Upaya Hukum Tata Cara dan Prosedur Resmi Pemeriksaan Perkara Cerai

a Pemeriksaan tambahan berdasarkan putusan sela, sebelum menjatuhkan putusan akhir; atau putusan ditangguhkan menunggu hasil pemeriksaan tambahan. b Pemeriksaan tambahan dapat dilakukan sendiri oleh Pengadilan Tinggi Agama PTA c Pelaksanaan pemeriksaan tambahan diperintahkan kepada pengadilan yang semula memeriksa dan memutus pada tingkat pertama. d Pemeriksaan tingkat banding dilakukan dengan majlis; Pasal 11 ayat 1 Lembaran Negara No. 36 tahun 1970, dipertegas dalam Pasal 15 UU No. 14 tahun 1970 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. 42 b. Upaya Kasasi Kasasi artinya mohon pembatalan terhadap putusanpenetapan Peng adilan tingkat pertama Pengadilan Agama atau terhadap putusan Pengadilan tingkat banding Pengadilan Tinggi Agama ke Mahkamah Agung, melalui Pengadilan tingkat pertama Pengadilan Agama yang dahulunya memutus, karena adanya alasan tertentu, dalam waktu tertentu, dengan syarat-syarat tertentu. Upaya hukum kasasi baru dapat digunakan kalau sudah mempergunakan upaya hukum banding. 43 Kasasi adalah upaya hukum biasa yang kedua, yang diajukan oleh 42 Ibid h. 175 43 H. Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama,222 pihak yang merasa tidak puas atas penetapan dan putusan di bawah Mahkamah Agung, mengenai: 1. Kewenangan pengadilan 2. Kesalahan penerapan hukum yang dilakukan pengadilan bawahan tingkat III. Dalam memeriksa dan memutuskan perkara. 3. Kesalahan atau kelalaian dalam cara-cara mengadili menurut syarat-syarat yang ditentukan peraturan perundang-undangan. 44 Kasasi untuk lingkungan Pengadilan Agama baru sejak keluarnya peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1977, Tentang Jalan Pengadilan Dalam Pemeriksaan Kasasi Dalam Perkara Perdata dan Pidana Oleh Pengadilan Agama dan Pengadilan Militer. Pasal 2 dari Peraturan tersebut menyatakan bahwa kasasi untuk perkara dari lingkungan Peradilan Agama dapat dipergunakan aturan kasasi untuk lingkungan Peradilan Umum, yaitu pasal 112 sampai 120 dari Undang-undang No. 1 Tahun 1950 Tentang Mahkamah Agung Indonesia. 45 Dasar hukum kasasi Peradilan Agama sekarang adalah dengan terbitnya Undang-undang No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung, maka isi dari Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 1977 tersebut telah di ambil over kedalamnya dan dengan peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1977 tersebu telah dicabut, sehingga kasasi ke Mahkamah Agung dari 44 Sulaikin Lubis, Hukum Perdata Peradilan Agama di Indonesia h. 177 45 Roihan A. Rasyid, Upaya Hukum Terhadap Putusan Peradilan Agama, h.78 Peradilan Agama semakin kongkrit dan juridis dengan Undang-undang, yaitu Undang-Undang No.14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung tersebut. 46 Adapun mengenai prosedur permohonan kasasi sebagai berikut: 1. Tenggang waktu melakukan permohonan kasasi adalah 14 hari sejak tanggal pemberitahuan Putusan Pengadilan Tinggi Agama disampaikan secara resmi oleh Juru Sita kepada yang bersangkutan. Hal ini diatur dalam pasal 46 ayat 1 dan ayat 2. 2. Permohonan kasasi disampaikan kepada Panitera Pengadilan Agama yang memutus perkara. 3. Yang berhak mengajukan kasasi adalah: a Pihak yang berperkara, atau b Wakil yang secara khusus diberi kuasa. pasal 44 ayat 1 UU No. 14 tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung. 47 Permohonan kasasi yang telah dikirim ke Mahkamah Agung melalui panitra pengadilan tingkat pertama, selanjutnya diperiksa oleh Mahkamah Agung. Pemeriksaan dilakukan sekurang-kurangnya oleh tiga orang Hakim Agung, berdasarkan berkas yang diterima Mahkamah Agung. Pemeriksaan kasasi meliputi semua putusan hakim, baik yang meliputi bagian-bagian daripada putusan yang merugikan pemohon kasasi maupun yang maupun yang 46 Ibid 47 Sulaikin Lubis, Hukum Perdata Peradilan Agama di Indonesia, h. 178 menguntungkan pemohon kasasi. 48 Jika pemohon kasasi telah memenuhi syarat, dan alasan permohonan sesuai dengan alasan yang diatur dalam pasal 30 UU No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung, maka Mahkamah Agung akan mengabulkan dan memutuskan permohonan perkara tersebut. Ada 3 bentuk putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan permohonan kasasi: 1. permohonan kasasi dikabulkan selanjutnya putusan Pengadilan Tinggi dibatalkan dan Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara itu dengan menguatkan putusan Pengadilan tigkat pertama. 2. Permohonan kasasi dikabulkan selanjutnya putusan Pengadilan Tingkat Pertama dan Pengadilan Tinggi dibatalkan serta mahkamah agung mengadili perkara tersebut dengan menyatakan bahwa gugatan penggugat tidak dapat diterima. 3. Permohonan kasasi dikabulkan dan Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara tersebut dengan memerintahkan pengadilan tingkat pertama memeriksa kembali perkara tersebut. 49 c. Upaya Peninjauan Kembali PK Penunjauan Kembali PK adalah upaya hukum luar biasa yang diajukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan hanya dapat dilakukan oleh 48 Muhammad Ichwan Ridwan, Kamarusdiana, dan Hotnida Nasution, Hukum Acara Peradilan Agama.h. 167 49 Sulaikin Lubis, Hukum Perdata Peradilan Agama di Indonesia, h. 178 Mahkamah Agung pasal 21 UU No. 14 tahun 1970 selanjutnya diatur dalam bab IV bagian ke-IV UU No. 14 tahun 1985, pasal 66-76. 50 Disebut dengan luar biasa karena upaya hukum tersebut memeriksa, mengadili, memutus kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap muthlak bersifat final, tidak bisa dianggu gugat litis finiri opperte, pada hari putusan telah terkandung kekuatan hukum yang mengikat para pihak serta mempunyai kekuatan aksekutorial yang muthlak kepada para pihak. 51 Mengenai prosedur permohonan peninjauan kembali sebagai berikut: 1. Permohonan diajukan oleh pemohon kepada Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Agama yang memutus perkara dalam tingkat pertama pasal 70 ayat 1 UU No. 14 tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung 2. Permohonan diajukan oleh pemohon secara tertulis dengan menyebutkan sejelas-jelasnya alasan yang dijadikan dasar permohonan. 52 Alasan-alasan yang dimaksud tidak boleh menyimpang dari ketentuan yang telah diatur dalam Undang-undang No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung, yaitu: a Apabila putusan didasarkan pada kebohongan atau tipu muslihat pihak 50 Ibid 51 Muhammad Ichwan Ridwan, Kamarusdiana, dan Hotnida Nasution, Hukum Acara Peradilan Agama.h. 168 52 Sulaikin Lubis, Hukum Perdata Peradilan Agama di Indonesia, h. 179 lawan yang di ketahui perkara diputuskan atau didasarkan pada bukti- bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatan palsu. b Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu diperiksa tidak ditemukan. c Apabila telah ditemukan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih daripada yang dituntut. d Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai soal yang sama, atas dasar yang sama oleh pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain. e Apabila dalam satu putusan terdapat suatu kekhilafan atau kekeliruan hakim dengan nyata. 53 3. Apabila pemohon tidak dapat menulis maka ia menguraikan permohonannya secara lisan di hadapan Ketua Pengadilan Agama yang memutuskan perkara dalam tingkat pertama atau hakim yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan yang akan membuat catatan tentang permohonan tersebut. pasal 71 UU No. 14 Tahun 1985 4. Mahkamah Agung memeriksa dan memutus dengan sekurang-kurangnya dengan tiga orang hakim, pasal 40 ayat 1 UU No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung 5. Permohonan Peninjauan Kembali PK hanya dapat diajukan satu kali 53 Muhammad Ichwan Ridwan, Kamarusdiana, dan Hotnida Nasution, Hukum Acara Peradilan Agama.h. 170 pasal 66 ayat 1 UU No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung 6. Permohonan Peninjauan Kembali PK tidak menangguhkan atau menantikan pelaksanaan putusan pasal 66 ayat 2 UUNo. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung 7. Mahkamh Agung berwenang memerintahkan Pengadilan Agama yang memeriksa perkara dalam tingkat pertama atau Pengadilan Tinggi tingkat banding mengadakan pemeriksaan tambahan, atau meminta sagala hal keterangan serta pertimbangan dari pengadilan yang dimaksud. pasal 73 ayat 1 UU No. 14 tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung 8. Permohonan peninjauan kembali dapat dicabut selama belum diputus. 54 Jika berkas perkara sudah dianggap lengkap dan telah memenuhi syarat formal, seperti telah dibayar biaya perkara dan tidak melampaui batas tenggang waktu, maka permohonan PK harus dikirim oleh panitera pengadilan tingkat pertama ke Mahkamah Agung selambat-lambatnya 30 hari setelah tanggal penerimaan atau pengiriman salinan permohonan PK. 55 Pemeriksaan upaya hukum PK merupakan wewenang muthlak dari Mahkamah Agung, yang tidak bisa didelegasikan kepada badan pengadilan yang lain pasal 70 UUNo. 14 tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung. Kewenangan Mahkamah Agung dalam memeriksa PK peliputi: 54 Sulaikin Lubis, Hukum Perdata Peradilan Agama di Indonesia, h. 179 55 Muhammad Ichwan Ridwan, Kamarusdiana, dan Hotnida Nasution, Hukum Acara Peradilan Agama.h. 172 1. Memerintahkan pengadilan tingkat pertama yang memeriksa atau pengadilan tingkat banding untuk melakukan pemeriksaan tambahan atau meminta keterangan tambahan dan pertimbangan dari pengadilan yang bersangkutan. 2. Meminta keterangan dari jaksa atau pejabat lain yang diserahi tugas melakukan penyidikan 3. Mengirim dengan segera perintah yang dimaksudkan oleh Mahkamah Agung. 56 Dalam hal Mahkamah Agung mengabulkan PK, maka Mahkamah Agung akan membatalkan putusan dan selanjutnya memeriksa dan memutus sendiri perkara tersebut. Sebaliknya Mahkamah Agung akan menolak permohonan PK, jika permohonan tersebut tidak berdasar atau beralasan. Keputusan Mahkamah Agung sebagai badan Pengadilan Tingkat Pertama dan terakhir. Artinya apabila Mahkamah Agung telah menjatuhkan putusan terhadap perkara PK, maka putusan bersifat final, tidak ada lagi upaya hukum yang lain. 57

B. Proses perceraian di Masyarakat Desa Palasari Girang Kec. Kalapanunggal

Kab.Sukabumi Dalam Undang-undang No. 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan dan KHI Kompilasi Hukum Islam bahwa pernikahan dapat putus disebabkan karena 1 Kematian 2 Perceraian 56 Ibid 57 Ibid 3 Putusan Pengadilan. UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 39 menjelaskan: 1. Perceraian haya dapat dilakukan di depan Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak 2. Untuk melakukan percerian, harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri 3. Tata cara perceraian di depan sidang diatur dalam peraturan perunda-undangan sendiri 58 Dalam melakukan perceraian, masyarakat Desa Palasari Girang Kec.Kalapanunggal Kab. Sukabumi pada umumnya hanya dilakukan dilakukan secara kekeluargaan tanpa melalui Pengadilan Agama. Menurut hasil wawancara penulis dengan pejabat KUA setempat, bahwa ada 2 dua alternatif yang dilakukan oleh masyarakat Desa Palasari Girang dalam melakukan perceraian. Yaitu: 1. Perceraian dilakukan di depan para tokoh masyarakat setempat, tokoh masyarakat bertindak sebagai saksi sekaligus sebagai juru damai. 2. Perceraian di depan pejabat KUA. Namun demikian seperti halnya di pengadilan, upaya perdamaian tetap dilakukan. Hal ini seperti dituturkan oleh U.Madrosin amil Desa Palasari Girang. Dia mengatakan bahwa: Ada sebagian masyarakat yang melangsungkan perceraian di Pengadilan Agama, bagi 58 Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Jakarta: UI Press,1986. Cet. 5 h. 98 yang mampuh secara ekonomi dan sangat dibutuhkan surat perceraiannya. Namun kebanyakan dilakukan secara kekelurgaan di depan tokoh masyarakat dan ada juga yang dilakukan di kantor KUA. 59 Masyarakat yang ingin melakukan cerai mengahadap pada para tokoh masyarakat dan membahas semua permasalahan yang terjadi di dalam keluarga mereka, jika terjadi perceraian maka ikrar talak dituangkan dalam bentuk surat yaitu Surat Pernyataan Talak yang ditanda tangani oleh kedua belah pihak dan para saksi. 60 59 Wawancara dengan Bapak U.Madrosin amil Desa Palasari Girang, Sukabumi, 29 Juni 2010 60 Ibid