Konsep Diri TINJAUAN TEORI

b. Internal Coopersmith dalam Susana dkk, 2006 menyatakan bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi dalam pembentukan konsep diri individu, yaitu: 1. Kemampuan Setiap individu pasti memiliki kemampuan. Ketika individu memiliki peluang untuk melakukan sesuatu maka ia akan berusaha menyelesaikannya. Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap individu mampu melakukan segala sesuatu menurut kemampuannya. 2. Perasaan berarti Perasaan berarti akan membentuk sikap yang positif sehingga individu dapat menghargai setiap aktivitas sekecil dan sesederhana apapun. Ketika individu tidak memiliki perasaan berarti maka ia akan membentuk sikap yang negatif. Hal tersebut akan menimbulkan perasaan hampa pada diri individu tersebut sehingga ia tidak dapat menghargai semua yang ia dapatkan atau miliki. 3. Kebajikan Ketika individu memiliki perasaan berarti maka akan tumbuh kebajikan dalam dirinya. Kemudian individu akan merasa bahwa lingkungan adalah tempat yang menyenangkan. Oleh karena itu, individu akan melakukan kebajikan bagi lingkungannya. 4. Kekuatan Pola perilaku berkarakteristik positif akan memberi kekuatan bagi individu untuk melakukan perbuatan yang baik. Dengan kekuatan diri, individu dapat menghalau upaya yang negatif. Oleh karena itu, individu tidak akan melakukan hal-hal yang buruk, misalnya berbohong. Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor dari konsep diri adalah eksternal dan internal. Faktor eksternal terdiri dari orang tua, kawan sebaya, dan masyarakat. Sedangkan faktor internal terdiri dari kemampuan, perasaan berarti, kebajikan, dan kekuatan. Dalam kehidupannya, seorang individu lebih dulu hidup dengan orang tuanya. Oleh karena itu, orang tua yang memiliki peranan penting dalam pembentukan konsep diri. 3. Dimensi Konsep Diri Konsep diri merupakan pandangan diri individu tentang individu itu sendiri. Konsep diri terdiri dari tiga dimensi, yaitu: pengetahuan individu tentang dirinya sendiri, pengaharapan yang dimiliki individu untuk dirinya sendiri, dan penilaian mengenai dirinya sendiri Calhoun dan Acocella, 1995. a. Pengetahuan Pengetahuan merupakan apa yang diketahui individu tentang dirinya. Hal ini mengenai kuantitas dirinya, misalnya usia, jenis kelamin, kebangsaan, dan pekerjaan. Selain itu, pengetahuan tentang kualitas diri, misalnya individu yang egois dan baik hati. Individu dapat memperolah pengetahuan tentang dirinya dengan cara membandingkan diri individu dengan orang lain. Pengetahuan yang dimiliki individu tidak menetap sepanjang hidupnya. Pengetahuannya bisa saja berubah dengan cara mengubah tingkah laku individu tersebut. b. Harapan Dimensi yang kedua adalah harapan. Dalam hal ini, individu memiliki pandangan tentang harapan bahwa ia akan menjadi apa di masa yang akan datang. Rogers dalam Calhoun dan Acocella 1995 menyatakan bahwa individu memiliki pengharapan bagi dirinya sendiri. Namun, harapan setiap individu pasti berbeda- beda. Harapan tersebut akan menjadi kekuatan yang mendorong individu menuju masa depan dan memandu kegiatan individu dalam perjalanan hidupnya. Singkatnya, setiap individu memiliki pengharapan bagi dirinya sendiri dan pengharapan setiap individu berbeda-beda. c. Penilaian Dimensi yang terakhir adalah penilaian terhadap diri sendiri. Penilaian terhadap diri sendiri adalah pengukuran individu tentang keadaannya saat ini dengan apa yang menurutnya dapat terjadi terhadap dirinya dan apa yang terjadi pada dirinya. Penilaian ini mengukur apakah individu bertentangan dengan “saya dapat menjadi apa” atau dengan kata lain harapan individu bagi dirinya sendiri dan “saya seharusnya menjadi apa” atau dengan kata lain standar individu bagi dirinya sendiri Epstein dalam Calhoun dan Acocella, 1995. Kalimat “saya dapat menjadi apa” menggambarkan keadaan diri kita yang sebenarnya atau biasanya disebut dengan real self sedangkan kalimat “saya seharusnya menjadi apa” menggambarkan kemampuan diri individu dengan melihat keadaan diri atau biasanya disebut dengan ideal self. Ketika individu memiliki jarak yang terlalu antara real self dan ideal self maka akan menimbulkan rasa tidak nyaman dalam dirinya Susana dkk, 2006. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri terdiri tiga dimensi, yaitu pengetahuan tentang dirinya, harapan mengenai dirinya sendiri, dan penilaian mengenai dirinya sendiri. Pengetahuan adalah apa yang diketahui individu tentang dirinya dari segi kuantitas maupun kualitas, individu dapat memperoleh pengetahuan dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain. Harapan adalah apa yang individu inginkan untuk dirinya di masa yang akan datang. Sedangkan penilaian adalah pengukuran yang dilakukan individu tentang keadaan dirinya saat ini dengan apa yang menurut dirinya dapat terjadi dan apa yang terjadi pada dirinya. 4. Jenis-jenis Konsep Diri Calhoun dan Acocella 1995 menyatakan bahwa konsep diri terbagi menjadi dua, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif. a. Konsep diri positif Konsep diri positif merupakan sebuah penerimaan diri.Kualitas dalam penerimaan ini lebih mengarah ke kerendahan hati dan ke kedermawanan daripada keangkuhan dan keegoisan. Dalam hal ini berarti individu dapat menerima diri apa adanya. Individu yang memiliki konsep diri positif adalah individu yang tahu betul tentang dirinya. Selain itu, individu tersebut juga dapat memahami dan menerima dirinya sehingga evaluasi terhadap dirinya menjadi positif dan dapat menerima keberadaan orang lain. Individu dengan konsep diri positif akan merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan realitas, yaitu tujuan yang memiliki kemungkinan besar untuk dicapai, mampu menghadapi kehidupan di depannya, dan menganggap bahwa hidup adalah suatu proses penemuan. Montana dalam Respati 2006 memberikan ciri-ciri tingkah laku individu yang memiliki konsep diri positif, yaitu: bercita-cita menjadi pemimpin menginginkan kepemimpinan, mau menerima kritikan yang bersifat membangun, mau mengambil resiko lebih sering, bersifat mandiri terhadap orang lain. Selain itu, individu tersebut juga yakin bahwa keberhasilan dan kegagalan tergantung pada usaha, tindakan, dan kemampuan seseorang. Individu dengan konsep diri positif juga bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukannya, percaya bahwa ia memiliki kontrol dan pengaruh terhadap peristiwa atau kejadian dalam kehidupannya, menerima tanggung jawab atas tindakannya sendiri, sabar menghadapi kegagalan dan frustasi serta tahu cara menangani kegagalan secara positif. Berdasarkan uraian di atas, individu yang memiliki konsep diri yang positif adalah individu yang memahami tentang dirinya.Memahami kelebihan dan kekurangan dirinya sehingga evaluasi terhadap dirinya menjadi lebih positif. Selain itu, individu dengan konsep diri positif mampu merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan realitas. b. Konsep diri negatif Menurut Calhoun dan Acocella 1995 ada dua tipe konsep diri negatif, yaitu: 1. Pandangan individu tentang dirinya sendiri benar-benar tidak teratur. Individu tersebut tidak memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan diri. Individu tersebut benar-benar tidak tahu siapa dirinya, kekuatan dan kelemahannya, atau apa yang dihargai dalam hidupnya. 2. Pandangan tentang dirinya sendiri terlalu stabil dan teratur, dengan kata lain adalah kaku. Hal ini bisa terjadi karena individu dididik dengan cara yang sangat keras sehingga menciptakan citra diri yang tidak mengizinkan adanya penyimpangan dari seperangkat hukum dalam pikirannya dan hal tersebut merupakan cara hidup yang tepat. Montana dalam Respati dkk 2006 memberikan ciri-ciri tingkah laku individu yang memiliki konsep diri negatif, yaitu menghindari peran-peran pemimpin, menghindari kritikan dan tidak mau mengambil resiko, tidak memiliki atau kurang memiliki kemampuan untuk bertahan dalam tekanan, kurang memiliki motivasi belajar dan bekerja, memiliki kesehatan emosi dan psikologis kurang baik, dan mudah terpengaruh lingkungan. Selain itu, ia juga merasa perlu untuk dicintai dan diperhatikan. Individu dengan konsep diri yang negatif akan berbuat apa saja untuk menyenangkan orang lain dan mengabaikan keadaan dirinya sehingga mudah frustasi dan pada akhirnya menyalahkan orang lain atas kekurangannya. Selain itu, individu tersebut akan menghindar dari keadaan- keadaan sulit untuk menghindari kegagalan dan memilih untuk bergantung pada orang lain. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa individu yang memiliki konsep diri negatif terdiri dari dua tipe, yaitu individu yang benar-benar tidak tahu siapa dirinya dan individu yang kaku. Individu yang benar-benar tidak tahu siapa dirinya, ia tidak tahu kelebihan dan kelemahan dirinya. Sedangkan individu yang kaku tidak mengizinkan adanya penyimpangan dalam hidupnya, ia harus hidup dengan tepat dan mematuhi aturan yang ada dalam hidupnya.

C. Remaja

1. Pengertian Remaja G. S. Hall adalah seorang sarjana Psikologi Amerika Serikat.Biasanya Hall disebut sebagai Bapak Psikologi Remaja.Hall dalam Sarwono, 2013 menyatakan bahwa masa remaja adalah masa topan badai strum und drang. Pada masa ini akan penuh gejolak akibat pertentangan dengan nilai-nilai dalam kehidupan. Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada masa ini, remaja mulai mengalami perubahan secara fisik dan psikis. Remaja akan melepaskan diri secara emosional dari orang tua dalam rangka menjalankan peran sosialnya yang baru sebagai orang dewasa. Selain itu, remaja juga berubah secara kognitif dan mulai mampu berpikir abstrak seperti orang dewasa Clarke-Stewart dan Friedman dalam Agustiani, 2009. Csikszentimihalyi dan Larson dalam Sarwono 2013 menyatakan bahwa remaja adalah “restrukturisasi kesadaran”. Masa remaja merupakan masa penyempurnaan dari tahap-tahap sebelumnya. Csikszentimihalyi dan Larson menyatakan bahwa puncak perkembangan jiwa ditandai dengan adanya proses perubahan kondisi entropy ke kondisi negentropy. Entropy adalah keadaan dimana kesadaran individu masih belum tersusun rapi walaupun isinya sudah banyak, misalnya pengetahuan dan perasaan. Namun, isi-isi tersebut belum saling terkait dengan baik sehingga belum bisa berfungsi secara maksimal.Sedangkan kondisi negentropy adalah keadaan dimana isi kesadaran tersusun dengan baik.Selain itu, pengetahuan yang individu miliki saling terkait. Individu dengan keadaan negentropy merasa dirinya sebagai kesatuan yang utuh dan bisa bertindak dengan tujuan yang jelas dan tidak bimbang sehingga individu tersebut memiliki tanggung jawab dan semangat kerja yang tinggi Sarwono, 2013. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa remaja merupakan masa topan dan badai. Hal tersebut disebabkan karena pada masa ini akan penuh gejolak akibat pertentangan dengan nilai-nilai dalam kehidupannya. 2. Batasan Usia Remaja Indonesia menetapkan usia remaja dengan rentangan antara 11 – 24 tahun dan belum menikah. Hal tersebut dinyatakan dengan empat pertimbangan, yaitu Sarwono, 2013: a. Usia 11 tahun adalah usia yang pada umumnya individu memunculkan tanda-tanda seksual sekunder. b. Pada usia 11 tahun, individu mulai memunculkan tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa seperti tercapainya identitas diri menurut Erikson, tercapainya fase genital dari perkembangan psikoseksual menurut Freud, dan tercapainya puncak perkembangan kognitif menurut Piaget serta tercapainya perkembangan moral menurut Kohlberg. c. Batas usia maksimal remaja adalah 24 tahun. Hal tersebut dikarenakan usia tersebut merupakan usia yang cukup matang agar individu tidak lagi bergantung dengan orang tuanya. d. Status perkawinan juga sangat menentukan karena ketika individu memutuskan untuk menikah maka individu tersebut akan diperlakukan sebagai orang dewasa secara penuh. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa batasan usia remaja di Indonesia adalah 11 – 24 tahun dan individu yang belum menikah. Hal tersebut dikarenakan individu sudah memunculkan tanda-tanda seksual sekunder, individu sudah memunculkan tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa, pada usia tersebut merupakan usia yang cukup matang agar individu tidak lagi bergantung dengan orang tuanya, dan alasan yang terakhir adalah individu sudah diperlakukan sebagai orang dewasa ketika memutuskan untuk menikah. 3. Masa Perkembangan Remaja a. Perkembangan fisik Remaja akan mengalami masa perkembangan fisik. Pada masa ini remaja akan mengalami kematangan seksual, pertambahan tinggi, dan berat tubuh Santrock, 2011. Kematangan seksual remaja ditandai dengan perkembangan fisik primer dan sekunder. Perkembangan fisik primer meliputi organ reproduksi. Organ reproduksi pada perempuan, yaitu ovarium, rahim, dan vagina. Organ reproduksi pada laki-laki, yaitu penis, skrotum, dan testis. Sedangkan, perkembangan fisik sekunder meliputi bagian luar tubuh yang menandai kematangan seksual, yaitu payudara pada perempuan dan munculnya bulu ketiak serta rambut kelamin, baik pada laki-laki maupun perempuan Berk, 2012. b. Perkembangan kognitif Piaget dalam Santrock, 2007 menyatakan bahwa remaja memasuki tahap operasional formal, yaitu berpikir abstrak, idealistic, dan logis. Pada fase ini, remaja mampu menciptakan hipotesis sehingga remaja mulai menggunakan kemampuan logisnya. Namun, Elkind dalam Papalia, 2008 menyatakan bahwa remaja memiliki ketidakmatangan dalam berpikir. Ketidakmatangan tersebut, yaitu idealis dan mengkritik orang lain, selalu berusaha menunjukkan kemampuan bernalar yang dimiliki, ragu-ragu dalam menentukan sesuatu, kurang menyadari perbedaan dalam mengekspresikan sesuatu yang ideal, menganggap orang lain memiliki pemikiran yang sama dengan dirinya, dan menganggap dirinya sebagai pribadi yang unik dan istimewa. c. Perkembangan sosioemosional Pada masa ini remaja memiliki dorongan yang kuat untuk membangun relasi dengan teman sebaya. Hal tersebut yang membuat remaja lebih banyak menghabiskan waktu bersama dengan teman sebaya dibandingkan keluarganya. Remaja merasa