juga morfonologi atau morfofonologi adalah kajian mengenai terjadinya perubahan bunyi atau perubahan fonem sebagai akibat dari adanya proses
morfologi, baik proses afiksasi, proses reduplikasi, maupun proses komposisi.
10
Morfofonemik dipahami sebagai gejala yang terjadi akibat proses morfologis antara morfem yang satu dengan morfem yang lain. Gejala yang terjadi adalah
perubahan bunyi atau fonem. Mansoer Pateda menggunakan kata morfofonologi, morfofonologi sebagai
istilah dalam linguistik untuk pertama kali diungkapkan oleh N. Trubetzkoy dalam karangannya yang berjudul: “Sur Ia Morphophonologie” yang
dipublikasikan lewat majalah TCPL Travaux Un Cercle Linguistique de Proque pada tahun 1929. Morfofonologi diartikan oleh Mansoer Pateda adalah terjadinya
perubahan fonem kalau morfem-morfem itu saling melekat yang menghasilkan kata dan terjadi pula perubahan fonem karena kata yang satu diikuti oleh kata
yang lain, yang menghasilkan kelompok kata.
11
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut peneliti menyimpulkan bahwa morfofonemik adalah subsistem dalam
linguistik yang mengkaji pembentukan kata morfologi yang dapat dijelaskan atau berkaitaan dengan fonologi karena adanya perubahan-perubahan fonem di
dalamnya. Jadi, dalam meneliti proses morfofonemik harus menggunakan dasar pemikiran fonologi yang dibarengi dengan morfologi.
3. Proses Morfofonemik
Kridalaksana berpendapat bahwa, proses morfofonemik adalah peristiwa fonologis yang terjadi karena pertemuan morfem dengan morfem. Proses
morfofonemik dalam bahasa Indonesia hanya terjadi dalam pertemuan realisasi morfem dasar morfem dengan realisasi afiks morfem, baik prefiks, sufiks,
infiks, maupun konfiks.
12
Hal yang senada diungkapkan Hasan Alwi, dkk. proses perubahan bentuk yang disyaratkan oleh jenis fonem atau morfem yang
10
Abdul Chaer, Morfologi Bahasa Indonesia Pendekatan Proses, Jakarta: Rineka Cipta, 2008, h. 43.
11
Mansoer Pateda, Linguistik Sebuah Pengantar, Bandung:Angkasa, 1999, h. 83-84.
12
Harimurti Kridalaksana,
Pembentukan Kata
dalam Bahasa
Indonesia,Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, cetakan ke5, 2009, h. 183.
digabungkan dinamakan proses morfofonemik.
13
Dari pendapat tersebut, proses morfofonemik dipahami sebagai sebuah proses perubahan dalam pembentukan
kata khususnya dalam afiksasi yang memperhatikan aspek jenis fonem atau morfem yang bergabung.
Selanjutnya Zainal dan Junaiyah mengutarakan, proses morfofonemik adalah proses berubahnya suatu fonem menjadi fonem lain sesuai dengan fonem awal
kata yang bersangkutan.
14
Muslich mengungkapkan, perubahan-perubahan fonem yang mengikuti peristiwa pembentukan kata dalam ilmu bahasa disebut proses
morfofonemis.
15
Jadi, dapat disimpulkan bahwa proses morfofonemik adalah proses perubahan fonem yang dapat berupa penambahan, perubahan, pergeseran,
atau hilangnya fonem yang terjadi karena bergabungnya antara morfem yang satu dengan morfem yang lain.
Harimurti melihat proses morfofonemik hanya terjadi jika adanya pertemuan antara morfem dasar dengan realisasi afiks, berbeda dengan Chaer yang melihat
bagaimana perubahan bunyi atau fonem ini dari proses morfologi selain afiksasi. Sedangkan Alwi, dkk. mengungkapkan perubahan morfofonemik ada syarat-
syarat tertentu dari jenis fonem dan morfemnya, berbeda dengaan Zainal Arifin yang mendefinisikan morfofonemik adalah perubahan fonem menjadi fonem
lainnya sesuai dengan fonem awal kata yang bersangkutan. Jadi, sistem morfologi dan fonologi saling melengkapi, di mana morfologi
ilmu yang mengkaji bagaimana terjadinya sebuah katapembentukan kata dapat dibantu oleh fonemik. Begitupula pada proses morfofonemik, pembentukan kata
morfologi hanya dapat bisa dijelaskan dengan sistem fonologi. Contoh: Kata mengonfigurasi dibentuk dari prefiks me- dan kata konfigurasi. Kata konfigurasi
mengalami perubahan setelah bergabung dengan prefiks me- dapat dijelaskan melalui sudut pandang fonologi.
13
Hasan Alwi, dkk., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, Edisi ke3, 2003, h. 31.
14
Zainal Arifin dan Junaiyah, Morfologi Bentuk, Makna, dan Fungsi, Jakarta: Grasindo, Edisi Kedua, 2009, h. 16.
15
Masnur muslich, Tata Bentuk Bahasa Indonesia: Kajian ke Arah Tatabahasa Deskriptif, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, h. 41.