Evaluasi Penggunaan Obat Antihipirtensi di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Tangerang dengan Metode Anatomical Therapeutic Chemical/Defined Daily Dose Pada Tahun 2015
i UIN Syarif Hidayatullah Jakarta UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI
DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD KOTA
TANGERANG DENGAN METODE
ANATOMICAL
THERAPEUTIC CHEMICAL/DEFINED DAILY DOSE
PADA TAHUN 2015
SKRIPSI
ANISSA FLORENSIA
1112102000040
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JUNI 2016
(2)
ii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI
DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD KOTA
TANGERANG DENGAN METODE
ANATOMICAL
THERAPEUTIC CHEMICAL/DEFINED DAILY DOSE
PADA TAHUN 2015
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana farmasi
ANISSA FLORENSIA
1112102000078
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JUNI 2016
(3)
(4)
(5)
(6)
vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Nama : Anissa Florensia
Program studi : Farmasi
Judul Skripsi : Evaluasi Penggunaan Obat Antihipirtensi di Instalasi Rawat
Inap RSUD Kota Tangerang dengan Metode Anatomical Therapeutic
Chemical/Defined Daily Dose Pada Tahun 2015.
Hipertensi merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kuantitas
penggunaan obat antihipertensi dengan metode Anatomical Therapeutic
Chemical/Defined Daily Dose serta mengetahui obat-obat antihipertensi apa saja
yang masuk dalam segmen Drug Utilization 90%. Penelitian ini menggunakan
data sekunder, yaitu data diambil dari Rekam Medis pasien. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pengumpulan data secara retrospektif. Data penggunaan antihipertensi dan data kunjungan rawat inap diperoleh dari Instalasi Rekam Medik. Semua data tersebut selanjutnya diolah untuk mengetahui
kuantitas penggunaan antihipertensi dalam satuan DDD/100 patient-days dan
profil Drug Utilization (DU90%).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa obat antihipertensi yang digunakan pada pasien hipertensi di RSUD Tangerang selama tahun 2015 adalah amlodipin 40,27%, ramipril 28,57%, captopril 7,88%, irbesartan 9,02%, furosemid 5,65%, candesartan 2,64%, bisoprolol 1,71%, lisinopril 1,69%, nifedipin 1,11 %, klonidin 0,66%, spironolakton 0,42%, valsartan 0,21%, nimodipin 0,08%, nicardipin 0,02%. Dan dari tabel DU90% obat yang masuk dalam segmen DU90% adalah amlodipin, ramipril, irbesartan dan captopril.
(7)
vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ABSTRACT
Nama : Anissa Florensia
Program studi : Srata-1 pharmacy
Judul Skripsi : Evaluation of Antihypertensive Drug Use in Inpatient RSUD
Kota Tangerang using Anatomical Therapeutic Chemical/
Defined Daily Dose methods in 2015
Hypertension is one of the leading causes of mortality and morbidity in Indonesia. This research aims to determine the quantity of antihypertensive drugs
used with Anatomical Therapeutic Chemical/Defined Daily Dose methods and
determine antihypertensive drugs which include in Drug Utilization 90% segment.
This research used secondary data which were taken from the patient's Medical Record. This research was quantitative descriptive research, the data were collected retrospectively. Data of antihypertensive drugs utilization and inpatient visit obtained from Medical Record Installation. Entire data then were processed to determine the quantity of antihypertensive drugs utilization in DDD/100 unit of inpatient day and Drug Utilization profile (DU90%).
The results showed that the antihypertensive drugs utilization in hypertensive patients in RSUD Kota Tangerang during 2015 were amlodipin 40,27%, ramipril 28,57%, captopril 7,88%, irbesartan 9,02%, furosemid 5,65%, candesartan 2,64%, bisoprolol 1,71%, lisinopril 1,69%, nifedipin 1,11 %, klonidin 0,66%, spironolakton 0,42%, valsartan 0,21%, nimodipin 0,08%, nicardipin 0,02%.And from the DU90% table, drugs which include in the DU90% segment were amlodipin, ramipril, irbesartan dan captopril.
(8)
viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “EVALUASI PENGGUNAAN OBAT
ANTIHIPERTENSI DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD KOTA
TANGERANG DENGAN METODE ANATOMICAL THERAPEUTIC
CHEMICAL/DEFINED DAILY DOSE PADA TAHUN 2015”.
Semoga shalawat dan salam selalu tercurah bagi junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya dan kita sebagai umatnya yang taat hingga akhir zaman.
Skripsi ini dalam proses penyusunannya, penulis mendapatkan doa, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Orang tua saya, Gusnizal dan Cucu Aminah terimakasih atas kasih sayang,
kesabaran, doa dan perjuangannya sehingga penulis dapat melanjutkan pendidikan hingga saat ini.
2. Dr. H. Arif Sumantri S.KM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Yardi, Ph.D, Apt selaku dosen pembimbing I dan Ibu DR. Delina
Hasan, M.Kes Apt selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan ilmu, nasehat, waktu, tenaga dan pikiran selama penelitian dan penulisan skripsi ini.
4. Ibu Nurmeilis, M.Si, Apt selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Segenap Bapak dan Ibu dosen program studi Farmasi yang telah
memberikan bimbingan dan bantuan selama menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Bapak dr. Feriyansah selaku Direktur RSUD Kota Tangerang yang telah
memberikan izin untuk saya melakukan penelitian di RSUD Kota Tangerang
(9)
(10)
(11)
xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
HALAMAN PENGESAHAN ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
DAFTAR ISTILAH ... xvii
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 6
1.4 Manfaat Penelitian ... 6
1.5 Ruang Lingkup ... 7
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1 Definisi dan Klasifikasi Hipertensi ... 8
2.2 Epidemiologi ... 10
2.3 Patofisiologi Hipertensi ... 11
2.4 Gejala Klinis Hipertensi ... 12
2.5 Faktor Resiko ... 12
2.6 Farmakoterapi Hipertensi... 16
2.7 Penatalaksanaan Hipertensi ... 20
2.8 Komplikasi Hipertensi ... 28
2.9 Review Literatur ... 33
2.10 Anatomical Therapeutic Chemical ... 40
2.11 Unit Pengukuran Defined Daily Dose... 41
2.12 Drug Utilization 90% ... 46
2.13 Rekam Medik ... 46
BAB 3. KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 48
3.1 Kerangka Konsep ... 48
3.2 Definisi Operasional... 49
BAB 4. METODE PENELITIAN ... 51
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 51
(12)
xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 51
4.3.1 Populasi ... 51
4.3.2 Sampel... 51
4.4 Metode Pengumpulan Data ... 52
4.5 Kriteria Inklusi dan Ekslusi Sampel ... 52
4.5.1 Kriteria Inklusi ... 52
4.5.2 Kriteria Ekslusi ... 52
4.6 Prosedur Penelitian ... 53
4.6.1 Bagan Alur Penelitian ... 53
4.6.2 Persiapan (Permohonan Izin Penelitian) ... 53
4.7 Pelaksanaan Pengumpulan Data ... 53
4.7.1 Penelusuran Dokumen ... 53
4.7.2 Manajemen Data ... 54
4.8 Pengolahan Data ... 54
4.9 Rencana Analisa Data ... 55
4.9.1 Analisis Univariat ... 55
4.9.2 Analisis Data dengan Metode ATC/DDD ... 55
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 57
5.1 Hasil Penelitian ... 57
5.1.1 Karakteristik Pasien ... 57
5.1.2 Distribusi Pola Penggunaan Terapi Antihipertensi ... 59
5.1.3 Jumlah Hari Rawat Pasien Hipertensi Pada Tahun 2015 . 61 5.1.4 Kuantitas Penggunaan Antihipertensi Pada Pasien Hipertensi di RSUD Kota Tangerang Tahun 2015 ... 61
5.1.5 Kesesuaian Penggunaan Obat Antihipertensi dengan Formularium Rumah Sakit... 64
5.2 Pembahasan ... 65
5.2.1 Karakteristik Pasien ... 65
5.2.1.1 Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia ... 65
5.2.1.2 Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin. 65 5.2.1.3 Karakteristik Pasien Berdasarkan Penyakit Penyerta... 66
5.2.2 Klasifikasi Pasien Hipertensi Berdasarkan Tingginya Tekanan Darah ... 67
5.2.3 Distribusi Pola Penggunaan Terapi Antihipertensi ... 68
5.2.4 Profil Penggunaan Antihipertensi ... 69
5.2.4.1 Evaluasi Kuantitas Penggunaan Antihipertensi dalam Unit DDD ... 69
5.2.4.2 Profil Penggunaan Antihipertensi Pada Tahun 2015 Berdasarkan Profil DU 90% ... 74
5.2.5 Kesesuaian Penggunaan Obat Antihipertensi dengan Formularium Rumah Sakit ... 76
5.3 Peran Apoteker di Rumah Sakit ... 77
(13)
xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 80
6.1 Kesimpulan ... 80
6.2 Saran ... 80
DAFTAR PUSTAKA ... 80
(14)
xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel Halaman
Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah Berdasarkan JNC VII ... 8
Tabel 2.2 Penyebab Hipertensi yang Dapat di Identifikasi ... 10
Tabel 2.3 Obat Antihipertensi ... 21
Tabel 2.4 Modifikasi Gaya Hidup untuk Hipertensi ... 27
Tabel 2.5 Strategi Dosis untuk Obat-Obat Antihipertensi ... 32
Tabel 2.6 Karakteristik Pasien Hipertensi Berdasarkan Survey NHANES 1999-2004 ... 49
Tabel 2.7 Kontrol Tekanan Darah dan Faktor Resiko Kardiovaskular Pada Pasien Hipertensi Berdasarkan Survey NHANES 1999-2004 ... 50
Tabel 5.1 Persentase Karakteristik Pasien Hipertensi di RSUD Kota Tangerang Pada Tahun 2015 ... 71
Tabel 5.3 Distribusi Penggunaan Antihipertensi dan Perhitungan Nilai DDD/ 100 Patient-days di RSUD Kota Tangerang Pada Tahun 2015 76 Tabel 5.4 Jumlah Hari Rawat Pasien Hipertensi Pada Tahun 2015 di RSUD Kota Tangerang ... 77
Tabel 5.5 Profil DU 90% Penggunaan Obat Antihipertensi di RSUD Kota Tangerang Pada Tahun 2015 ... 78
Tabel 5.6 Kesesuaian Penggunaan Obat Antihipertensi dengan Formularium Rumah Sakit di RSUD Kota Tangerang Tahun 2015 ... 79
(15)
xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 2.1 Mekanisme Pengaturan Tekanan Darah ... 11
Gambar 2.2 Algoritma Tatalaksana Hipertensi ... 17
Gambar 2.3 Algoritma dan Target Tekanan Darah Pengobatan Hipertensi ... 18
Gambar 2.4 Kombinasi Obat Antihipertensi ... 20
Gambar 2.5 Mekanisme Terjadinya Gagal Jantung Akibat Hipertensi ... 30
Gambar 2.6 Algoritma Terapi Hipertensi Berdasarkan Komplikasi Penyakit ... 31
Gambar 2.7 Prevalensi pasien hipertensi di Amerika Serikat Pada Tahun 2011-2012 ... 36
Gambar 2.8 Tingkat Kesadaran, Pengobatan, dan Pengontrolan Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi Dewasa di Amerika Serikat Pada Tahun 2009-2012 ... 36
Gambar 2.9 Tingkat Kesadaran Pasien Hipertensi Dewasa di Amerika Serikat Pada Tahun 2009-2010 ... 37
Gambar 2.10 Tingkat Pengobatan Pasien Hipertensi Dewasa di Amerika Serikat Pada Tahun 2011-2012 ... 38
Gambar 2.11 Tingkat Pengobatan Pasien Hipertensi Dewasa di Amerika Serikat Pada Tahun 2011-2012 ... 38
(16)
xvi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Halaman Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian dari Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta…………. 86 Lampiran 2. Surat Ijin Melakukan Penelitian di RSUD Kota Tangerang dari
Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik………. 87
Lampiran 3. Surat Ijin Melakukan Penelitian di RSUD Kota Tangerang dari
RSUD Kota Tangerang……….. 89
Lampiran 4. Perhitungan DDD/100 patient-days Pada Pasien Hipertensi
Rawat Inap di RSUD Kota Tangerang Tahun 2015……….. 90
Lampiran 5. Hasil Perhitungan DDD/100 patient-days Pada Pasien Hipertensi
Rawat Inap di RSUD Kota Tangerang Tahun 2015………... 91
Lampiran 6. Arsip Data Pasien Hipertensi Rawat Inap di RSUD Kota
(17)
xvii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta DAFTAR ISTILAH
ATC : Anatomical Therapeutic Chemical
DDD : Dosis pemeliharaan rata-rata perhari / Defined Daily Dose
WHO : World Health Organization
JNC : Joint National Comitte
ESH : European Science Hypertension
LOS : Length of Stay
Depkes : Departemen Kesehatan
PERKI : Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia
DU : Drug Utilization
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
(18)
1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1.1 Latar Belakang
Hipertensi merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang (KemenkesRI, 2013). Hipertensi sering
disebut silent killer karena pada umumnya pasien tidak mengetahui bahwa
mereka menderita penyakit hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya, serta hipertensi umumnya tidak menimbulkan suatu tanda atau gejala sebelum terjadi komplikasi (Chobanian dkk., 2004).
Di dunia, sekitar 972 juta orang atau 26,4% penduduk dunia menderita hipertensi. Angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta penderita hipertensi, 34,25% berada di negara maju dan 65,74% sisanya berada di negara sedang berkembang, temasuk Indonesia
(WHO, 2000). Namun, hampir sekitar 90-95% kasus tidak diketahui
penyebabnya. Data tahun 2007-2010 menunjukkan bahwa sebanyak 81,5% penderita hipertensi menyadari bahwa mereka menderita hipertensi, 74,9% menerima pengobatan dengan 52,5% pasien yang tekanan darahnya terkontrol (tekanan darah sistolik <140mmHg dan diastolik <90 mmHg) dan 47,5% pasien
yang tekanan darahnya tidak terkontrol (KemenkesRI, 2013).
Hipertensi adalah salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas di Indonesia. Menurut Riset Kesehatan Dasar 2013, penderita hipertensi di
Indonesia pada umur ≥18 tahun adalah sebesar 25,8% sedangkan menurut
Riskesdas Banten, data penderita hipertensi khususnya di Kota Tangerang mempunyai angka yang cukup tinggi yaitu 24,5%. Namun, yang terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan/atau riwayat minum obat hanya sebesar 9,5%. Hal ini menandakan bahwa sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis dan terjangkau pelayanan kesehatan (KemenkesRI, 2013).
(19)
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Umumnya tekanan darah meningkat dengan bertambahnya umur.Resiko
untuk menderita hipertensi pada populasi ≥55 tahun yang sebelumnya tekanan
darahnya normal adalah 90%. Kebanyakan pasien mempunyai tekanan darah pre hipertensi sebelum mereka terdiagnosis hipertensi, dan kebanyakan terdiagnosis hipertensi pada umur diantara dekade ketiga dan dekade kelima (Chobanian dkk., 2004). Profil data kesehatan Indonesia tahun 2011 menyebutkan bahwa hipertensi merupakan salah satu dari 10 penyakit dengan kasus rawat inap terbanyak di rumah sakit pada tahun 2010, dengan proporsi kasus 42,38% pria dan 57,62% wanita, serta 4,8% pasien meninggal dunia (Kemenkes RI,2012).
Hipertensi merupakan faktor resiko utama penyakit jantung koroner dan iskemik serta stroke hemoragik. Dalam beberapa kelompok usia, resiko penyakit kardiovaskular menjadi dua kali lipat setiap kenaikan tekanan darah 20/10 mmHg, mulai dari 115/75 mmHg. Selain penyakit jantung koroner dan stroke, komplikasi lain akibat hipertensi adalah gagal jantung, penyakit pembuluh darah perifer, gangguan ginjal, perdarahan retina dan gangguan penglihatan. Oleh karena itu, pengobatan hipertensi perlu dilakukan dalam menurunkan tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik sampai <140/90 mmHg sehingga resiko penyakit kardiovaskuler berkurang (WHO, 2000).
Healthy People 2010 for Hypertension menganjurkan perlunya pendekatan yang lebih komprehensif dan intensif agar mencapai pengontrolan tekanan darah secara optimal. Oleh karena itu untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan partisipasi aktif para sejawat Apoteker dalam melaksanakan praktek profesinya pada setiap tempat pelayanan kesehatan. Apoteker dapat bekerja sama dengan dokter dalam memberikan edukasi ke pasien mengenai hipertensi, memonitor respons pasien melalui farmasi komunitas, kepatuhan terhadap terapi obat dan non-obat, mendeteksi dan mengurangi efek samping, dan mencegah dan/atau memecahkan masalah yang berkaitan dengan pemberian obat (Depkes, 2006). Selain itu, Apoteker terutama yang berada di Rumah Sakit
(20)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dapat melakukan pelayanan farmasi klinik sesuai dengan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.Salah satu pelayanan farmasi klinik yang dapat dilakukan yaitu evaluasi penggunaan obat (PMK No. 58, 2014).
Evaluasi penggunaan obat perlu dilakukan untuk mengevaluasi obat
terkait dengan efikasi dan keamanan yang diharapkan sesuai dengan kondisi pasien. Evaluasi penggunaan obat dibagi menjadi 2 yaitu kualitatif dankuantitatif. Salah satu studi kuantitatif adalah dengan menggunakan metode Anatomical Therapeutic Chemical/Defined Daily Dose (ATC/DDD). Metode ini direkomendasikan oleh WHO untuk mengevaluasi penggunaan obat (WHO, 2011).
Sistem ATC/DDD merupakan sistem klasifikasi dan pengukuran
penggunaan obat yang saat ini telah menjadi salah satu pusat perhatian dalam
pengembangan penelitian penggunaan obat. Klasifikasi ATC dan metode DDD biasa digunakan untuk membandingkan konsumsi penggunaan obat antar negara karena dapat merefleksikan dosis obat secara global tanpa dipengaruhi oleh variasi genetik dari setiap etnik. Apabila diterapkan di lingkungan rumah
sakit maka perhitungan DDD/100 patient-days atau DDD/100 bed days adalah
yang paling di rekomendasikan. Sementara untuk perhitungan antar negara
biasanya digunakan DDD/100- inhibitans per day atau DDD per inhibitans per
year (WHO Int WG for Drug Statistics Methodology, 2003).
Tujuan metode ATC/DDD adalah sebagai sarana penelitian
penggunaan obat untuk meningkatkan kualitas penggunaan obat. Salah satu dari komponen ini yaitu perbandingan konsumsi obat pada tingkat internasional atau antar sistem pelayanan kesehatan. Adanya perbandingan penggunaan obat bermanfaat untuk mengetahui adanya perbedaan. Evaluasi lebih lanjut dilakukan ketika ditemukan perbedaan yang bermakna sehingga mengarahkan pada identifikasi masalah dan perbaikan sistem penggunaan obat (WHO, 2011).
Perkembangan lebih lanjut dari metode DDD adalah Drug Utilization
90% (DU 90%). DU 90% menunjukkan jumlah obat yang penggunaannya mencapai 90% dari seluruh obat yang diresepkan setelah perhitungan DDD,
(21)
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 10% sisanya merupakan obat-obatan tertentu yang digunakan untuk kondisi yang jarang terjadi pada pasien dengan riwayat intoleransi obat atau efek samping. Metode DU 90% telah diusulkan sebagai metode tunggal untuk menilai secara umum kualitas obat yang diresepkan. Prinsip dari metode DU 90% adalah mengidentifikasi obat yang banyakdiresepkan atau digunakan (WHO Int WG for Drug Statistics Methodology, 2003).
Seiring dengan peningkatan kasus hipertensi dan komplikasi yang dapat terjadi jika hipertensi tidak ditangani dengan tepat, maka evaluasi penggunaan obat antihipertensi sangat penting dilakukan untuk meningkatkan efikasi dan keamanan penggunaan obat agar tercapai tekanan darah yang optimal. Rumah Sakit Umum Daerah Kota Tangerang adalah Rumah Sakit yang dibentuk berdasarkan Perda Kota Tangerang No. 12 Tahun 2012 sebagai upaya tindak lanjut Pemerintah Daerah dalam memberikan pelayanan kesehatan yang komprehensif kepada masyarakat Kota Tangerang, yang bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. RSUD Kota Tangerang merupakan Rumah Sakit Umum kelas C dengan kapasitas 300 tempat tidur. Di RSUD Kota Tangerang ini, penelitian mengenai evaluasi penggunaan obat menggunakan metode ATC/DDD belum pernah dilakukan. Sedangkan di Rumah Sakit lain di Indonesia sudah banyak yang melakukan penelitian penggunaan obat terutama obat antihipertensi menggunakan metode ATC/DDD, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian serupa di RSUD Kota Tangerang menggunakan metode ATC/DDD yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
Hasil penelitian Ivonia, dkk (2013), menunjukan antihipertensi yang banyak digunakan (90%) di RSUD Karanganyar adalah captopril (60,69%), furosemid (11,30%), nifedipine (9,45%), dan amlodipine (8,17%). Sedangkan antihipertensi yang sedikit digunakan (10%) adalah hidroklorotiazid (5,94%), lisinopril (3,44%), dan bisoprolol (1,05%).
Hasil penelitian Raden, A.W.K.S.P (2012), menunjukan antihipertensi yang banyak digunakan (90%) di RSUD Moewardi adalah captopril (47,07%),
(22)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta furosemid (19%), nifedipin (12,61%), amlodipin (6,96%), dan clonidin (6,56%). Sedangkan antihipertensi yang sedikit digunakan (10%) adalah diltiazem (2,25%), lisinopril (1,81%), hidroklorotiazid (1,51%), valsartan (1,22%), ramipril (0,60%), dan spironolakton (0,41%).
Hasil penelitian Prasetyo, dkk (2015), menunjukan antihipertensi yang banyak digunakan (90%) di RSUD A.W. Sjahranie Samarinda tahun 2012 adalah amlodipin (39,19 %), furosemid (24,14 %), captopril(14,14 %), telmisartan (11,36%), valsartan (2,04%), sedangkan tahun 2013 adalah amlodipin (35,11%), furosemid (22,88%), captopril (18,80%), telmisartan (7,02%), valsartan (6,51%).
Hasil penelitian Handayani, PD (2013), menunjukan antihipertensi yang banyak digunakan (90%) pada tahun di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten tahun 2011 adalah amlodipin (49,02%), captopril (15,55%), furosemid (12,25%), valsartan (9,15%), nifedipin (4,20%), dan hidroklorotiazid (4,44%) sedangkan tahun 2012 adalah captopril (36,20%), amlodipin (28,91%), valsartan (21,18%), furosemid (7,00%).
Hasil penelitian Mohammed, dkk (2014), menunjukan antihipertensi yang paling banyak digunakan (90%) di suatu rumah sakit tipe A adalah amlodipin (37%), losartan (11%) dan telmisartan (10%). Terapi kombinasi
antihipertensi yang paling banyak digunakan adalah
telmisartan+hidroklorotiazid (15%), amlodipine+atenolol (7%) dan
(23)
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1.2 Rumusan Masalah
• Dari hasil penelitian Ivonia, Raden, Prasetyo, Handayani dan
Mohammed, penggunaan antihipertensi di Rumah Sakit lain sudah melakukan analisa dengan menggunakan sistem DDD.
• Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, menunjukan bahwa
RSUD Tangerang belum melakukan sistem DDD (Defined Daily Dose)
dalam mengetahui kuantitas penggunaan obat.
• Penggunaan sistem DDD sangat penting guna untuk mengetahui obat
apa saja yang penggunaanya 90% di RSUD Kota Tangerang.
• Dengan sistem DDD dapat diketahui kuantitas penggunaan obat.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui kuantitas penggunaan obat pada pasien hipertensi
yang di rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Tangerang. 1.3.2 Tujuan Khusus
• Untuk mengetahui jenis-jenis obat antihipertensi yang digunakan pasien
hipertensi yang di rawat inap di RSUD Kota Tangerang.
• Untuk mengetahui nilai DDD dari masing-masing jenis antihipertensi
yang digunakan pasien hipertensi yang di rawat inap di RSUD Kota Tangerang.
• Untuk mengetahui persentase penggunaan obat antihipertensi yang
digunakan pasien hipertensi yang di rawat inap di RSUD Kota Tangerang.
(24)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini akan menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang penggunaan sistem DDD dalam menentukan kuantitas penggunaan obat antihipertensi pada pasien hipertensi di RSUD Kota Tangerang.
1.4.2 Manfaat Metodologi
Metodologi penelitian ini hendaknya dapat digunakan untuk penelitian serupa dalam penelitian farmasi klinis sejenis lainnya.
1.4.3 Manfaat Aplikatif
Hasil penelitian ini hendaknya dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam menyusun atau membuat kebijakan di RSUD Kota Tangerang dalam penggunaan obat antihipertensi.
1.5 Ruang Lingkup
Penelitian dengan judul Evaluasi Penggunaan Obat Antihipertensi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Kota Tangerang dengan metode ATC/DDD pada tahun 2015 hanya dibatasi pada evaluasi penggunaan obat yang dilihat dari perhitungan nilai DDD masing-masing jenis antihipertensi dan persentase penggunaan antihipertensi. Jenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif dengan desain cross sectional. Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai Juni2016 di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Tangerang.
Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 215 dengan
(25)
8 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi dan Klasifikasi Hipertensi
Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang (Pusat Data dan lnformasi Kementerian Kesehatan Rl).
Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection,
Evaluation and Treatment of High Blood Pressure sebagai tekanan darah yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg (JNC VII, 2003).
Hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan tingginya tekanan darah dan berdasarkan etiologinya. Berdasarkan tingginya tekanan darah, seseorang dikatakan hipertensi bila tekanan darahnya >140/90 mmHg. Klasifikasi tekanan
darah oleh JNC VII untuk pasien dewasa (usia ≥ 18 tahun) berdasarkan rata-rata
pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua atau lebih kunjungan klinis dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah berdasarkan JNC VII
Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik
Normal < 120 mmHg (dan) < 80 mmHg
Pre-hipertensi 120-139 mmHg (atau) 80-89 mmHg
Stadium 1 140-159 mmHg (atau) 90-99 mmHg
Stadium 2 ≥ 160 mmHg (atau) ≥ 100 mmHg
Klasifikasi tekanan darah yang telah dirilis oleh JNC VIII pada tahun 2013 masih merujuk klasifikasi tekanan darah JNC VII. Tetapi, manajemen terapi hipertensi dalam JNC VIII lebih berdasarkan Evidence Based Medicine
(26)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (EBM), komplikasi penyakit, ras dan riwayat penderita. Target tekanan darah pada managemen terapi hipertensi dalam JNC VIII bergantung pada komplikasi penyakit penderita (James, et.al., 2014).
Hipertensi berdasarkan etiologi patofisiologinya dibagi menjadi dua yaitu hipertensi primer atau esensial yang tidak diketahui penyebabnya dan hipertensi sekunder atau non esensial yang diketahui penyebabnya (Depkes RI, 2006).
a Hipertensi primer
Sekitar 95% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi esensial (primer). Penyebab hipertensi esensial ini masih belum diketahui, tetapi faktor genetik dan lingkungan diyakini memegang peranan dalam menyebabkan hipertensi esensial (Weber dkk., 2014).
Penyebabnya multifaktorial meliputi faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap stress, reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokontriktor, resistensi insulin dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, stress emosi, obesitas dan lain-lain (Gunawan, dkk., 2007). Penurunan ekskresi natrium pada keadaan tekanan arteri normal merupakan peristiwa awal dalam hipertensi esensial.Penurunan ekskresi natrium dapat menyebabkan meningkatnya volume cairan, curah jantung, dan vasokonstriksi perifer sehingga tekanan darah meningkat. Faktor lingkungan dapat memodifikasi ekspresi gen pada peningkatan tekanan. Stres, kegemukan, merokok, aktivitas fisik yang kurang, dan konsumsi garam dalam jumlah besar dianggap sebagai faktor eksogen dalam hipertensi (Robbins dkk., 2007).
b Hipertensi sekunder
Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak,
(27)
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi.
Penghentian penggunaan obat tersebut atau mengobati kondisi komorbid yang menyertainya merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi sekunder (Depkes, 2006). Beberapa penyebab hipertensi sekunder dapat dilihat pada Tabel 2.2 sebagai berikut :
Tabel 2.2. Penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasi (Depkes, 2006)
Penyakit Obat
Penyakit ginjal kronis Kortikosteroid, ACTH
Hiperaldosteronisme primer Estrogen (biasanya pil KB dengan kadar estrogen tinggi)
Penyakit renovaskular NSAID, cox-2 inhibitor
Sindroma cushing Fenilpropanolamin dan analog
Phaeochromocytoma Siklosforin dan takromilus
Koarktasi aorta Eritropoietin
Penyakit tiroid atau paratiroid Sibutramin
Antidepresan (terutama venlafaxine)
2.2 Epidemiologi
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang
memberi gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan otot jantung. Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara yang ada didunia (Armilawaty,
2007). Semakin meningkatnya populasi usia lanjut maka jumlah pasien dengan
hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah (Yogiantoro M, 2006).
Diperkirakan sekitar 80% akan terjadi kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang dari 639 juta kasus di tahun 2000 menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkanpadaangka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini (Armilawaty, 2007).
(28)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.3 Patofisiologi Hipertensi
Tekanan darah ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu curah jantung (cardiac output) dan resistensi vaskular perifer (peripheral vascular resistence). Curah jantung merupakan hasil kali antara frekuensi denyut jantung dengan isi
sekuncup (stroke volume), sedangkan isi sekuncup ditentukan oleh aliran balik
vena (venous return) dan kekuatan kontraksi miokard. Resistensi perifer
ditentukan oleh tonus otot polos pembuluh darah, elastisitas dinding pembuluh darah dan viskositas darah. Semua parameter tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sistem saraf simpatis dan parasimpatis, sistem renin-angiotensin-aldosteron (SRAA) dan faktor lokal berupa bahan-bahan vasoaktif yang diproduksi oleh sel endotel pembuluh darah. Mekanisme pengaturan tekanan darah ini dapat dilihat pada Gambar 2.1.
(29)
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta RAA diaktivasi oleh sekresi renin, yang merupakan katalisator pembentukan angiotensin I dari hidrolisis angiotensinogen. Angiotensin I
kemudian dihidrolisis oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE) menjadi
angiotensin II. Angiotensin II dapat menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah, peningkatan sintesis aldosteron, peningkatan absorbsi natrium, menaikkan tahanan perifer serta meningkatkan curah jantung sehingga menyebabkan hipertensi. Korteks adrenal adalah bagian ginjal yang memproduksi hormon mineral kortikoid dan glukokortikoid, yaitu aldosteron dan kortisol. Kelebihan aldosteron akan meningkatkan reabsorpsi air dan natrium, sedangkan kelebihan kortisol meningkatkan sintesa epinefrin dan norepinefrin yang bertindak sebagai vasokonstriktor pembuluh darah. Secara tidak langsung, ini akan mempengaruhi peningkatan volume darah, curah jantung dan menyebabkan peningkatan tahanan perifer total (Dipiro,et.al., 2008).
2.4 Gejala Klinis Hipertensi
Sebagian besar penderita hipertensi tidak merasakan gejala penyakit. Ada kesalahan pemikiran yang sering terjadi pada masyarakat bahwa penderita hipertensi selalu merasakan gejala penyakit. Kenyataannya justru sebagian besar penderita hipertensi tidak merasakan adanya gejala penyakit. Hipertensi terkadang menimbulkan gejala seperti sakit kepala, nafas pendek, pusing, nyeri dada, palpitasi, dan epistaksis. Gejala-gejala tersebut berbahaya jika diabaikan, tetapi bukan merupakan tolak ukur keparahan dari penyakit hipertensi (WHO, 2013).
(30)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.5 Faktor Resiko
Berikut ini beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya hipertensi: A.Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
a) Usia
Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan bertambahnya umur maka semakin tinggi resiko terkena hipertensi. Kejadian hipertensi meningkat dengan meningkatnya usia.Setelah umur 45 tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot polos pembuluh darah, kemudian pembuluh darah akan berangsur angsur menyempit dan menjadi kaku sehingga menyebabkan meningkatnya tekanan darah sistolik. Tekanan sistolik meningkat karena kelenturan pembuluh darah besar yang berkurang seiring penambahan umur sampai dekade ketujuh sedangkan tekanan darah diastolik meningkat sampai dekade kelima dan keenam kemudian menetap atau cenderung menurun. Selain itu, peningkatan umur akan menyebabkan beberapa perubahan fisiologis, seperti peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik. Pengaturan tekanan darah yaitu refleks baroresptor pada usia lanjut akan mengalami penurunan sensivitas, serta fungsi ginjal juga sudah berkurang yang menyebabkan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomelurus menurun (Kumar et al., 2008).
b) Jenis kelamin
Angka kejadian hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause sehingga pria lebih beresiko terkena hipertensi (Cortas K et.al., 2008). Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon
estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density
Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia menopause. Pada pramenopause wanita mulai kehilangan sedikit
(31)
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta demi sedikit hormone estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun (Kumar et al., 2008).
c) Riwayat keluarga
Penderita hipertensi mempunyai faktor hipertensi dalam keluarganya sebesar 70-80%. Berbagai penelitian dan studi kasus menguatkan bahwa faktor keturunan merupakan salah satu penyebab terjadinya hipertensi, dimana jika dalam keluarga/orangtua ada yang menderita hipertensi, 25-60% akan terjadi pada anaknya (Lili & Tantan, 2007).
Menurut Sheps (2005), jika salah satu dari orangtua menderita hipertensi maka sepanjang hidup kita beresiko menderita hipertensi pula. Dan jika kedua orangtua menderita hipertensi, resikonya meningkat menjadi sekitar 60% untuk mengalaminya.
d) Genetik
Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak terjadi pada kembar monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila diberikan secara alamiah tanpa intervensi terapi, akan menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda dan gejala (Chunfang Qiu et.al., 2003).
B.Faktor resiko yang dapat dimodifikasi:
a) Stress
Hubungan antara stress dan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis, peningkatan saraf dapat menaikkan tekanan darah secara intermiten (tidak menentu). Stres yang berkepanjangan dapat mengakibatkan
(32)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tekanan darah yang menetap tinggi.Walaupun hal ini belum terbukti tetapi angka kejadian hipertensi pada masyarakat di perkotaan lebih tinggi daripada di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan denganpengaruh stres yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota (Roehandi, 2008). Menurut Anggraini (2009) mengatakan bahwa stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis.
b) Kebiasaan Merokok
Merokok menyebabkan peningkatan tekanan darah. Perokok berat dapat dihubungkan dengan peningkatan insidensi maligna dan resiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami aterosklerosis (Armilawaty, 2007).
Laporan dari Amerika Serikat menunjukkan bahwa upaya menghentikan kebiasaan merokok dalam jangka waktu 10 tahun dapat menurunkan insiden penyakit jantung koroner (PJK) sekitar 24.4% (Karyadi 2002).Tandra (2003) menyatakan bahwa nikotin mengganggu sistem saraf simpatis yang mengakibatkan meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Selain menyebabkan ketagihan merokok, nikotin juga meningkatkan frekuensi denyut jantung, tekanan darah, dan kebutuhanoksigen jantung, merangsang pelepasan adrenalin, serta menyebabkan gangguan irama jantung. Nikotin juga mengganggu kerja saraf, otak, dan banyak bagian tubuh lainnya.
c) Pola asupan garam
Pengaruh asupan garam terhadap terjadinya hipertensi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah. Faktor lain yang ikut berperan yaitu sistem renin angiotensin yang berperan penting dalam pengaturan tekanan darah. Produksi rennin dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain stimulasi saraf simpatis. Renin berperan dalam proses konversi angiotensin I menjadi angiotensin II. Angiotensin II menyebabkan
(33)
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekresi aldosteron yang mengakibatkan menyimpan garam dalam air. Keadaan ini yang berperan padatimbulnya hipertensi (Susalit dkk,2001).
d) Obesitas
Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah
pada kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Menurut National
Institutes for Health USA, prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32% untuk wanita, dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk wanita bagi yang memiliki IMT <25 (status gizi normal).
Data dari studi Farmingham (AS) yang diacu dalam Khomsan (2004) menunjukkan bahwa kenaikan berat badan sebesar 10% pada pria akan meningkatkan tekanan darah 6.6 mmHg, gula darah 2 mg/dl, dan kolesterol darah 11 mg/dl. Prevalensi hipertensi pada seseorang yang memiliki IMT>30 pada laki-laki sebesar 38% dan wanita 32%, dibanding dengan 18% laki-laki dan 17% perampuan yang memiliki IMT<25 (Krummel, 2004).
2.6 Farmakoterapi Hipertensi
a Terapi Farmakologis
Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah menurunkan mortalitas dan morbiditas yang berhubungan dengan kerusakan organ target seperti gagal jantung, penyakit jantung koroner atau penyakit ginjal kronik.Target nilai tekanan darah yang di rekomendasikan dalam JNC VII adalah <140/90 mmHg untuk pasien dengan tanpa komplikasi, <130/80 mmHg untuk pasien dengan diabetes dan penyakit ginjal kronis (Dipiro, et al., 2008). Menurut PERKI (2015), terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila pada pasien hipertensi stadium 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah setelah >6 bulan menjalani pola hidup sehat dan pada pasien dengan hipertensi stadium ≥ 2 seperti terlihat pada Gambar 2.2 dibawah ini :
(34)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.2Algoritma tatalaksana hipertensi (PERKI, 2015).
Selain itu, menurut JNC VIII (2013), target penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi berbeda-beda tergantung berdasarkan komplikasi penyakit dan ras penderita hipertensi seperti terlihat pada Gambar 2.3 dibawah ini:
ACEI atau ARB CCB atau Tiazid
CCB atau Tiazid
ACEI atau ARB Jika perlu tambahkan CCB + Tiazid + ACEI Jika perlu
tambahkan CCB atau Tiazid
Jika perlu tambahkan ACEI
atau ARB
Jika perlu tambahkan CCB + Tiazid + ACEI
Pasien dewasa ≥ 18 tahun dengan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg
Mulai perubahan gaya hidup
(Turunkan berat badan, kurangi garam diet dan alkohol, stop merokok)
Terapi Farmakologi
(Pertimbangkan untuk tunda pada pasien stage 1 tidak terkomplikasi)
Mulai Terapi Farmakologi (pada semua pasien)
Stage 1 140-159/90-99
Usia<60 thn Usia≥60 thn
Stage 2
>160/100 Kasus khusus
Semua pasien
Mulai dengan 2 obat
- Penyakit Ginjal - Diabetes - Penyakit
jantung koroner - Riwayat
Stroke - Gagal
Jantung
(35)
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.3 Algoritma dan target tekanan darah pengobatan hipertensi (JNC VIII, 2013).
Walaupun hipertensi merupakan salah satu kondisi medis yang umum dijumpai, tetapi kontrol tekanan darah masih buruk.Kebanyakan pasien dengan hipertensi tekanan darah diastoliknya sudah tercapai tetapi tekanan darah sistolik masih tinggi.Diperkirakan dari populasi pasien hipertensi yang diobati tetapi belum terkontrol, 76.9% mempunyai tekanan darah sistolik
Hipertensi dewasa usia ≥18 tahun
Terapkan gaya hidup sehat (disertai regimen obat antihipertensi)
Mengatur target tekanan darah dan memulai terapi antihipertensi berdasarkan umur, diabetes dan penyakit ginjal kronis (PGK)
Umur ≥60 tahun Umur ≤60 tahun Semua umur disertai diabetes tanpa PGK Semua umur disertai diabetes dan PGK Target tekanan darah:
TDS <150 mmHg TDD <90 mmHg
Target tekanan darah:
TDS <140 mmHg TDD <90 mmHg
Target tekanan darah:
TDS <140 mmHg TDD <90 mmHg
Target tekanan darah:
TDS <140 mmHg TDD <90 mmHg
Lini pertama diuretik tiazid , ACEi atau ARB
atau CCB tunggal atau kombinasi
Lini pertama diuretik tiazid atau CCB tunggal
atau kombinasi dengan kelas obat lain
Lini pertama ACEi atau ARB tunggal atau kombinasi dengan kelas
obat lain Populasi umum tanpa diabetes dan PGK Disertai diabetes dan PGK
(36)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ≥140 mmHg dan tekanan darah diastolik≥90 mmHg. Tekanan darah sistolik diperoleh selama kontraksi jantung dan tekanan darah diastolik diperoleh setelah kontraksi sewaktu bilik jantung diisi. Pada kebanyakan pasien, tekanan darah diastolik yang diinginkan akan tercapai apabila tekanan darah sistolik yang diinginkan sudah tercapai. Karena tekanan darah sistolik berkaitan dengan resiko kardiovaskular dibanding tekanan darah diastolik, maka tekanan darah sistolik harus digunakan sebagai petanda klinis utama untuk pengontrolan penyakit pada hipertensi. Kebanyakan pasien dengan hipertensi memerlukan dua atau lebih obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah yang diinginkan. Penambahan obat kedua dari kelas yang berbeda dimulai apabila pengunaan obat tunggal dengan dosis lazim gagal mencapai target tekanan darah. Apabila tekanan darah melebihi 20/10 mm Hg diatas target, dapat dipertimbangkan untuk memulai terapi dengan dua obat (Depkes RI, 2006).
Fixed-dose combination yang paling efektif adalah sebagai berikut: 1. Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACEI) dengan diuretik 2. Angiotensin Reseptor Blocker II (ARB) dengan diuretik
3. Beta Blocker dengan diuretik
4. Diuretik dengan Calcium Chanel Blocker (CCB)
5. Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACEI) dengan Calcium Chanel Blocker (CCB)
6. Agonis α-2 dengan diuretik
7. Penyekat α-1 dengan diuretik (ESH, 2003).
Menurut European Society of Hypertension (2003), kombinasi dua
obat untukhipertensi ini dapat dilihat pada gambar 2.4 dimana kombinasi obat yangdihubungkan dengan garis tebal adalah kombinasi yang paling efektif.
(37)
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 2.4 Kombinasi Obat Antihipertensi (ESH, 2003).
2.7 Penatalaksanaan Hipertensi a. Terapi Farmakologis
Ada 9 kelas obat antihipertensi yang umum digunakan.Obat-obat ini baik secara tunggal atau kombinasi, harus digunakan untuk mengobati mayoritas pasien dengan hipertensi karena terbukti menunjukkan keuntungan dengan kelas obat ini. Beberapa dari kelas obat ini (misalnya diuretik dan antagonis kalsium) mempunyai subkelas dimana memiliki perbedaan dalam mekanisme kerja, penggunaan klinis atau efek samping. Penyekat alfa 1, agonis alfa 2 sentral, penghambat adrenergik, dan vasodilator digunakan sebagai obat alternatif pada pasien-pasien tertentu disamping obat utama (Depkes, 2006). Evidence-based medicine adalah pengobatan yang didasarkan atas bukti terbaik yang ada dalam mengambil keputusan saat memilih obat secara sadar, jelas, dan bijak terhadap masing-masing pasien dan/atau penyakit.
Praktik evidence-based untuk hipertensi termasuk memilih obat tertentu
berdasarkan data yang menunjukkan penurunan mortalitas dan morbiditas
(38)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 2.3 Obat Anthihipertensi (Dipiro et.al., 2008).
Golongan Sub
Golongan
Mekanisme kerja Obat Dosis
lazim (mg/hari)
Frekuensi pemberian
Catatan
Diuretik Thiazid Menghambat
transport bersama (symport) Na-Cl di
tubulus distal ginjal, sehingga eksresi Na+ dan Cl
-meningkat Klortalidone, Hidroklorotiazid Indapamide, Metolazone 6.25-25 12.5-50 1.25-2.5 0,5 1 1 1 1
Pemberian pagi hari untuk menghindari diuresis malam hari, sebagai antihipertensi gol.tiazid lebih efektif dari diuretik loop kecuali pada pasien dengan GFR rendah (± ClCr <30ml/min); gunakan dosis lazim untuk mencegah efek samping metabolik,; hiroklorotiazid (HCT) dan klortalidon lebih disukai,dengan dosis efektif maksimum 25 mg/hari; klortalidon hampir 2 kali lebih kuat dibanding HCT; keuntungan tambahan untuk pasien
osteoporosis; monitoring tambahan untuk pasien dengan sejarah pirai atau hiponatremia
Loops Menghambat
reabsorpsi elektrolit di ansa henle assendens di bagian
epitel tebal, di permukaan sel epitel bagian luminal sehingga
menyebabkan meningkatnya eksresi K+, Ca 2+
dan Mg 2+
Bumetamide, Furosemide, Torsemide 0.5-4 20-80 5 2 2 1
Pemberian pagi dan sore untuk mencegah diuresis malam hari; dosis lebih tinggi mungkin diperlukan untuk pasien dengan GFR sangat rendah atau gagal jantung
Hemat Kalium
Mengurangi absorbs Na+ di tubulus dan duktus
kolektivus
Amiloride,
Triamteren 50-100 1
Pemberian pagi dan sore untuk mencegah diuresis malam hari; diuretik lemah,biasanya dikombinasi dengan diuretik tiazid untuk meminimalkan hipokalemia; karena hipokalemia dengan dosis rendah tiazid
(39)
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tidak lazim, obatobat ini diberikan pada pasien yang mengalami hipokalemia akibat diuretik; hindari pada pasien denganpenyakit ginjalkronis (± ClCr <30 ml/min); dapat meyebabkan hiperkalemia,terutama kombinasi dengan ACEI,ARB, atau supplemen kalium Antagonis aldosteron Meningkatkan aktivitas Na+/K+ ATP-ase dan aktivitas channel
Na+ dan K+
Eplerenone, spironolactone
50-100 25-50
1 atau 2 1
Pemberian pagi dan sore untuk mencegah diuresis malam hari; diuretik ringan biasanya di kombinasi dengan tiazid untuk meminimalkan hipokalemia; karena hipokalemia dengan diuretik tiazid dosis rendah tidak lazim, obat-obat ini biasanya dipakai untuk pasien-pasien yang mengalami diuretic induced hipokalemia; hindari pada pasien dengan penyakit ginjal kronis (± ClCr < 30ml/min); dapat menyebabkan hiperkalemia, terutama kombinasi dengan ACEI, ARB, atau suplemen kalium) ACEInhibit or Menghambat secara langsung angiotensin converting enzyme (ACE) dan menghambat konversi angiotensin-1 menjadi angiotensin-2 sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron Benazepril, Captopril, Enalapril, Fosinopril, Lisinopril, Moexipril, Perindopril, Quinapril, Ramipril, Trandolapril 10-40 12.5-150 5-40 10-40 10-40 7.5-30 4-16 10-80 2.5-10 1-4
1 atau 2 2 atau 3 1 atau 2
1 1 1 atau 2
1 1 atau 2 1 atau 2
Dosis awal harus dikurangi 50% pada pasien yang sudah dapat diuretik, yang kekurangan cairan, atau sudah tua sekali karena resiko hipotensi; dapat menyebabkan
hiperkalemia pada pasien dengan penyakit ginjal kronis atau pasien yang juga mendapat diuretik penahan kalium, antagonis aldosteron, atau ARB; dapat
(40)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menyebabkan gagal ginjal pada pasiendengan renal arteri stenosis;
jangan digunakan pada perempuan hamil atau pada pasien dengan sejarah angioedema
ARB Menghambat secara
langsung reseptor angiotensin-2 tipe 1
(AT1) yang memediasi efek angiotensin-2 yaitu vasokonstriksi, pelepasan aldosteron, aktivasi saraf simpatik, pelepasan hormon antidiuretik, dan konstriksi arteriol eferen dari glomerulus. Candesartan, Eprosartan, Irbesartan, Losartan, Olmesartan, Telmisartan, Valsartan 8-32 600-800 150-300 50-100 20-40 20-80 80-320
1 atau 2 1 atau 2
1 1 atau 2
1 1 1
Dosis awal harus dikurangi 50% pada pasien yang sudah dapat diuretik, yang kekurangan cairan, atau sudah tua sekali karena resiko hipotensi; dapat menyebabkan
hiperkalemia pada pasien dengan penyakit ginjal kronis atau pasien yang juga mendapat diuretik penahan kalium, antagonis aldosteron, atau ACEI; dapat menyebabkan gagal ginjalpada pasien dengan renal arteri stenosis; tidak menyebabkan batuk kering seperti ACEI;jangan digunakan pada perempuan hamil β-blocker Kardioselekt
if
Mengurangi curah jantung melalui efek inotropik dan
kronotropik negative dan menghambat pelepasan renin dari
ginjal Atenolol, Betaxolol, Bisoprolol, Metoprolol, 25-100 5-20 2.5-10 50-200 50-200 1 1 1 1 1 Pemberhentian tiba-tiba dapat
menyebabkan rebound hypertension; dosis rendah s/d sedang menghambat reseptor β1, pada dosis tinggi menstimulasi reseptor β2;dapat menyebabkan eksaserbasi asma bila selektifitas hilang; keuntungan tambahan pada pasien dengan atrial takiaritmia atau preoperatif hipertensi
Nonselektif Nadolol,
Propanolol, Timolol 40-120 160-480 80-320 1 2 1 Pemberhentian tiba-tiba dapat
menyebabkan rebound hypertension,
(41)
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta β1 dan β2 padasemua dosis; dapat
memperparah asma; ada keuntungan tambahan pada pasien dengan essensial tremor, migraine,tirotoksikosis Aktifitas Simpatomim etikintrinsik Acebutolol, Carteolol, Penbutolol, Pindolol 200-800 2.5-10 10-40 10-60 2 1 1 2 Pemberhentian tiba-tiba dapat
menyebabkan rebound hypertension; secara parsial merangsang reseptor β sementara menyekat terhadap rangsangan tambahan; tidak ada keuntungan tambahan untuk obat-obat ini kecuali pada pasien-pasien dengan bradikardi, yang harus mendapat penyekat
beta;kontraindikasi pada pasien pasca infark miokard, efek samping dan efek metabolic lebih sedikit, tetapi tidak
kardioprotektif seperti penyekat beta yang lain.
Campuranα- dan β-blockers Carvedilol, Labetolol 12.5-50 200-800 2 2 Pemberhentian tiba-tiba dapat
menyebabkan rebound hypertension;
penambahan penyekat α mengakibatkan hipotensi ortostatik Calcium channel blockers Dihidropridi n Merelaksasi otot jantung dan otot polos dengan cara memblok kanal ion
kalsium sehingga mengurangi masuknya kalsium ekstraseluler ke dalam sel. Amlodipine, Felodipine, Isradipine, Nicardipine, Nifedipine, Nisoldipine 2.5-10 5-20 5-10 5-20 60-120 30-90 10-40 1 1 2 1 2 1 1 Dihidropiridin yang bekerja cepat (long-acting) harusdihindari, terutama nifedipin dan nicardipin
dihidropiridin adalah vasodilator perifer yang kuat dari pada non dihidropiridin dan dapat
menyebabkan pelepasan simpatetik refleks(takhikardia), pusing, sakit kepala,
(42)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta flushing, dan edema perifer; keuntungan tambahan pada sindroma Raynaud Non-Dihidropiridi n Diltiazem, Verapamil
180-360 1
1
Produk lepas lambat lebihdisukai untuk hipertensi; obat obat ini menyekat slow channels di jantung dan menurunkan denyut jantung;dapat menyebabkan
heartblock; keuntungan tambahan untuk pasien dengan atrial takhiaritmia Penyekat alfa-1 Menghambat pengambilan katekolamin pada
sel otot halus, menyebabkan vasodilatasi dan menurunkan tekanan darah Doxazosine, Prazosine, Terazosine 1-8 2-20 1-20 1 2 atau 3 1 atau 2
Dosis pertama harus diberikan malam sebelum tidur; beritahu pasien untuk berdiri perlahan-lahan dari posisi
duduk atau berbaring untuk meminimalkan resiko hipotensi ortostatik;
keuntungan tambahan untuk laki-laki dengan BPH (benign prostatic hyperplasia)
Agonis alfa-2 sentral
Merangsang reseptor alfa-2 adrenergik di otak
sehingga menurunkan aliran simpatik dari pusat vasomotor di otak, curah jantung,dan tahanan perifer Klonidin, Metildopa 01-0.8 250-1000 2 2 Pemberhentian tiba-tiba dapat menyebabkan rebound hypertension; paling efektif bila diberikan bersama diuretik untuk mengurangi retensi cairan. Vasodilator arteri langsung Merelaksasi langsung otot polos
arteriolar dengan cara meningkatkan konsenstrasi cGMP intraseluler Minoksidil, Hydralazine 10-40 20-100
1 atau 2 2 atau 4
Gunakan dengan diuretic dan penyekat beta untuk mengurangi retensi cairan dan refleks takhikardi Peripheral adrenergic antagonist Mendeplesi norepinefrin dari ujung saraf simpatis
dan memblok transportasi norepinefrin kedalamnya.
Reserpin 0.05-0.25 Gunakan dengan
diuretik untuk mengurangi retensi cairan
(43)
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta b. Terapi non farmakologis
Penderita prehipertensi dan hipertensi sebaiknya melakukan modifikasi gaya hidup seperti pada tabel 2.3 yaitu menurunkan berat badan jika kelebihan berat badan
dengan menjaganya pada kisar body mass index (BMI) yaitu 18,5-24,9; mengadopsi
pola makan Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH) yang kaya dengan buah, sayur, dan produk susu rendah lemak; mengurangi konsumsi garam yaitu tidak lebih dari 100 meq/L; melakukan aktivitas fisik dengan teratur seperti jalan kaki 30 menit/hari; serta membatasi konsumsi alkohol tidak lebih dari 2 kali/hari pada pria dan 1 kali/hari pada wanita (Chobanian dkk., 2004). Selain itu, pasien juga disarankan untuk menghentikan kebiasaan merokok (Weber, dkk.,2014). Selain dapat menurunkan tekanan darah, perubahan gaya hidup juga terbukti meningkatkan efektivitas obat antihipertensi dan menurunkan risiko kardiovaskular (Gunawan, dkk., 2007).
Untuk hipertensi tingkat 1 tanpa faktor risiko dan kerusakan organ target, perubahan pola hidup dapat dicoba sampai 12 bulan. Sedangkan bila disertai kelainan penyerta (compelling indications) seperti gagal jantung, pasca infark miokard, penyakit jantung koroner, diabetes mellitus dan riwayat stroke, maka terapi farmakologi harus dimulai lebih dini mulai dari hipertensi tingkat 1. Bahkan untuk pasien dengan kelainan ginjal atau diabetes, pengobatan dimulai pada tahap prehipertensi dengan target tekanan darah <130/80 mmHg (Gunawan, dkk., 2007).
(44)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 2.4 Modifikasi gaya hidup untuk hipertensi (JNC VII, 2007).
Modifikasi gaya hidup Rekomendasi Perkiraan penurunan
tekanan darah sistolik Penurunan berat badan Mempertahankan berat badan ideal (BMI
18,5-24,9 kg/m2)
5-20 mmHg/10 kg penurunan berat
badan DIET makanan sesuai
DASH
Konsumsi diet kaya buah, sayur, dan produk susu rendah lemak dengan kandungan lemak
jenuh dan lemak total yang sedikit
8-14 mmHg
Diet rendah natrium Mengurangi asupan natrium hingga ≤100 mmol per hari (2,4 g Na atau 6 g NaCl
2-8 mmHg
Olahraga Rutin olahraga aerobik seperti jalan cepat minimal 30 menit per hari
4-9 mmHg
Mengurangi konsumsi alkohol
Membatasi konsumsi alkohol, tidak lebih dari 1 oz atau 30 ml etanol; 24 oz bir, 10 oz
wine, atau 3 oz 80-proof whiskey perhari untuk pria dan setengahnya untuk wanita dan
orang dengan berat badan rendah
2-4 mmHg
2.8 Komplikasi Hipertensi
Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endotel
arteri dan mempercepat aterosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah perifer.Hipertensiadalah faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskular (stroke, transient ischemic attack), penyakit arteri koroner (infark miokard, angina), gagal ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi (Dosh, 2001).
a. Stroke
Stroke merupakan kerusakan organ target pada otak yang diakibatkan oleh hipertensi. Hipertensi mengakibatkan arteri-arteri yang mendarahi otak mengalami hipertropi atau penebalan sehingga menyebabkan terjadinya aterosklerosis melalui efek penekanan pada sel endotel/lapisan dalam dinding arteri yang berakibat pembentukan plak pembuluh darah semakin
(45)
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta cepat. Akibatnya, aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya termasuk otak akan berkurang sehingga otak tidak mendapat suplai oksigen yang cukup. Kebutuhan oksigen yang tidak mencukupi menyebabkan terjadinya stroke (AHA, 2011).
Resiko dan keuntungan menurunkan tekanan darah semasa stroke akut masih belum jelas; pengontrolan tekanan darah sampai kira-kira 160/100mmHg sangat penting sampai kondisi pasien stabil atau membaik. Kambuhnya stroke berkurang dengan penggunaan kombinasi ACEI dan diuretik tipe tiazid (Haynes RB et.al., 2002).
b. Penyakit Ginjal Kronis
Hipertensi dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan (parenkim) atau arteri renal. Pada pasien-pasien dengan penyakit ginjal kronis, tujuan terapeutiknya adalah untuk memperlambat deteriorasi fungsi ginjal dan mencegah penyakit kardiovaskular. Hipertensi terdeteksi pada mayoritas pasien dengan penyakit ginjal kronis dan pengontrolan tekanan darahnya harus agresif, sering dengan dua atau lebih obat untuk mencapai target tekanan darah <130/80 mmHg (K/DOQI, 2004).
ACEI dan ARB mempunyai efek melindungi ginjal (renoprotektif) dalam progres penyakit ginjal diabetes dan non-diabetes (Bakris GL et al., 2000). Salah satu dari kedua obat ini harus digunakan sebagai terapi lini pertama untuk mengontrol tekanan darah dan memelihara fungsi ginjal pada pasien-pasien dengan penyakit ginjal kronis. Naiknya serum kreatinin sebatas 35% diatas baseline dengan ACEI dan ARB dapat diterima dan bukan alasan untuk menghentikan pengobatan kecuali bila terjadi hiperkalemia. Karena pasien-pasien dengan penyakit ginjal kronis memerlukan beberapa obat antihipertensi, diuretik dan kelas obat antihipertensi ketiga diperlukan (beta blocker atau CCB). Diuretik tiazid dapat digunakan tetapi tidak seefektif diuretik loop bila clearence kreatinin <30 ml/min. Untuk penyakit ginjal lanjut (perkiraan GFR<30 ml/min per 1.73m3, setara dengan serum kreatinin 2.5–3.0mg/dl), dosis diuretik loop
(46)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (furosemid) lebih tinggi, bila perlu dikombinasi dengan obat lain (Gijn JV, 2002).
c. Gagal Jantung
Gagal jantung, dalam bentuk disfungsi vetrikular sistolik atau diastolik, terutama sebagai akibat dari hipertensi sistolik dan penyakit jantung iskemik. Lima kelas obat didaftarkan untuk indikasi khusus gagal jantung. Rekomendasi ini khususnya untuk gagal jantung sistolik, dimana kelainan fisiologi utama adalah berkurangnya kontraktilitas jantung. Pada gambar 2.5 terlihat proses-proses yang terjadi akibat dari hipertensi sampai ke gagal gantung. ACEI adalah pilihan obat utama berdasarkan hasil dari beberapa studi yang menunjukkan penurunan mortalitas dan morbiditas. Diuretik juga merupakan terapi lini pertama karena mengurangi edema dengan menyebabkan diuresis. ACEI harus dimulai dengan dosis rendah.Pada pasien dengan gagal jantung, terutama pada pasien dengan eksaserbasi akut. Gagal jantung menginduksi suatu kondisi renin tinggi, sehingga memulai ACEI pada kondisi ini akan menyebabkan efek dosis pertama yang menonjol dan memungkinan hipotensi ortostatik.
Terapi dengan beta blocker digunakan untuk mengobati gagal jantung sistolik untuk pasien-pasien yang sudah mendapat standar terapi dengan ACEI dan Furosemid. Studi menunjukkan beta blocker menurunkan mortalitas dan morbiditas (AHA, 2011). Dosis beta blocker haruslah tepat karena beresiko menginduksi eksaserbasi gagal jantung akut. Dosis awal harus sangat rendah, jauh dibawah dosis untuk mengobati darah tinggi, dan dititrasi secara perlahan-lahan ke dosis yang lebih tinggi.
ARB dapat digunakan sebagai terapi alternatif untuk pasien-pasien yang tidak dapat menoleransi ACEI. Untuk pasien dengan disfungsi ventrikular yang simptomatik atau dengan penyakit jantung tahap akhir, ACEI, beta blocker, ARB, dan antagonis aldosterone direkomendasikan bersamaan dengan diuretik loop (furosemid).
(47)
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.5 Mekanisme Terjadinya Gagal Jantung Akibat Hipertensi.
d. Pasca Infark Miokard
Hipertensi adalah faktor resiko yang kuat untuk infark miokard.Sekali pasien mengalami infark miokard, pengontrolan tekanan darah sangat penting sebagai pencegahan sekunder untuk mencegah kejadian kardiovaskular berikutnya.Guideline untuk pasca infark miokard oleh American College of Cardiology/American Heart Association merekomendasikan terapi dengan beta blocker (tanpa aktifitas intrinsik simpatomimetik dan ACEI (AHA, 2011).
Beta blocker menurunkan stimulasi adrenergik jantung (cardiac
adrenergic stimulation) dan pada trial klinis beta blocker telah menunjukkan penurunan resiko infark miokard berikutnya atau kematian jantung tiba-tiba
(K/DOQI, 2004). ACE inhibitor memperbaiki cardiac remodeling, fungsi
jantung dan menurunkan kejadian kardiovaskular setelah infark miokard (Yusuf et.al., 2000).
Penanganan menurunan tekanan darah pada komplikasi hipertensi dapat memberikan penurunan insidensi stroke sebesar 35-40%, infark miokard 20-25%, dan gagal jantung lebih dari dari 50%. Diperkirakan
(48)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bahwa pada pasien dengan hipertensi stadium 1 yang disertai dengan faktor resiko penyakit kardiovaskuler, jika dapat menurunkan tekanan darahnya sebesar 12 mmHg selama 10 tahun akan mencegah angka kematian 1 dari 11 pasien yang diobati (Arif M dkk, 2001).
Komplikasi penyakit-penyakit lain yang disebabkan oleh hipertensi seperti gagal jantung, penyakit jantung koroner, infark miokard dan stroke memiliki algoritma terapi yang berbeda seperti terlihat pada Gambar 2.6 dibawah ini:
Gambar 2.6 Algoritma terapi hipertensi berdasarkan komplikasi penyakit (Dipiro et.al., 2008). KOMPLIKASI PENYAKIT Gangguan ventrikel Penyakit jantung Diabetes mellitus Penyakit ginjal Stroke Infark miokard Kombinasi diuretik dan ACEi lalu tambahkan β-blocker β-blocker lalu tambahkan ACEi atau ARB ACEi atau ARB ACEi atau ARB Kombinasi diuretik dan ACEi atau ARB β-blocker lalu tambahkan ACEi atau ARB ARB atau antagonis aldosteron Antagonis aldosteron CCB atau diuretik Diuretik β-blocker atau CCB
(49)
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 2.5 Strategi dosis untuk obat-obat antihipertensi (JNC VIII, 2013)
Strategi Deskripsi Keterangan
A Mulai dengan satu
obat, tingkatkan hingga dosis maksimum, dan kemudian tambah dengan obat kedua
Jika tekanan darah yang diharapkan tidak tercapai dengan obat pertama, tingkatkan dosis obat pertama sampai dosis maksimum yang direkomendasikan untuk mencapai tekanan darah yang diharapkan. Jika tekanan darah yang diharapkan tidak tercapai dengan satu obat walaupun dosisnya sudah ditingkatkan sampai dosis maksimum yang direkomendasikan, tambahkan obat kedua sesuai algoritma (tiazid-gol.duretik, CCB, ACEI, atau ARB) dan tingkatkan dosis obat kedua sampai dosis maksimum yang direkomendasikan untuk mencapai tekanan darah yang diharapkan.
Jika tekanan darah yang diharapkan tidak tercapai dengan dua obat, pilih obat ketiga dari algoritma (tiazid-gol.diuretik, CCB, ACEI, atau ARB) hindari kombinasi ACEI dan ARB. Tingkatkan dosis obat ketiga sampai dosis maksimum yang direkomendasikan untuk mencapai tekanan darah yang diharapkan.
B Mulai dengan satu
obat, dan kemudian tambah obat kedua sebelum obat pertama mencapai dosis maksimum
Mulai dengan satu obat kemudian tambahkan obat kedua sebelum obat pertama mencapai dosis maksimum yang direkomendasikan, kemudian tingkatkan kedua obat hingga dosis maksimum yang disarankan untuk mencapai tekanan darah yang diharapkan. Jika tekanan darah yang diharapkan tidak tercapai dengan 2 obat, pilih obat ketiga dari algoritma (tiazid-gol.diuretik, CCB, ACEI, atau ARB), hindari kombinasi ACEI dan ARB. Tingkatkan dosis obat ketiga sampai dosis maksimum yang direkomendasikan untuk mencapai tekanan darah yang diharapkan.
C Mulai dengan dua
obat pada waktu yang sama, baik sebagai 2 pil yang terpisah atau sebagai kombinasi pil tunggal
Mulai terapi dengan 2 obat secara bersamaan, baik sebagai 2 obat yang terpisah atau sebagai kombinasi pil tunggal.
Beberapa anggota komite menyarankan mulai terapi dengan ≥2 obat ketika tekanan darah sistolik >160 mm Hg dan / atau tekanan darah diastolik >100 mm Hg, atau jika tekanan darah sistolik >20 mm Hg di atas tekanan darah yang diharapkan dan / atau tekanan darah diastolik >10 mm Hg di atas tekanan darah yang diharapkan. Jika tujuan tekanan darah tidak tercapai dengan 2 obat, pilih obat ketiga dari algoritma (tiazid-gol.diuretik, CCB, ACEI, atau ARB), hindari kombinasi ACEI dan ARB. Tingkatkan dosis obat ketiga sampai dosis maksimum yang direkomendasikan
(50)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.8 Review literatur
2.8.1 Gender Difference in Blood Pressure Control and Cardiovascular Risk Factors in Americans With Diagnosed Hypertension (Ong et.al., 2008).
Hipertensi merupakan penyakit yang kompleks yang diderita 972 juta orang di dunia. Prevalensi hipertensi akan meningkat dari 26,4% di tahun 2000 menjadi 29,2% di dunia (Kearney PM, et.al., 2005). Hipertensi merupakan faktor risiko utama untuk penyakit kardiovaskular dan menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat (Lawes CM, et.al,. 2006). Berdasarkan hasil survey pada tahun 1999-2004 yang dilakukan National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES) terhadap 3.475 pasien yang berusia 18 tahun dan terdiagnosa hipertensi, didapatkan hasil
54,91,2% terjadi pada wanita. Pada tabel 2.6 menunjukan karakteristik jenis kelamin
secara spesifik pasien yang terdiagnosa hipertensi. Berdasarkan usia, wanita yang terdiagnosa hipertensi mempunyai usia yang lebih tua dibandingkan pria. Terjadi peningkatan prevalensi diabetes yang signifikan pada wanita selama periode 1999-20004, tetapi prevalensi diabetes tidak jauh berbeda antara wanita dan pria. Prevalensi mikroalbuminaria rendah dan menurun secara signifikan pada wanita dibandingkan pria.Tetapi dilihat dari 6 bulan terakhir, wanita lebih sering mengecek tekanan darahnya ke dokter dibandingkan pria. Berdasarkan tingkat konsumsi alkohol, pria lebih banyak mengurangi konsumsi alkoholnya untuk mengontrol tekanan darah dibanding wanita, terbukti dengan persentase konsumsi alkohol yang menurun secara signifikan antara periode1999-2000 dan 2003-2004.
(51)
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tabel 2.6 Karakteristik Pasien Hipertensi Berdasarkan Survey NHANES 1999–2004
Pada tabel 2.7 menjelaskan tingkat kontrol tekanan darah berdasarkan jenis kelamin dan prevalensi faktor resiko penyakit kardiovaskular pada pasien yang
terdiagnosa hipertensi yang dilakukan NHANES selama periode 1999–2004. Selama
periode ini, wanita mempunyai tekanan darah sistolik yang tinggi dan tekanan darah diastolik yang rendah dibanding pria.Dimana prevalensi tekanan darah tidak terkontrol tidak jauh berbeda antara pria dan wanita selama periode ini.
Prevalensi obesitas, kadar kolesterol total, dan kadar HDL meningkat secara signifikan pada wanita dibanding pria. Namun, berdasarkan riwayat merokok, pria mempunyai prevalensi yang lebih tinggi dibandingkan wanita dan antara 1999-2000 dengan 2003-2004 terjadi peningkatan konsumsi rokok yang signifikan pada pria.
(52)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tabel 2.7 Kontrol Tekanan Darah dan Faktor Resiko Kardiovaskular pada Pasien Hipertensi berdasarkan survey NHANES 1999–2004
Berdasarkan hasil penelitian ini, tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam kontrol tekanan darah antara pria dan wanita pada periode 1999-2004. Prevalensi obesitas, kolesterol total, HDL rendah, dan jumlah rata-rata faktor resiko penyakit kardiovaskular lebih tinggi terjadi pada wanita. Wanita mempunyai faktor resiko lebih banyak daripada pria, karena disebabkan prevalensi obesitas yang tinggi.
2.8.2 Hypertension Among Adults in the United States: National Health and
Nutrition Examination Survey, 2011–2012
Hipertensi merupakan faktor resiko yang penting pada penyakit kardiovaskular dan terjadi pada hampir sepertiga dari populasi orang dewasa Amerika Serikat. Prevalensi seluruh pasien hipertensi dewasa di Amerika Serikat yang berusia lebih dari 18 tahun adalah 29,1% pada tahun 2011-2012 dan dengan laki-laki sebanyak 29,7% danperempuan sebanyak 28,5%.
(1)
97
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 44
Ny. A
57
wanita
15 hari (4-18 agustus)
170/120 mmHg
110/80 mmHg
amlodipin tablet 10 mg 7 Stroke Iskemik
captopril tablet 25mg 3
ramipril tablet 5mg 3
irbesartan tablet 300mg 6
45
Tn. S
58
pria
12 hari (10-21 agustus)
240/110 mmHg
130/90 mmHg
ramipril tablet 5mg 20 Stroke Iskemik
amlodipin tablet 10mg 11
irbesartan tablet 300mg 8
46
Tn. A
53
pria
4 hari (07-10sep)
150/100 mmHg
110/70 mmHg
ramipril tablet 2,5 mg 4 Gagal Jantung Akut
bisoprolol tablet 2,5 mg 1
furosemid injeksi 10 mg/ml 3
47
Tn. A
76
pria 7 hari (27-02 mei) 150/100 mmHg 110/80 mmHg bisoprolol tablet 1,25 mg 5 Stroke Iskemik
bisoprolol tablet 2,5 mg 1
ramipril tablet 5 mg 4
48
Tn. S
65
pria
4 hari (15-18 april)
170/110 mmHg
150/100 mmHg
ramipril tablet 5 mg 3 stroke
hemoragik
amlodipin tablet 5 mg 2
49 Ny. T 95 wanita 14 hari (26-9mei) 170/80 mmHg 150/70 mmHg amlodipin tablet 10 mg 3 Stroke Iskemik
ramipril tablet 5 mg 3
50 Ny. R 50 wanita 8 hari (25-1juni) 180/100 mmHg 180/100 mmHg ramipril tablet 5 mg 7 stroke iskemik
51
Tn. A
30
pria
7 hari (09-15april)
130/90 mmHg
110/60 mmHg
ramipril tablet 2,5 mg 4
Gagal Jantung Akut
ramipril tablet 5 mg 4
spironolactone tablet 25 mg 5
furosemid injeksi 10 mg/10 ml 12
52 Tn. U 75 pria 6 hari (24-29mei) 160/90 mmHg 150/90 mmHg amlodipin tablet 5 mg 2 stroke iskemik
(2)
98
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 53
Ny. A
44
wanita
5 hari (26-30 mei)
170/100 mmHg
130/70 mmHg
amlodipin tablet 5 mg 9
Hipertensi emergency
candesartan tablet 16 mg 4
bisoprolol tablet 2,5 mg 1
furosemid injeksi 10 mg/ml 12
54 Ny. I 67 wanita 8 hari (04-11 juni) 170/100 mmHg 140/90 mmHg amlodipin tablet 5 mg 7 stroke iskemik 55
Tn. R
52
pria
5 hari (17-21mei)
160/100 mmHg
120/80 mmHg
bisoprolol tablet 2,5 mg 3
Gagal Jantung Akut
candesartan tablet 8 mg 2
furosemid injeksi 20 mg 5
56 Ny. R 49 wanita 4 hari (17-20 juli) 130/70 mmHg 220/120 mmHg bisoprolol tablet 2,5 mg 4
supraventrikular takikardi
57
Ny. E
43
wanita
9 hari (11-19 juni)
220/130 mmHg
150/100 mmHg
amlodipin tablet 10 mg 10
Stroke Iskemik
irbesartan tablet 300 mg 15
captopril tablet 50 mg 16
furosemid tablet 40 mg 4
bisoprolol tablet 5 mg 4
58
Ny. A
59
wanita
3 hari (13-15 juli)
120/70 mmHg
140/90 mmHg
ramipril tablet 1,25 mg 3
Gagal Jantung Akut
furosemid tablet 40 mg 2
spironolactone tablet 25 mg 3
furosemid injeksi 10 mg/ml 4 59 Tn. N 60 pria
7 hari (2-8
agustus) 160/90 mmHg 140/100 mmHg lisinopril tablet 5 mg 5
Stroke Hemorragic 60
Ny. E
49
wanita
10 hari (18-27 juli)
200/100 mmHg
110/80 mmHg
captopril tablet 25 mg 9
Stroke Iskemik
amlodipin tablet 10 mg 4
furosemid injeksi 10mg/ml 4
61
Tn. H
58 pria
11 hari (06-16
juni) 190/100 mmHg 120/70 mmHg captopril tablet 25 mg 26 Stroke Iskemik
(3)
99
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 62
Tn. J
69
pria
5 hari (04-08 juni)
200/110 mmHg
130/90 mmHg
irbesartan tablet 300 mg 5 Stroke Iskemik
amlodipin tablet 10 mg 5
ramipril tablet 5 mg 5
63 Tn. W 56 wanita 2 hari (24-25 sep) 160/90 mmHg 160/90 mmHg cardesartan tablet 8 mg 1
unstable angina pectoris 64 Tn. U 50 pria 6 hari (21-26 sep) 140/90 mmHg 110/80 mmHg amlodipin tablet 10 mg 2 Stroke Infark 65
Tn. S
46
pria
7 hari (29-04 nov)
150/90 mmHg
140/90 mmHg
captopril tablet 25 mg 9 Stroke Iskemik
amlodipin tablet 10 mg 3
66
Tn. N
58
pria
11 hari (01-11 nov)
180/140 mmHg
120/80 mmHg
captopril tablet 25 mg 24
Stroke Hemoragic
amlodipin tablet 10 mg 10
captopril tablet 50 mg 5
67 Ny. A 52 wanita 2 hari (06-07 sep) 170/110 mmHg 250/140 mmHg captopril tablet 25 mg 1
stroke hemoragic 68 Ny. M 60 wanita
12 hari (04-15
sep) 160/100 mmHg 160/100 mmHg amlodipin tablet 5 mg 10 stroke iskemik
amlodipin tablet 10 mg 2
69
Ny. S
56
wanita
4 hari (28-31 okt)
160/80 mmHg
150/90 mmHg
amlodipine tablet 5 mg 4 Hipertensi stadium 1
irbesartan tablet 150 mg 1
70
Ny. M
42
wanita
6 hari (30-05 des)
150/100 mmHg
110/80 mmHg
lisinopril tablet 2,5 mg 5
N STEMI
bisoprolol tablet 2,5 mg 4
bisoprolol tablet 5 mg 1
71 Tn. M 64 pria 6 hari (01-06 des) 160/100 mmHg 150/100 mmHg ramipril tablet 5 mg 7 N STEMI 72 Tn. R 58 pria 7 hari (24-30 nov) 210/110 mmHg 130/90 mmHg amlodipin tablet 10 mg 7 infark cerebral 73 Ny. D 47 wanita 1 hari (15-16 des) 150/100 mmHg 120/90 mmHg furosemid tablet 40 mg 1 DM tipe 2 74 Ny. S 40 wanita 4 hari (26-29 mei) 170/80 mmHg 140/80 mmHg amlodipin tablet 10 mg 3
Hipertensi stadium 2 75 Tn. P 62 pria 5 hari (23-27 nov) 160/100 mmHg 130/90 mmHg ramipril tablet 5 mg 5 stroke iskemik
(4)
100
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 76
Ny. B
50
wanita
8 hari (12-19 okt)
230/110 mmHg
140/80 mmHg
nifedipin tablet 10 mg 19
Hipertensi urgency
captopril tablet 25 mg 19
furosemid tablet 40 mg 9
77 Tn. B 76 pria 5 hari (11-15 sep) 180/80 mmHg 140/90 mmHg amlodipin tablet 10 mg 3 Stroke Iskemik 78
Ny. S
62
wanita
8 hari (17-29 nov)
150/90 mmHg
90/70 mmHg
furosemid tablet 40 mg 2 Gagal Jantung Akut
furosemid injeksi 20 mg 5
79
Tn. A
55
pria
7 hari (29-04 agustus)
170/100 mmHg
150/100 mmHg
nifedipin tablet 30 mg 5
DM tipe 2
captopril tablet 25 mg 6
captopril tablet 50 mg 1
amlodipin tablet 10 mg 3
80
Tn. R
50
pria
4 hari (22-25 juli)
210/130 mmHg
130/80 mmHg
amlodipin tablet 10 mg 3
Hipertensi emergency
captopril tablet 25 mg 6
nifedipin tablet 30 mg 2
bisoprolol tablet 2,5 mg 2
nicardipin injeksi 2,5 mg 3
81 Ny. E 48 wanita 2 hari (9-10 sep) 160/100 mmHg 140/90 mmHg amlodipin tablet 10 mg 2 unstable angina pectoris
bisoprolol tablet 2,5 mg 2
lisinopril tablet 10 mg 2
82
Tn. D
61
pria
10 hari (19-28 nov)
140/100 mmHg
130/90 mmHg
amlodipin tablet 5 mg 9
Stroke Iskemik
ramipril tablet 5 mg 16
83
Tn. M
60
pria
2 hari (19-20 nov)
150/100 mmHg
120/90 mmHg
ramipril tablet 2,5 mg 2
Gagal Jantung Akut
ramipril tablet 5 mg 2
furosemid injeksi 10 mg/ml 1
84
Tn. R
55
pria
4 hari (26-29 nov)
170/90 mmHg
150/90 mmHg
ramipril tablet 5 mg 6
Gagal Jantung Akut
spironolactone tablet 25 mg 3
bisoprolol tablet 2,5 mg 3
furosemid injeksi 10 mg/ml 6
(5)
101
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 85
Tn. I
46
pria
8 hari (10-17 nov)
200/120 mmHg
160/100 mmHg
candesartan tablet 16 mg 7 Stroke Hemorragic
nifedipin tablet 30 mg 1
86 Tn. S 42 pria 5 hari (13-17 okt) 180/100 mmHg 160/100 mmHg amlodipin tablet 5 mg 2 Stroke Iskemik 87
Tn. M
71
pria
9 hari (1-9 jan)
190/100 mmHg
150/90 mmHg
amlodipin tablet 10 mg 8
Stroke Iskemik
amlodipin tablet 5 mg 2
88
Ny. Y
78
wanita
3 hari (14-16 des)
140/90 mmHg
120/80 mmHg
nimodipin tablet 60 mg 6 Stroke
Hemorragic
amlodipin tablet 5 mg 3
89 Ny. S 60 wanita 3 hari (14-16 nov) 180/110 mmHg 120/90 mmHg bisoprolol tablet 5 mg 3 STEMI
90
Ny. A
56
wanita
10 hari (19-28 jan)
180/90 mmHg
140/90 mmHg
amlodipin tablet 5 mg 1
unstable angina pectoris
bisoprolol tablet 2,5 mg 8
irbesartan tablet 150 mg 8
furosemid tablet 40 mg 9
amlodipin tablet 10 mg 12
91
Ny. S
50
wanita
6 hari (21-26 jan)
230/150 mmHg
140/90 mmHg
ramipril tablet 5 mg 9 Stroke Hemorragic
amlodipin tablet 10 mg 5
92
Tn. A
46
pria
6 hari (16-21 jan)
160/100 mmHg
110/70 mmHg
ramipril tablet 5 mg 8 unstable angina pectoris
bisoprolol tablet 2,5 mg 3
nifedipin tablet 10 mg 4
93 Ny. S 65 wanita 7 hari (3-9 jan) 190/110 mmHg 120/80 mmHg amlodipin tablet 10 mg 5 Stroke Iskemik 94 Ny. T 47 wanita 6 hari (11-16 sep) 160/110 mmHg 110/80 mmHg ramipril tablet 5 mg 8
Gagal Jantung Akut
95
Tn. W
58
pria
8 hari (03-10 juli)
150/100 mmHg
150/80 mmHg
spironolactone tablet 25 mg 4 Gagal Jantung Akut
amlodipin tablet 5 mg 4
furosemid injeksi 10 mg/ ml 11 96
Tn. P
44
pria
13 hari (29-11 mei)
140/90 mmHg 110/80 mmHg irbesartan tablet 300 mg 10 Gagal Ginjal Kronis
amlodipin tablet 10 mg 13
97
Tn. M
55
pria
6 hari (11-16 juli)
140/90 mmHg
140/100 mmHg
ramipril tablet 5 mg 3 Stroke Hemorragic
(6)
102
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 98
Tn. S
67
pria
5 hari (19-23 agustus)
160/90 mmHg
160/90 mmHg
amlodipin tablet 5 mg 1 Stroke Iskemik
amlodipin tablet 10 mg 4
99
Ny. S
59
wanita
2 hari (30-01 okt)
160/90 mmHg
110/80 mmHg
ramipril tablet 2,5 mg 2 Hipertensi stadium 1
furosemid injeksi 10 mg/ml 1 100
Ny. I
49
wanita
8 hari (08-15 mei)
270/110 mmHg
140/90 mmHg
amlodipin tablet 5 mg 3 Hipertensi emergency
amlodipin tablet 10 mg 5