stasiun penakar hujan rata-rata di daerah tropik 14 km
2
stasiun, jadi untuk Sumatera Utara yang luasnya 71.680,68 km
2
idealnya memiliki stasiun penakar hujan sebanyak 5120 penakar.
4.1. Analisis Rata-Rata Jumlah Bulan Basah dan Bulan Kering Tahun 1970-
1993 dan Tahun 1970-2008
Berdasarkan hasil uji statistik beda rata-rata Bulan Basah dan Bulan Kering pada 265 data dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil Uji Statistik
Variabel Z- hitung
Z-tabel α
Keterangan Bulan Basah
0,01602 -1,95996
1,95996 0.05
Bulan Kering 1,55756 -1,95996
1,95996 = Berbeda nyata
Berdasarkan Tabel 5 dapat kita lihat bahwa pada Bulan Basah terjadi perbedaan yang nyata. Hal tersebut ditunjukan pada nilai Z-hitung Bulan Basah
0,01602 lebih kecil dari pada Z-tabel 1,95996, dengan menggunakan kaidah yang digunakan dalam uji statistik uji Z maka Ho ditolak, artinya tidak sama antara Bulan
Basah dari data Curah Hujan tahun 1970-1993 dengan Bulan Basah dari data Curah Hujan tahun 1970-2008.
Demikian juga untuk Bulan Kering terjadi perbedaan yang nyata. Hal tersebut ditunjukkan pada nilai Z-hitung Bulan Kering 1,55756 lebih kecil dari pada Z-tabel
1,95996, dengan menggunakan kaidah yang digunakan dalam uji statistik uji Z maka Ho ditolak, artinya tidak sama antara Bulan Kering dari data Curah Hujan tahun
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
1970-1993 dengan Bulan Kering dari data Curah Hujan tahun 1970-2008. Berdasarkan hasil uji statistik tersebut maka dapat dikatakan bahwa klasifikasi
iklim berdasarkan Oldeman yang dibuat tahun 1993 memang sudah tidak bisa digunakan lagi karena sudah terjadi perubahan jumlah bulan basah dan bulan kering
yang menjadi dasar pengklasifikasian iklim Oldeman. Banyak bukti ilmiah menunjukkan bahwa fenomena pemanasan global sedang
berlangsung akibat terjadinya peningkatan konsentrasi gas rumah kaca yang cepat di atmosfer. Selama periode 1850 sampai 1998, diperkirakan sebesar 270 +30 Gt
karbon telah dilepaskan ke atmosfer. Sekitar 40 dari karbon yang dilepaskan ini berasal dari aktivitas manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil dan kegiatan
industri 67 dan pembukaan hutan atau konversi lahan 33, sedangkan yang 60 berasal dari proses alami yang kemudian diserap kembali oleh laut dan
ekosistem bumi. Dengan demikian dengan meningkatkan aktivitas kehidupan manusia dalam mengkonsumsi energi dan pembukaan hutan, konsentrasi gas rumah
kaca di udara akan terus meningkat. Meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer akan diikuti dengan meningkatnya suhu global, karena gas rumah kaca
mempunyai kemampuan untuk menyerap radiasi gelombang panjang dan merubahnya menjadi bentuk panas terasa. Terjadinya perubahan suhu global ini akan
diikuti oleh perubahan iklim global Boer et al., 2002. Menurut Boer et al, 2002, perubahan iklim akibat adanya pemanasan global
diyakini akan mengarah pada terjadinya penurunan curah hujan yang berlebihan pada suatu lokasi tertentu dan peningkatan curah hujan yang berlebihan di tempat lain.
Ayi Sudrajat : Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth-Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Iklim Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Sumatera Utara, 2010.
Dengan demikian tingkat resiko kekeringan atau kebanjiran akan semakin besar. Indonesia bagian Utara Sulawesi Utara, Kalimantan Utara dan Sumatera
bagian Utara, curah hujan musim hujan akan semakin berkurang sedangkan curah hujan musim kemarau akan cenderung semakin tinggi, khususnya Kalimatan bagian
Utara. Hasil uji statistik menunjukan adanya perbedaan yang nyata antara jumlah bulan basah dan bulan kering pada periode tahun 1970-1993 dengan periode tahun
1970-2008 hal tersebut menunjukan bahwa indikasi adanya perubahan iklim di Sumatera Utara telah terjadi. Adanya bukti ini dapat dijadikan sebagai landasan
bagi kita semua untuk tidak lagi mengabaikan aspek perubahan iklim.
4.2. Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman dan Schmidth-Fergusson