Pemaknaan Lirik Lagu “Dari Mata Sang Garuda” menurut dikotomi-

Kan kubawa sampai akhir langkahku Jangan pernah menyerah Sudah terlalu lama kita terlelap Merah putihku selalu dihati

4.3. Pemaknaan Lirik Lagu “Dari Mata Sang Garuda” menurut dikotomi-

dikotomi Saussure Objek dari penelitian ini adalah lirik lagu “Dari Mata Sang Garuda” yang secara keseluruhan dapat ‘dibedah’ dengan menggunakan dikotomis Saussure yaitu pandamgan tentang signifier penanda dan signified petanda; langue bahasa dan parole ujaran; associative paradigmatik dan syntagmatic sintagmatik; synchronic dan diachronic diakronik ; serta form bentuk dan content isi. Pada lirik lagu ini akan dimaknai menurut struktur lagunya. Dalam lirik lagu “Dari Mata Sang Garuda”, kelima bagian dari teori tanda Ferdinand De Saussure adalah sebagai berikut: 1. Signifiernya penanda adalah lirik lagu atau kata-kata yang terdapat dalam judul lagu “Dari Mata Sang Garuda” mulai dari judul lagu sampai dengan bait terakhir. Signifiednya petanda adalah makna tersembunyi atau konsep yang ada dalam kata-kata yang digunakan oleh penulis lirik lagu tersebut, sehingga akan tercipta sebuah pesan yang ingin disampaikan. 2. Languenya bahasa adalah keseluruhan unsur-unsur berupa kata dalam hubungannya satu sama lain yang dimaknai dengan tingkat kebahasaan sehari- hari. Sedangkan parolenya berupa kalimat-kalimat yang merupakan ekspresi bahasa pada setiap baris lirik lagu. 3. Associative paradigmatik dan syntagmatic, sintagmatik adalah kumpulan tanda yang berurutan dalam lirik lagu “Dari Mata Sang Garuda”. Sintagmatik ditandai dengan kalimat-kalimat yang dibangun dengan panduan kata-kata yang terdapat pada lirik lagu ini. Associative atau paradigmatik adalah terdapatnya kata-kata pada lirik lagu ini yang digunakan untuk memberikan makna yang memiliki hubungan saling menggantikan, selama tidak merusak hubungan sintagmatik. 4. Synchronic dan diachronic diakronik, pendekatan sinkronik mempelajari keseluruhan arti bahasa yang ada pada lirik lagu “Dari Mata Sang Garuda” tanpa mempersoalkan waktu. Sedangkan pendekatan diakronik adalah melihat unsur waktu yaitu masa kini dimana pada lagu “Dari Mata Sang Garuda” ini, adanya ungkapan yang ditunjukkan pada seorang yang digunakan oleh anak muda. 5. Form bentuk adalah keseluruhan dari isi lirik lagu “Dari Mata Sang Garuda” yang mempunyai unsure bahasa yang terasa ambigu. Ambiguitas ini didasarkan pada makna suatu kata. Setiap kata dapat saja mengandunglebih dari satu makna. Dapat saja sebuah kata mengacu pada sesuatu yang berbeda sesuai dengan lingkungan pemakainya. Dengan kata lain, sifat konstruksi yang dapat diberi lebih dari satu tafsiran. Sedangkan content isi yang ada dalam lirik lagu “Dari Mata Sang Garuda” ini mengandung wacana tentang nasionalisme kebangsaan penulis lagu terhadap bangsa dan negaranya.

1. Judul Lagu

“Dari Mata Sang Garuda” Pada judul lagu tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks yang merupakan sebuah penanda. Tanda- tanda yang terletak pada setiap kata yang kemudian dirangkai menjadi baris kalimat yang menandakan bahwa dalam penanda “Dari Mata Sang Garuda” merupakan wujud dari petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi “Dari Mata Sang Garuda”. Langue-nya merupakan merupakan sekumpulan tanda yang terletak pada setiap kata yang tersusun dari baris kalimat dalam judul “Dari Mata Sang Garuda”, yaitu ‘Dari’; ‘Mata’: ‘Sang’; ‘Garuda’. Parole-nya sendiri terletak pada kalimat yang menjadi baris judul dari lagu tersebut, yaitu “Dari Mata Sang Garuda”. Pada baris judul “Dari Mata Sang Garuda” merupakan baris kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata ‘Dari’; ‘Mata’; ‘Sang’; ‘Garuda’. Sehingga menghasilkan sebuah baris kalimat “Dari Mata Sang Garuda” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai. Baris kalimat “Dari Mata Sang Garuda” tidak akan menjadi “Dari Mata Sang Garuda” tanpa adanya sekumpulan tanda dari kata-kata ‘Dari’; ‘Mata’; ‘Sang’; ‘Garuda’, dan hal tersebut tidak akan menjadi sebuah tanda yang bermakna dalam baris kalimat, karena tidak adanya sebuah kata yang membentuk sebuah kalimat. Pada kalimat Dari Mata Sang Garuda, secara denotasi kata dari mempunyai arti kata asal. Kata mata mempunyai arti pancaindra yang dipergunakan untuk melihat. Kata sang adalah sebuah kata yang digunakan untuk menyebut sesuatu yang diagungkan. Kata garuda mempunyai arti seekor burung besar sejenis elang berwarna cokelat yang menjadi lambang atau simbol bangsa Indonesia. Secara konotatif kalimat Dari Mata Sang Garuda mempunyai makna memandang bangsa Indonesia melalui simbol negara yaitu burung garuda. Simbol burung garuda merupakan identitas bangsa dan sekaligus sebagai alat pemersatu bangsa, karena pada simbol burung garuda ini terdapat pedoman dan semboyan bangsa Indonesia. Pedoman bangsa Indonesia adalah Pancasila, sedangkan semboyannya yaitu Bhineka Tunggal Ika yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Di atas perbedaan-perbedaan itu, kita diikat oleh satu identitas yang sama yaitu identitas sebagai warga negara Indonesia yang senasib sepenanggungan, yang rela berkorban demi membela bangsa dan negara.

2. Bait Pertama baris ke satu

Coba berdiri di puncak gunung tertinggi Pada kalimat tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks yang merupakan sebuah penanda. Tanda- tanda yang terletak pada setiap kata yang kemudian dirangkai menjadi baris kalimat yang menandakan bahwa dalam penanda “Coba berdiri dipuncak gunung tertinggi” merupakan wujud dari petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi “Coba berdiri dipuncak gunung tertinggi”. Langue-nya merupakan merupakan sekumpulan tanda yang terletak pada setiap kata yang tersusun dari baris kalimat “Coba berdiri di puncak gunung tertinggi”, yaitu ‘Coba’; ‘berdiri’; ‘di puncak’; ’gunung’; ‘tertinggi’. Parole-nya sendiri terletak pada kalimat dari baris tersebut, yaitu “Coba berdiri dipuncak gunung tertinggi”. Pada baris judul “Coba berdiri dipuncak gunung tertinggi” merupakan baris kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata ‘Coba’; ‘berdiri’; ‘di puncak’; ‘gunung’; ‘tertinggi’. Sehingga menghasilkan sebuah baris kalimat “Coba berdiri di puncak gunung tertinggi” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai. Baris kalimat “Coba berdiri di puncak gunung tertinggi” tidak akan menjadi “Coba berdiri di puncak gunung tertinggi” tanpa adanya sekumpulan tanda dari kata-kata ‘Coba’; ‘berdiri’; ‘di puncak’; ‘gunung’; ‘tertinggi’, dan hal tersebut tidak akan menjadi sebuah tanda yang bermakna dalam baris kalimat, karena tidak adanya sebuah kata yang membentuk sebuah kalimat. Secara Denotasi, kalimat Coba berdiri di puncak gunung tertinggi mempunyai arti, kata coba yang berarti mengajak atau menawarkan untuk melakukan sesuatu. Kata berdiri mempunyai arti posisi badan dan kaki tegak lurus menginjak tanah. Kata di puncak berarti awalan di- menyatakan tempat, puncak yang berarti pucuk yang paling atas. Kata gunung mempunyai arti bukit yang besar dan tinggi. Secara harfiah, jika sedang berdiri di puncak gunung, maka segala sesuatu yang berada di bawah gunung itu akan terlihat. Semua yang ada di bawah gunung itu digambarkan sebagai segala sesuatu yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Secara Konotatif, kalimat Coba berdiri di puncak gunung tertinggi mempunyai arti ajakan untuk melihat secara menyeluruh atas segala sesuatu yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Sumber daya alam yang berlimpah serta kebudayaan yang beraneka ragam, itu semua merupakan kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia yang harus dijaga dan dipertahankan oleh generasi penerus bangsa. Dari kalimat Coba berdiri di puncak gunung tertinggi dapat diketahui bahwa yang bisa dikatakan memiliki hubungan paradigmatik yaitu di puncak, kata di puncak menjadi bermakna sebab ia memang bisa dibedakan dengan ‘coba’ ‘ berdiri’ ‘gunung’ ‘tertinggi’, kata di puncak dikombinasikan dengan elemen-elemen lainnya, kini digabungkan dengan ‘coba’ ‘ berdiri’ ‘gunung’ ‘tertinggi’. Kata di puncak menghasilkan rangkaian yang membentuk sintagma , dan melalui cara ini di puncak bisa dikatakan memiliki hubungan paradigmatik dengan di pucuk.

2. Bait pertama baris kedua

Tak sadarkah semua telah kita miliki Pada kalimat tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks yang merupakan sebuah penanda. Tanda- tanda yang terletak pada setiap kata yang kemudian dirangkai menjadi baris kalimat yang menandakan bahwa dalam penanda “Tak sadarkah semua telah kita miliki” merupakan wujud dari petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi “Tak sadarkah semua telah kita miliki”. Langue-nya merupakan merupakan sekumpulan tanda yang terletak pada setiap kata yang tersusun dari baris kalimat dalam judul “Tak sadarkah semua telah kita miliki”, yaitu ‘Tak’; ‘sadarkah’: ‘semua’; ‘telah’; ‘kita’; ‘miliki’. Parole-nya sendiri terletak pada kalimat yang menjadi baris judul dari lagu tersebut, yaitu “tak sadarkah semua telah kita miliki”. Pada baris “Tak sadarkah semua telah kita miliki”, merupakan baris kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata ‘Tak’; ‘sadarkah’: ‘semua’; ‘telah’; ‘kita’; ‘miliki’. Sehingga menghasilkan sebuah baris kalimat “Tak sadarkah semua telah kita miliki” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai. Baris kalimat “Tak sadarkah semua telah kita miliki” tidak akan menjadi “Tak sadarkah semua telah kita miliki” tanpa adanya sekumpulan tanda dari kata-kata Tak’; ‘sadarkah’: ‘semua’; ‘telah’; ‘kita’; ‘miliki’, dan hal tersebut tidak akan menjadi sebuah tanda yang bermakna dalam baris kalimat, karena tidak adanya sebuah kata yang membentuk sebuah kalimat. Pada baris kalimat Tak sadarkah semua telah kita miliki secara denotasi, kata tak berarti tidak. Kata sadarkah berasal dari kata sadar yang berarti tahu dan ingat akan keadaan yang sebenarnya, dengan akhiran -kah yang menyatakan pertanyaan. Semua berarti seluruh. Kata telah memiliki arti sudah. Kita berarti kata ganti orang pertama, kedua dan ketiga. Miliki berasal dari kata milik yang berarti kepunyaan. Secara konotatif, kalimat Tak sadarkah semua telah kita miliki mempunyai arti apakah para generasi bangsa Indonesia tidak menyadari bahwa segala sesuatunya telah dimiliki oleh bangsa ini. Indonesia memiliki kekayaan alam yang berlimpah serta adat istiadat yang beraneka ragam yang berasal dari berbagai suku- suku bangsa yang ada. Oleh sebab itu seharusnya kita bersyukur atas segala sesuatu yang dimiliki oleh bangsa kita. Dan sebagai generasi penerus bangsa, kita harus bisa menjaga dan mempertahankan apa yang telah dimiliki oleh bangsa kita. Makna keseluruhan dari bait pertama adalah sebuah pertanyaan yang menyadarkan generasi penerus bangsa Indonesia , apakah mereka tidak menyadari atas segala sesuatunya telah dimiliki oleh bangsanya. Atas semua kekayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Baik itu kekayaan alam yang berlimpah maupun kekayaan budaya serta adat istiadat yang beraneka ragam. Semua itu merupakan kekayaan yang telah dimiliki oleh bangsa Indonesia yang harus dijaga dan dipertahankan oleh generasi penerus bangsa Indonesia. Dari kalimat Tak sadarkah semua telah kita miliki, dapat diketahui bahwa yang bisa dikatakan memiliki hubungan paradigmatik yaitu sadarkah, kata sadarkah menjadi bermakna sebab ia memang bisa dibedakan dengan ‘tak’ ‘semua‘ ‘telah‘ ‘kita’ ‘miliki’, kata sadar kah dikombinasikan dengan elemen- elemen lainnya, kini digabungkan dengan ‘tak’ ‘semua‘ ‘telah‘ ‘kita’ ‘miliki’. Kata sadarkah menghasilkan rangkaian sintagma, dan melalui cara ini sadarkah bisa dikatakan memiliki hubungan paradigmatik dengan insyaf dan tahu keadaan sebenarnya.

2. Bridge bait kedua baris pertama

Dari mata sang garuda Pada bridge baris pertama tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda yang terletak pada setiap kata yang kemudian dirangkai menjadi baris kalimat yang menandakan bahwa dalam penanda “Dari Mata Sang Garuda” merupakan wujud dari petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi “Dari Mata Sang Garuda”. Langue-nya merupakan merupakan sekumpulan tanda yang terletak pada setiap kata yang tersusun dari baris kalimat “Dari Mata Sang Garuda”, yaitu ‘Dari’; ‘Mata’: ‘Sang’; ‘Garuda’. Parole-nya sendiri terletak pada kalimat yang menjadi baris bridge dari lagu tersebut, yaitu “Dari Mata Sang Garuda”. Pada baris “Dari Mata Sang Garuda” merupakan baris kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata ‘Dari’; ‘Mata’; ‘Sang’; ‘Garuda’. Sehingga menghasilkan sebuah baris kalimat “Dari Mata Sang Garuda” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai. Baris kalimat “Dari Mata Sang Garuda” tidak akan menjadi “Dari Mata Sang Garuda” tanpa adanya sekumpulan tanda dari kata-kata ‘Dari’; ‘Mata’; ‘Sang’; ‘Garuda’, dan hal tersebut tidak akan menjadi sebuah tanda yang bermakna dalam baris kalimat, karena tidak adanya sebuah kata yang membentuk sebuah kalimat. Pada kalimat Dari Mata Sang Garuda, secara denotasi kata dari mempunyai arti kata asal. Kata mata mempunyai arti pancaindra yang dipergunakan untuk melihat. Kata sang adalah sebuah kata yang digunakan untuk menyebut sesuatu yang diagungkan. Kata garuda mempunyai arti seekor burung besar sejenis elang berwarna cokelat yang menjadi lambang atau simbol bangsa Indonesia. Secara konotatif kalimat Dari Mata Sang Garuda mempunyai makna memandang bangsa Indonesia melalui simbol negara yaitu burung garuda. Simbol burung garuda merupakan identitas bangsa dan sekaligus sebagai alat pemersatu bangsa, karena pada simbol burung garuda ini terdapat pedoman dan semboyan bangsa Indonesia. Pedoman bangsa Indonesia adalah Pancasila, sedangkan semboyannya yaitu Bhineka Tunggal Ika yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Di atas perbedaan-perbedaan itu, kita diikat oleh satu identitas yang sama yaitu identitas sebagai warga negara Indonesia yang senasib sepenanggungan, yang rela berkorban demi membela bangsa dan negara.

3. Bridge bait kedua baris kedua

Memandang luas dari langit yang tinggi Pada bridge baris kedua tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda yang terletak pada setiap kata yang kemudian dirangkai menjadi baris kalimat yang menandakan bahwa dalam penanda “Memandang luas dari langit yang tinggi” merupakan wujud dari petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi “Memandang luas dari langit yang tinggi”. Langue-nya merupakan merupakan sekumpulan tanda yang terletak pada setiap kata yang tersusun dari baris kalimat dalam “Memandang luas dari langit yang tinggi”, yaitu ‘memandang’; ‘luas’: ‘dari’; ‘langit’; ‘yang’; ‘tinggi’. Parole-nya sendiri terletak pada kalimat yang menjadi baris bridge kedua dari lagu tersebut, yaitu “Memandang luas dari langit yang tinggi”. Pada baris kalimat “Memandang luas dari langit yang tinggi” merupakan baris kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata ‘memandang’; ‘luas’: ‘dari’; ‘langit’; ‘yang’; ‘tinggi’. Sehingga menghasilkan sebuah baris kalimat “Memandang luas dari langit yang tinggi” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai. Baris kalimat “Memandang luas dari langit yang tinggi” tidak akan menjadi “Memandang luas dari langit yang tinggi” tanpa adanya sekumpulan tanda dari kata-kata ‘memandang’; ‘luas’: ‘dari’; ‘langit’; ‘yang’; ‘tinggi’, dan hal tersebut tidak akan menjadi sebuah tanda yang bermakna dalam baris kalimat, karena tidak adanya sebuah kata yang membentuk sebuah kalimat. Kalimat memandang luas dari langit yang tinggi, secara denotasi kata memandang berasal dari kata pandang yang artinya lihat, dengan awalan me- yang menunjukkan kata kerja. Luas yang berarti besar dan lebar. Dari mempunyai arti kata asal. Langit adalah yang membentang di atas bumi. Kata yang merupakan kata keterangan. Tinggi berarti tidak rendah. Secara konotatif, kalimat memandang luas dari langit yang tinggi mempunyai arti melihat atau menilai sesuatu tidak hanya dari satu sudut pandang saja, tetapi secara menyeluruh. Segala perbedaan yang ada bukanlah penghalang untuk bersatu, namun justru sebagai pengikat satu rasa senasib sepenanggungan. Dari kalimat memandang luas dari langit yang tinggi, dapat diketahui bahwa yang bisa dikatakan memiliki hubungan paradigmatik yaitu memandang, kata memandang menjadi bermakna sebab ia memang bisa dibedakan dengan ‘luas’ ‘dari‘ ‘langit‘ ‘yang’ ‘tinggi’, kata memandang dikombinasikan dengan elemen-elemen lainnya, kini digabungkan dengan ‘luas’ ‘dari‘ ‘langit‘ ‘yang’ ‘tinggi’,. Kata memandang menghasilkan rangkaian sintagma, dan melalui cara ini sadarkah bisa dikatakan memiliki hubungan paradigmatik dengan melihat dan menilai.

4. Bridge bait kedua baris ketiga

Bersatulah untuk Pada bridge baris ketiga tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda yang terletak pada setiap kata yang kemudian dirangkai menjadi baris kalimat yang menandakan bahwa dalam penanda “Bersatulah untuk” merupakan wujud dari petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi “Bersatulah untuk”. Langue-nya merupakan merupakan sekumpulan tanda yang terletak pada setiap kata yang tersusun dari baris kalimat dalam “Bersatulah untuk”, yaitu ‘bersatulah’; ‘untuk’. Parole-nya sendiri terletak pada kalimat yang menjadi baris bridge ketiga dari lagu tersebut, yaitu “Bersatulah untuk”. Pada baris kalimat “Bersatulah untuk” merupakan baris kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata ‘bersatulah’; ‘untuk’. Sehingga menghasilkan sebuah baris kalimat “Bersatulah untuk” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai. Baris kalimat ‘Bersatulah untuk” tidak akan menjadi “Bersatulah untuk” tanpa adanya sekumpulan tanda dari kata-kata ‘bersatulah’; ‘untuk’, dan hal tersebut tidak akan menjadi sebuah tanda yang bermakna dalam baris kalimat, karena tidak adanya sebuah kata yang membentuk sebuah kalimat. Kalimat Bersatulah untuk, secara denotasi kata bersatulah berasal dari kata satu yang berarti tunggal. Kata untuk mempunyai arti bagi, dengan awalan ber- dan akhiran -lah. Bersatulah untuk berarti sebuah perintah untuk menjadi satu. Secara konotatif, kalimat tersebut mempunyai arti seruan kepada seluruh lapisan bangsa Indonesia untuk menyatukan rasa senasib sepenanggungan, rela berkorban demi membela bangsa dan negara. Makna keseluruhan dari bait kedua adalah banyaknya perbedaan yang ada dalam kehidupan berbangsa dan bertanah air, hendaknya tidak menjadi halangan bagi masyarakat Indonesia untuk bersatu. Karena sesunggunya perbedaan suku, etnis, budaya, agama dan sebagainya telah diikat oleh satu lambang negara yaitu burung garuda, yang di dalamnya terdapat semboyan bangsa Indonesia yaitu Bhineka Tunggal Ika yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Selain berfungsi sebagai lambang negara, burung garuda merupakan alat pemersatu bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, janganlah memandang segala perbedaan yang ada itu sebagai penghalang untuk bersatu, namun justru menjadi alasan untuk menyatukan rasa, senasib sepenanggungan sebagai sesama bangsa Indonesia.

5. Reff bait keenam baris pertama

Indonesia kobarkan semangatmu Pada reff baris pertama tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda yang terletak pada setiap kata yang kemudian dirangkai menjadi baris kalimat yang menandakan bahwa dalam penanda “Indonesia kobarkan semangatmu” merupakan wujud dari petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi “Indonesia kobarkan semangatmu”. Langue-nya merupakan merupakan sekumpulan tanda yang terletak pada setiap kata yang tersusun dari baris kalimat dalam “Indonesia kobarkan semangatmu”, yaitu ‘Indonesia’; ‘kobarkan’; ‘semangatmu. Parole-nya sendiri terletak pada kalimat yang menjadi reff baris pertama dari lagu tersebut, yaitu “Indonesia kobarkan semangatmu”. Pada baris kalimat “Indonesia kobarkan semangatmu” merupakan baris kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata ‘Indonesia’; ‘kobarkan’; ‘semangatmu’. Sehingga menghasilkan sebuah baris kalimat “Indonesia kobarkan semangatmu” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai. Baris kalimat “Indonesia kobarkan semangatmu” tidak akan menjadi “Indonesia kobarkan semangatmu” tanpa adanya sekumpulan tanda dari kata-kata ‘Indonesia’; ‘kobarkan’; ‘semangatmu’ , dan hal tersebut tidak akan menjadi sebuah tanda yang bermakna dalam baris kalimat, karena tidak adanya sebuah kata yang membentuk sebuah kalimat. Kalimat Indonesia kobarkan semangatmu secara denotasi, kata Indonesia yang berarti segenap lapisan bangsa Indonesia. Kata kobarkan mempunyai arti gejolak dari dalam diri untuk menghidupkan atau menyalakan sesuatu. Semangatmu berasal dari kata semangat yang artinya sesuatu yang mendorong badan untuk berkemauan, bersikap dan berperilaku, mu yaitu kamu sebagai kata ganti orang kedua. Secara konotatif, kalimat Indonesia kobarkan semangatmu mempunyai arti mengajak seluruh lapisan bangsa Indonesia untuk menghidupkan semangat. Semangat untuk bersama-sama membela bangsa dan negara. Semangat yang didorong atas dasar persamaan identitas yaitu identitas sebagai bangsa Indonesia. Dari kalimat Indonesia kobarkan semangatmu, dapat diketahui bahwa yang bisa dikatakan memiliki hubungan paradigmatik yaitu kobarkan , kata kobarkan menjadi bermakna sebab ia memang bisa dibedakan dengan ‘Indonesia’ ‘semangatmu’, kata kobarkan dikombinasikan dengan elemen-elemen lainnya, kini digabungkan dengan ‘Indonesia’ ‘semangatmu’. Kata kobarkan menghasilkan rangkaian sintagma, dan melalui cara ini kobarkan bisa dikatakan memiliki hubungan paradigmatik dengan menyalakan dan menghidupkan.

6. Reff bait keenam baris kedua

Kan kebela sampai habis nafasku Pada reff baris kedua tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda yang terletak pada setiap kata yang kemudian dirangkai menjadi baris kalimat yang menandakan bahwa dalam penanda “Kan kubela sampai habis nafasku” merupakan wujud dari petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi “Kan kubela sampai habis nafasku”. Langue-nya merupakan merupakan sekumpulan tanda yang terletak pada setiap kata yang tersusun dari baris kalimat dalam “Kan kubela sampai habis nafasku”, yaitu ‘kan’; ‘kubela’; ‘sampai’; ‘habis’; ‘nafasku’. Parole-nya sendiri terletak pada kalimat yang menjadi reff baris kedua dari lagu tersebut, yaitu “Kan kubela sampai habis nafasku”. Pada baris kalimat “Kan kubela sampai habis nafasku” merupakan baris kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata ‘kan’; ‘kubela’; ‘sampai’; ‘habis’; ‘nafasku’. Sehingga menghasilkan sebuah baris kalimat “Kan kubela sampai habis nafasku” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai. Baris kalimat “Kan kubela sampai habis nafasku” tidak akan menjadi “Kan kubela sampai habis nafasku” tanpa adanya sekumpulan tanda dari kata-kata ‘kan’; ‘kubela’; ‘sampai’; ‘habis’; ‘nafasku’, dan hal tersebut tidak akan menjadi sebuah tanda yang bermakna dalam baris kalimat, karena tidak adanya sebuah kata yang membentuk sebuah kalimat. Pada kalimat Kan kubela sampai habis nafasku secara denotasi, kata kan berarti akan. Kata kubela, ku yang berarti aku yaitu kata ganti orang pertama, bela yang mempunyai arti mempertahankan, rela berkorban untuk sesuatu yang dicintai. Sampai mempunyai arti hingga atau batas penghabisan. Kata habis berarti tak ada lagi. Nafasku, nafas artinya udara yang dimasukkan dan dikeluarkan melalui hidung, dan -ku yang berarti aku. Secara harfiah, manusia hidup dengan bernafas, maka kata abis nafasku mempunyai arti ketika manusia itu tidak bernafas lagi yaitu dalam keadaan sudah mati. Secara konotatif, kalimat Kan kubela sampai habis nafasku mempunyai arti sebuah pernyataan dari seseorang yang siap membela bangsanya, rela berkorban sampai mati demi kepentingan bangsanya. Perasaan rela berkorban ini merupakan suatu bentuk wujud kecintaan alamiah seseorang terhadap tanah airnya. Ketika ia mencintai bangsa dan negaranya, maka ia akan rela berkorban sampai mati untuk membela tanah airnya. Dari kalimat Kan kubela sampai habis nafasku dapat diketahui bahwa yang memiliki hubungan paradigmatik adalah kata sampai. Kata sampai menjadi bermakna sebab ia memang bisa dibedakan dengan ‘Kan’ ‘kubela’ ‘sampai’ ‘nafasku’, kata sampai dikombinasikan dengan elemen-elemen lainnya, kini digabungkan dengan ‘Kan’ ‘kubela’ ‘habis’ ‘nafasku’ . Kata sampai menghasilkan rangkaian sintagma, dan melalui cara ini sampai bisa diganti dengan hingga. 7. Reff bait keenam baris ketiga Jangan pernah menyerah Pada reff baris ketiga tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda yang terletak pada setiap kata yang kemudian dirangkai menjadi baris kalimat yang menandakan bahwa dalam penanda “Jangan pernah menyerah” merupakan wujud dari petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi “Jangan pernah menyerah”. Langue-nya merupakan merupakan sekumpulan tanda yang terletak pada setiap kata yang tersusun dari baris kalimat dalam “Jangan pernah menyerah”, yaitu ‘jangan’; ‘pernah’; ‘menyerah’. Parole-nya sendiri terletak pada kalimat yang menjadi reff baris ketiga dari lagu tersebut, yaitu “Jangan pernah menyerah”. Pada baris kalimat ‘Jangan pernah menyerah” merupakan baris kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata ‘jangan’; ‘pernah’; ‘menyerah’. Sehingga menghasilkan sebuah baris kalimat “Jangan pernah menyerah” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai. Baris kalimat “Jangan pernah menyerah” tidak akan menjadi “Jangan pernah menyerah” tanpa adanya sekumpulan tanda dari kata-kata ‘jangan’; ‘pernah’; ‘menyerah’ , dan hal tersebut tidak akan menjadi sebuah tanda yang bermakna dalam baris kalimat, karena tidak adanya sebuah kata yang membentuk sebuah kalimat. Pada kalimat Jangan pernah menyerah, secara denotasi kata jangan adalah kata larangan, larangan untuk tidak melakukan. Kata pernah menunjukkan perbuatan yang sudah dilakukan. Menyerah berasal dari kata dasar serah yang artinya pasrah, dengan awalan me-. Jangan pernah menyerah mempunyai arti perintah untuk tidak menyerah. Secara konotatif, Jangan pernah menyerah mempunyai arti tidak pasrah terhadap kondisi bangsa yang ada. Bagaimanapun kondisi bangsanya, generasi penerus harus tetap semangat, semangat untuk membela bangsa dan negara. Dari kalimat Jangan pernah menyerah, dapat diketahui bahwa yang memiliki hubungan paradigmatik adalah kata menyerah. Kata menyerah menjadi bermakna sebab ia memang bisa dibedakan dengan ‘jangan ‘pernah’, kata menyerah dikombinasikan dengan elemen-elemen lainnya, kini digabungkan dengan ‘jangan ‘pernah’. Kata menyerah menghasilkan rangkaian sintagma, dan melalui cara ini menyerah bisa diganti dengan pasrah.

8. Reff bait keenam baris keempat

Sudah terlalu lama kita terlelap Pada reff baris keempat tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda yang terletak pada setiap kata yang kemudian dirangkai menjadi baris kalimat yang menandakan bahwa dalam penanda “Sudah terlalu lam kita terlelap” merupakan wujud dari petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi “Sudah terlalu lama kita terlelap”. Langue-nya merupakan merupakan sekumpulan tanda yang terletak pada setiap kata yang tersusun dari baris kalimat dalam “Sudah terlalu lama kita terlelap”, yaitu ‘sudah’; ‘terlalu’; ‘lama’; ‘kita’; ‘terlelap’. Parole-nya sendiri terletak pada kalimat yang menjadi reff baris keempat dari lagu tersebut, yaitu “Sudah terlalu lam kita terlelap”. Pada baris kalimat “Sudah terlalu lam kita terlelap” merupakan baris kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata ‘sudah’; ‘terlalu’; ‘lama’; ‘kita’; ‘terlelap’. Sehingga menghasilkan sebuah baris kalimat “Sudah terlalu lam kita terlelap” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai. Baris kalimat “Sudah terlalu lam kita terlelap” tidak akan menjadi “Sudah terlalu lam kita terlelap” tanpa adanya sekumpulan tanda dari kata-kata ‘sudah’; ‘terlalu’; ‘lama’; ‘kita’; ‘terlelap’, dan hal tersebut tidak akan menjadi sebuah tanda yang bermakna dalam baris kalimat, karena tidak adanya sebuah kata yang membentuk sebuah kalimat. Pada kalimat Sudah terlalu lama kita terlelap, secara denotasi kata sudah artinya telah. Kata terlalu yang menyatakan sangat. Lama berarti waktu yang panjang. Kita adalah kata ganti orang pertama, kedua dan ketiga. Terlelap berarti terlarut. Secara konotatif kalimat Sudah terlalu lama kita terlelap mempunyai arti, masyarakat Indonesia khususnya generasi penerus bangsa yang saat ini lebih banyak mengadopsi budaya-budaya barat, tanpa disadari mereka telah melupakan nilai-nilai sejarah dan perjuangan bangsanya. Generasi muda semakin larut dalam arus globalisasi sehingga lebih sibuk memikirkan kepentingannya sendiri tanpa memperdulikan keadaan bangsanya. Inilah yang membuat semangat nasionalisme kebangsaan semakin surut. Dari kalimat Sudah terlalu lama kita terlelap, dapat diketahui bahwa yang memiliki hubungan paradigmatik adalah kata terlelap. Kata terlelap menjadi bermakna sebab ia memang bisa dibedakan dengan ‘sudah’; ‘terlalu’; ‘lama’; ‘kita’, kata terlelap dikombinasikan dengan elemen-elemen lainnya, kini digabungkan dengan sudah’; ‘terlalu’; ‘lama’; ‘kita’ . Kata terlelap menghasilkan rangkaian sintagma, dan melalui cara ini terlelap bisa diganti dengan terlarut. 9. Reff bait keenam baris kelima Bangkit dan raih semua mimpi Pada reff baris kelima tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda yang terletak pada setiap kata yang kemudian dirangkai menjadi baris kalimat yang menandakan bahwa dalam penanda “Bangkit dan raih semua mimpi” merupakan wujud dari petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi “Bangkit dan raih semua mimpi”. Langue-nya merupakan merupakan sekumpulan tanda yang terletak pada setiap kata yang tersusun dari baris kalimat dalam “Bangkit dan raih sesmua mimpi”, yaitu ‘bangkit’; ‘dan’; ‘raih’; ‘semua’; ‘mimpi’. Parole-nya sendiri terletak pada kalimat yang menjadi reff baris kelima dari lagu tersebut, yaitu “Bangkit dan raih semua mimpi”. Pada baris kalimat “Bangkit dan raih semua mimpi” merupakan baris kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata ‘bangkit’; ‘dan’; ‘raih’; ‘semua’; ‘mimpi’. Sehingga menghasilkan sebuah baris kalimat “Bangkit dan raih semua mimpi” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai. Baris kalimat “Bangkit dan raih semua mimpi” tidak akan menjadi “Bangkit dan raih semua mimpi” tanpa adanya sekumpulan tanda dari kata-kata ‘bangkit’; ‘dan’; ‘raih’; ‘semua’; ‘mimpi’, dan hal tersebut tidak akan menjadi sebuah tanda yang bermakna dalam baris kalimat, karena tidak adanya sebuah kata yang membentuk sebuah kalimat. Pada kalimat Bangkit dan raih semua mimpi secara denotasi, kata bangkit berarti bangun. Dan merupakan kata sambung dalam kalimat. Raih yang berarti gapai. Semua artinya seluruh. Kata mimpi mempunyai arti keinginan atau cita-cita. Secara konotatif kalimat Bangkit dan raih semua mimpi mempunyai arti masyarakat Indonesia khususnya generasi muda yang sedang terlarut dalam arus budaya barat sehingga sibuk memikirkan dirinya sendiri, kini sudah saatnya untuk sadar, lebih peka dan perduli dengan keadaan bangsanya. Bahwa bangsa Indonesia membutuhkan peran mereka dalam membangun bangsa ini karena merekalah generasi penerus bangsa. Maka sudah saatnya para generasi muda untuk bangkit bersama-sama untuk mewujudkan cita-cita bangsa. Makna keseluruhan dari bait reff ini menunjukkan seseorang dengan penuh semangat mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia khususnya kepada generasi muda yang semakin tidak perduli dengan keadaan bangsanya untuk membela bangsa dan negara , rela berkorban sampai kapanpun demi tanah air tercinta. Tidak pasrah terhadap segala kondisi bangsa yang ada, karena kini sudah saatnya untuk bangkit bersama-sama untuk meraih cita-cita bangsa. Dari kalimat bangkit dan raih semua mimpi , dapat diketahui bahwa yang memiliki hubungan paradigmatik adalah kata mimpi. Kata mimpi menjadi bermakna sebab ia memang bisa dibedakan dengan ‘bangkit’; ‘dan’; ‘raih’; ‘semua’, kata mimpi dikombinasikan dengan elemen-elemen lainnya, kini digabungkan dengan ‘bangkit’; ‘dan’; ‘raih’; ‘semua’. Kata mimpi menghasilkan rangkaian sintagma, dan melalui cara ini mimpi memiliki hubungan paradigmatik dengan cita-cita dan angan-angan.

10. Song bait keempat baris pertama

Jangan lupakan darah dan keringat Pada struktur song baris pertama tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda yang terletak pada setiap kata yang kemudian dirangkai menjadi baris kalimat yang menandakan bahwa dalam penanda “jangan lupakan darah dan keringat” merupakan wujud dari petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi “jangan lupakan darah dan keringat” Langue-nya merupakan merupakan sekumpulan tanda yang terletak pada setiap kata yang tersusun dari baris kalimat dalam “Jangan lupakan darah dan keringat”, yaitu ‘jangan’; ‘lupakan’; ‘darah’; ‘dan’; ‘keringat’. Parole-nya sendiri terletak pada kalimat yang menjadi song baris pertama dari lagu tersebut, yaitu “Jangan lupakan darah dan keringat”. Pada baris kalimat “Jangan lupakan darah dan keringat” merupakan baris kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata ‘jangan’; ‘lupakan’; ‘darah’; ‘dan’; ‘keringat’. Sehingga menghasilkan sebuah baris kalimat “jangan lupakan darah dan keringatt” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai. Baris kalimat “jangan lupakan darah dan keringat” tidak akan menjadi “jangan lupakan darah dan keringat” tanpa adanya sekumpulan tanda dari kata-kata ‘jangan’; ‘lupakan’; ‘darah’; ‘dan’; ‘keringat’, dan hal tersebut tidak akan menjadi sebuah tanda yang bermakna dalam baris kalimat, karena tidak adanya sebuah kata yang membentuk sebuah kalimat. Pada kalimat jangan lupakan darah dan keringat secara denotasi, kata jangan adalah kata larangan, larangan untuk melakukan sesuatu. Lupakan berasal dari kata dasar lupa yang artinya tidak ingat, dengan akhiran -kan. Darah adalah cairan berwarna merah di dalam tubuh yang menjadi sumber kehidupan manusia. Kata dan merupakan kata sambung dalam kalimat. Keringat mempunyai arti air kotor yang dikeluarkan dari dalam tubuh melalui pori-pori kulit. Namun secara harfiah dalam kalimat jangan lupakan darah dan keringat ini, kata darah dan kata keringat diartikan sebagai bentuk perjuangan dan jerih payah. Secara konotatif, kalimat jangan lupakan darah dan keringat mempunyai arti larangan untuk melupakan segala bentuk perjuangan dan jerih payah yang telah dilakukan untuk meraih atau memperoleh sesuatu. Jangan lupakan segala bentuk perjuangan dan pengorbanan yang dilakukan oleh para pahlawan terdahulu dalam berjuang memperoleh dan mempertahankan kemerdekaan.

11. Song bait keempat baris kedua

Pemuda pemudi sebelum kita Pada struktur song baris kedua tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda yang terletak pada setiap kata yang kemudian dirangkai menjadi baris kalimat yang menandakan bahwa dalam penanda “Pemuda pemudi sebelum kita” merupakan wujud dari petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi “Pemuda pemudi sebelum kita”. Langue-nya merupakan merupakan sekumpulan tanda yang terletak pada setiap kata yang tersusun dari baris kalimat dalam “Pemuda pemudi sebelum kita”, yaitu ‘pemuda’; ‘pemudi’; ‘sebelum’; ‘kita’. Parole-nya sendiri terletak pada kalimat yang menjadi song baris kedua dari lagu tersebut, yaitu “Pemuda pemudi sebelum kita”. Pada baris kalimat “Pemuda pemudi sebelum kita” merupakan baris kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata ‘pemuda’; ‘pemudi’; ‘sebelum’; ‘kita’. Sehingga menghasilkan sebuah baris kalimat “Pemuda pemudi sebelum kita” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai. Baris kalimat “Pemuda pemudi sebelum kita” tidak akan menjadi “Pemuda pemudi sebelum kita” tanpa adanya sekumpulan tanda dari kata-kata ‘pemuda’; ‘pemudi’; ‘sebelum’; ‘kita’, dan hal tersebut tidak akan menjadi sebuah tanda yang bermakna dalam baris kalimat, karena tidak adanya sebuah kata yang membentuk sebuah kalimat. Pada kalimat Pemuda pemudi sebelum kita, secara denotasi kata pemuda berarti sebutan untuk lelaki muda. Pemudi berarti sebutan untuk wanita muda. Kata sebelum mempunyai arti masih dalam keadaan tidak. Kita adalah kata ganti orang kesatu, kedua dan ketiga. Secara konotasi, kalimat Pemuda pemudi sebelum kita mempunyai arti para pahlawan yang berjuang pada masa lalu sebelum generasi saat ini, yang rela berkorban hingga mati demi membela bangsa dan negara.

12. Song bait keempat baris ketiga

Tak kan tergantikan segala harta Pada struktur song baris ketiga tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda yang terletak pada setiap kata yang kemudian dirangkai menjadi baris kalimat yang menandakan bahwa dalam penanda “Tak kan tergantikan segala harta” merupakan wujud dari petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi “Tak kan tergantikan segala harta” Langue-nya merupakan merupakan sekumpulan tanda yang terletak pada setiap kata yang tersusun dari baris kalimat dalam “Tak kan tergantikan segala harta”, yaitu ‘Tak’; ‘kan’; ‘tergantikan’; ‘segala’; ‘harta’. Parole-nya sendiri terletak pada kalimat yang menjadi song baris ketiga dari lagu tersebut, yaitu “Tak kan tergantikan segala harta”. Pada baris kalimat “Tak kan tergantikan segala harta” merupakan baris kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata ‘Tak’; ‘kan’; ‘tergantikan’; ‘segala’; ‘harta’. Sehingga menghasilkan sebuah baris kalimat “Tak kan tergantikan segala harta” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai. Baris kalimat “Tak kan tergantikan segala harta” tidak akan menjadi “Tak kan tergantikan segala harta” tanpa adanya sekumpulan tanda dari kata-kata ‘Tak’; ‘kan’; ‘tergantikan’; ‘segala’; ‘harta’, dan hal tersebut tidak akan menjadi sebuah tanda yang bermakna dalam baris kalimat, karena tidak adanya sebuah kata yang membentuk sebuah kalimat. Pada kalimat Tak kan tergantikan segala harta, secara denotasi kata tak berarti tidak. Kata kan berarti akan. Tergantikan berasal dari kata ganti yang mempunyai arti sesuatu yang jadi penukar sesuatu yang hilang, dengan imbuhan ter- dan akhiran -kan. Segala artinya semua, seluruh. Kata harta artinya benda atau barang-barang kekayaan. Secara konotatif kalimat Tak kan tergantikan segala harta menunjukkan sebuah pernyataan tegas yang menyatakan bahwa benda atau barang-barang berapapun nilainya tidak akan bisa menggantikan nilai-nilai perjungan para pahlawan terdahulu yang rela berkorban demi bangsa dan negara. Dari kalimat tak kan tergantikan segala harta, dapat diketahui bahwa yang memiliki hubungan paradigmatik adalah kata harta. Kata harta menjadi bermakna sebab ia memang bisa dibedakan dengan ‘tak’; ‘kan’; ‘tergantikan’; ‘segala’, kata harta dikombinasikan dengan elemen-elemen lainnya, kini digabungkan dengan ‘tak’; ‘kan’; ‘tergantikan’; ‘segala’. Kata harta menghasilkan rangkaian sintagma, dan melalui cara ini harta memiliki hubungan paradigmatik dengan kekayaan. 13. Song bait keempat baris keempat Jangan biarkan mereka mencuri Pada struktur song baris keempat tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda yang terletak pada setiap kata yang kemudian dirangkai menjadi baris kalimat yang menandakan bahwa dalam penanda “Jangan biarkan mereka mencuri” merupakan wujud dari petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi “Jangan biarkan mereka mencuri”. Langue-nya merupakan merupakan sekumpulan tanda yang terletak pada setiap kata yang tersusun dari baris kalimat dalam “Jangan biarkan mereka mencuri”, yaitu ‘Jangan’; ‘biarkan’; ‘mereka’; ‘mencuri’. Parole-nya sendiri terletak pada kalimat yang menjadi song baris keempat dari lagu tersebut, yaitu “Jangan biarkan mereka mencuri”. Pada baris kalimat “Jangan biarkan mereka mencuri” merupakan baris kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata ‘Jangan’; ‘biarkan’; ‘mereka’; ‘mencuri’. Sehingga menghasilkan sebuah baris kalimat “Jangan biarkan mereka mencuri” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai. Baris kalimat “Jangan biarkan mereka mencuri” tidak akan menjadi “Jangan biarkan mereka mencuri” tanpa adanya sekumpulan tanda dari kata-kata ‘Jangan’; ‘biarkan’; ‘mereka’; ‘mencuri’ , dan hal tersebut tidak akan menjadi sebuah tanda yang bermakna dalam baris kalimat, karena tidak adanya sebuah kata yang membentuk sebuah kalimat. Pada kalimat Jangan biarkan mereka mencuri secara denotasi, kata jangan adalah kata larangan untuk tidak melakukan sesuatu. Biarkan berarti membolehkan. Mereka adalah orang lain. Mencuri mempunyai arti mengambil sesuatu tanpa ijin. Yang dimaksud dengan mereka pada kalimat tersebut adalah bangsa-bangsa lain. Secara konotatif, Jangan biarkan mereka mencuri mempunyai arti larangan untuk membiarkan bangsa lain mengambil sesuatu yang menjadi milik bangsa Indonesia. Sesuatu itu bisa berupa kekayaan alam atau budaya bangsa. Oleh sebab itu, generasi penerus bangsa harus bisa mempertahankan dan menjaganya dari ancaman bangsa lain. Dari kalimat Jangan biarkan mereka mencuri, dapat diketahui bahwa yang memiliki hubungan paradigmatik adalah kata mencuri. Kata mencuri menjadi bermakna sebab ia memang bisa dibedakan dengan ‘Jangan’; ‘biarkan’; ‘mereka’, kata dikombinasikan dengan elemen-elemen lainnya, kini digabungkan dengan ‘Jangan’; ‘biarkan’; ‘mereka’. Kata mencuri menghasilkan rangkaian sintagma, dan melalui cara ini mencuri memiliki hubungan paradigmatik dengan merampok.

14. Song bait keempat baris kelima

Segala semua dari leluhur kita Pada struktur song baris kelima tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda yang terletak pada setiap kata yang kemudian dirangkai menjadi baris kalimat yang menandakan bahwa dalam penanda “Segala semua dari leluhur kita” merupakan wujud dari petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi “Segala semua dari leluhur kita”. Langue-nya merupakan merupakan sekumpulan tanda yang terletak pada setiap kata yang tersusun dari baris kalimat dalam “Segala semua dari leluhur kita”, yaitu ‘Segala’; ‘semua’; ‘dari’; ‘leluhur’; ‘kita’. Parole-nya sendiri terletak pada kalimat yang menjadi song baris kelima dari lagu tersebut, yaitu “Segala semua dari leluhur kita”. Pada baris kalimat “Segala semua dari leluhur kita” merupakan baris kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata ‘Segala’; ‘semua’; ‘dari’; ‘leluhur’; ‘kita’. Sehingga menghasilkan sebuah baris kalimat “Segala semua dari leluhur kita” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai. Baris kalimat “Segala semua dari leluhur kita” tidak akan menjadi “Segala semua dari leluhur kita” tanpa adanya sekumpulan tanda dari kata-kata ‘Segala’; ‘semua’; ‘dari’; ‘leluhur’; ‘kita’, dan hal tersebut tidak akan menjadi sebuah tanda yang bermakna dalam baris kalimat, karena tidak adanya sebuah kata yang membentuk sebuah kalimat. Pada kalimat Segala semua dari leluhur kita secara denotasi, kata segala berarti semua. Semua berarti seluruh. Dari mempunyai arti kata asal. Leluhur berarti nenek moyang. Kita adalah kata ganti orang kesatu, kedua dan ketiga. Secara konotatif, kalimat Segala semua dari leluhur kita mempunyai arti segala kekayaan alam dan budaya yang telah diwariskan oleh nenek moyang bangsa Indonesia kepada generasi saat ini. Dari kalimat Segala semua dari leluhur kita, dapat diketahui bahwa yang memiliki hubungan paradigmatik adalah kata leluhur. Kata leluhur menjadi bermakna sebab ia memang bisa dibedakan dengan ‘segala’; ‘semua’; ‘dari’; ‘kita’, kata leluhur dikombinasikan dengan elemen-elemen lainnya, kini digabungkan dengan ‘segala’; ‘semua’; ‘dari’; ‘kita’. Kata leluhur menghasilkan rangkaian sintagma, dan melalui cara ini leluhur bisa diganti dengan nenek moyang. 15. Song bait keempat baris keenam Buka mata, hati dan telinga Pada struktur song baris keenam tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda yang terletak pada setiap kata yang kemudian dirangkai menjadi baris kalimat yang menandakan bahwa dalam penanda “Buka mata, hati dan telinga” merupakan wujud dari petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi “Buka mata, hati dan telinga”. Langue-nya merupakan merupakan sekumpulan tanda yang terletak pada setiap kata yang tersusun dari baris kalimat dalam “Buka mata, hati dan telinga”, yaitu ‘Buka’; ‘mata’; ‘hati’; ‘dan’; ‘telinga’. Parole-nya sendiri terletak pada kalimat yang menjadi song baris keenam dari lagu tersebut, yaitu “Buka mata, hati dan telinga”. Pada baris kalimat “Buka mata, hati dan telinga” merupakan baris kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata ‘Buka’; ‘mata’; ‘hati’; ‘dan’; ‘telinga’. Sehingga menghasilkan sebuah baris kalimat “Buka mata, hati dan telinga” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai. Baris kalimat “Buka mata, hati dan telinga” tidak akan menjadi “Buka mata, hati dan telinga” tanpa adanya sekumpulan tanda dari kata ‘Buka’; ‘mata’; ‘hati’; ‘dan’; ‘telinga’, dan hal tersebut tidak akan menjadi sebuah tanda yang bermakna dalam baris kalimat, karena tidak adanya sebuah kata yang membentuk sebuah kalimat. Pada kalimat Buka mata, hati dan telinga secara denotasi, kata buka berarti manyingkap tutup sesuatu,. Mata berarti pancaindera yang digunakan untuk melihat. Hati adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menyerap sari makanan dan menghasilkan empedu. Telinga adalah pancaindra yang digunakan untuk mendengar. Namun secara harfiah, pada kalimat Buka mata, hati dan telinga ini, kata hati yang dimaksud adalah perasaan, perasaan mengenai sesuatu yang terlintas di dalam batin manusia. Secara konotatif, Buka mata, hati dan telinga mempunyai arti perintah untuk sadar, sadar terhadap segala kekayaan yang telah dimiliki oleh bangsa Indonesia. Bahwa semua itu tidak serta merta ada begitu saja, melainkan merupakan hasil dari jerih payah para pendahulu. Dari kalimat Buka mata, hati dan telinga, dapat diketahui bahwa yang memiliki hubungan paradigmatik adalah kata hati. Kata hati menjadi bermakna sebab ia memang bisa dibedakan dengan ‘buka’; ‘mata’; ‘dan’; ‘telinga’, kata hati dikombinasikan dengan elemen-elemen lainnya, kini digabungkan dengan ‘buka’; ‘mata’; ‘dan’; ‘telinga’ ‘. Kata hati menghasilkan rangkaian sintagma, dan melalui cara ini hati memiliki hubungan paradigmatik dengan batin dan jiwa

16. Song bait keempat baris ketujuh

Sebelum semuanya sirna Pada struktur song baris ketujuh tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda yang terletak pada setiap kata yang kemudian dirangkai menjadi baris kalimat yang menandakan bahwa dalam penanda “Sebelum semuanya sirna” merupakan wujud dari petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi “Sebelum semuanya sirna”. Langue-nya merupakan merupakan sekumpulan tanda yang terletak pada setiap kata yang tersusun dari baris kalimat dalam “Sebelum semuanya sirna”, yaitu ‘sebelum’; ‘semuanya’; ‘sirna’. Parole-nya sendiri terletak pada kalimat yang menjadi song baris ketuhuh dari lagu tersebut, yaitu “Sebelum semuanya sirna”. Pada baris kalimat “Sebelum semuanya sirna” merupakan baris kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata ‘sebelum’; ‘semuanya’; ‘sirna’. Sehingga menghasilkan sebuah baris kalimat “Sebelum semuanya sirna” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai. Baris kalimat “Sebelum semuanya sirna” tidak akan menjadi “Sebelum semuanya sirna” tanpa adanya sekumpulan tanda dari kata ‘sebelum’; ‘semuanya’; ‘sirna’, dan hal tersebut tidak akan menjadi sebuah tanda yang bermakna dalam baris kalimat, karena tidak adanya sebuah kata yang membentuk sebuah kalimat. Pada kalimat Sebelum semuanya sirna secara denotasi, kata sebelum mempunyai arti masih dalam keadaan tidak. Semuanya berarti seluruhnya. Sirna berarti lenyap. Secara konotatif, kalimat Sebelum semuanya sirna mempunyai arti sebelum semua kekayaan yang telah diwariskan oleh nenek moyang lenyap diambil oleh bangsa lain. Baik itu kekayaan alam maupun kekayaan budaya Indonesia. Dari kalimat Sebelum semuanya sirna, dapat diketahui bahwa yang memiliki hubungan paradigmatik adalah kata sirna. Kata sirna menjadi bermakna sebab ia memang bisa dibedakan dengan ‘sebelum’; ‘semuanya’, kata sirna dikombinasikan dengan elemen-elemen lainnya, kini digabungkan dengan‘sebelum’; ‘semuanya’. Kata sirna menghasilkan rangkaian sintagma, dan melalui cara ini sirna bisa digantikan dengan hilang dan lenyap. Makna keseluruhan dari bait song ini adalah janganlah melupakan perjuangan dan jerih payah para pahlawan terdahulu dalam merebut kemerdekaan sehingga bangsa Indonesia bisa berdiri sampai dengan saat ini. Karena semua jerih payah dan nilai-nilai sejarah perjuangan itu tak akan ternilai dengan suatu apapun. Maka sebagai penerus bangsa , generasi muda Indonesia seharusnya sadar dan bisa menjaga serta melindungi segala kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia dari bangsa lain yang ingin mencurinya. Baik itu kekayaan alam maupun kekayaan budaya yang telah diwariskan oleh nenek moyang bangsa Indonesia.

17. Bridge bait kelima baris pertama

Dari mata sang garuda Pada bridge baris pertama tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda yang terletak pada setiap kata yang kemudian dirangkai menjadi baris kalimat yang menandakan bahwa dalam penanda “Dari Mata Sang Garuda” merupakan wujud dari petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi “Dari Mata Sang Garuda”. Langue-nya merupakan merupakan sekumpulan tanda yang terletak pada setiap kata yang tersusun dari baris kalimat “Dari Mata Sang Garuda”, yaitu ‘Dari’; ‘Mata’: ‘Sang’; ‘Garuda’. Parole-nya sendiri terletak pada kalimat yang menjadi baris bridge dari lagu tersebut, yaitu “Dari Mata Sang Garuda”. Pada baris “Dari Mata Sang Garuda” merupakan baris kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata ‘Dari’; ‘Mata’; ‘Sang’; ‘Garuda’. Sehingga menghasilkan sebuah baris kalimat “Dari Mata Sang Garuda” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai. Baris kalimat “Dari Mata Sang Garuda” tidak akan menjadi “Dari Mata Sang Garuda” tanpa adanya sekumpulan tanda dari kata-kata ‘Dari’; ‘Mata’; ‘Sang’; ‘Garuda’, dan hal tersebut tidak akan menjadi sebuah tanda yang bermakna dalam baris kalimat, karena tidak adanya sebuah kata yang membentuk sebuah kalimat. Pada kalimat Dari Mata Sang Garuda, secara denotasi kata dari mempunyai arti kata asal. Kata mata mempunyai arti pancaindra yang dipergunakan untuk melihat. Kata sang adalah sebuah kata yang digunakan untuk menyebut sesuatu yang diagungkan. Kata garuda mempunyai arti seekor burung besar sejenis elang berwarna cokelat yang menjadi lambang atau simbol bangsa Indonesia. Secara konotatif kalimat Dari Mata Sang Garuda mempunyai makna memandang bangsa Indonesia melalui simbol negara yaitu burung garuda. Simbol burung garuda merupakan identitas bangsa dan sekaligus sebagai alat pemersatu bangsa, karena pada simbol burung garuda ini terdapat pedoman dan semboyan bangsa Indonesia. Pedoman bangsa Indonesia adalah Pancasila, sedangkan semboyannya yaitu Bhineka Tunggal Ika yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Di atas perbedaan-perbedaan itu, kita diikat oleh satu identitas yang sama yaitu identitas sebagai warga negara Indonesia yang senasib sepenanggungan, yang rela berkorban demi membela bangsa dan negara.

18. Bridge bait kelima baris kedua

Memandang luas dari langit yang tinggi Pada bridge baris kedua tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda yang terletak pada setiap kata yang kemudian dirangkai menjadi baris kalimat yang menandakan bahwa dalam penanda “Memandang luas dari langit yang tinggi” merupakan wujud dari petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi “Memandang luas dari langit yang tinggi”. Langue-nya merupakan merupakan sekumpulan tanda yang terletak pada setiap kata yang tersusun dari baris kalimat dalam “Memandang luas dari langit yang tinggi”, yaitu ‘memandang’; ‘luas’: ‘dari’; ‘langit’; ‘yang’; ‘tinggi’. Parole-nya sendiri terletak pada kalimat yang menjadi baris bridge kedua dari lagu tersebut, yaitu “Memandang luas dari langit yang tinggi”. Pada baris kalimat “Memandang luas dari langit yang tinggi” merupakan baris kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata ‘memandang’; ‘luas’: ‘dari’; ‘langit’; ‘yang’; ‘tinggi’. Sehingga menghasilkan sebuah baris kalimat “Memandang luas dari langit yang tinggi” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai. Baris kalimat “Memandang luas dari langit yang tinggi” tidak akan menjadi “Memandang luas dari langit yang tinggi” tanpa adanya sekumpulan tanda dari kata-kata ‘memandang’; ‘luas’: ‘dari’; ‘langit’; ‘yang’; ‘tinggi’, dan hal tersebut tidak akan menjadi sebuah tanda yang bermakna dalam baris kalimat, karena tidak adanya sebuah kata yang membentuk sebuah kalimat. Kalimat memandang luas dari langit yang tinggi, secara denotasi kata memandang berasal dari kata pandang yang artinya lihat, dengan awalan me- yang menunjukkan kata kerja. Luas yang berarti besar dan lebar. Dari mempunyai arti kata asal. Langit adalah yang membentang di atas bumi. Kata yang merupakan kata keterangan. Tinggi berarti tidak rendah. Secara konotatif, kalimat memandang luas dari langit yang tinggi mempunyai arti melihat atau menilai sesuatu tidak hanya dari satu sudut pandang saja, tetapi secara menyeluruh. Segala perbedaan yang ada bukanlah penghalang untuk bersatu, namun justru sebagai pengikat satu rasa senasib sepenanggungan. Dari kalimat memandang luas dari langit yang tinggi, dapat diketahui bahwa yang bisa dikatakan memiliki hubungan paradigmatik yaitu memandang, kata memandang menjadi bermakna sebab ia memang bisa dibedakan dengan ‘luas’ ‘dari‘ ‘langit‘ ‘yang’ ‘tinggi’, kata memandang dikombinasikan dengan elemen-elemen lainnya, kini digabungkan dengan ‘luas’ ‘dari‘ ‘langit‘ ‘yang’ ‘tinggi’,. Kata memandang menghasilkan rangkaian sintagma, dan melalui cara ini sadarkah bisa dikatakan memiliki hubungan paradigmatik dengan melihat dan menilai.

19. Bridge bait kelima baris ketiga

Bersatulah untuk Pada bridge baris ketiga tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda yang terletak pada setiap kata yang kemudian dirangkai menjadi baris kalimat yang menandakan bahwa dalam penanda “Bersatulah untuk” merupakan wujud dari petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi “Bersatulah untuk”. Langue-nya merupakan merupakan sekumpulan tanda yang terletak pada setiap kata yang tersusun dari baris kalimat dalam “Bersatulah untuk”, yaitu ‘bersatulah’; ‘untuk’. Parole-nya sendiri terletak pada kalimat yang menjadi baris bridge ketiga dari lagu tersebut, yaitu “Bersatulah untuk”. Pada baris kalimat “Bersatulah untuk” merupakan baris kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata ‘bersatulah’; ‘untuk’. Sehingga menghasilkan sebuah baris kalimat “Bersatulah untuk” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai. Baris kalimat ‘Bersatulah untuk” tidak akan menjadi “Bersatulah untuk” tanpa adanya sekumpulan tanda dari kata-kata ‘bersatulah’; ‘untuk’, dan hal tersebut tidak akan menjadi sebuah tanda yang bermakna dalam baris kalimat, karena tidak adanya sebuah kata yang membentuk sebuah kalimat. Kalimat Bersatulah untuk, secara denotasi kata bersatulah berasal dari kata satu yang berarti tunggal. Kata untuk mempunyai arti bagi, dengan awalan ber- dan akhiran -lah. Bersatulah untuk berarti sebuah perintah untuk menjadi satu. Secara konotatif, kalimat tersebut mempunyai arti seruan kepada seluruh lapisan bangsa Indonesia untuk menyatukan rasa senasib sepenanggungan, rela berkorban demi membela bangsa dan negara. Makna keseluruhan dari bait kedua adalah banyaknya perbedaan yang ada dalam kehidupan berbangsa dan bertanah air, hendaknya tidak menjadi halangan bagi masyarakat Indonesia untuk bersatu. Karena sesunggunya perbedaan suku, etnis, budaya, agama dan sebagainya telah diikat oleh satu lambang negara yaitu burung garuda, yang di dalamnya terdapat semboyan bangsa Indonesia yaitu Bhineka Tunggal Ika yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Selain berfungsi sebagai lambang negara, burung garuda merupakan alat pemersatu bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, janganlah memandang segala perbedaan yang ada itu sebagai penghalang untuk bersatu, namun justru menjadi alasan untuk menyatukan rasa, senasib sepenanggungan sebagai sesama bangsa Indonesia.

20. Reff bait keenam baris pertama

Indonesia kobarkan semangatmu Pada reff baris pertama tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda yang terletak pada setiap kata yang kemudian dirangkai menjadi baris kalimat yang menandakan bahwa dalam penanda “Indonesia kobarkan semangatmu” merupakan wujud dari petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi “Indonesia kobarkan semangatmu”. Langue-nya merupakan merupakan sekumpulan tanda yang terletak pada setiap kata yang tersusun dari baris kalimat dalam “Indonesia kobarkan semangatmu”, yaitu ‘Indonesia’; ‘kobarkan’; ‘semangatmu. Parole-nya sendiri terletak pada kalimat yang menjadi reff baris pertama dari lagu tersebut, yaitu “Indonesia kobarkan semangatmu”. Pada baris kalimat “Indonesia kobarkan semangatmu” merupakan baris kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata ‘Indonesia’; ‘kobarkan’; ‘semangatmu’. Sehingga menghasilkan sebuah baris kalimat “Indonesia kobarkan semangatmu” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai. Baris kalimat “Indonesia kobarkan semangatmu” tidak akan menjadi “Indonesia kobarkan semangatmu” tanpa adanya sekumpulan tanda dari kata-kata ‘Indonesia’; ‘kobarkan’; ‘semangatmu’ , dan hal tersebut tidak akan menjadi sebuah tanda yang bermakna dalam baris kalimat, karena tidak adanya sebuah kata yang membentuk sebuah kalimat. Kalimat Indonesia kobarkan semangatmu secara denotasi, kata Indonesia yang berarti segenap lapisan bangsa Indonesia. Kata kobarkan mempunyai arti gejolak dari dalam diri untuk menghidupkan atau menyalakan sesuatu. Semangatmu berasal dari kata semangat yang artinya sesuatu yang mendorong badan untuk berkemauan, bersikap dan berperilaku, mu yaitu kamu sebagai kata ganti orang kedua. Secara konotatif, kalimat Indonesia kobarkan semangatmu mempunyai arti mengajak seluruh lapisan bangsa Indonesia untuk menghidupkan semangat. Semangat untuk bersama-sama membela bangsa dan negara. Semangat yang didorong atas dasar persamaan identitas yaitu identitas sebagai bangsa Indonesia. Dari kalimat Indonesia kobarkan semangatmu, dapat diketahui bahwa yang bisa dikatakan memiliki hubungan paradigmatik yaitu kobarkan , kata kobarkan menjadi bermakna sebab ia memang bisa dibedakan dengan ‘Indonesia’ ‘semangatmu’, kata kobarkan dikombinasikan dengan elemen-elemen lainnya, kini digabungkan dengan ‘Indonesia’ ‘semangatmu’. Kata kobarkan menghasilkan rangkaian sintagma, dan melalui cara ini kobarkan bisa dikatakan memiliki hubungan paradigmatik dengan menyalakan dan menghidupkan.

21. Reff bait keenam baris kedua

Kan kebela sampai habis nafasku Pada reff baris kedua tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda yang terletak pada setiap kata yang kemudian dirangkai menjadi baris kalimat yang menandakan bahwa dalam penanda “Kan kubela sampai habis nafasku” merupakan wujud dari petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi “Kan kubela sampai habis nafasku”. Langue-nya merupakan merupakan sekumpulan tanda yang terletak pada setiap kata yang tersusun dari baris kalimat dalam “Kan kubela sampai habis nafasku”, yaitu ‘kan’; ‘kubela’; ‘sampai’; ‘habis’; ‘nafasku’. Parole-nya sendiri terletak pada kalimat yang menjadi reff baris kedua dari lagu tersebut, yaitu “Kan kubela sampai habis nafasku”. Pada baris kalimat “Kan kubela sampai habis nafasku” merupakan baris kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata ‘kan’; ‘kubela’; ‘sampai’; ‘habis’; ‘nafasku’. Sehingga menghasilkan sebuah baris kalimat “Kan kubela sampai habis nafasku” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai. Baris kalimat “Kan kubela sampai habis nafasku” tidak akan menjadi “Kan kubela sampai habis nafasku” tanpa adanya sekumpulan tanda dari kata-kata ‘kan’; ‘kubela’; ‘sampai’; ‘habis’; ‘nafasku’, dan hal tersebut tidak akan menjadi sebuah tanda yang bermakna dalam baris kalimat, karena tidak adanya sebuah kata yang membentuk sebuah kalimat. Pada kalimat Kan kubela sampai habis nafasku secara denotasi, kata kan berarti akan. Kata kubela, ku yang berarti aku yaitu kata ganti orang pertama, bela yang mempunyai arti mempertahankan, rela berkorban untuk sesuatu yang dicintai. Sampai mempunyai arti hingga atau batas penghabisan. Kata habis berarti tak ada lagi. Nafasku, nafas artinya udara yang dimasukkan dan dikeluarkan melalui hidung, dan -ku yang berarti aku. Secara harfiah, manusia hidup dengan bernafas, maka kata abis nafasku mempunyai arti ketika manusia itu tidak bernafas lagi yaitu dalam keadaan sudah mati. Secara konotatif, kalimat Kan kubela sampai habis nafasku mempunyai arti sebuah pernyataan dari seseorang yang siap membela bangsanya, rela berkorban sampai mati demi kepentingan bangsanya. Perasaan rela berkorban ini merupakan suatu bentuk wujud kecintaan alamiah seseorang terhadap tanah airnya. Ketika ia mencintai bangsa dan negaranya, maka ia akan rela berkorban sampai mati untuk membela tanah airnya. Dari kalimat Kan kubela sampai habis nafasku dapat diketahui bahwa yang memiliki hubungan paradigmatik adalah kata sampai. Kata sampai menjadi bermakna sebab ia memang bisa dibedakan dengan ‘Kan’ ‘kubela’ ‘sampai’ ‘nafasku’, kata sampai dikombinasikan dengan elemen-elemen lainnya, kini digabungkan dengan ‘Kan’ ‘kubela’ ‘habis’ ‘nafasku’ . Kata sampai menghasilkan rangkaian sintagma, dan melalui cara ini sampai bisa diganti dengan hingga. 22. Reff bait keenam baris ketiga Jangan pernah menyerah Pada reff baris ketiga tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda yang terletak pada setiap kata yang kemudian dirangkai menjadi baris kalimat yang menandakan bahwa dalam penanda “Jangan pernah menyerah” merupakan wujud dari petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi “Jangan pernah menyerah”. Langue-nya merupakan merupakan sekumpulan tanda yang terletak pada setiap kata yang tersusun dari baris kalimat dalam “Jangan pernah menyerah”, yaitu ‘jangan’; ‘pernah’; ‘menyerah’. Parole-nya sendiri terletak pada kalimat yang menjadi reff baris ketiga dari lagu tersebut, yaitu “Jangan pernah menyerah”. Pada baris kalimat ‘Jangan pernah menyerah” merupakan baris kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata ‘jangan’; ‘pernah’; ‘menyerah’. Sehingga menghasilkan sebuah baris kalimat “Jangan pernah menyerah” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai. Baris kalimat “Jangan pernah menyerah” tidak akan menjadi “Jangan pernah menyerah” tanpa adanya sekumpulan tanda dari kata-kata ‘jangan’; ‘pernah’; ‘menyerah’ , dan hal tersebut tidak akan menjadi sebuah tanda yang bermakna dalam baris kalimat, karena tidak adanya sebuah kata yang membentuk sebuah kalimat. Pada kalimat Jangan pernah menyerah, secara denotasi kata jangan adalah kata larangan, larangan untuk tidak melakukan. Kata pernah menunjukkan perbuatan yang sudah dilakukan. Menyerah berasal dari kata dasar serah yang artinya pasrah, dengan awalan me-. Jangan pernah menyerah mempunyai arti perintah untuk tidak menyerah. Secara konotatif, Jangan pernah menyerah mempunyai arti tidak pasrah terhadap kondisi bangsa yang ada. Bagaimanapun kondisi bangsanya, generasi penerus harus tetap semangat, semangat untuk membela bangsa dan negara. Dari kalimat Jangan pernah menyerah, dapat diketahui bahwa yang memiliki hubungan paradigmatik adalah kata menyerah. Kata menyerah menjadi bermakna sebab ia memang bisa dibedakan dengan ‘jangan ‘pernah’, kata menyerah dikombinasikan dengan elemen-elemen lainnya, kini digabungkan dengan ‘jangan ‘pernah’. Kata menyerah menghasilkan rangkaian sintagma, dan melalui cara ini menyerah bisa diganti dengan pasrah.

23. Reff bait keenam baris keempat

Sudah terlalu lama kita terlelap Pada reff baris keempat tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda yang terletak pada setiap kata yang kemudian dirangkai menjadi baris kalimat yang menandakan bahwa dalam penanda “Sudah terlalu lam kita terlelap” merupakan wujud dari petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi “Sudah terlalu lama kita terlelap”. Langue-nya merupakan merupakan sekumpulan tanda yang terletak pada setiap kata yang tersusun dari baris kalimat dalam “Sudah terlalu lama kita terlelap”, yaitu ‘sudah’; ‘terlalu’; ‘lama’; ‘kita’; ‘terlelap’. Parole-nya sendiri terletak pada kalimat yang menjadi reff baris keempat dari lagu tersebut, yaitu “Sudah terlalu lam kita terlelap”. Pada baris kalimat “Sudah terlalu lam kita terlelap” merupakan baris kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata ‘sudah’; ‘terlalu’; ‘lama’; ‘kita’; ‘terlelap’. Sehingga menghasilkan sebuah baris kalimat “Sudah terlalu lam kita terlelap” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai. Baris kalimat “Sudah terlalu lam kita terlelap” tidak akan menjadi “Sudah terlalu lam kita terlelap” tanpa adanya sekumpulan tanda dari kata-kata ‘sudah’; ‘terlalu’; ‘lama’; ‘kita’; ‘terlelap’, dan hal tersebut tidak akan menjadi sebuah tanda yang bermakna dalam baris kalimat, karena tidak adanya sebuah kata yang membentuk sebuah kalimat. Pada kalimat Sudah terlalu lama kita terlelap, secara denotasi kata sudah artinya telah. Kata terlalu yang menyatakan sangat. Lama berarti waktu yang panjang. Kita adalah kata ganti orang pertama, kedua dan ketiga. Terlelap berarti terlarut. Secara konotatif kalimat Sudah terlalu lama kita terlelap mempunyai arti, masyarakat Indonesia khususnya generasi penerus bangsa yang saat ini lebih banyak mengadopsi budaya-budaya barat, tanpa disadari mereka telah melupakan nilai-nilai sejarah dan perjuangan bangsanya. Generasi muda semakin larut dalam arus globalisasi sehingga lebih sibuk memikirkan kepentingannya sendiri tanpa memperdulikan keadaan bangsanya. Inilah yang membuat semangat nasionalisme kebangsaan semakin surut. Dari kalimat Sudah terlalu lama kita terlelap, dapat diketahui bahwa yang memiliki hubungan paradigmatik adalah kata terlelap. Kata terlelap menjadi bermakna sebab ia memang bisa dibedakan dengan ‘sudah’; ‘terlalu’; ‘lama’; ‘kita’, kata terlelap dikombinasikan dengan elemen-elemen lainnya, kini digabungkan dengan sudah’; ‘terlalu’; ‘lama’; ‘kita’ . Kata terlelap menghasilkan rangkaian sintagma, dan melalui cara ini terlelap bisa diganti dengan terlarut. 24. Reff bait keenam baris kelima Bangkit dan raih semua mimpi Pada reff baris kelima tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda yang terletak pada setiap kata yang kemudian dirangkai menjadi baris kalimat yang menandakan bahwa dalam penanda “Bangkit dan raih semua mimpi” merupakan wujud dari petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi “Bangkit dan raih semua mimpi”. Langue-nya merupakan merupakan sekumpulan tanda yang terletak pada setiap kata yang tersusun dari baris kalimat dalam “Bangkit dan raih sesmua mimpi”, yaitu ‘bangkit’; ‘dan’; ‘raih’; ‘semua’; ‘mimpi’. Parole-nya sendiri terletak pada kalimat yang menjadi reff baris kelima dari lagu tersebut, yaitu “Bangkit dan raih semua mimpi”. Pada baris kalimat “Bangkit dan raih semua mimpi” merupakan baris kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata ‘bangkit’; ‘dan’; ‘raih’; ‘semua’; ‘mimpi’. Sehingga menghasilkan sebuah baris kalimat “Bangkit dan raih semua mimpi” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai. Baris kalimat “Bangkit dan raih semua mimpi” tidak akan menjadi “Bangkit dan raih semua mimpi” tanpa adanya sekumpulan tanda dari kata-kata ‘bangkit’; ‘dan’; ‘raih’; ‘semua’; ‘mimpi’, dan hal tersebut tidak akan menjadi sebuah tanda yang bermakna dalam baris kalimat, karena tidak adanya sebuah kata yang membentuk sebuah kalimat. Pada kalimat Bangkit dan raih semua mimpi secara denotasi, kata bangkit berarti bangun. Dan merupakan kata sambung dalam kalimat. Raih yang berarti gapai. Semua artinya seluruh. Kata mimpi mempunyai arti keinginan atau cita-cita. Secara konotatif kalimat Bangkit dan raih semua mimpi mempunyai arti masyarakat Indonesia khususnya generasi muda yang sedang terlarut dalam arus budaya barat sehingga sibuk memikirkan dirinya sendiri, kini sudah saatnya untuk sadar, lebih peka dan perduli dengan keadaan bangsanya. Bahwa bangsa Indonesia membutuhkan peran mereka dalam membangun bangsa ini karena merekalah generasi penerus bangsa. Maka sudah saatnya para generasi muda untuk bangkit bersama-sama untuk mewujudkan cita-cita bangsa. Makna keseluruhan dari bait reff ini menunjukkan seseorang dengan penuh semangat mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia khususnya kepada generasi muda yang semakin tidak perduli dengan keadaan bangsanya untuk membela bangsa dan negara , rela berkorban sampai kapanpun demi tanah air tercinta. Tidak pasrah terhadap segala kondisi bangsa yang ada, karena kini sudah saatnya untuk bangkit bersama-sama untuk meraih cita-cita bangsa. Dari kalimat bangkit dan raih semua mimpi , dapat diketahui bahwa yang memiliki hubungan paradigmatik adalah kata mimpi. Kata mimpi menjadi bermakna sebab ia memang bisa dibedakan dengan ‘bangkit’; ‘dan’; ‘raih’; ‘semua’, kata mimpi dikombinasikan dengan elemen-elemen lainnya, kini digabungkan dengan ‘bangkit’; ‘dan’; ‘raih’; ‘semua’. Kata mimpi menghasilkan rangkaian sintagma, dan melalui cara ini mimpi memiliki hubungan paradigmatik dengan cita-cita dan angan-angan.

25. Reff bait ketujuh baris pertama

Indonesia dengarlah suaraku Pada reff baris keenam tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda yang terletak pada setiap kata yang kemudian dirangkai menjadi baris kalimat yang menandakan bahwa dalam penanda “Indonesia dengarlah suaraku” merupakan wujud dari petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi “Indonesia dengarlah suaraku”. Langue-nya merupakan merupakan sekumpulan tanda yang terletak pada setiap kata yang tersusun dari baris kalimat dalam “Indonesia dengarlah suaraku”, yaitu ‘Indonesia’; ‘dengarlah’; ‘suaraku’. Parole-nya sendiri terletak pada kalimat yang menjadi reff baris keenam dari lagu tersebut, yaitu “Indonesia dengarlah suaraku”. Pada baris kalimat “Indonesia dengarlah suaraku” merupakan baris kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata ‘Indonesia’; ‘dengarlah’; ‘suaraku’. Sehingga menghasilkan sebuah baris kalimat “Indonesia dengarlah suaraku” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai. Baris kalimat “Indonesia dengarlah suaraku” tidak akan menjadi “Indonesia dengarlah suaraku” tanpa adanya sekumpulan tanda dari kata-kata ‘Indonesia’; ‘dengarlah’; ‘suaraku’, dan hal tersebut tidak akan menjadi sebuah tanda yang bermakna dalam baris kalimat, karena tidak adanya sebuah kata yang membentuk sebuah kalimat. Pada kalimat Indonesia dengarlah suaraku secara denotasi, kata Indonesia berarti seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Dengarlah berasal dari kata dengar yang artinya memasang telinga untuk menangkap sesuatu, dengan akhiran -lah. Suaraku, kata suara yang berarti bunyi, ku yang berarti aku. Secara harfiah pada kalimat Indonesia dengarlah suaraku ini, yang dimaksud dengan suaraku adalah seruan semangat seseorang yang ditujukan untuk bangsa Indonesia. Secara konotatif, kalimat Indonesia dengarlah suaraku mempunyai arti seseorang yang ingin menunjukkan kepada seluruh masyarakat Indonesia semangatnya dalam membela bangsa dan negara.

26. Reff bait ketujuh baris kedua

Kan kubawa sampai akhir langkahku Pada reff baris ketujuh tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda yang terletak pada setiap kata yang kemudian dirangkai menjadi baris kalimat yang menandakan bahwa dalam penanda “Kan kubawa sampai akhir langkahku” merupakan wujud dari petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi “Kan kubawa sampai akhir langkahku”. Langue-nya merupakan merupakan sekumpulan tanda yang terletak pada setiap kata yang tersusun dari baris kalimat dalam “Kan kubawa sampai akhir langkahku”, yaitu ‘Kan’; ‘kubawa’; ‘sampai’; ‘akhir’; ‘langkahku’. Parole-nya sendiri terletak pada kalimat yang menjadi reff baris ketujuh dari lagu tersebut, yaitu “Kan kubawa sampai akhir langkahku”. Pada baris kalimat “Kan kubawa sampai akhir langkahku” merupakan baris kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata ‘Kan’; ‘kubawa’; ‘sampai’; ‘akhir’; ‘langkahku’. Sehingga menghasilkan sebuah baris kalimat “Kan kubawa sampai akhir langkahku” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai. Baris kalimat “Kan kubawa sampai akhir langkahku” tidak akan menjadi “Kan kubawa sampai akhir langkahku” tanpa adanya sekumpulan tanda dari kata-kata ‘Kan’; ‘kubawa’; ‘sampai’; ‘akhir’; ‘langkahku’ dan hal tersebut tidak akan menjadi sebuah tanda yang bermakna dalam baris kalimat, karena tidak adanya sebuah kata yang membentuk sebuah kalimat. Pada kalimat Kan kubawa sampai akhir langkahku secara denotasi, kata kan berarti akan. Kubawa, ku yaitu aku bawa berarti memegang. Sampai artinya hingga. Akhir mempunyai arti penghabisan. Langkahku, langkah artinya gerakan kaki maju atau mundur, -ku yaitu aku. Secara harfiah, dalam kalimat Kan kubawa sampai akhir langkahku, yang dimaksud dengan kata langkah adalah perbuatan atau tindakan. Secara konotatif, kalimat Kan kubawa sampai akhir langkahku mempunyai arti seseorang yang akan terus membawa semangatnya, semangat untuk membela bangsa dan negara Indonesia dimanapun ia berada. Semangat itu ditunjukkan melalui perbuatan yang mencerminkan suatu sikap rela berkorban demi tanah airnya. Dari kalimat Kan kubawa sampai akhir langkahku, dapat diketahui bahwa yang memiliki hubungan paradigmatik adalah kata langkahku. Kata lankahku menjadi bermakna sebab ia memang bisa dibedakan dengan ‘Kan’; ‘kubawa’; ‘sampai’; ‘akhir’, kata langkahku dikombinasikan dengan elemen-elemen lainnya, kini digabungkan dengan ‘Kan’; ‘kubawa’; ‘sampai’; ‘akhir’. Kata langkahku menghasilkan rangkaian sintagma, dan melalui cara ini langkahku memiliki hubungan paradigmatik perbuatan atau tindakan.

27. Reff bait ketujuh baris ketiga

Jangan pernah menyerah Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pada reff baris kedelapan tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda yang terletak pada setiap kata yang kemudian dirangkai menjadi baris kalimat yang menandakan bahwa dalam penanda “Jangan pernah menyerah” merupakan wujud dari petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi “Jangan pernah menyerah”. Langue-nya merupakan merupakan sekumpulan tanda yang terletak pada setiap kata yang tersusun dari baris kalimat dalam “Jangan pernah menyerah”, yaitu ‘jangan’; ‘pernah’; ‘menyerah’. Parole-nya sendiri terletak pada kalimat yang menjadi reff baris kedelapan dari lagu tersebut, yaitu “Jangan pernah menyerah”. Pada baris kalimat ‘Jangan pernah menyerah” merupakan baris kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata ‘jangan’; ‘pernah’; ‘menyerah’. Sehingga menghasilkan sebuah baris kalimat “Jangan pernah menyerah” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai. Baris kalimat “Jangan pernah menyerah” tidak akan menjadi “Jangan pernah menyerah” tanpa adanya sekumpulan tanda dari kata-kata ‘jangan’; ‘pernah’; ‘menyerah’ , dan hal tersebut tidak akan menjadi sebuah tanda yang bermakna dalam baris kalimat, karena tidak adanya sebuah kata yang membentuk sebuah kalimat. Pada kalimat Jangan pernah menyerah, secara denotasi kata jangan adalah kata larangan, larangan untuk tidak melakukan. Kata pernah menunjukkan perbuatan yang sudah dilakukan. Menyerah berasal dari kata dasar serah yang artinya pasrah, dengan awalan me-. Jangan pernah menyerah mempunyai arti perintah untuk tidak menyerah. Secara konotatif, Jangan pernah menyerah mempunyai arti tidak pasrah terhadap kondisi bangsa yang ada. Bagaimanapun kondisi bangsanya, generasi penerus bangsa harus tetap semangat, semangat untuk membela bangsa dan negara Indonesia. Dari kalimat Jangan pernah menyerah, dapat diketahui bahwa yang memiliki hubungan paradigmatik adalah kata menyerah. Kata menyerah menjadi bermakna sebab ia memang bisa dibedakan dengan ‘jangan ‘pernah’, kata menyerah dikombinasikan dengan elemen-elemen lainnya, kini digabungkan dengan ‘jangan ‘pernah’. Kata menyerah menghasilkan rangkaian sintagma, dan melalui cara ini menyerah bisa diganti dengan pasrah.

28. Reff bait ketujuh baris keempat

Sudah terlalu lama kita terlelap Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pada reff baris kesembilan tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda yang terletak pada setiap kata yang kemudian dirangkai menjadi baris kalimat yang menandakan bahwa dalam penanda “Sudah terlalu lam kita terlelap” merupakan wujud dari petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi “Sudah terlalu lama kita terlelap”. Langue-nya merupakan merupakan sekumpulan tanda yang terletak pada setiap kata yang tersusun dari baris kalimat dalam “Sudah terlalu lama kita terlelap”, yaitu ‘sudah’; ‘terlalu’; ‘lama’; ‘kita’; ‘terlelap’. Parole-nya sendiri terletak pada kalimat yang menjadi reff baris kesembilan dari lagu tersebut, yaitu “Sudah terlalu lama kita terlelap”. Pada baris kalimat “Sudah terlalu lam kita terlelap” merupakan baris kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata ‘sudah’; ‘terlalu’; ‘lama’; ‘kita’; ‘terlelap’. Sehingga menghasilkan sebuah baris kalimat “Sudah terlalu lam kita terlelap” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai. Baris kalimat “Sudah terlalu lam kita terlelap” tidak akan menjadi “Sudah terlalu lam kita terlelap” tanpa adanya sekumpulan tanda dari kata-kata ‘sudah’; ‘terlalu’; ‘lama’; ‘kita’; ‘terlelap’, dan hal tersebut tidak akan menjadi sebuah tanda yang bermakna dalam baris kalimat, karena tidak adanya sebuah kata yang membentuk sebuah kalimat. Pada kalimat Sudah terlalu lama kita terlelap, secara denotasi kata sudah artinya telah. Kata terlalu yang menyatakan sangat. Lama berarti waktu yang panjang. Kita adalah kata ganti orang pertama, kedua dan ketiga. Terlelap berarti terlarut. Secara konotatif kalimat Sudah terlalu lama kita terlelap mempunyai arti, masyarakat Indonesia khususnya generasi penerus bangsa yang saat ini lebih banyak mengadopsi budaya-budaya barat, tanpa disadari mereka telah melupakan nilai-nilai sejarah dan perjuangan bangsanya. Generasi muda semakin larut dalam arus globalisasi sehingga lebih sibuk memikirkan kepentingannya sendiri tanpa memperdulikan keadaan bangsanya. Inilah yang membuat semangat nasionalisme kebangsaan semakin surut. Dari kalimat Sudah terlalu lama kita terlelap, dapat diketahui bahwa yang memiliki hubungan paradigmatik adalah kata terlelap. Kata terlelap menjadi bermakna sebab ia memang bisa dibedakan dengan ‘sudah’; ‘terlalu’; ‘lama’; ‘kita’, kata terlelap dikombinasikan dengan elemen-elemen lainnya, kini digabungkan dengan sudah’; ‘terlalu’; ‘lama’; ‘kita’ . Kata terlelap menghasilkan rangkaian sintagma, dan melalui cara ini terlelap memiliki hubungan paradigmatik dengan terlarut.

29. Reff bait ketujuh baris kelima

Merah putihku selalu di hati Pada reff baris kesepuluh tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda yang terletak pada setiap kata yang kemudian dirangkai menjadi baris kalimat yang menandakan bahwa dalam penanda “Merah putihku selalu di hati” merupakan wujud dari petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi “Merah putihku selalu di hati”. Langue-nya merupakan merupakan sekumpulan tanda yang terletak pada setiap kata yang tersusun dari baris kalimat dalam “Merah putihku selalu dihati”, yaitu ‘Merah’; ‘putihku’; ‘selalu’; ‘di hati’ ‘. Parole-nya sendiri terletak pada kalimat yang menjadi reff baris kesepuluh dari lagu tersebut, yaitu “Merah putihku selalu di hati”. Pada baris kalimat “Merah putihku selalu di hati” merupakan baris kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata ‘Merah’; ‘putihku’; ‘selalu’; ‘di hati’. Sehingga menghasilkan sebuah baris kalimat” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai. Baris kalimat “Merah putihku selalu di hati” tidak akan menjadi “Merah putihku selalu di hati” tanpa adanya sekumpulan tanda dari kata-kata ‘Merah’; ‘putihku’; ‘selalu’; ‘di hati’, dan hal tersebut tidak akan menjadi sebuah tanda yang bermakna dalam baris kalimat, karena tidak adanya sebuah kata yang membentuk sebuah kalimat. Pada kalimat Merah putihku selalu dihati secara denotasi, kata merah berarti warna merah. Putihku, putih berarti warna putih, -ku berarti aku. Selalu mempunyai arti tiada hentinya. Di hati, di- merupakan kata depan yang menunjukkan tempat, hati mempunyai arti organ tubuh yang berfungsi menyerap sari makanan. Secara harfiah, kata di hati dalam kalimat Merah putihku selalu dihati mempunyai arti di jiwa. Merah putih berarti bendera bangsa Indonesia. Bendera merah putih merupakan identitas bangsa Indonesia. Warna merah yang melambangkan keberanian, dan warna putih yang berarti suci. Selain berfungsi sebagai identitas, bendera merah putih juga merupakan alat pemersatu bangsa Indonesia. Secara konotatif, kalimat Merah putihku selalu dihati mempunyai makna seseorang yang akan selalu menanamkan identitas bangsa Indonesia dalam dirinya. Dimanapun ia berada maka ia akan selalu ingat dan bangga bahwa dirinya adalah bagian dari bangsa Indonesia. Makna keseluruhan dari bait reff ini adalah seseorang yang menyerukan semangatnya kepada seluruh lapisan bangsa Indonesia khususnya kepada generasi muda. Semangat untuk membela bangsa dan negara dimanapun ia berada. Melalui seruannya itu, seolah ia ingin menyadarkan generasi muda yang lebih sibuk memikirkan diri sendiri, kini sudah saatnya untuk berkorban demi kepentingan bangsa dan negara, tidak pasrah terhadap kondisi bangsa yang ada. Dimanapun ia berada akan selalu ingat dan bangga menjadi bagian dari bangsa Indonesia dan selalu menanamkan dalam dirinya, identitasnya sebagai bangsa Indonesia. Dari kalimat Merah putihku selalu di hati, dapat diketahui bahwa yang memiliki hubungan paradigmatik adalah kata di hati. Kata di hati menjadi bermakna sebab ia memang bisa dibedakan dengan ’Merah’; ‘putihku’; ‘selalu’, kata di hati dikombinasikan dengan elemen-elemen lainnya, kini digabungkan dengan ’Merah’; ‘putihku’; ‘selalu’,. Kata di hati menghasilkan rangkaian sintagma, dan melalui cara ini di hati memiliki hubungan paradigmatik dengan di jiwa.

4.4. Representasi Nasionalisme Kebangsaan