisasi dan manajemen perusahaan.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh Shift Kerja Terhadap Kelelahan Kerja Pada Karyawan Di Bagian Produksi Seksi Penuangan PT Inalum Kuala Tanjung Tahun 2006

4 67 68

Perbedaan Kelelahan Kerja Pada Operator SPBU Antara Shift Pagi Dan Shift Malam Di SPBU 14203163 Tanjung Morawa Tahun 2009.

75 296 64

Perbaikan Tingkat Illuminasi untuk Mengurangi Kelelahan Mata pada Operator Bagian Penyortiran Botol di PT. Sinar Sosro

0 36 104

KOMPARASI SHIFT KERJA PAGI DENGAN SHIFT KERJA MALAM TERHADAP KELELAHAN DI BAGIAN WRAPPING “CANDY” PT Komparasi Shift Kerja Pagi Dengan Shift Kerja Malam Terhadap Kelelahan Di Bagian Wrapping “Candy” PT Deltomed Laboratories Wonogiri.

0 0 16

KOMPARASI SHIFT KERJA PAGI DENGAN SHIFT KERJA MALAM TERHADAP KELELAHAN DI BAGIAN WRAPPING “CANDY” PT Komparasi Shift Kerja Pagi Dengan Shift Kerja Malam Terhadap Kelelahan Di Bagian Wrapping “Candy” PT Deltomed Laboratories Wonogiri.

0 1 15

PERBEDAAN TINGKAT KELELAHAN KERJA PADA TENAGA KERJA ANTARA SHIFT PAGI, SHIFT SORE, DAN SHIFT Perbedaan Tingkat Kelelahan Kerja Pada Tenaga Kerja Antara Shift Pagi, Shift Sore, Dan Shift Malam Di Bagian Weaving Pt. Iskandar Indah Printing Textile Surakart

0 2 13

ANALISIS PENGARUH JENIS MESIN DAN SHIFT KERJA TERHADAP KELELAHAN FISIK, KELELAHAN MENTAL DAN PRESTASI KERJA OPERATOR PADA KELOMPOK USTA TERTENTU (Studi Kasus Di PT. Sumatex Subur).

0 0 12

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN KINERJA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI TEH BOTOL SOSRO PADA PT. SINAR SOSRO GRESIK.

3 17 85

PRISLIA KUSUMANINGTYAS R0208035

1 4 78

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN KINERJA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI TEH BOTOL SOSRO PADA PT. SINAR SOSRO GRESIK

0 0 21