pasien anak seperti bronkopneumonia sebagian besar disebabkan karena Streptococcus pneumonia
, Rino Faringitis Acute RFA sebesar 15 - 30 disebabkan karena infeksi bakteri yaitu Streptococcus grup A, dan penyakit Diare
Cair Akut DCA disebabkan oleh infeksi bakteri yaitu Shigella, Salmonella, Campylobacter, Staphylococcus
dan Escherichia coli Dipiro et al., 2008. Pengobatan untuk penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri adalah
antibiotika. Hasil penelitian serupa yang dilakukan di bangsal anak RSUP Dr. Kariadi pada tahun 2012, urutan tiga teratas ditempati oleh demam tifoid, sepsis
serta diare Febiana, 2012. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis dan hasil
penelitian serupa menunjukkan bahwa penyakit infeksi bakteri merupakan penyakit yang sering dialami oleh pasien anak. Temuan ini juga serupa dengan
data dari Dinas Kesehatan Provinsi DIY 2013 bahwa pada anak-anak masih banyak didominasi oleh penyakit infeksi. Pada tahun 2012 misalnya, data anak-
anak di DIY yang menderita pneumonia adalah sebesar 2.936. Pneumonia merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus
pneumonia Dipiro et al., 2008.
B. Pola Peresepan Antibiotika
Selama periode Januari sampai Juni 2014 terdapat 13 jenis antibiotika yang diresepkan serta tercatat terdapat 483 kali pemakaian antibiotika. Antibiotika
yang paling banyak diresepkan adalah golongan sefalosforin 59,8 dengan jenis antibiotika sefotaksim 33,5, sefiksim 24,8, seftriakson 1,1, seftazidim
0,2, dan sefadroksil 0,2. Antibiotika terbanyak kedua adalah golongan penisilin 35,2 dengan jenis antibiotika amoksisilin 8,5 dan ampisilin
26,7. Urutan terbanyak ketiga adalah antibiotika golongan aminoglikosida 1,9 dan golongan imidazol 1,9. Antibiotika golongan aminoglikosida
dengan jenis antibiotika gentamisin 0,2 dan amikasin 1,7. Antibiotika golongan imidazol dengan jenis antibiotika metronidazol 1,9. Data hasil
pengamatan pola peresepan golongan dan jenis antibiotika dapat dilihat dalam Tabel II.
Penelitian serupa yang membahas tentang golongan dan jenis antibiotika yang digunakan pada pasien anak rawat inap adalah penelitian tentang Kajian
Rasionalitas Penggunaan Antibiotik di Bangsal Anak RSUP Dr. Kariadi Semarang Periode Agustus-Desember 2011 Febiana, 2012. Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa antibiotika yang paling banyak digunakan adalah ampisillin 22,8, kemudian terbanyak kedua adalah seftriakson 20,6 dan yang
terbanyak ketiga adalah kloramfenikol 14,1. Penelitian lain yang menunjukkan penggunaan antibiotika adalah Perbedaan Kuantitas Penggunaan Antibiotika pada
Anak dengan Demam Tifoid di Kelas III dan Non Kelas III RSUP Dr. Kariadi Semarang Tahun 2011 Putri, 2013. Penelitian tersebut menunjukkan antibiotika
yang paling banyak digunakan adalah seftriakson 57,14, kemudian terbanyak kedua adalah sefotaksim 28,57, dan yang terbanyak ketiga adalah
kloramfenikol 14,29.
Tabel II. Frekuensi dan Presentase Penggunaan Antibiotika pada Pasien Rawat Inap di Bangsal Anak RSUD Panembahan Senopati Periode Januari sampai Juni
2014 Berdasarkan Golongan dan Jenis Antibiotikanya
Golongan Antibiotika
Jenis Antibiotika
Frekuensi Presentase
Sefalosporin
Sefotaksim Sefiksim
Seftriakson Seftazidim
Sefadroksil 162
120 5
1 1
33,5 24,8
1,1 0,2
0,2
Total 289
59,8 Penisilin
Amoksisilin Ampisilin
41 129
8,5 26,7
Total 170
35,2 Aminoglikosida
Gentamisin Amikasin
1 8
0,2 1,7
Total 9
1,9 Imidazol
Metronidazol 9
1,9 Ampenikol
Kloramfenikol 3
0,6 Rifampisin
Rifampisin 1
0,2 Makrolida
Eritromisin 2
0,4 TOTAL
483 100
Antibiotika golongan sefalosporin dan ampisilin banyak digunakan, hal ini kemungkinan disebabkan terkait dengan penggunaanya yang ditujukan sebagai
terapi empiris untuk penyakit infeksi yang belum dapat diketahui penyababnya, sehingga digunakan antibiotika yang mempunyai spektrus luas seperti ampisilin
dan sefalosporin. Selain itu antibiotika golongan sefalosporin, penisilin dan aminoglikosida merupakan antibiotika yang banyak digunakan untuk pengobatan
penyakit infeksi bakteri pada pediatri IDAI, 2008. Pada penelitian ini antibiotika sefotaksim merupakan jenis antibiotika yang paling banyak digunakan.
68,9 31,1
Intravena Oral
N = 483 Sefotaksim banyak ditemukan karena sefotaksim merupakan antibiotika generasi
ketiga dari golongan sefalosporin, sefotaksim memiliki aktivitas spektrum luas yang dapat melawan bakteri Gram positif maupun Gram negatif sehingga sering
digunakan sebagai terapi empiris pada pediatrik dengan penyakit infeksi bakteri Babu, 2011.
Rute pemberian yang digunakan dalam pemberian antibiotika dalam penelitian ini yaitu intravena dan oral. Rute pemberian yang paling banyak
digunakan adalah secara intravena dengan presentase sebesar 68,9. Distribusi rute pemberian antibiotika tercantum pada Gambar 4.
Pemberian antibiotika secara intravena menjadi pilihan rute pemberian yang paling sering digunakan dalam penelitian ini kemungkinan disebabkan oleh
beberapa hal antara lain : pertama, pada pasien anak yang berusia 6 tahun, pemberian antibiotika dengan menggunakan rute per-oral terutama sediaan
tablet sulit untuk dilakukan. Anak biasanya akan menolak apabila diberikan sediaan tablet karena berbagai macam alasan diantaranya kesulitan dalam
Gambar 4. Distribusi Rute Pemberian Antibiotika di Bangsal Anak Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul selama Periode Januari-Juni 2014
menelan sediaan serta rasa dari sediaan tablet yang biasanya pahit. Untuk itu para tenaga kesehatan cenderung memberikan sediaan injeksi pada pasien anak
dimana sediaan injeksi ini biasanya dapat langsung dimasukkan melalui cairan infus atau melalui conecta yang terpasang pada set infus Shea et al., 2001.
Kedua, rute pemberian oral seharusnya menjadi pilihan pertama untuk terapi infeksi yang tergolong ringan contohnya seperti bronkitis, tonsilofaringitis,
cystitis , ISK yang tidak menetap dan berulang, dan diare bakterial. Rute
pemberian secara intravena biasanya digunakan untuk terapi infeksi yang tergolong sedang sampai berat Kemenkes RI, 2011. Pada penelitian ini, banyak
ditemukan penyakit infeksi pada pasien anak rawat inap yang kategorinya tergolong sedang sampai berat. Berdasarkan studi literatur, penyakit infeksi
seperti pneumonia, sepsis, ensefalitis bakterial, penyakit paru kronis, meningitis, kandidasis dan ureterolitis merupakan penyakit infeksi yang termasuk dalam
kategori penyakit infeksi yang sedang sampai berat Reed and Glover., 2005; Hardman and Limbird., 2012. Pemberian antibiotika secara intravena lebih
dipilih untuk penyakit infeksi kategori sedang sampai dengan berat dikarenakan onsetnya cepat dan bioavailibilitas sediaan yang diberikan melalui rute intravena
lebih tinggi daripada rute pemberian oral. Onset yang cepat dan bioavailibilitas yang tinggi akan menyebabkan efek aksi antibiotika dalam menghambat atau
menbunuh kuman penyebab infeksi akan lebih maksimal Hakim, 2012. Banyaknya jumlah penyakit infeksi yang ditemukan seperti pneumonia, sepsis,
bronkopneumonia pada penelitian ini menyebabkan rute pemberian antibiotika secara intravena banyak dilakukan.
Identifikasi terhadap rute pemberian antibiotika penting untuk dilakukan karena beberapa antibiotika memiliki nilai standar DDD WHO berbeda untuk
masing-masing rute pemberian. Salah satu contoh adalah nilai standar DDD untuk siprofloksasin, pada pemberian secara parenteral siprofloksasin memiliki nilai
standar sebesar 1, namun pada pemberian secara per-oral siprofloksasin memiliki nilai standar sebesar 0,5. Adanya perbedaan nilai standar dari masing-masing rute
pemberian untuk satu jenis antibiotika nantinya akan berpengaruh terhadap penentuan tinggi rendahnya nilai DDD dari suatu antibiotika yang diperoleh.
Penentuan tinggi rendahnya nilai DDD dari suatu antibiotika ditentukan oleh perbandingan nilai DDD yang diperoleh dengan nilai DDD standar yang telah
ditetapkan. Nilai DDD dari suatu antibiotika dikatakan tinggi apabila nilai DDD yang diperoleh lebih besar dari nilai DDD standar yang telah ditetapkan WHO,
2012. Bentuk sediaan yang paling sering digunakan dalam penelitian ini adalah
bentuk sediaan injeksi dengan presentase sebesar 69,1. Presentase pemakaian bentuk sediaan antibiotika tercantum pada Gambar 5. Tingginya penggunaan
bentuk sediaan injeksi disebabkan karena banyaknya rute pemakaian intravena yang digunakan dalam pemberian antibiotika.
69,1 28,8
2,1
Injeksi Tablet
Sirup N = 483
Dari 483 pola peresepan antibiotika yang telah diresepkan, diperoleh karakteristik aturan pemakaian antibiotika yang paling banyak diresepkan adalah
3 x sehari dengan presentase 63,6. Gambaran distribusi aturan pemakaian antibiotika yang diresepkan pada pasien anak dapat dilihat pada Gambar 6.
Aturan pemakaian antibiotika menggambarkan frekuensi penggunaan antibiotika yang digunakan pasien per hari. Semakin tinggi frekuensi antibiotika
yang digunakan dalam satu hari, maka akan menyebabkan dosis penggunaan antibiotika semakin besar. Meningkatnya dosis akan berpengaruh pada jumlah
gram antibiotika yang diterima oleh pasien. Semakin besar jumlah gram antibiotika yang digunakan akan memungkinkan menyebabkan nilai DDD dan
PDD dari suatu jenis antibiotika semakin besar pula WHO, 2012. Gambar 5. Frekuensi dan Presentase Pemakaian Bentuk Sediaan Antibiotika di
Bangsal Anak Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Januari sampai Juni 2014
0,2 30,4
63,6 5,8
1 x sehari 2 x sehari
3 x sehari 4 x sehari
N = 483
Lama penggunaan antibiotika di RSUD Panembahan Senopati Bantul yaitu antara 1 sampai 15 hari. Lama penggunaan antibiotika kemudian dibagi
menjadi tiga kelompok yaitu lama penggunaan antibiotika 1 sampai 5 hari, lama penggunaan antibiotika 6 sampai 10 hari dan lama penggunaan antibiotika 11
sampai 15 hari. Data mengenai lama penggunaan antibiotika dari setiap pasien menunjukkan bahwa lama penggunaan antibiotika selama 1 sampai 5 hari
merupakan waktu lama penggunaan antibiotika yang paling sering ditemui di bangsal anak dengan presentase sebesar 82,2. Distribusi lama penggunaan
antibiotika tercantum pada Gambar 7. Lama penggunaan antibiotika untuk sebagian besar penyakit infeksi
adalah selama 3-7 hari Kemenkes RI, 2011. Pada penelitian ini lama penggunaan antibiotika yang paling sering ditemukan adalah selama 1-5 hari.
Terdapat beberapa faktor kemungkinan yang mempengaruhi besarnya temuan lama penggunaan antibiotika 1 sampai 5 hari diantaranya : pertama, banyak
antibiotika diresepkan dengan tujuan sebagai terapi empiris. Pada kasus terapi Gambar 6. Distribusi Aturan Pemakaian Antibiotika di Bangsal Anak Rawat Inap
RSUD Panembahan Senopati Periode Januari sampai Juni 2014
empiris digunakan antibiotika dengan spektrum luas seperti antibiotika golongan sefalosporin atau penisilin dengan lama pemakaian antibiotika adalah 2 sampai 3
hari Permenkes, 2011. Pada penelitian ini ditemukan bahwa golongan sefalosporin dan penisilin merupakan antibiotika yang paling banyak diresepkan,
hal ini ikut berkontribusi terhadap besarnya jumlah pemakaian antibiotika yang digunakan dengan lama pemakaian 1 sampai 5 hari.
Kedua, lama pemberian antibiotika untuk sebagian besar penyakit infeksi contohnya seperti pneumonia, bronkopneumonia, cystitis, sepsis, dan ISK adalah
3 sampai dengan 7 hari Coyle and Prince, 2005; Finch, 2010; Kemenkes RI, 2011. Hal ini juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya
jumlah pemakaian antibiotika yang digunakan dengan lama pemakaian 1 sampai dengan 5 hari, mengingat penyakit pneumonia dan bronkopneumonia termasuk
penyakit infeksi yang banyak ditemui pada penelitian ini. Lama penggunaan antibiotika juga dapat berpengaruh terhadap hasil nilai
PDD dan DDD. Semakin lama waktu penggunaan antibiotika pada saat pasien menjalani rawat inap maka semakin besar dosis antibiotika yang diterima oleh
pasien tersebut. Semakin besarnya dosis antibiotika yang digunakan oleh pasien per harinya akan memiliki kemungkinan untuk menyebabkan nilai DDD dan PDD
dari suatu jenis antibiotika akan semakin besar pula WHO, 2012.
82,2 17,6
0,2
1 sampai 5 hari 6 sampai 10 hari
11 sampai 15 hari N = 483
Pembagian lama rawat inap didasarkan pada studi dari beberapa literatur dimana lama pengobatan serta perawatan untuk sebagian besar penyakit infeksi
sampai dengan pasien diperbolehkan keluar dari rumah sakit adalah sekitar 5 sampai dengan 7 hari Kemenkes, 2011. Pembagian interval dilakukan dengan
membagi lama rawat inap menjadi beberapa interval dengan jarak interval adalah 7 hari, sehingga lama rawat inap dibagi menjadi interval ≤ 7 hari satu minggu,
8≤ lama rawat inap 15 hari atau 2 minggu, 15 ≤ lama rawat 22 hari tiga minggu. Frekuensi lama hari rawat inap terbanyak adalah lama rawat inap pasien
anak ≤ 7 hari dengan presentase sebesar 67,8. Distribusi lama rawat inap pasien dapat dilihat pada Gambar 8.
Selama periode Januari sampai dengan Juni 2014, tercatat total lama rawat inap dari 239 pasien adalah 1346 hari. Total rawat inap pasien anak pada
penelitian ini digunakan dalam perhitungan DDD dimana total lama rawat inap akan digunakan sebagai pembagi bersama nilai standar DDD WHO, jumlah
tempat tidur, bed occupation rate BOR, dan jumlah hari dalam periode tertentu. Gambar 7. Distribusi Lama Penggunaan Antibiotika di Bangsal Anak Rawat
Inap RSUD Panembahan Senopati Periode Januari sampai Juni 2014
67,8 30,5
1,7
Lama rawat inap ≤ 7 hari 8 ≤ lama rawat inap 15 hari
15 ≤ lama rawat inap 22 hari N = 239
Berdasarkan rumusan dari metode DDD, nilai total lama rawat inap berbanding terbalik dengan hasil nilai DDD yang akan didapat. Nilai DDD yang didapat akan
semakin kecil apabila nilai total lama rawat inap pasien semakin besar. Akan tetapi besarnya nilai total lama rawat inap tidak selalu berarti nilai DDD akan
lebih kecil dan sesuai standar. Hal ini dapat terjadi karena pada kenyataannya berdasarkan beberapa penelitian banyak ditemukan penggunaan antibiotika yang
tidak rasional sehingga menimbulkan pemakaian yang berlebihan Hadi et al, 2008.
Temuan terhadap tingginya persentase untuk lama rawat inap ≤ 7 hari,
sesuai dengan hasil dari studi literatur yang telah didapatkan, dimana lama pengobatannya serta perawatannya sampai dengan pasien diperbolehkan keluar
dari rumah sakit adalah sekitar 5 sampai dengan 7 hari untuk sebagian besar penyakit infeksi. Beberapa penyakit infeksi yang ditemukan sebagai penyakit
utama pada penelitian ini seperti pneumonia, diare, demam dengan kejang, Gambar 8. Distribusi Jumlah Pasien Anak Berdasarkan Lama Rawat Inap di
Bangsal Anak RSUD Panembahan Senopati Periode Januari sampai Juni 2014
nasofaringitis, dan ISK dan penyakit utama lain yang jumlahnya kecil seperti tonsilofaringitis akut, bronkiolitis, suspect demam tifoid, cystitis, dan otitis
media memiliki rata- rata lama rawat inap ≤7 hari Kemenkes, 2011.
C. Nilai PDD dan DDD 100 bed-days