Kabupaten Bantul sebesar 12,75 dan prevalensi penyakit tuberkolosis pada tahun 2009 sebesar 34,89.
1. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, didapat dua rumusan masalah dalam penelitian ini terkait penggunaan antibiotika pada pasien rawat
inap di bangsal anak RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Januari – Juni
2014. Dua rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut :
a. Seperti apakah pola peresepan antibiotika pada pasien rawat inap di
bangsal anak RSUD Panembahan Senopati Bantul selama periode Januari
–Juni 2014 ? b.
Berapakah nilai PDD dan DDD 100 bed-days dari penggunaan antibiotika di bangsal anak RSUD Panembahan Senopati Bantul pada
periode Januari –Juni 2014 ?
2. Keaslian penelitian
Dari hasil penelusuran pustaka diketahui telah banyak penelitian serupa yang pernah dilakukan dan dipublikasikan. Berikut adalah penelitian-penelitian
serupa beserta perbedaan-perbedaannya dengan penelitian ini : a.
Penelitian tentang Pola Penggunaan Antibiotik Sebagai Upaya Pengendalian Resistensi Antibiotik yang dilakukan oleh Pradipta dkk
2012 dengan metode DDD100 hari rawat, dengan jenis penelitian observasional deskriptif-evaluatif dengan pendekatan
retrospektif menggunakan metode DDD100 hari rawat dan DU90. Hasil yang diperoleh yaitu untuk nilai DDD100 hari rawat
pada tahun 2009 adalah sebesar 390,98 sementara untuk nilai DDD100 hari rawat pada tahun 2010 adalah sebesar 381,34. Hasil
dari nilai segmen DU90 adalah pada tahun 2009 terdapat 11 jenis antibiotika yang masuk ke dalam segmen DU90 sementara
untuk tahun 2010 terdapat 18 jenis antibiotika yang masuk ke dalam segmen DU90. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang
dilakukan oleh penulis adalah penelitian ini menggunakan subjek uji orang dewasa di rawat inap sementara pada penelitian penulis subjek
uji yang digunakan adalah pasien anak di rawat inap. Selain itu pada penelitian ini digunakan metode lain yaitu metode DU90 yang
dikombinasikan dengan metode DDD yang digunakan. Pada penelitian penulis, evaluasi kuantitas penggunaan antibiotika
dilakukan dengan metode DDD dengan PDD. b.
Penelitian tentang Evaluasi Penggunaan Antibiotika dengan Metode DDD Defined Daily Dose pada Pasien Anak di Rawat Inap Bangsal
INSKA II RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Januari – Juni 2013
dilakukan oleh Carolina 2014, dengan jenis penelitian non eksperimental deskriptif evaluatif dengan pendekatan kuantitatif,
menggunakan rancangan
studi cross-sectional
dan bersifat
retrospektif. Hasil yang diperoleh daari penelitian ini yaitu penyakit yang paling banyak ditemukan adalah pneumonia 20,9. Terdapat
28 jenis antibiotika yang yang diresepkan dengan total nilai DDD 100 patient-days
sebesar 41,99. Ampisilin merupakan jenis antibiotika
yang paling sering diresepkan dengan presentase 13,9 dengan nilai DDD patient-days tertinggi yaitu 10,33. Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah penelitian ini melakukan evaluasi penggunaan antibiotika dengan menggunakan
metode DDD, sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh penulis kuantitas penggunaan antibiotika dihitung dengan metode DDD
dengan PDD. c.
Penelitian tentang Studi Penggunaan Antibiotika Berdasarkan Sistem ATCDDD dan Kriteria Gyssens di Bangsal Penyakit Dalam RSUP
DR. M. Djamil Padang dilakukan oleh Lestari dkk 2011, dengan jenis penelitian observasional cross-sectional. Penelitian dilakukan di
bangsal penyakit dalam. Penggunaan antibiotika dievaluasi secara kuantitatif dengan sistem ATCDDD dan kualitatif menggunakan
metode Gyssens. Hasil yang diperoleh dari 105 peresepan adalah antibiotika yang paling banyak digunakan seftriakson yaitu 38,955
DDD100pasien-hari dengan kode ATC J01DD04, sedangkan antibiotika yang paling sedikit digunakan adalah gentamisin yaitu
0,507 DDD100pasien-hari dengan kode ATC J01DH02. Perbedaan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti dengan penelitian ini
terletak pada tempat dan periode penelitian, serta metode yang digunakan. Pada penelitian Lestari dkk 2011 menggunakan metode
DDD dan Gyssens. Pada penelitian yang dilakukan oleh penulis menggunakan metode DDD dan PDD.
d. Penelitian serupa tentang Gambaran Perbedaan Antara Prescribed
Daily Dose Dengan WHO Defined Daily Dose Pada Peresepan
Antibiotik Untuk Pasien Rawat Jalan Di Puskesmas Ngemplak I Sleman Yogyakarta Selama Tahun 2009 dilakukan oleh Sari 2011.
Penelitian ini dilakukan dengan rancangan studi deskriptif dan pengumpulan data secara retrospektif. Hasil yang diperoleh dari
penelitian ini menunjukkan bahwa nilai PDD dan DDD untuk antibiotik amoksisilin dan kloramfenikol tidak sama, PDD amoksisilin
50 lebih besar dari DDD, serta PDD kloramfenikol 10 lebih kecil dari DDD. Adapun untuk antibiotik siprofloksasin, metronidazol dan
eritromisin tidak terdapat perbedaan antara DDD dan PDD. Berdasarkan perbandingan kuantitatif yang dihitung dengan satuan
PDD dan DDD, amoksisilin tetap menjadi urutan pertama dengan nilai DDD1000KPRJ 681,09 dan PDD1000 KPRJ 454,06. Perbedaan
dengan penelitian ini adalah terletak tempat dan periode penelitian, serta subyek penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh Sari 2011
menggunakan subyek pasien rawat jalan di Puskesmas Ngemplak I Sleman Yogyakarta selama tahun 2009. Penelitian yang dilakukan
oleh penulis menggunakan subyek pasien rawat inap di bangsal anak yang menerima peresepan antibiotik selama periode Januari
– Juni 2014.
e. Penelitian tentang Perbandingan Prescribed Daily Dose Dengan
WHO Defined Daily Dose Pada Peresepan Antibiotik di Apotek
Wilayah Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010 dilakukan oleh Wardani 2012, dengan menggunakan
rancangan studi deskriptif dan pengumpulan data secara retrospektif. Penelitian ini menunjukkan bahwa tetrasiklin, levofloksasin dan
doksisiklin memiliki PDD yang lebih besar daripada DDD WHO yaitu masing-masing sebesar 100, PDD amoksiclav 87 lebih besar dari
DDD WHO dan PDD amoksisilin 50 lebih besar dari DDD WHO. Antibiotik yang memiliki PDD lebih kecil dari DDD WHO yaitu
gramisidin 99,70; kloramfenikol 66,66; kotrimoksazol 52; sefadroksil, sefiksim, spiramisin dan metronidazol masing-masing
sebesaar 50; ampisilin 25; azitromisin 16,66; dan linkomisin 16,66. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan
oleh penulis adalah terletak pada tempat dan periode penelitian. f.
Penelitian tentang Rasionalitas Penggunaan Antibiotik di Bangsal Anak RSUP Dr. Kariadi Semarang Periode Agustus
– Desember 2011 dilakukan oleh Febiana 2012. Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif dengan studi retrospektif yang diambil dari catatan medik untuk dinilai kuantitas dan kualitas penggunaan antibiotiknya. Sampel
diambil dengan cara stratified random sampling. Kuantitas dinilai dengan menghitung Defined Daily Dose100 pasien-hari dan penilaian
kualitas dengan kategori Gyssens. Dari 71 catatan medik didapatkan total pernggunaan antibiotik sebesar 39,4 DDD100pasien-hari dimana
seftriakson merupakan antibiotik yang paling banyak digunakan yaitu
sebesar 10,6 DDD100pasien-hari. Penilaian kualitas penggunaan antibiotik dengan kategori Gyssens didapatkan hasil sebesar 55,1
yang memenuhi kategori rasional. Perbedaan dari penelitian ini adalah terletak pada tempak dan periode penelitian, serta metode yang
digunakan. Penelitian yang dilakukan oleh penulis menggunakan metode DDD dan PDD.
g. Penelitian serupa tentang Evaluasi Penggunaan Antibiotika di Ruang
HCU dan Ruang ICU Rumah Sakit Kanker “Dharmais” Februari- Maret 2011 yang dilakukan oleh Anggriani, Agusdini dan Erliana
2013, penelitian dilakukan dengan metode prospektif. Parameter evaluasi kuantitatif menggunakan indikator WHO tentang evaluasi
penggunaan antibiotika di rumah sakit dengan DDD100 hari rawat dan evaluasi kualitatif menggunakan kriteria Gyssens. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan, antibiotika paling banyak digunakan pada bulan Februari adalah seftriakson, yaitu sebesar 54,5 DDD100 hari
rawat di ruang HCU dan 52,5 DDD100 hari rawat di ruang ICU. Penggunaan antibiotika terbanyak di bulan Maret adalah morepenem
yaitu di ruang HCU sebesar 36,0 DDD100 hari rawat dan di ruang ICU sebesar 122,73 DDD100 hari rawat. Penggunaan antibiotika
kombinasi sebesar 32,9 di HCU dan 40 di ICU. Tes sensitivitas antibiotika hanya dilakukan pada 11,1 pasien yang menerima
antibiotika. Tes kultur kuman hanya dilakukan pada 18 pasien dari 153 pasien 11,8. Pasien ADE Antimicrobial Documented
Empirical sebanyak 98,7, ADT Antimicrobial Documented
Therapy sebanyak 1,3 dan ADET Antimicrobial Documented
Empirical Therapy sebanyak 8,6. Kategori VI paling banyak
ditemukan yaitu sebanyak 88,2. Penggunaan antibiotika sesuai dengan formularium sebesar 93,9. Pada penelitian ini terdapat 2
metode pendekatan yang digunakan yaitu, pendekatan kuantitatif dengan metode DDD dan pendekatan kualitatif dengan metode
Gyssens, sementara pada penelitian yang dilakukan oleh penulis
digunakan pendekatan kuantitatif dengan metode DDD dan PDD. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya seperti tempat
penelitian yang berbeda akan memberikan informasi karakteristik demografi subyek penelitian yang berbeda. Waktu atau periode penelitian yang berbeda akan
memberikan informasi karakteristik pola penggunaan antibiotika yang berbeda. Paparan perbedaan-perbedaan di atas mempertegas bahwa penelitian ini belum
pernah dilakukan di RSUD Panembahan Senopati Bantul dan diharapkan dapat memberikan informasi yang baru.
3. Manfaat penelitian