sekarang. Sebaliknya, segala sesuatu yang bersangkutan dengan evolusi adalah diakronik. Linguistik yang diakronik dapat dibedakan menjadi dua sudut pandang,
yaitu prospektif dan retrospektif. Sudut pandang yang pertama mengikuti majunya
arus waktu, sedangkan yang kedua berjalan mundur.
Linguistik diakronik mengkaji relasi-relasi yang secara suksesif mengikat terma-terma secara bersamaan, yang masing-masing dapat saling bersubtitusi tanpa
membentuk suatu sistem, namun tetap tidak disadari oleh pikiran kolektif. Meskipun Saussure sendiri dididik dalam disadari linguistik diakronik yang sangat kental,
preferensinya secara khusus tertuju kepada linguistik sinkronik. Segala konsep yang dikembangkan didalam linguistik sinkronik Saussurean ini berkisar pada dikotomi-
dikotomi tertentu, yakni penanda dan petanda, langue dan parole, serta sintagmatik
dan paradigmatik Budiman, 2004: 38.
2.3.2. Signifier dan Signified
Pemikiran Saussure yang paling penting adalah pandangannya tentang tanda. Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda dengan sebuah ide atau petanda
Sobur, 2004:44 Saussure meletakkan tanda dalam konteks komunikasi manusia dengan pemilahan antara signifier penanda dan signified petanda. Signifier adalah
bunyi yang bermakna atau coretan yang bermakna aspek material, yakni apa yang dikatakan dan apa yang ditulis atau dibaca. Signified adalah gambaran mental, yakni
pikiran atau konsep aspek mental dari bahasa. Bartens, 1985: 382 dalam Kurniawan 2001: 14. Kedua unsur ini seperti dua sisi keping mata uang atau selembar kertas.
Tanda bahasa dengan demikian dapat menyatukan, bukan hal dengan nama,
melainkan konsep dan gambaran akustis.
Saussure menggambarkan tanda yang terdiri dari signifier dan signified itu
sebagai berikut :
Gambar 2.1. Diagram Semiotik Saussure
Sumber : Sobur, 2003, Semiotika Komunikasi, Penerbit Remaja Rosdakarya, Bandung, Halaman 125.
Saussure menyebut signifier penanda sebagai bunyi atau coretan bermakna, sedangkan signified adalah gambaran mental atau konsep sesuatu dari signifier.
Hubungan antara keberadaan fisik tanda dan konsep mental tersebut dinamakan signification
. Dengan kata lain, signification adalah upaya dalam memberi makna terhadap dunia Fiske, 1990 dalam Sobur, 2001: 125
Pada dasarnya apa yang disebut signifier dan signified tersebut adalah produk kultural. Hubungan di antara keduanya bersifat arbitter manasuka dan hanya
berdasarkan konvensi, kesepakatan, atau peraturan dari kultur pemakai tersebut. Hubungan signifier dan signified tidak bisa dijelaskan dengan nalar apapun, baik
pilihan bunyi-bunyinya maupun plihan untuk mengaitkan rangkaian bunyi tersebut dengan benda atau konsep yang dimaksud. Karena hubungan yang terjadi antara
signifier dan signified bersifat arbitter, maka signifier harus dipelajari, yang berarti
ada struktur yang pasti atau kode yang membantu menafsirkan makna. Sign
Composed of
Signifier Physical existence
of the sign Plus
Signified Mental concept
External reality of meaning
Signification
Sifat arbitter antara signifier dan signified serta kaitan antara kedua komponen ini menarik bila dikaitkan dengan kekuasan . Maksudnya, bagaimana kekuasaan dapat
menentukan signified mana yang boleh dikaitkan dengan signifier. Hal ini bisa terjadi dalam sebuah kekuasaan yang bersifat otoriter dimana signified tertentu hanya bisa
diberi makna oleh pihak penguasa dan signified alternatif atau ”tandingan” tidak diberi tempat.
Ketika bahasa berupaya mendefinisikan realitas, ada bahaya bahwa bahasa sendiri tereduksi menjadi suatu rangkaian signifier belaka tanpa referensi langsung
terhadap yang ditandakan signified. Suatu pengertian atau definisi tentang sesuatu tinggal sebagai definisi belaka. Akibatnya, bahasa menjadi ”kosong”, sebab bahasa
atau memori saja. Hubungan antara signifier dan signified ini dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Ikon adalah tanda yang memunculkan kembali benda atau realitas yang ditandai,
misalnya foto atau peta 2.
Indeks adalah tanda yang kehadirannya menunjukkan adanya hubungan dengan yang ditandai, misalnya asap adalah indeks dari api.
3. Simbol adalah tanda dimana hubungan antara signifier dan signified semata-
mata adalah masalah konvensi, kesepakatan atau peraturan Van Zoest, 1996 dalam Sobur, 2001: 126.
2.3.3. Langue dan Parole