Identifikasi Masalah Manfaat Penelitian Hipotesa

Dalam melakukan morfometri terhadap inti, kita harus mengetahui bahwa inti sel memiliki struktrur yang heterogen, yaitu terdiri dari nukleolus, kromatin inti yang tersebar memberikan gambaran titik-titik hitam yang padat. Untuk itu dalam menilai tekstur dari kromatin inti dapat digunakan fraktal analisis, yaitu menganalisa faktor kekasaran pada permukaan, profil permukaan inti dan kontur inti. Istilah fraktal pertama kali dikemukakan oleh Benoit B Mandelbrout 1993 yang membuat revolusioner dalam bidang matematika , mengemukakan bahwa beberapa struktur natural pada beberapa dimensi terdiri dari beberapa elemen kecil yang penghitungannya dapat diulang kembali. Pada bidang patologi anatomi ketidak teraturan dari kromatin inti sangat berperan dalam menentukan diagnosa. Nilai dari ketidak-teraturan inilah yang harus diukur dengan dimensi fraktal. Einstein dkk. melakukan studi mengenai aplikasi fraktal dalam membedakan sel-sel epitel payudara jinak dengan ganas. Dengan morfometri ini akan sangat membantu dalam menegakkan diagnosa pada lesi payudara sehingga terdapat standar dan parameter yang lebih jelas dalam menentukan lesi yang jinak , ganas maupun displasia. 5,6,7,8 Pada penelitian ini dilakukan morfometri terhadap inti sel dari lesi jinak dan ganas, sedangkan pada iinti sel dari lesi displasia tidak dilakukan morfometri.

1.2. Identifikasi Masalah

Biopsi aspirasi jarum halus pada payudara telah diketahui mempunyai sensitifitas yang cukup tinggi. Tetapi lesi-lesi pada payudara yang teraba masih sering menjadi masalah dalam menentukan diagnosa, seperti pada lesi yang secara morfologi diduga ganas ataupun lesi yang mempunyai gambaran Fitriani Lumongga : Perbedaan Nilai Numerik Kuantitasi Sitomorfometri Terhadap Keliling Dan Densitas Inti Pada Fibroadenoma, Karsinoma Duktus Dan Karsinoma Lobular Payudara, 2009 sitologi atipik. Pada keadaan ini sering terjadi penilaian yang subjektif, tergantung pada kemampuan dan keahlian dari ahli patologi dalam memeriksa sediaan sitologi tersebut. Oleh karena itu diperlukan pengukuran yang lebih objektif dalam menilai sediaan sitologi tersebut sehingga lebih konsisten, dapat diulang penghitungannya dan dapat dipercaya. Salah satu metode pengukuran yang dipergunakan dalam menilai morfologi sel adalah dengan menggunakan analisa gambar. Dengan menggunakan metode ini dapat menganalisa dan menghitung morfometri sel sehingga diagnosa dapat lebih objektif dan dapat digunakan sebagai panduan diagnostik yang lebih akurat. Oleh karena itu aplikasi ini dapat meningkatkan nilai akurasi pada lesi-lesi teraba pada payudara yang benign dibandingkan dengan lesi yang displasia maupun lesi kanker payudara.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui perbedaan sitomorfometri sel secara komputerisasi terhadap lesi jinak dan ganas pada payudara

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Menentukan nilai numerik sitomorfometri perimeter pada sediaan sitologi fibroadenoma, karsinoma duktus dan karsinoma lobular payudara. 2. Menentukan nilai numerik sitomorfometri densitas inti pada sediaan sitologi fibroadenoma, karsinoma duktus dan karsinoma lobular payudara Fitriani Lumongga : Perbedaan Nilai Numerik Kuantitasi Sitomorfometri Terhadap Keliling Dan Densitas Inti Pada Fibroadenoma, Karsinoma Duktus Dan Karsinoma Lobular Payudara, 2009

1.4. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat menentukan rentang nilai dari parameter-parameter gambaran inti dalam menegakkan diagnosa sitologi lesi pada payudara yang teraba, sehingga dapat membantu dalam penatalaksanaan terapi dan menentukan prognosis. 2. Penelitian ini dapat meningkatkan nilai akurasi dan diagnosa yang objektif dengan metode analisa yang dapat diulang-ulang dan konsisten dengan tingkat ketelitian yang sama.

1.5. Hipotesa

Hipotesa nol adalah tidak ada perbedaan antara perimeter inti dan densitas inti pada fibroadenoma , karsinoma lobular dan karsinoma duktus payudara. Fitriani Lumongga : Perbedaan Nilai Numerik Kuantitasi Sitomorfometri Terhadap Keliling Dan Densitas Inti Pada Fibroadenoma, Karsinoma Duktus Dan Karsinoma Lobular Payudara, 2009

Bab 2 Tinjauan Pustaka

2.1. Struktur Anatomi Payudara Normal

Payudara pada wanita dewasa terdiri dari 15-20 lobus, masing-masing lobus berhubungan dengan ductus lactiferus major dan berakhir pada puting susu yang dilapisi oleh sel epitel tatah berlapis. Pada masa pre-pubertas, puting susu tidak mengandung pigmen. Pigmentasi melanin berkembang setelah menarche dan meningkat selama masa kehamilan. Pada daerah kulit dari puting susu terdapat kelenjar sebaseous. Areola mammae merupakan daerah yang ada disekeliling puting susu yang dapat mengalami perubahan pigmen seperti pada puting susu sendiri. Pada daerah areola mammae ini terdapat kelenjar Montgomery yang merupakan modifikasi dari kelenjar sebaseous. Kelenjar Montgomery ini terbuka pada permukaan areola mammae melalui tuberkel Morgagni dan lebih mudah terlihat pada masa kehamilan dan menyusui serta menjadi atrofi setelah menopause. Kelenjar dan duktus yang fungsional tertanam pada jaringan fibrofatty yang banyak terdapat pada kelenjar payudara. Perbandingan komposisi antara lemak dan stroma kolagen bervariasi tergantung pada individu dan umur. Kombinasi antara komponen epitel dan stroma dapat terlihat pada keadaan normal ataupun patologis. Pada duktus bagian proximal dilapisi oleh sel epitel tatah berlapis yang berlanjut sampai ke kulit, tetapi pada duktus kolekting, sel mengalami peralihan menjadi 2 lapis dengan karakteristik gambaran kelenjar seperti cabang pohon. Duktus kolekting berlanjut menjadi sinus laktiferous yang pada keadaan tenang Fitriani Lumongga : Perbedaan Nilai Numerik Kuantitasi Sitomorfometri Terhadap Keliling Dan Densitas Inti Pada Fibroadenoma, Karsinoma Duktus Dan Karsinoma Lobular Payudara, 2009