Evaluasi penggunaan antibiotika berdasarkan metode Prescribed Daily Dose (PDD) pada pasien anak rawat inap di Bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Januari - Juni 2013.

(1)

INTISARI

Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang sering terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia. Obat yang biasanya digunakan untuk mengobati penyakit infeksi yang ditimbulkan oleh bakteri adalah antibiotika. Penggunaan antibiotika masih sangat tinggi di Indonesia, data yang ditemukan sebesar 76% penggunaan antibiotika pada peresepan untuk pasien anak ditemukan di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Tingginya peresepan antibiotika yang ditujukan untuk pasien anak dapat menimbulkan potensi terjadinya ketidakrasionalan penggunaan antibiotika. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai Prescribed Daily Dose (PDD) penggunaan antibiotika pada pasien anak di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Januari-Juni 2013.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif dengan menggunakan data kuantitatif dan pengambilan data secara retrospektif. Terdapat 249 rekam medik yang memenuhi kriteria inklusi selama periode Januari - Juni 2013. Data yang diambil meliputi identitas pasien, diagnosa penyakit dan peresepan antibiotika. Data diolah secara deskriptif dan data kuantitatif penggunaan antibiotika dihitung dengan menggunakan rumus PDD.

Selama periode penelitian, penyakit yang paling banyak ditemukan adalah pneumonia (20,9%). Terdapat 24 jenis antibiotika yang diresepkan untuk pasien anak. Antibiotika yang paling banyak diresepkan adalah golongan sefalosporin generasi ketiga dengan jumlah peresepan sebesar 170, golongan beta laktam (penisilin)dengan jumlah peresepan sebesar 120, golongan aminoglikosida dengan jumlah peresepan sebesar 109 dan golongan beta laktam lainnya dengan jumlah peresepan sebesar 37. Selanjutnya golongan antibiotika tersebut dihitung dengan menggunakan metode PDD. Hasil yang diperoleh, total nilai PDD untuk golongan beta laktam (penisilin) sebesar 5,92, total nilai PDD golongan sefalosporin generasi ketiga sebesar 13,59, total nilai PDD golongan aminoglikosida sebesar 0,94 dan total nilai PDD golongan beta laktam lainnya sebesar 1,16.


(2)

ABSTRACT

Infectious disease is one of the major health problems that often occur in developing countries, including Indonesia. The medicine normally used to treat infections caused by bacteria is antibiotic. The use of antibiotics is still very high in Indonesia, the data found 76% of using antibiotics in prescriptions for pediatric patients was found in RSUP Dr. Kariadi Semarang. The high of antibiotic prescribing intended for pediatric patients may pose an irrationality potential of using antibiotic. This research is aimed to describe the Prescribed Daily Dose (PDD) value of using antibiotics in pediatric patients in the ward INSKA II RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta in January - June period, 2013.

This research wasa descriptive observationalstudy by usingquantitative dataanddata retrievalretrospectively. There were249medic recordswhichmet the inclusion criteriaduring January - Juneperiod, 2013. The taken dataincludedthe patient‘s identity, the diagnosis ofdiseaseandprescribingantibiotics. The dataprocessedby descriptiveandquantitative dataof using antibioticcalculated by using thePDD formula.

During theresearch period, the disease mostcommonly foundwaspneumonia(20.9%). There were24types ofantibioticsprescribedfor pediatric patients. The most prescribedantibiotics was third generation cephalosporin category with the prescriptionamountof 170, the beta-lactam category (penicillin) by the number ofprescriptionsamountof 120, aminoglycoside category with the number ofprescriptionamountof 109 and the otherbeta-lactam category withthe prescription numberamountof 37.Afterward the antibioticcategory was calculated by using PDD method. The results obtained, the PDD value totalforbeta-lactam category (penicillin) was amountof 5.92, the PDD value total for the third-generation of cephalosporins category was amountof 13.59, and the PDD value totalof aminoglycosides category was amountof 0.94andthe PDD value totalof the otherbeta-lactamcategory was amountof 1.16. Keywords: antibiotics, PrescribedDaily Dose(PDD), pediatric patients.


(3)

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA BERDASARKAN METODE PRESCRIBED DAILY DOSE (PDD) PADA PASIEN ANAK RAWAT INAP

DI BANGSAL INSKA II RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE JANUARI - JUNI 2013

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Oleh:

Ni Putu Ully Villianova NIM : 118114159

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015


(4)

i

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA BERDASARKAN METODE PRESCRIBED DAILY DOSE (PDD) PADA PASIEN ANAK RAWAT INAP

DI BANGSAL INSKA II RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE JANUARI - JUNI 2013

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Oleh:

Ni Putu Ully Villianova NIM : 118114159

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015


(5)

ii


(6)

iii


(7)

iv

Halaman Persembahan

Om Dewa Suksma Parama Acintya Ya Namah Swaha “Om Santih Santih Santih Om”

Suatu kerja keras terbayar sudah, proses yang dijalani selama ini akhirnya membuahkan hasil yang manis. Percayalah, jika kau bersungguh-sungguh

dan selalu bekerja bekerja keras, Tuhan akan selalu menyertai jalanmu. Tetaplah semangat.

Karya ini kupersembahkan untuk :

Tuhanku, “Ida Sang Hyang Widhi Wasa” sebagai pelindung dan sumber

kekuatanku….. Kedua orang tuaku, apacna dan amacna tercinta yang selalu memotivasi tanpa

kenal lelah….. Kedua adik kandungku tersayang, dodolina dan ecina yang selalu memberikan

dukungan serta semangat…..

Ibu Aris Widayati sebagai dosen pembimbing yang selalu membimbing dengan sabar…. Sahabat dan teman-teman seperjuangan Yolanda, Yudhi, Ratna, Merna, Winda, Renia, Risna, dan seluruh teman-teman FKK-B dan Farmasi D 2011


(8)

v


(9)

vi


(10)

vii PRAKATA

Puja dan puji syukur saya haturkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas semua berkat-Nya dalam hidup penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Penggunaan Antibiotika Berdasarkan Metode Prescribed Daily Dose (PDD) pada Pasien Anak Rawat Inap di Bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Januari - Juni 2013” dengan baik dan tepat waktu.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa dalam pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini sangatlah sulit untuk menyelesaikannya tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Bersama ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dekan Fakultas Farmasi Sanata Dharma yang telah memberikan sarana dan prasarana kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

2. Staf karyawan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta bagian pendidikan dan pelatihan (DIKLIT) yang telah membantu dalam proses perijinan penelitian dan administrasi.

3. Staf karyawan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta bagian ICM (Instalasi Catatan Medik) yang telah membantu dalam proses pengumpulan data penelitian.

4. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. selaku dosen pembimbing utama atas segala dukungan, motivasi serta kesabarannya dalam membimbing selama proses penelitian dan penyusunan skripsi. 5. Ibu Dr. Rita Suhadi, M.Si., Apt. dan Ibu Dita Maria Virginia, M.Sc.,

Apt. selaku dosen penguji atas segala saran yang diberikan dalam upaya memperbaiki skripsi.


(11)

viii

6. Orang tua beserta keluarga besar penulis yang senantiasa memberikan motivasi dalam bentuk dukungan moral dan material sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.

7. Sahabat seperjuangan Yolanda Novia Widyawati yang selalu setia mendukung dan menyemangati, Yudhi Acob Fambawa yang selalu mengingatkan untuk mengerjakan skripsi dan teman-teman kelompok skripsi Ratna, Mirah, dan Iin yang selalu mendukung satu sama lain. Tidak lupa seluruh teman-teman, Winda, Merna, Risna, Reni, dan keluarga besar FKK-B, FSM-D 2011 serta seluruh angkatan 2011 yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu, terimakasih atas cinta kasih pertemanan kalian hingga saat ini.

Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, serta dapat menjadi acuan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

Yogyakarta, 9 Juni 2015


(12)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

INTISARI ... xiv

ABSTRACT ... xv

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Rumusan masalah ... 4

2. Keaslian penelitian ... 4

3. Manfaat penelitian ... 8

B. Tujuan Penelitian ... 9

1. Tujuan umum ... 9


(13)

x

Halaman

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 10

A. Definisi Antibiotika ... 10

B. Penggolongan Antibiotika ... 10

C. Penggunaan Antibiotika ... 13

D. Penggunaan Antibiotika Secara Rasional ... 14

E. Penggunaan Antibiotika pada Pasien Anak ... 17

F. Pengukuran Kuantitas Penggunaan Antibiotika ... 20

G. Keterangan Empiris ... 22

BAB III METODE PENELITIAN ... 23

A. Jenis dan Rancangan Penelitian... 23

B. Tempat Penelitian ... 23

C. Variabel Penelitian ... 23

D. Definisi Operasional ... 24

E. Bahan Penelitian ... 25

F. Alat Penelitian ... 25

G. Perhitungan Sampel dan Teknik Sampling ... 26

H. Tata Cara Penelitian ... 28

1. Tahap orientasi dan studi pendahuluan ... 28

2. Tahap pengambilan data ... 29

3. Pengolahan data ... 29

I. Tata Cara Analisis Data dan Penyajian ... 30


(14)

xi

Halaman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

A. Pola Penyakit ... 34

B. Peresepan Antibiotika ... 36

C. Nilai Prescribed Daily Dose (PDD) ... 39

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

A. Kesimpulan ... 47

B. Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49

LAMPIRAN ... 54


(15)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel I. Rangkuman Penelitian Serupa dan Perbedaaannya dengan Penelitian yang Akan Dilakukan ... 4 Tabel II. Penggolongan Antibiotika Berdasarkan Struktur Kimia ... 11 Tabel III. Distribusi Sepuluh Teratas Penyakit Utama Pada Pasien Anak di Bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito Periode Januari – Juni 2013 ... 35 Tabel IV. Distribusi Sepuluh Teratas Penyakit Penyerta Pada Pasien Anak di Bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito Periode Januari - Juni 2013 36 Tabel V. Frekuensi dan Persentase Penggunaan Antibiotika pada Pasien Anak Rawat Inap di Bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito Periode Januari - Juni 2013 Berdasarkan Golongan dan Jenis Antibiotika .. 37 Tabel VI. Nilai Prescribed Daily Dose (PDD) J01CA dan J01DD Berdasarkan Berat Badan Selama Periode Januari - Juni 2013 ... 40


(16)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Lembar/Form Data Dasar Pasien ... 55 Lampiran 2. Lembar/Form Data Penggunaan Antibiotika ... 55 Lampiran 3. Perhitungan Sampel dengan Menggunakan Software Sample Size Calculator... 56 Lampiran 4. Surat Izin Penelitian dari RSUP Dr. Sardjito ... 57 Lampiran 5. Ethical Clearance ... 58


(17)

xiv INTISARI

Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang sering terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia. Obat yang biasanya digunakan untuk mengobati penyakit infeksi yang ditimbulkan oleh bakteri adalah antibiotika. Penggunaan antibiotika masih sangat tinggi di Indonesia, data yang ditemukan sebesar 76% penggunaan antibiotika pada peresepan untuk pasien anak ditemukan di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Tingginya peresepan antibiotika yang ditujukan untuk pasien anak dapat menimbulkan potensi terjadinya ketidakrasionalan penggunaan antibiotika. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai Prescribed Daily Dose (PDD) penggunaan antibiotika pada pasien anak di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Januari-Juni 2013.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif dengan menggunakan data kuantitatif dan pengambilan data secara retrospektif. Terdapat 249 rekam medik yang memenuhi kriteria inklusi selama periode Januari - Juni 2013. Data yang diambil meliputi identitas pasien, diagnosa penyakit dan peresepan antibiotika. Data diolah secara deskriptif dan data kuantitatif penggunaan antibiotika dihitung dengan menggunakan rumus PDD.

Selama periode penelitian, penyakit yang paling banyak ditemukan adalah pneumonia (20,9%). Terdapat 24 jenis antibiotika yang diresepkan untuk pasien anak. Antibiotika yang paling banyak diresepkan adalah golongan sefalosporin generasi ketiga dengan jumlah peresepan sebesar 170, golongan beta laktam (penisilin)dengan jumlah peresepan sebesar 120, golongan aminoglikosida dengan jumlah peresepan sebesar 109 dan golongan beta laktam lainnya dengan jumlah peresepan sebesar 37. Selanjutnya golongan antibiotika tersebut dihitung dengan menggunakan metode PDD. Hasil yang diperoleh, total nilai PDD untuk golongan beta laktam (penisilin) sebesar 5,92, total nilai PDD golongan sefalosporin generasi ketiga sebesar 13,59, total nilai PDD golongan aminoglikosida sebesar 0,94 dan total nilai PDD golongan beta laktam lainnya sebesar 1,16.


(18)

xv ABSTRACT

Infectious disease is one of the major health problems that often occur in developing countries, including Indonesia. The medicine normally used to treat infections caused by bacteria is antibiotic. The use of antibiotics is still very high in Indonesia, the data found 76% of using antibiotics in prescriptions for pediatric patients was found in RSUP Dr. Kariadi Semarang. The high of antibiotic prescribing intended for pediatric patients may pose an irrationality potential of using antibiotic. This research is aimed to describe the Prescribed Daily Dose (PDD) value of using antibiotics in pediatric patients in the ward INSKA II RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta in January - June period, 2013.

This research was a descriptive observational study by using quantitative data and data retrieval retrospectively. There were 249 medic records which met the inclusion criteria during January - June period, 2013. The taken data included the patient‘s identity, the diagnosis of disease and prescribing antibiotics. The data processed by descriptive and quantitative data of using antibiotic calculated by using the PDD formula.

During the research period, the disease most commonly found was pneumonia (20.9%). There were 24 types of antibiotics prescribed for pediatric patients. The most prescribed antibiotics was third generation cephalosporin category with the prescription amount of 170, the beta-lactam category (penicillin) by the number of prescriptions amount of 120, aminoglycoside category with the number of prescription amount of 109 and the other beta-lactam category with the prescription number amount of 37. Afterward the antibiotic category was calculated by using PDD method. The results obtained, the PDD value total for beta-lactam category (penicillin) was amount of 5.92, the PDD value total for the third-generation of cephalosporins category was amount of 13.59, and the PDD value total of aminoglycosides category was amount of 0.94 and the PDD value total of the other beta-lactam category was amount of 1.16.


(19)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang sering terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia dan menurut data yang diperoleh dari World Health Statistics menunjukkan bahwa penyakit infeksi menjadi penyebab 70% kematian anak dibawah umur lima tahun (Hadi et al, 2008). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi DIY (2012), pada kelompok umur balita masih banyak didominasi oleh penyakit-penyakit yang disebabkan oleh infeksi diantaranya adalah diare. Laporan profil kabupaten atau kota Yogyakarta menunjukkan bahwa balita dan anak-anak yang menderita diare selama tahun 2012 mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan tahun 2011, yaitu dari 64.857 menjadi 74.689 kasus dilaporkan menderita diare. Dilaporkan juga kasus pneumonia yang terjadi selama tahun 2012, jumlah balita yang menderita pneumonia mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan tahun 2011 yaitu dari 1.739 menjadi 2.936 kasus pneumonia (Dinkes DIY, 2013).

Obat yang biasanya digunakan untuk mengobati infeksi yang ditimbulkan oleh bakteri adalah antibiotika (Darmansjah, 2008). Berdasarkan data yang dihimpun dari Departemen Kesehatan (2011), penggunaan antibiotika masih sangat tinggi dibanyak provinsi di Indonesia dengan persentase lebih dari 80%. Penelitian yang dilakukan oleh Antimicrobial Resistence in Indonesia (AMRIN) (2005) mengemukakan bahwa sebesar 76% penggunaan antibiotika pada


(20)

peresepan untuk pasien anak ditemukan di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Tingginya peresepan antibiotika yang ditujukan untuk pasien anak dapat menimbulkan potensi terjadinya ketidakrasionalan penggunaan antibiotika. Permasalahan dari penggunaan antibiotika yang tidak rasional adalah timbulnya resistensi bakteri dan potensi efek samping obat yang berbahaya bagi pasien serta dapat meningkatkan beban biaya bagi pasien (Nelwan, 2007). Penggunaan antibiotika yang tidak rasional telah lama diamati dibeberapa rumah sakit di Indonesia seperti di RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta terdapat 78,6% penggunaan antibiotika untuk profilaksis bedah yang tidak rasional dalam hal indikasi ataupun lama pemberian. Penelitian lainnya di RS Dr. Soetomo Surabaya dan RSUP Dr. Kariadi Semarang pada tahun 2002 terdapat 60% penggunaan antibiotika yang tidak rasional (Dertarini, 2009).

Tingginya risiko yang timbul dari penggunaan antibiotika yang tidak rasional dan melihat bahwa penggunaan antibiotika pada pasien anak memerlukan perhatian khusus yang disebabkan daya tahan tubuh pasien anak lebih rentan apabila dibandingkan dengan pasien dewasa, maka perlu dilakukan suatu program evaluasi penggunaan antibiotika yang konkuren dan prospektif terus-menerus untuk mengkaji serta menyempurnakan mutu terapi antimikroba (Siregar, 2005).

Sebelumnya telah dilakukan penelitian oleh Carolina (2014) mengenai evaluasi pengunaan antibiotika berdasarkan metode Defined Daily Dose (DDD) pada pasien anak di RSUP Dr. Sardjito selama periode Januari - Juni 2013. Hasil yang diperoleh adalah nilai DDD untuk beberapa antibiotika melebihi standar yang telah ditetapkan oleh WHO. Metode DDD sebenarnya ditujukan untuk


(21)

pasien dewasa, akan tetapi metode DDD juga sering digunakan untuk menghitung kuantitas penggunaan antibiotika pada pasien anak dengan syarat terdapat indikasi dan dosis pada populasi anak (WHO, 2013). Metode DDD juga tidak dapat menggambarkan penggunaan obat yang sebenarnya karena metode DDD tidak memperhatikan usia, berat badan pasien dan pertimbangan farmakokinetika obat (WHO, 2011). Oleh karena itu perlu dilakukan suatu kombinasi metode evaluasi penggunaan antibiotika dengan menggunakan metode Prescribed Daily Dose (PDD) untuk mengetahui rata-rata dosis antibiotika yang sebenarnya diresepkan. Menurut WHO (2013) pemberian dosis untuk pasien anak harus disesuaikan dengan usia dan berat badan. Pasien anak yang memiliki berat badan lebih besar akan menerima dosis yang lebih besar bila dibandingkan dengan pasien anak yang memiliki berat badan yang lebih rendah. Hal tersebut mendukung bahwa metode PDD pada penelitian ini dapat menggambarkan ketepatan penggunaan dosis antibiotika yang sebenarnya disesuaikan dengan berat badan masing-masing pasien anak yang menerima peresepan antibiotika.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi penggunaan antibiotika berdasarkan metode Prescribed Daily Dose (PDD) pada pasien anak rawat inap di bangsal INSKA (Instalasi Kesehatan Anak) II RSUP Dr. Sardjito dengan menggunakan data rekam medik pada periode Januari - Juni 2013 yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Carolina (2014). Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat digunakan untuk mendeskripsikan profil kuantitas penggunaan antibiotika serta dapat menjadi bahan evaluasi bagi RSUP Dr.


(22)

Sardjito dimana penelitian ini dilaksanakan sehubungan dengan kuantitas penggunaan antibiotika.

1. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, diperolehtiga rumusan masalah dalam penelitian ini terkait penggunaan antibiotika pada pasien anak rawat inap di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito selama periode Januari - Juni 2013. Rumusan masalah tersebut sebagai berikut:

a. Seperti apakah gambaran pola penyakit pasien anak yang menerima peresepan antibiotika di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito selama periode Januari – Juni 2013?

b. Seperti apakah gambaran peresepan antibiotika untuk pasien anak di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito selama periode Januari – Juni 2013?

c. Seperti apakah kajian kuantitas penggunaan antibiotika untuk pasien anak di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito pada periode Januari – Juni 2013 berdasarkan metode Prescribed Daily Dose (PDD) dan disesuaikan berdasarkan kategori berat badan?

2. Keaslian penelitian

Penelitian mengenai Evaluasi Penggunaan Antibiotika dengan Metode Prescribed Daily Dose (PDD) pada Pasien Anak Rawat Inap di Bangsal Anak RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Januari - Juni 2013 sejauh penelusuran belum pernah dilakukan. Terdapat beberapa penelitian terkait yang pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian serupa tersebut dan perbedaannya dengan penelitian ini disajikan dalam Tabel I.


(23)

Tabel I. Rangkuman Penelitian Serupa dan Perbedaaannya dengan Penelitian yang Akan Dilakukan

Peneliti Tahun Judul Perbedaan Hasil

Wardani 2010

Perbandingan Prescribed Daily Dose dengan Defined Daily Dose pada Peresepan Antibiotika di Apotek Wilayah Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010 Metode evaluasi, subyek penelitian, lokasi penelitian dan waktu penelitian

PDD lebih besar daripada DDD pada antibiotika tetrasiklin, levofloksasin,

dan doksisiklin (100%), amoksiklaf (87%), amoksisilin (50%) sedangkan pada beberapa

jenis antibiotika lainnya PDD memiliki nilai lebih kecil daripada DDD yaitu

pada antibiotika gramisidin (99,70%), kloramfenikol (66,6%), kotrimoksazol (52%), sefadroksil, sefiksim, spiramisin dan metronidazole

masing-masing sekitar 50%, ampisilin (25%), azitromisin (16,66%) dan

linkomisin (16,66%)

Marthilia 2011

Perbedaan Antara Prescribed Daily Dose dengan WHO Defined Daily Dose pada Peresepan Antibiotik untuk Pasien Rawat Jalan Di Puskesmas Jetis Yogyakarta Metode evaluasi, subyek penelitian, lokasi penelitian dan waktu penelitian

Terdapat perbedaan antara DDD dan PDD (50%), untuk amoksisilin lebih

besar besar (50%), doksisiklin lebih besar (100%) dan kotrimoksasol

lebih kecil (20%) dan terdapat perbedaan urutan

kuantitas penggunaan untuk kotrimoksasol dan doksisiklin. Berdasarkan

perhitungan DDD doksisiklin (2,1%) diurutan kelima dan kotrimoksazol (1,5%)

diurutan keenam, sedangkan berdasarkan

perhitungan PDD kotrimoksazol (2,61%)

diurutan kelima, dan doksisiklin (1,46%) berada diurutan keenam


(24)

… Lanjutan Tabel I.

Peneliti Tahun Judul Perbedaan Hasil

Aji 2011

Gambaran Perbedaan Antara Prescribed Daily Dose dengan WHO Defined Daily Dose pada Peresepan Antibiotik Pasien Rawat Jalan di Puskesmas Ngaglik I Sleman Yogyakarta Metode evaluasi, subyek penelitian, lokasi penelitian dan waktu penelitian

Nilai PDD tidak sama dengan nilai DDD untuk

antibiotika amoksisilin dan kotrimoksazol, nilai

PDD amoksisilin 50% lebih besar dari nilai DDD

WHO, serta nilai PDD kotrimoksazol 20% lebih

kecil dari nilai DDD WHO

Utami 2011

Perbedaan Prescribed Daily Dose dengan WHO Defined Daily Dose pada Peresepan Antibiotik Untuk Pasien Rawat Jalan di Puskesmas Sedayu I Bantul Yogyakarta Metode evaluasi, subyek penelitian, lokasi penelitian dan waktu penelitian

Terdapat perbedaan antara DDD dan PDD pada seluruh antibiotika yaitu amoksisilin, eritromisin,

ketokonazol, kotrimoksazol, dan metronidazol namun dosis

yang diresepkan masih dalam kisaran dosis yang

disarankan kecuali kloramfenikol dan


(25)

… Lanjutan Tabel I.

Peneliti Tahun Judul Perbedaan Hasil

Wijayanti 2009

Studi Tentang Gambaran Perbedaan Antara Prescribed Daily Dose dengan WHO Defined Daily Dose pada Peresepan Antibiotik untuk Pasien Rawat Jalan di Puskesmas Ngemplak I Sleman Yogyakarta Selama Tahun 2009 Metode evaluasi, subyek penelitian, lokasi penelitian dan waktu penelitian

PDD dan DDD tidak sama pada amoksisilin dan

kotrimoksazol. PDD amoksisilin 50% lebih

besar dari DDD, serta PDD kloramfenikol 10%

lebih kecil dari DDD. Untuk antibiotika

siprofloksasin, metronidazol, dan eritromisin tidak terdapat

perbedaan antara DDD dan PDD. Berdasarkan perbandingan kuantitatif

yang dihitung dengan satuan DDD dan PDD, amoksisilin tetap menjadi

urutan pertama dengan nilai DDD/1000 KPRJ 681,09 dan PDD/1000 KPRJ 454,06 selanjutnya

kotrimoksazol, siprofloksasin, metronidazol, eritromisin,

dan kloramfenikol

Carolina 2014

Evaluasi Penggunaan Antibiotika dengan Metode DDD (Defined Daily Dose) pada Pasien Anak di Rawat Inap Bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Januari-Juni 2013 Metode evaluasi Ampisilin merupakan jenis antibiotika yang paling sering diresepkan dengan persentase 13,9%

dengan nilai DDD tertinggi yaitu 10,33. Terdapat beberapa jenis

antibiotika yang nilai DDD-nya melebihi standar nilai DDD WHO


(26)

… Lanjutan Tabel I.

Peneliti Tahun Judul Perbedaan Hasil

Porta 2012

Comparing Neontal and Paediatric Antibiotic Precsribing Between Hospitals: a New Algorithm to Help International Benchmarking Metode evaluasi, subyek penelitian, lokasi penelitian dan waktu penelitian

Total dari 1217 antibiotika yang ditemukan, terdapat

47 jenis antibiotika yang digunakan. Proporsi

peresepan tertinggi ditemukan pada golongan

antibiotika jenis beta laktam (penisilin) dan sefalosporin. Total nilai

PDD yang diperoleh untuk golongan beta laktam sebesar 17,16 dan

total nilai PDD yang diperoleh untuk golongan

sefalosporin sebesar 12,10.

3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai data ilmiah untuk bahan pembelajaran dan data acuan untuk penelitian berikutnya yang masih ada kaitannya dengan evaluasi penggunaan antibiotika yang dikaji dari segi kuantitas penggunaan antibiotika.

b. Maanfaat praktis

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi bagi RSUP Dr. Sardjito, terkait dengan penggunaan antibiotika yang dikaji berdasarkan hasil perhitungan nilai Prescribed Daily Dose (PDD).


(27)

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Mengevaluasi penggunaan antibiotika pada pasien anak rawat inap di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada periode Januari - Juni 2013 dikaji dari segi kuantitas penggunaannya dengan menggunakan metode Prescribed Daily Dose (PDD).

2. Tujuan khusus

a. Mendeskripsikan gambaran pola penyakit pasien anak yang menerima peresepan antibiotika di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito selama periode Januari - Juni 2013?

b. Mendeskripsikan gambaran peresepan antibiotika yang diterima oleh pasien anak rawat inap di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito selama periode Januari-Juni 2013?

c. Mengkaji kuantitas penggunaan antibiotika menggunakan metode Prescribed Daily Dose (PDD) pada pasien anak rawat inap di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito selama periode Januari-Juni 2013 disesuaikan berdasarkan kelompok berat badan.


(28)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Definisi Antibiotika

Antibiotika merupakan zat kimiawi yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme atau dapat juga secara semisintesis, yang dalam mekanisme kerjanya dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroba jenis lain tetapi bersifat kurang toksik bagi pejamunya (Dorland, 2011). Pengertian lain dari antibiotika yaitu suatu zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau membunuh mikroba jenis lain (Sukandar, 2008). Sekarang ini, banyak antibiotika yang dibuat secara semisintetik ataupun secara sintetik penuh. Antibiotika dapat didefinisikan sebagai obat yang digunakan untuk membunuh mikroba, khususnya yang merugikan manusia. Obat yang digunakan untuk membunuh mikroba penyebab infeksi pada manusia ditentukan harus memiliki sifat toksisitas yang selektif setinggi mungkin, artinya obat tersebut haruslah bersifat sangat toksik bagi mikroba tetapi relatif tidak toksik bagi manusia (Setiabudy, 2007).

B. Penggolongan Antibiotika

Penggolongan antibiotika dapat diklasifikasikan berdasarkan empat mekanisme, yaitu berdasarkan aktivitas antibiotika, struktur kimia antibiotika, sifat toksisitas selektif, dan mekanisme aksi antibiotika.


(29)

a. Berdasarkan aktivitas antibiotika

Berdasarkan aktivitasnya, antibiotika dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu antibiotika berspektrum luas (Broad Spectrum) dan antibiotika berspektrum sempit (Narrow Spectrum). Definisi antibiotika berspektrum luas yaitu antibiotika yang dapat menghambat atau membunuh bakteri dari dua jenis golongan, seperti Gram-negatif ataupun Gram-positif. Antibiotika berspektrum sempit memiliki arti yaitu antibiotika yang hanya mampu menghambat satu jenis golongan bakteri, contohnya hanya mampu menghambat atau membunuh jenis bakteri dari Gram-negatif atau hanya dapat menghambat atau membunuh jenis bakteri dari Gram-positif (Pratiwi, 2008).

b. Berdasarkan struktur kimia antibiotika

Berdasarkan struktur kimianya, antibiotika dapat diklasifikasikan kedalam 10 golongan, yaitu sebagai berikut :

Tabel II. Penggolongan Antibiotika Berdasarkan Struktur Kimia (WHO, 2013)

Golongan

Antibiotika Jenis Antibiotika

Golongan penisilin Amoksisilin, ampisilin, metampisilin, bacampisilin Golongan

aminoglikosida

Streptomisin, tobramisin, gentamisin, kanamisin, neomisin

Golongan tetrasiklin Doksisiklin, tetrasiklin, minosiklin, oksitetrasiklin Golongan makrolida Eritromisin, spiramisin, klaritromisin

Golongan kuinolon Ofloksasin, siprofloksasin, levofloksasin, trovafloksasin

Golongan

sulfonamide Kotrimoksazol, trimetoprim, sulfametoksazol Golongan amfenikol Kloramfenikol, tiamfenikol


(30)

c. Berdasarkan toksisitas selektif

Berdasarkan sifat toksisitas selektifnya, antibiotika terdiri dari dua jenis yaitu bakteriostatik dan bakterisid. Antibiotika yang memiliki aktivitas bakteriostatik artinya memiliki sifat menghambat pertumbuhan mikroba, sedangkan antibiotika yang memiliki aktivitas bakterisid artinya memiliki sifat membunuh mikroba. Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat dan atau membunuh pertumbuhan mikroba biasanya disebut kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM). Pada antibiotika tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid apabila kadar antibiotika tersebut ditingkatkan melebihi KHM-nya (Gunawan et al., 2007).

d. Berdasarkan mekanisme aksi

Berdasarkan mekanisme aksi, antibiotika dapat dibagi menjadi lima kelompok yaitu sebagai berikut (Menteri Kesehatan RI, 2011) :

1) Menghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri, seperti beta laktam (penisilin, sefalosporin, monobaktam, karbapenem, inhibitor beta laktamase), basitrasin dan vankomisin.

2) Memodifikasi atau menghambat sintesis protein, misalnya aminoglikosida, kloramfenikol, tetrasiklin, makrolida (eritromisin, azitomisin, klaritromisin), klindamisin, mupirosin dan spektinomisin.

3) Menghambat enzim-enzim esensial dalam metabolisme folat, misalnya trimetoprin dan sulfonamid.


(31)

4) Mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat, misalnya kuinolon dan nitrofurantoin.

C. Penggunaan Antibiotika

Penggunaan antibiotika di klinik bertujuan membasmi bakteri yang menyebabkan infeksi. Penggunaan antibiotika ditentukan berdasarkan indikasi dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut (Setiabudy, 2007) :

1. Gambaran klinik penyakit infeksi yaitu efek yang ditimbulkan oleh adanya bakteri dalam tubuh hospes.

2. Efek terapi antibiotika pada penyakit infeksi diperoleh hanya sebagai akibat kerja antibiotika terhadap biomekanisme bakteri dan tidak terhadap biomekanisme tubuh hospes.

3. Antibiotika dapat dikatakan bukan merupakan obat penyembuh penyakit infeksi karena antibiotika dalam pengertian sebenarnya merupakan senyawa obat yang menyingkatkan waktu yang diperlukan tubuh hospes untuk sembuh dari suatu penyakit infeksi dengan cara menghambat bakteri penyebab penyakit infeksi.

Menurut Kakkilaya (2008), indikasi penggunaan antibiotika dapat digolongkan menjadi antibiotika untuk terapi definitif, terapi empiris dan terapi profilaksis. Penggunaan antibiotika berdasarkan jenis mikroorganisme penyebab yang telah teridentifikasi disebut dengan terapi definitif. Terapi empiris dilakukan pada kasus infeksi yang belum diketahui jenis bakteri penyebabnya dan seharusnya diberikan tidak lebih dari 72 jam, sedangkan terapi profilaksis


(32)

merupakan suatu terapi antibiotika yang diberikan untuk pencegahan pada pasien yang rentan terkena infeksi. Misalnya antibiotika profilaksis bedah, hanya dibenarkan untuk kasus dengan risiko infeksi pasca bedah yang tinggi. Waktu pemberian antibiotika profilaksis untuk bedah optimal pada 30 menit sebelum dilakukan insisi, misalnya saat induksi anastesi. Terapi profilaksis biasanya jenis antibiotika yang diberikan adalah antibiotika yang berspektrum sempit dan spesifik.

Klinisi tidak boleh memberikan terapi secara sembarangan tanpa mempertimbangkan indikasi pemberian ataupun menunda pemberian antibiotika. Pada beberapa kasus infeksi yang telah ditegakkan diagnosanya secara klinis, meskipun tanpa hasil pemeriksaan mikrobiologi, harus segera ditangani dan diberikan terapi antibiotika. Pada kasus infeksi yang tergolong gawat seperti sepsis, demam disertai neutropenia, dan meningitis bakterial terapi dengan menggunakan antibiotika tidak boleh ditunda walaupun belum diperoleh hasil dari pemeriksaan kultur mikrobiologinya (Leekha, Terrel, dan Edson, 2011).

D. Penggunaan Antibiotika Secara Rasional

Antibiotika hanya bekerja untuk mengobati penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika tidak bermanfaat untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh virus atau non bakterial lainnya (Agustina, 2001). Penggunaan obat secara rasional, termasuk antibiotika memiliki beberapa kriteria diantaranya sebagai berikut (Munaf dkk, 2004 dan WHO, 2001) :


(33)

1. Indikasi yang tepat, kriteria ini memerlukan penentuan diagnosis penyakit dengan tepat sehingga dapat diketahui efek klinis yang paling berperan terhadap manfaat terapi. Pada kriteria ini juga diperlukan pengobatan yang didasarkan atas keluhan individual serta hasil pemeriksaan fisik yang akurat. 2. Pemilihan jenis obat yang tepat, kriteria ini memerlukan pertimbangan

sebagai berikut :

a) Manfaat (efektivitas atau mutu obat telah terbukti secara pasti). b) Risiko pengobatan dipilih yang paling kecil untuk pasien dan

imbang dengan manfaat yang diperoleh.

c) Harga dan biaya obat. Diantaranya obat-obat alternatif dengan keamanan dan kemanfaatannya, obat yang dipilih adalah yang paling sesuai dengan kemampuan pasien.

d) Jenis obat yang dipilih tersedia di pasaran dan mudah didapat. e) Obat tunggal, atau kombinasinya sedikit mungkin.

3. Dosis dan cara pemakaian yang tepat. Cara pemberian obat memerlukan pertimbangan farmakokinetika yaitu : rute pemberian, besar dosis, frekuensi pemberian, dan lama pemberian sampai ke pemilihan cara pemakaian yang paling mudah diikuti pasien, aman dan efektif untuk pasien.

4. Pasien yang tepat, kriteria ini mencangkup pertimbangan apakah terdapat kontraindikasi, ataupun terdapat kondisi-kondisi khusus yang memerlukan penyesuaian dosis (misalnya adanya gangguan ginjal) yang memerlukan penyesuaian dosis secara individual.


(34)

5. Meminimalkan potensi efek samping obat dan alergi obat, dalam kriteria ini perlu dilakukan pertimbangan sebelum memberikan obat kepada pasien, apakah terdapat faktor-faktor yang memicu timbulnya efek samping obat ataupun alergi obat pada pasien atau tidak. Dalam penggunaan obat, harus selalu dipertimbangkan manfaat dan risiko pemberian suatu obat.

Untuk meningkatkan penggunaan antibiotika secara rasional, penggunaan antibiotika harus disesuaikan dengan formularium rumah sakit yaitu daftar obat yang telah disepakati dan informasinya yang harus diterapkan di rumah sakit (Depkes RI, 2008). Walaupun demikian, menurut data yang dihimpun dari Departemen Kesehatan (2011), penggunaan antibiotika masih sangat tinggi dibanyak provinsi di Indonesia dengan persentase lebih dari 80%. Penelitian yang dilakukan oleh Antimicrobial Resistence in Indonesia (AMRIN) (2005) mengemukakan bahwa sebesar 76% penggunaan antibiotika pada peresepan untuk pasien anak ditemukan di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Tingginya peresepan antibiotika yang ditujukan untuk pasien anak dapat menimbulkan potensi terjadinya ketidakrasionalan penggunaan antibiotika.

Survei penggunaan antibiotika yang dilakukan dibeberapa rumah sakit dan pusat kesehatan masyarakat banyak ditemukan penggunaan obat yang tidak rasional, dan obat-obatan yang paling banyak digunakan secara tidak rasional adalah antibiotika. Arti dari tidak rasional disini adalah antibiotika digunakan secara berlebihan, contohnya: penggunaan untuk indikasi yang tidak jelas dan penggunaan dosis yang tidak tepat sehingga akan memberikan dampak negatif. Adapun dampak negatif yang timbul dari penggunaan antibiotika yang tidak


(35)

rasional antara lain yaitu resitensi bakteri. Resistensi adalah suatu keadaan dimana mikroogranisme mempunyai kemampuan untuk menentang ataupun merintangi efek dari suatu antibiotika pada konsentrasi hambat minimal. Selain itu risiko lainnya yang dapat timbul dari penggunaan antibiotika yang tidak rasional adalah timbulnya efek samping obat dan toksisitas yang tidak perlu, mempercepat terjadinya resistensi, menyebarluasnya kejadian infeksi dengan kuman yang telah resisten, terjadinya risiko kegagalan terapi, bertambah berat dan lamanya penyakit pasien serta dapat meningkatnya biaya pengobatan yang dikeluarkan oleh pasien (Munaf et al, 2004). Hasil penilaian kualitas penggunaan antibiotika di RSUP Dr. Kariadi Semarang pada tahun 2002 diperoleh hasil sekitar 19-76% penggunaan antibiotika tidak terdapat indikasi, 9-45% penggunaan antibiotika tidak tepat (dilihat dari dosis, jenis dan lama pemberian) dan 1-8% penggunaan antibiotika tidak terdapat indikasi profilaksis (Dertarani, 2009).

E. Penggunaan Antibiotika pada Pasien Anak

Pasien anak merupakan salah satu populasi terbesar pengidap penyakit infeksi. Besarnya kejadian penyakit infeksi pada anak menyebabkan banyaknya peresepan antibiotika yang ditujukan untuk pasien anak guna menangani penyakit infeksi yang dialami oleh anak (Bauchner, 1999). Sebuah studi di dua kota besar di Indonesia yaitu di Semarang dan Surabaya menemukan bahwa terdapat 76% peresepan antibiotika ditujukan untuk kelompok pasien anak (Hadi et al, 2008).

Semua usia pada pasien anak dalam kategorinya masing-masing memiliki kemungkinan terserang penyakit infeksi. Berdasarkan Hurlock (1994)


(36)

dan Simandjutak (1984) (cit, Suharjono, Yuniarti, Sumarsono dan Sumedi, 2009) pembagian kategori usia pada anak terdiri atas :

1. Infant (usia anak < 1tahun)

2. Toddler (usia anak 1 ≤ umur < 3 tahun)

3. Pre-school atau pra-sekolah (usia anak 3 ≤ umur < 6 tahun) 4. School period atau usia sekolah (usia anak 6 ≤ umur ≤ 12 tahun) Usia anak dibawah 1 tahun memiliki kemungkinan 10 kali lebih mudah untuk terserang berbagai macam penyakit dibandingkan dengan anak usia di atas 1 tahun. Hal ini dikarenakan pada usia anak dibawah 1 tahun, sistem imun yang dimiliki belum bekerja sempurna. Penyakit-penyakit infeksi yang menyerang anak pada usia ini biasanya didominasi oleh penyakit komplikasi setelah kelahiran seperti sepsis ataupun penyakit bawaan akibat dari kondisi dari ibu seperti gonorrhea (Shea et al, 2001).

Kategori usia toddler, anak belajar mengenal lingkungan sekitar dengan cara menyentuh dan memasukkan benda-benda yang ada dilingkungan sekitarnya ke dalam mulut. Perilku anak yang seperti ini membuat anak rentan terjangkit penyakit infeksi dari bakteri yang berasal dari lingkungan sekitarnya. Seiring dengan pertumbuhan anak terutama menjelang memasuki usia sekolah, kemampuan sistem imun telah bekerja secara sempurna dan terjadi pula perubahan terhadap tingkah laku pada anak. Pada kategori usia ini umumnya anak jarang terkena penyakit infeksi karena kemampuan tubuh anak dalam melawan invasi bakteri penyebab penyakit infeksi meningkat dan tingkah laku anak yang


(37)

dapat menjaga kebersihan diri sehingga kemungkinan terjadinya infeksi akan menurun (Shea et al, 2001).

Dalam hal pengobatannya, pasien anak bukan orang dewasa dalam ukuran yang mini sehingga kurangnya data mengenai farmakokinetika dan farmakodinamika pada pasien anak sering menimbulkan masalah keamanan penggunaan antibiotika (Dipiro, 2008). Penggunaan antibiotika perlu memperhatikan perubahan fungsi organ yang sedang tumbuh dan berkembang pada anak-anak. Perkembangan tersebut menyebabkan distribusi, metabolisme dan eliminasi obat pada pasien anak dapat bervariasi tidak hanya dibandingkan dengan pasien dewasa namun juga diantara kelompok pasien anak itu sendiri (Dipiro, 2008). Selain itu menurut WHO (2013), pemberian dosis obat untuk pasien anak harus disesuaikan dengan usia dan berat badan. Pasien anak yang memiliki berat badan lebih besar akan menerima dosis yang lebih besar bila dibandingkan dengan pasien anak yang memiliki berat badan yang lebih rendah.

Perlu pemahaman farmakologi klinis obat yang akan digunakan dalam menggunakan antibiotika pada pasien anak. Farmakologi klinis obat terkait dengan farmakodinamika dan farmakokinetika obat. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dosis, cara pemberian, indikasi pengobatan antibiotika yaitu berfungsi sebagai pengobatan awal (pengobatan empiris), pengobatan definitif (berdasarkan hasil biakan) ataupun sebagai pencegahan (profilaksis) (IDAI, 2008). Terdapat beberapa perbedaan pengobatan antibiotika untuk pasien anak dengan pasien dewasa contohnya adalah volume distribusi, karena beberapa jenis obat lebih besar volume distribusinya pada pasien anak daripada pasien dewasa,


(38)

sehingga eliminasi waktu paruhnya lebih lama. Dilihat pula dari segi daya ekskresi dan eliminasi obat pada pasien anak lebih tinggi daripada pasien dewasa. Sebaliknya daya ekskresi dan eliminasi pada neonatus lebih rendah dikarenakan organ-organ yang berperan dalam metabolisme obat belum mengalami kematangan (IDAI, 2008).

F. Pengukuran Kuantitas Penggunaan Antibiotika

Menurut Kemenkes (2011), evaluasi penggunaan antibiotika dilakukan dengan tujuan untuk :

1. Mengetahui jumlah penggunaan antibiotika di rumah sakit.

2. Mengetahui dan mengevaluasi kualitas penggunaan antibiotika di rumah sakit.

3. Sebagai dasar dalam menetapkan surveilans penggunaan antibiotika di rumah sakit secara sistematik dan terstandar.

4. Sebagai indikator kualitas layanan rumah sakit.

Data yang akurat mengenai kuantitas penggunaan antibiotika sangat diperlukan. Data tersebut akan lebih bernilai jika dikumpulkan, dianalisis, serta disajikan dengan suatu sistem dan metode yang terstandar. Kebutuhan akan adanya suatu metode yang terstandar untuk mengevaluasi kualitas penggunaan antibiotika dan juga untuk menetapkan kuantitas penggunaan antibiotika sangat diperlukan untuk menunjang pengetahuan tentang perkembangan dan kerasionalan dari penggunaan obat-obatan (Nouwen, 2006).


(39)

Kuantitas penggunaan antibiotika adalah jumlah penggunaan antibiotika di rumah sakit yang dapat diukur secara retrospektif maupun prospektif. Kuantitas penggunaan antibiotika di rumah sakit dapat ditentukan atau dihitung salah satunya dengan menggunakan metode Prescribed Daily Dose (PDD). Metode PDD didefinisikan sebagai dosis rata-rata yang diresepkan sehingga metode PDD dapat memberikan jumlah rata-rata dosis antibiotika yang sebenarnya diresepkan oleh klinisi berdasarkan catatan kefarmasian. Nilai PDD dapat bervariasi antar negara, misalnya nilai PDD seringkali lebih rendah di Asia dibandingkan dengan populasi Kaukasia. Hal ini menjadi pertimbangan ketika membuat perbandingan secara internasional. Fakta bahwa nilai PDD mungkin berbeda dari satu negara dengan negara lainnya harus selalu dipertimbangkan ketika membuat perbandingan internasional (WHO, 2003).

Menurut WHO (2004), nilai PDD dapat dihitung dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Langkah pertama: total dosis antibiotika : jumlah pasien 2. Langkah kedua : jumlah hari penggunaan : jumlah pasien 3. Langkah ketiga : langkah 1 : langkah 2

Nilai yang diperoleh pada langkah ketiga merupakan nilai Prescribed Daily Dose (PDD) pada pasien anak yang menggunakan antibiotika.


(40)

G. Keterangan Empiris

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai nilai Prescribed Daily Dose (PDD) penggunaan antibiotika pada pasien anak rawat inap di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito selama periode Januari - Juni 2013 disesuaikan berdasarkan berat badan.


(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian observasional deskriptif dengan menggunakan data kuantitatif dan pengambilan data yang bersifat retrospektif. Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif karena tidak memberikan perlakuan secara langsung terhadap subyek uji penelitian dan hanya bertujuan untuk melihat gambaran fenomena kesehatan yang terjadi di dalam suatu populasi tertentu. Pengambilan data bersifat retrospektif artinya bahwa penelitian dilakukan dengan melakukan penelusuran dokumen-dokumen terdahulu yaitu lembar rekam medik pasien anak yang mendapatkan terapi antibiotika (Imron dan Amrul, 2010).

B. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pendidikan Dr. Sardjito di Jalan Kesehatan nomor 1 Sekip, Yogyakarta. Tempat pengambilan bahan penelitian di bagian ICM (Instalasi Catatan Medik) RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta.

C. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Pola penyakit


(42)

2. Peresepan antibiotika

3. Nilai Prescribed Daily Dose (PDD) penggunaan antibiotika pada pasien anak rawat inap di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito periode Januari - Juni 2013.

4. Pasien anak.

D. Definisi Operasional

1. Pola penyakit merupakan jenis diagnosis penyakit yang ditulis sebagai diagnosis utama dan diagnosis penyerta pada lembar rekam medik pasien oleh dokter pada periode Januari - Juni 2013 pada pasien anak rawat inap di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, misalnya : pneumonia. 2. Peresepan antibiotika merupakan gambaran peresepan antibiotika yang

diperoleh oleh pasien anak selama menjalani rawat inap di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito selama periode Januari – Juni 2013.

3. Nilai Prescribed Daily Dose (PDD)

Nilai Prescribed Daily Dose (PDD) adalah dosis rata-rata yang diresepkan berdasarkan catatan kefarmasian. Nilai PDD dapat memberikan jumlah rata-rata obat yang sebenarnya diresepkan.

4. Pasien anak

Pasien anak adalah pasien yang menjalani rawat inap di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito selama periode Januari – Juni 2013 dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan serta masuk kedalam kategori berat badan < 10 kg, 10 – 25 kg dan > 25 kg.


(43)

E. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah lembar rekam medik pasien anak rawat inap, pada penelitian ini diambil data dari lembar rekam medik pasien yang memuat penggunaan antibiotika pada pasien anak rawat inap di RSUP Dr. Sardjito tepatnya di bangsal anak INSKA II.

Kriteria inklusi dari bahan penelitian adalah:

1. Rekam medik pasien anak di rawat inap RSUP Dr. Sardjito selama periode Januari - Juni 2013 yang memuat terapi antibiotika.

2. Rekam medik yang jelas terbaca oleh peneliti.

3. Rekam medik yang memuat penggunaan antibiotika yang terdapat dalam klasifikasi ATC.

4. Pasien dengan status keluar dari rumah sakit “diizinkan” dengan keadaan keluar “membaik atau sembuh”.

Kriteria eksklusi dari bahan penelitian adalah:

1. Rekam medik yang tidak lengkap (data mengenai penggunaan antibiotika tidak lengkap).

2. Pasien yang menjalani rawat inap di NICU/PICU.

F. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar pencatatan data yang terdiri atas :

1. Lembar data pasien yang memuat data sebagai berikut: nomor rekam medik pasien, umur, jenis kelamin, berat badan, tanggal masuk dan keluar,


(44)

diagnosis utama, diagnosis penyerta dan keadaan keluar. Contoh tabel ada pada Lampiran 1.

2. Lembar data penggunaan antibiotika yang memuat data sebagai berikut: nomor rekam medik pasien, nama antibiotika, dosis antibiotika (g), jumlah penggunaan antibiotika perhari (g), lama penggunaan antibiotika, total penggunaan antibiotika (g). Contoh tabel ada pada Lampiran 2.

G. Perhitungan Sampel dan Teknik Sampling

Berikut diuraikan tata cara perhitungan sampel dan teknik sampling yang telah dilakukan :

1. Selama periode Januari - Juni 2013 terdapat 2457 kasus rawat inap dan diperoleh 603 kasus yang memenuhi kriteria inklusi. Perhitungan sampel minimum digunakan taraf kepercayaan 95% dan selang kepercayaan 5%, proporsi penggunaan antibiotika berdasarkan penelitian sebelumnya yaitu 50% (Carolina, 2014). Untuk menentukan jumlah sampel yang digunakan dilakukan perhitungan dengan menggunakan bantuan software sample size calculator (Lampiran 3). Dari hasil perhitungan didapatkan jumlah sampel minimum adalah 235 data. Proporsi yang digunakan pada penelitian ini adalah 50%, hal tersebut dikarenakan pada penelitian terdahulu tentang evaluasi penggunaan antibiotika di RSUP Dr. Sardjito digunakan proporsi penggunaan sebesar 50% (Carolina, 2014).

2. Berdasarkan analisis situasi (orientasi yang dilakukan sebelumnya) didapatkan informasi mengenai penyediaan bahan penelitian (rekam medik)


(45)

oleh institusi tempat penelitian tidak dapat memenuhi seluruh kriteria inklusi yang telah ditetapkan. Hal tersebut menyebabkan sangat memungkinkan tedapat bahan penelitian (rekam medik) yang tidak memenuhi kriteria inklusi ikut terambil pada saat dilakukan pengambilan sampel walaupun persentasenya sangat kecil. Mengingat hal tersebut diluar kendali, maka perlu dilakukan antisipasi.

Cara untuk mengantisipasi agar jumlah sampel yang diambil tidak kurang dari jumlah sampel minimal maka pengambilan sampel ditambahkan ± 10% dari jumlah total sampel minimal, sehingga total sampel yang diambil adalah:

( � ) + = 9 � �

Distribusi jumlah rekam medik setiap bulannya diperoleh dengan cara membagi jumlah dari rekam medik yang didapatkan dengan jumlah bulan, sehingga jumlah rekam medik yang diambil tiap bulannya :

� ℎ � � = 9= ,

Keterangan : sebanyak 43-44 rekam medik yang diambil sebagai sampel tiap bulannya.

3. Teknik random sampling adalah teknik yang digunakan untuk mengambil sampel pada penelitian ini. Jumlah sampel yang diambil berjumlah 259 sampel. Pengambilan sampel sebagai berikut :

a. Jumlah rekam medik selama periode penelitian (603 rekam medik) yang memenuhi kriteria inklusi dikelompokkan berdasarkan bulan.


(46)

b. Rekam medik yang telah dikelompokkan per bulan, diberikan nomor dari 1 sampai dengan jumlah terakhir rekam medik pada setiap bulan, misalnya : pada bulan Januari terdapat 110 rekam medik, penomoran dilakukan dari nomor 1 sampai dengan 110.

c. Sebanyak 43-44 rekam medik yang mewakili jumlah sampel minimum per bulannya diambil secara acak dengan sistem cabut-undi.

d. Sebanyak 259 rekam medik sampel yang diperoleh pada poin c. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya diatas, terdapat masalah pada mekanisme penyediaan bahan penelitian, maka perlu dilakukan pengecekan ulang. Hasil yang diperoleh, terdapat 10 buah rekam medik yang tidak diikutsertakan sebagai sampel. Sepuluh rekam medik yang tidak diikutsertakan sebagai sampel yaitu : 6 rekam medik termasuk dalam kriteria eksklusi yaitu pasien tercatat menjalani perawatan di NICU/PICU, 3 rekam medik tidak menggunakan antibiotika dan 1 rekam medik tidak menggunakan antibiotika yang termasuk dalam klasifikasi ATC WHO. Hal ini berdampak terhadap jumlah sampel yang digunakan, sehingga jumlah sampel pada penelitian ini menjadi 249 rekam medik.

H. Tata Cara Penelitian 1. Tahap orientasi dan studi pendahuluan

Pada penelitian ini dilakukan penyusunan proposal kegiatan dan mengurus perizinan No. LB.02.02/11.2/17114/2014 (Lampiran 4), dilakukan juga


(47)

pengurusan ethical clearance di RSUP. Dr. Sardjito No. KE/FK/898/EC (Lampiran 5).

Tahap orientasi dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai teknis pengambilan bahan penelitian (rekam medik). Selanjutnya dilakukan studi pendahuluan untuk mendapatkan informasi mengenai mekanisme pengambilan bahan penelitian (rekam medik) secara rinci. Hasil dari studi pendahuluan tercatat 2457 rekam medik pasien anak rawat inap selama periode Januari - Juni 2013 di bangsal INSKA II RSUP Dr.Sardjito.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan diperoleh data nomor rekam medik pasien anak dari bagian ICM (Instalasi Catatan Medik) yang digunakan sebagai bahan penelitian pada penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Carolina (2014). Selanjutnya 249 nomor rekam medik di print out oleh bagian ICM dan digunakan sebagai bahan penelitian untuk selanjutnya akan diperoleh data pasien dan data penggunaan antibiotika pasien anak rawat inap. Penelitian ini menggunakan rekam medik dengan periode penelitian yang sama dengan penelitian sebelumnya yaitu periode Januari - Juni 2013.

2. Tahap pengambilan data

Rekam medik yang masuk dalam kriteria inklusi dan terjaring sebagai sampel diambil datanya dari rekam medik lalu ditulis kedalam lembar data dasar pasien dan lembar data penggunaan antibiotika (alat penelitian).

3. Pengolahan data


(48)

a. Editting

Tahap ini dilakukan dengan memeriksa ulang kelengkapan data yang diperoleh dari lembar rekam medik di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito selama periode Januari - Juni 2013.

b. Entry Data

Tahap ini dilakukan dengan cara memindahkan data dari lembar data dasar pasien dan lembar penggunaan antibiotika kemudian data dimasukkan kedalam program Microsoft Excel untuk selanjutnya dibagi berdasarkan data untuk perhitungan nilai PDD.

c. Cleaning

Tahap cleaning dilakukan untuk memeriksa kembali data yang telah dimasukkan kedalam program Microsoft Excel.

I. Tata Cara Analisis Data dan Penyajian

Analisa dilakukan dengan menghitung kuantitas penggunaan antibiotika pada pasien anak dengan menggunakan metode Prescribed Daily Dose (PDD), yang diproses dengan kombinasi program Microsoft Excel. Berikut tata cara analisis dengan menggunakan metode PDD :

1. Pasien anak dibagi berdasarkan kelompok berat badan. Pembagian kelompok berat badan mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Porta (2012) dengan membagi kelompok menjadi 3 kategori. Kategori pertama adalah pasien dengan berat badan < 10 kg, kategori kedua adalah


(49)

pasien dengan berat badan antara 10-25 kg, dan kategori ketiga adalah pasien dengan berat badan > 25 kg.

2. Setelah pasien anak dikelompokkan berdasarkan kategori berat badan kemudian dilakukan perhitungan nilai Prescribed Daily Dose (PDD). Beberapa aspek terkait perhitungan PDD yang perlu diketahui adalah sebagai berikut : jumlah pasien yang menerima antibiotika, jumlah dosis riil yang digunakan selama pasien menjalani rawat inap dan lama hari penggunaan antibiotika. Sebagai contoh adalah perhitungan nilai PDD untuk jenis antibiotika ampisilin.

a. Jumlah pasien yang mendapatkan terapi ampisilin dengan kategori berat badan < 10 kg adalah 48 orang, kategori 10-25 kg adalah 31 orang dan kategori > 25 kg adalah 8 orang.

b. Jumlah dosis riil ampisilin yang digunakan untuk kategori berat badan < 10 kg sebesar 186,54 gram, kategori 10-25 kg sebesar 262,35 gram dan kategori > 25 kg sebesar 95,45 gram.

c. Lama hari penggunaan ampisilin untuk kategori berat badan < 10 kg adalah 242 hari, kategori 10-25 kg adalah 163 hari dan kategori > 25 kg adalah 39 hari.

d. Berdasarkan langkah-langkah perhitungan nilai PDD yang telah dikemukakan di penelaahan pustaka. Misalnya, sebagai contoh perhitungan nilai PDD untuk kategori berat badan < 10 kg.

Langkah 1: total dosis riil ampisilin : jumlah pasien 186,54: 48 = 3,89


(50)

Langkah 2: lama hari penggunaan antibiotika : jumlah pasien 242 : 48 = 5,04

Langkah 3: hasil langkah 1 : hasil langkah 2 3,89 : 5,04 = 0,77

Jadi, nilai PDD ampisilin yang diperoleh berdasarkan kategori berat badan < 10 kg adalah 0,77 gram/hari, perhitungan selanjutnya untuk kategori berat badan antara 10-25 kg ataupun > 25 kg mengikuti langkah-langkah yang sama seperti dikemukakan diatas.

e. Setelah diperoleh nilai PDD untuk masing-masing jenis antibiotika dilakukan pengakumulasian untuk masing-masing golongan antibiotika. Misalnya golongan beta laktam (penisilin) yang terdiri dari dua jenis antibiotika yaitu ampisilin dan amoksisilin. Total nilai PDD untuk ampisilin diperoleh sebesar 4,06 gram/hari dan amoksisilin sebesar 1,86 gram/hari sehingga total nilai PDD untuk golongan beta laktam (penisilin) sebesar 4,06 gram/ hari + 1,86 gram/hari = 5,92 gram/hari.

f. Contoh perhitungan dengan kasus lainnya yaitu : Pasien A mulai menjalani rawat inap di rumah sakit pada sore hari, sehingga pasien hanya menggunakan antibiotika dalam 1 kali pemakaian pada hari pertama. Antibiotika yang digunakan adalah amoksisilin 500 mg dengan aturan pemakaian 3x1 tablet per hari. Pasien menggunakan antibiotika selama 4,33 hari karena pasienmulai menjalani rawat inap


(51)

pada sore hari dan antibiotika yang digunakan hanya dalam 1 kali pemakaian. Perhitungan nilai PDD-nya sebagai berikut :

Langkah 1: total dosis riil ampisilin : jumlah pasien 6,50 : 1 = 6,50

Langkah 2: lama hari penggunaan antibiotika : jumlah pasien 4,33 : 1 = 4,33

Langkah 3: hasil langkah 1 : hasil langkah 2 6,50 : 4,33

Jadi, nilai PDD amoksisilin yang diperoleh sebesar 1,50 gram/hari.

J. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan sebagai berikut :

1. Penelitian ini tidak dapat menggambarkan kesesuaian pemilihan antibiotika dengan indikasi penyakit serta tidak dapat menggambarkan kesesuaian dosis yang diresepkan dengan tingkat keparahan infeksi bakteri yang dialami oleh pasien.

2. Pada penelitian ini menggunakan teknik sampling sehingga tidak seluruh data pasien anak rawat inap pada periode Januari – Juni 2013 diikutsertakan sehingga nilai PDD yang diperoleh tidak dapat menggambarkan keseluruhan nilai PDD antibiotika yang digunakan oleh pasien rawat inap di RSUP Dr. Sardjito selama periode Januari – Juni 2013.


(52)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan antibiotika pada pasien anak rawat inap di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito pada periode Januari - Juni 2013. Evaluasi penggunaan antibiotika secara kuantitas dilakukan dengan cara menghitung nilai Prescribed Daily Dose (PDD). Nilai PDD dapat didefinisikan sebagai dosis rata-rata yang ditentukan berdasarkan resep atau catatan kefarmasian. Terdapat 249 rekam medik yang memenuhi kriteria inklusi selama periode Januari - Juni 2013. Dari total 249 rekam medik diperoleh data mengenai pola penyakit, peresepan antibiotika dan kuantitas penggunaan antibiotika. Selanjutnya data penggunaan antibiotika dihitung berdasarkan konsep PDD, dan data penggunaan antibiotika diperoleh dari data pasien anak yang menerima peresepan antibiotika selama periode Januari - Juni 2013.

A. Pola Penyakit

Pola penyakit pada penelitian ini diperoleh dari diagnosis dokter yang tertulis didalam rekam medik pasien. Total keseluruhan dari 249 rekam medik pasien anak rawat inap di bangsal INSKA II selama periode Januari – Juni 2013 tercatat 249 penyakit utama dan 560 penyakit penyerta. Tiga urutan teratas penyakit utama yang paling sering ditemui adalah pneumonia, pasien kanker (kemoterapi), dan diare dengan persentase masing-masing sebesar 22,1%; 6,8%; dan untuk diare nilainya 5,2% seperti tercantum pada Tabel III.


(53)

Tabel III. Distribusi Sepuluh Teratas Penyakit Utama Pada Pasien Anak di Bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito Periode Januari – Juni 2013

Penyakit Utama

(Diagnosis Utama) Jumlah

Persentase (%)

Pneumonia 55 22,1

Kemoterapi 17 6,8

Diare Cair Akut 13 5,2

Sepsis Neonatal 12 4,8

Ensefalitis 10 4,0

Demam dengan Kejang 9 3,6

Bayi Lahir dengan Berat

Badan Rendah (BLBR) 7 2,8

Leukemia Limfoblastik

Akut 7 2,8

Sindrom Nefrotik 7 2,8

Demam Berdarah Dengue 6 2,4

Penyakit lain 106 42,6

Total 249 100

Hasil penelitian serupa yang dilakukan di bangsal anak RSUP Dr. Kariadi Semarang pada tahun 2006 diperoleh hasil bahwa penyakit yang menempati urutan tiga teratas untuk periode tahun 2006 adalah infeksi saluran pernafasan akut, infeksi dengue serta infeksi virus (Hapsari, 2006). Penelitian serupa lainnya juga dilakukan di bangsal anak RSUP Dr. Kariadi Semarang, akan tetapi periode tahun yang digunakan berbeda yaitu tahun 2012. Hasil yang diperoleh untuk pola penyakit terdapat tiga urutan penyakit teratas yaitu demam tifoid, sepsis serta diare (Febiana, 2012). Hasil yang diperoleh pada penelitian sebelumnya berbeda dengan hasil yang diperoleh pada penelitian ini karena tiga penyakit yang menempati urutan teratas adalah pneumonia, pasien kanker (kemoterapi) dan diare.


(54)

Tiga urutan teratas penyakit penyerta yang sering ditemui adalah diare, anemia dan sepsis dengan persentase masing-masing sebesar 7%; 5,2%; dan 5,0% seperti tercantum pada Tabel IV.

Tabel IV. Distribusi Sepuluh Teratas Penyakit Penyerta Pada Pasien Anak di Bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito Periode Januari - Juni 2013

Penyakit Penyerta (Diagnosis Penyerta)

Jumlah Kejadian

Persentase (%)

Diare 39 7,0

Anemia 29 5,2

Sepsis 28 5,0

Gizi Buruk Tipe Marasmik 25 4,5

ISK 20 3,6

Leukemia Limfoblastik Akut 18 3,2

Pneumonia 16 2,9

Sepsis Neonatal 16 2,9

Trombositopenia 16 2,9

Neonatal Jaudince 14 2,5

Penyakit lain 339 60,5

Total 560 100

B. Peresepan Antibiotika

Selama periode penelitian yaitu Januari – Juni 2013 di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito terdapat 24 jenis antibiotika yang diresepkan serta terdapat 621 kali pemakaian antibiotika. Antibiotika yang paling banyak diresepkan adalah golongan sefalosporin generasi ketiga dengan jumlah peresepan sebesar 170 peresepan dan antibiotika yang menempati urutan kedua adalah antibiotika yang berasal dari golongan beta laktam (penisilin) dengan jumlah peresepan sebesar 120 peresepan, diurutan ketiga adalah golongan aminoglikosida dengan jumlah peresepan sebesar 109 peresepan dan urutan keempat adalah golongan beta laktam lainnya yaitu jenis antibiotika ampisilin sulbaktam dengan jumlah peresepan


(55)

sebesar 37 peresepan. Data hasil pengamatan peresepan golongan dan jenis antibiotika dapat dilihat dalam Tabel V.

Tabel V. Frekuensi dan Persentase Penggunaan Antibiotika pada Pasien Anak Rawat Inap di Bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito Periode Januari -

Juni 2013 Berdasarkan Golongan dan Jenis Antibiotika

Golongan Antibiotika

Kode

ATC Jenis Antibiotika

Frekuensi Peresepan Frekuensi Jumlah Peresepan (%) Sefalosporin Generasi Ketiga J01DD

Sefotaksim (P) 45

170 27,38

Seftazidim (P) 59

Seftriakson (P) 42

Sefiksim (O) 24

β-Laktam

(Penisilin) J01CA

Ampisilin (P) 92

120 19,32

Amoksisilin (O) 28

Aminoglikosida J01GB

Gentamisin (P) 65

109 17,55

Amikasin (P) 38

Nefilmisin (P) 6

β-Laktam lainnya (Kombinasi)

J01CR Ampisilin

Sulbaktam 37 37 5,96

Ampenikol J01BA

Kloramfenikol (P) 30

34 5,48

Kloramfenikol

(O) 4

Imidazol J01XD Metronidazol (P) 24 33 5,31

P01AB Metronidazol (O) 9

Karbapenem J01DH Meropenem (P) 10 26 4,19

Imipenem (P) 16

Flourokuinolon J01MA

Siprofloksasin (P) 14

26 4,19

Siprofloksasin

(O) 10

Levofloksasin (O) 2

Kombinasi

TMP-SMX J01EE

Kotrimoksasol

(O) 23 23 3,7

Makrolida J01FA Eritromisin (O) 7 21 3,38


(56)

… Lanjutan Tabel V

Golongan Antibiotika

Kode

ATC Jenis Antibiotika

Frekuensi Peresepan Frekuensi Jumlah Peresepan (%)

Linkosinamid J01FF Klindamisin (O) 10 10 1,61

Antibiotika lain J04AB Rifampisin (O) 6 9 1,45

Fosfomisin (P) 3

Sefalosporin Generasi Keempat

J01DE Sefepim (P) 2 2 0,32

Sefalosporin Generasi

Pertama

J01DB Sefadroksil (O) 1 1 0,16

TOTAL 621 100

Penelitian serupa yang dilakukan oleh Febiana (2012) tentang Kajian Rasionalitas Penggunaan Antibiotika di Bangsal Anak RSUP Dr. Kariadi Semarang Periode Agustus – Desember 2011 ditemukan bahwa antibiotika yang paling banyak digunakan adalah ampisilin (22,8%), selanjutnya terbanyak kedua adalah seftriakson (20,6%) dan yang terbanyak ketiga adalah kloramfenikol (14,1%). Hasil tersebut serupa dengan hasil yang diperoleh pada penelitian ini, karena hasil yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan bahwa antibiotika golongan sefalosporin dan beta laktam (penisilin) merupakan antibiotika yang paling banyak diresepkan.

Antibiotika golongan sefalosporin generasi ketiga dan ampisilin banyak digunakan, hal ini kemungkinan disebabkan karena penggunaannya ditujukan sebagai terapi empiris untuk penyakit yang belum diketahui penyebabnya, sehingga digunakan antibiotika yang mempunyai spektrum luas seperti ampisilin dan sefalosporin karena aktivitasnya yang dapat melawan bakteri Gram-positif dan Gram-negatif. Pada penelitian ini juga banyak ditemukan peresepan


(57)

antibiotika dari golongan aminoglikosida. Hal ini dikarenakan golongan aminoglikosida merupakan antibiotika yang memiliki spektrum luas dan merupakan antibiotika pilihan yang digunakan terutama untuk menangani infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram seperti E. coli, Salmonella spp., Shigela spp., Enterobacter spp., Citrobacter spp.,, Acinetobacter spp., Proteus spp., Klebsiella spp., Morganella spp., Pseudomonas spp., dan mikrobakteria. Pada penggunaan terapi, antibiotika golongan ini jarang digunakan secara tunggal biasanya dikombinasikan dengan antibiotika golongan penisilin untuk menangani penyakitinfeksi seperti pneumonia, ISK dan sepsis yang banyak terjadi selama periode penelitian yang biasanya disebabkan oleh bakteri Gram-negatif.

C. Nilai Prescribed Daily Dose (PDD)

Hasil pada penelitian ini diperoleh 24 jenis antibiotika yang digunakan pada bangsal INSKA II RSUP Dr.Sardjito. Banyaknya jenis antibiotika yang ditemukan tidak memungkinkan untuk dilakukan perbandingan nilai PDD secara keseluruhan, oleh karena itu digunakan empat jenis golongan antibiotika yang memiliki persentase peresepan tertinggi yaitu golongan antibiotika seperti: sefalosporin generasi ketiga (27,38%), beta laktam/penisilin (19,32%), aminoglikosida (17,55%) dan beta laktam lainnya (5,96%).Faktor yang mendasari penggunaan empat golongan antibiotika untuk selanjutnya akan dihitung dengan metode PDD yaitu berdasarkan ABC analysis atau Pareto analysis. Menurut Pareto analysis pembagian kelompok digolongkan menjadi 3 kelompok yaitu: kelompok A, kelompok B, dan kelompok C. Ketika suatu obat masuk kedalam


(58)

kategori A, maka kelompok tersebut dapat mempresentasikan 60-70% total nilai secara keseluruhan dari penggunaan antibiotika, oleh karena itu dengan menggunakan data penggunaan antibiotika dari empat golongan antibiotika dengan persentase sebesar 70,21% dapatmempresentasikan secara keseluruhan jenis antibiotika yang digunakan.

Nilai PDD selanjutnya dikategorikan berdasarkan berat badan masing-masing pasien anak. Pembagian kategori berat badan disesuaikan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Porta (2012) yaitu pembagian diklasifikasikan menjadi 3 kategori. Kategori pertama yaitu berat badan pasien anak < 10 kg, kategori kedua yaitu berat badan pasien anak antara 10 - 25 kg dan kategori ketiga yaitu berat badan pasien anak > 25 kg. Rangkuman nilai PDD untuk masing-masing golongan dan jenis antibiotika disajikan didalam Tabel VI.

Tabel VI. Nilai Prescribed Daily Dose (PDD) J01CA dan J01DD Berdasarkan Berat Badan Selama Periode Januari - Juni 2013

Kode ATC Nama Antibiotika Jumlah Peresepan Nilai PDD Berat badan < 10 kg Berat badan 10-25 kg Berat badan > 25 kg

Nilai PDD Nilai PDD Nilai PDD

J01CA Ampisilin 92 4,06 0,77 1,61 1,68

Amoksisilin 28 1,86 0,49 0,75 0,62

TOTAL 120 5,92 1,26 2,36 2,30

J01DD

Sefotaksim 45 5,77 1,07 1,76 2,94

Seftazidim 59 3,35 0,40 1,14 1,81

Seftriakson 42 3,51 0,58 1,00 1,93

Sefiksim 24 0,86 0,25 0,28 0,33

TOTAL 170 13,59 2,30 4,28 7,01

J01GB

Gentamisin 65 0,23 0,04 0,07 0,12

Amikasin 38 0,24 0,01 0,23 0

Nefilmisin 6 0,47 0,07 0,40 0

TOTAL 109 0,94 0,12 0,70 0,12

J01CR Ampisilin


(59)

Hasil perhitungan total nilai PDD yang diperoleh untuk golongan antibiotika beta laktam (penisilin) dengan kode ATC J01CA sebesar 5,92gram/hari. Antibiotika yang termasuk dalam kode ATC J01CA adalah ampisilin dan amoksisilin.Nilai PDD ampisilin yang diperoleh sebesar 4,06 gram/hari, sedangkan apabila nilai PDD ampisilin dikategorikan berdasarkan berat badan < 10 kg diperoleh hasil sebesar 0,77 gram/hari, untuk kategori berat badan antara 10-25 kg diperoleh hasil sebesar 1,61 gram/hari dan kategori terakhir yaitu berat badan > 25 kg diperoleh hasil sebesar 1,68 gram/hari. Hasil nilai PDD ampisilin yang diperoleh terus mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya berat badan pasien anak. Hal ini sesuai karena berat badan akan mempengaruhi dosis yang diresepkan, semakin tinggi berat badan pasien anak yang menerima peresepan antibiotika maka dosis yang diresepkan juga akan semakin tinggi sehingga nilai PDD yang diperoleh juga akan semakin meningkat.

Antibiotika selanjutnya yang masuk dalam kode ATC J01CA adalah amoksisilin. Total nilai PDD amoksisilin yang diperoleh sebesar 1,86 gram/hari, sedangkan nilai PDD amoksisilin apabila dikategorikan berdasarkan berat badan < 10 kg diperoleh hasil sebesar 0,49 gram/hari, untuk kategori berat badan antara 10-25 kg diperoleh hasil sebesar 0,75 gram/hari dan kategori terakhir yaitu berat badan > 25 kg diperoleh hasil nilai PDD sebesar 0,62 gram/hari. Hasil yang diperoleh tidak menunjukkan bahwa nilai PDD semakin meningkat seiring dengan bertambahnya berat badan pasien anak. Kategori berat badan > 25 kg memiliki nilai PDD yang lebih kecil bila dibandingkan dengan nilai PDD pada kategori berat badan antara 10-25 kg.Nilai PDD yang diperoleh seharusnya meningkat


(60)

seiring dengan bertambah tingginya berat badan pasien anak yang memperoleh peresepan antibiotika. Kemungkinan hal tersebut terjadi karena dipengaruhi oleh faktor seperti keparahan tingkat penyakit infeksi. Semakin parah tingkat penyakit infeksi maka dosis yang diresepkan juga akan semakin tinggi, hal tersebut kemungkinan yang dapat mempengaruhi tingginya nilai PDD pada ketegori berat badan antara 10-25 kg dibandingkan dengan nilai PDD pada kategori berat badan >25 kg.

Golongan antibiotika kedua adalah golongan sefalosporin generasi ketiga dengan kode ATC J01DD yang terdiri dari 4 jenis antibiotika sebagai berikut: sefotaksim, seftazidim, seftriakson, dan sefiksim. Total nilai PDD yang diperoleh untuk golongan sefalosporin generasi ketiga sebesar 13,59 gram/hari, sedangkan nilai PDD untuk masing-masing jenis antibiotika yang diperoleh sebagai berikut : nilai PDD sefotaksim sebesar 5,77 gram/hari, nilai PDD seftazidim sebesar 3,35 gram/hari, nilai PDD seftriakson sebesar 3,51 gram/ hari dan nilai PDD sefiksim sebesar 0,86 gram/hari. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa didalam golongan sefalosporin generasi ketiga, sefotaksim memiliki nilai PDD tertinggi lalu diurutan kedua yaitu seftriakson, selanjutnya urutan ketiga adalah seftazidim dan yang terakhir adalah sefiksim.Nilai PDD untuk masing-masing jenis antibiotika didalam golongan sefalosporin generasi ketiga apabila dibandingkan berdasarkan berat badan, hasil yang diperoleh sesuai karena nilai PDD semakin meningkat seiring dengan bertambah tingginya berat badan pasien.

Golongan antibiotika ketiga adalah aminoglikosida dengan kode ATC J01GB yang terdiri dari jenis antibiotika seperti gentamisin, amikasin dan


(61)

nefilmisin. Total nilai PDD golongan aminoglikosida sebesar 0,94 gram/hari, sedangkan nilai total nilai PDD untuk masing-masing jenis antibiotika yang termasuk kedalam golongan aminoglikosida sebagai berikut: nilai PDD gentamisin sebesar 0,23 gram/hari, amikasin sebesar 0,24 gram/hari dan nefilmisin sebesar 0,47 gram/hari. Nilai PDD untuk masing-masing jenis antibiotika apabila dibandingkan berdasarkan berat badan mengalami peningkatan seiring dengan bertambah tingginya berat badan pasien. Jenis antibiotika seperti amikasin dan nefilmisin pada pasien anak yang memiliki berat badan > 25 kg tidak ditemukan peresepan antibiotika sehingga nilai PDD tidak dapat dihitung.

Golongan antibiotika terakhir yang dihitung nilai PDD-nya adalah golongan beta laktam lainnya yaitu ampisilin sulbaktam dengan kode ATC J01CR. Total nilai PDD yang diperoleh sebesar 1,16 gram/hari. Berdasarkan berat badan, nilai PDD yang diperoleh sesuai karena nilai PDD mengalami peningkatan apabila dibandingkan antara nilai PDD yang diperoleh pada kategori berat badan < 10 kg dengan kategori berat badan antara 10-25 kg, sedangkan pada kategori berat badan > 25 kg tidak dapat dihitung nilai PDD-nya karena tidak ditemukan peresepan yang ditujukan untuk pasien dengan berat badan > 25 kg.

Hasil yang diperoleh pada penelitian ini serupa dengan hasil yang diperoleh pada penelitian yang dilakukan oleh Porta (2012) karena nilai PDD yang diperoleh tidak selalu meningkat seiring dengan bertambahnya berat badan pasien. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa untuk golongan antibiotika beta laktam (penisilin) dengan kode ATC J01C pada rumah sakit


(62)

kedua dan rumah sakit ketiga tidak menunjukkan bahwa nilai PDD terus meningkat seiring dengan bertambahnya berat badan pasien.

Pada penelitian ini, golongan antibiotika yang memiliki nilai PDD tertinggi berasal dari golongan sefalosporin generasi ketiga. Selain itu antibiotika golongan sefalosporin merupakan antibiotika yang paling banyak digunakan di bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bueno et al. (2009) bahwa jenis antibiotika seperti seftazidim, seftriakson, dan sefotaksim merupakan tiga jenis antibiotika parenteral golongan sefalosporin yang paling banyak digunakan pada pasien anak. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Bueno et al. (2009), golongan sefalosporin generasi ketiga banyak digunakan pada pasien anak karena golongan ini memiliki aktivitas atau spektrum yang lebih luas dibandingkan dengan golongan penisilin. Sefalosporin generasi ketiga memiliki aktivitas untuk melawan infeksi bakteri Gram-positif dan Gram-negatif, selain itu juga memiliki aktivitas yang lebih kuat dalam melawan Enterobacteriae dibandingkan dengan generasi keduanya, selain itu antibiotika golongan sefalosporin generasi ketiga juga aktif melawan penicillin nonsusceptible S pneumonia, Haemophilus, Neisseria, Moraxella spp. Sefalosporin generasi ketiga juga dapat digunakan untuk menggantikan terapi yang resisten terhadap penisilin. Hal ini dikarenakan generasi ketiga sefalosporin aktif terhadap strain yang memproduksi enzim beta-laktamase. Enzim tersebut merupakan enzim yang dapat memecah cincin beta laktam sehingga terbentuk produk tidak aktif dari antibiotika dan menyebabkan antibiotika tidak dapat bekerja (Wattimena et al, 1991). Hal tersebutlah yang menyebabkan sefalosporin


(63)

generasi ketiga menjadi first line therapy selain penisilin karena banyaknya kasus resistensi terhadap golongan penisilin (tidak tahan terhadap degradasi enzim beta laktamase).

Antibiotika golongan beta laktam (penisilin) merupakan golongan antibiotika kedua tertinggi yang paling banyak diresepkan. Hal tersebut dikarenakan ampisilin juga memiliki aktivitas atau spektrum yang luas. Selain aktivitasnya pada bakteri Gram-positif, penisilin juga aktif terhadap beberapa mikroorganisme Gram-negatif seperti Haemophilus influenza, Escheria Coli, dan Proteus mirabilis sehingga penisilin banyak dipilih sebagai first line therapy dan terapi empiris berbagai jenis penyakit infeksi (Komite Medik RS Dr. Sardjito, 2005; Permenkes RI, 2011). Selain itu, golongan penisilin juga memiliki toksisitas yang rendah, harga lebih murah, dan kemungkinan terjadinya kolonisasi organisme yang resisten serta komplikasi candida rendah. Hal ini yang menjadi alasan golongan penisilin dipilih menjadi terapi lini pertama (Resse, Beets, dan Gumustop, 2000).

Metode PDD memiliki beberapa kelemahan, menurut WHO (2013), metode PDD tidak selalu dapat menggambarkan menggambarkan penggunaan antibiotika yang sebenarnya karena beberapa pasien tidak selalu mengambil antibiotika yang sudah diresepkan oleh dokter, sehingga dalam penelitian selanjutnya dapat dilakukan wawancara pasien untuk mengetahui antibiotika yang dikonsumsi selama menjalani terapi dan dosis harian yang dikonsumsi. Selain itu, metode PDD juga tidak dipengaruhi oleh indikasi, usia dan jenis kelamin pasien sehingga tidak dapat menggambarkan kesesuaian pemilihan antibiotika dengan


(64)

indikasi penyakit yang dialami oleh pasien, serta tidak dapat menggambarkan kesesuaian dosis yang diresepkan dengan tingkat keparahan penyakit infeksi yang dialami pasien (Bro and Mabeck, 1986). Selanjutnya untuk mengetahui kerasionalan penggunaan antibiotika perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai parameter-parameter rasionalitas penggunaan antibiotika seperti tepat pasien, tepat obat, dan waspada ESO sehingga kerasionalan penggunaan antibiotika dapat digambarkan secara keseluruhan. Pencocokan lebih lanjut antara diagnosis yang diterapkan dengan antibiotika yang diberikan serta pertimbangan terhadap kondisi klinis pasien sehingga dapat diketahui keadaan sebenarnya dari ketepatan indikasi pemberian antibiotikadapat dilakukan.


(1)

(2)

Lampiran 1. Lembar/Form Data Dasar Pasien LEMBAR DATA PASIEN

No. No

RM Umur

Jenis kelamin Berat badan (kg) Tanggal masuk Tanggal keluar Dx Utama dan Penyerta Keadaan keluar

Lampiran 2. Lembar/Form Data Penggunaan Antibiotika LEMBAR PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA

No. No RM Nama Antibiotika Dosis Antibiotika (g) Jumlah Pemakaian per hari (g) Lama penggunaan Total pemakaian (g)


(3)

Lampiran 3. Perhitungan Sampel dengan Menggunakan Software Sample Size Calculator


(4)

(5)

(6)

BIOGRAFI PENULIS

Penulis bernama lengkap Ni Putu Ully Villianova lahir pada tanggal 6 Januari 1993 di Denpasar, Bali dan merupakan putri pertama dari keluarga pasangan Drs. Jro Kum dan NS. Ida Erni Sipahutar, S.Kep, M.Kep. Penulis mengawali pendidikan di TK Dharma Sejahtera (1998-1999), kemudian melanjutkan pendidikan di SD Negeri 2 Ubung (1999-2005), pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) ditempuh oleh penulis di SMP Negeri 10 Denpasar (2005-2008), kemudian penulis melanjutkan pendidikan pada tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 4 Denpasar (2008-2011). Penulis kemudian melanjutkan perkuliahan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta diterima sebagai mahasiswa jurusan Farmasi (2011-sekarang). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan seperti Panitia Desa Mitra 2013 dengan tema “Apoteker Kecil, Sehatkan Sekolahku” dan “Peduli Kesehatan Untuk Desa Sembir Lebih Baik” sebagai sie humas, Panitia Pelepasan Wisuda dengan tema “Jejakku Peristiwaku” dan “Membuka Langkah Untuk Menggapai Impian” sebagai co humas dan Panitia Pharmacy Competition 2013 sebagai co humas. Penulis juga memperoleh dana hibah dikti 2014 dalam peran sertanya sebagai peserta program PKMM dengan judul “Gigi Bersih Hasilkan Sejuta Senyuman”. Penulis juga aktif dalam organisasi kemahasiswaan yaitu UKF Agama Hindu sebagai Wakil Ketua Internal dan sempat juga menjabat sebagai sie Litbang (Penelitian dan Pengembangan).


Dokumen yang terkait

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTI NYERI PADA PASIEN KANKER SERVIKS RAWAT INAP DI RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE JANUARI-JULI TAHUN 2009.

1 5 23

Evaluasi penggunaan antibiotika berdasarkan metode PDD (Prescribed Daily Dose) dan DDD (Defined Daily Dose) pada pasien rawat inap di sebuah Rumah Sakit Pemerintah di Yogyakarta periode Januari – Juni 2014.

46 319 99

Penggunaan antibiotika dengan metode Prescribed Daily Dose (PDD) pasien anak rawat inap di Puskesmas Mlati II Kabupaten Sleman periode Juli 2012 – Juni 2013.

10 26 65

Evaluasi penggunaan antibiotika dengan motede DDD (Defined Daily Dose) pada pasien anak rawat inap di sebuah Rumah Sakit pemerintah di Yogyakarta periode Januari-Juni 2013.

0 1 25

Evaluasi penggunaan antibiotika dengan motede DDD (Defined Daily Dose) pada pasien anak rawat inap di sebuah Rumah Sakit pemerintah di Yogyakarta periode Januari Juni 2013

0 1 9

Evaluasi penggunaan antibiotika berdasarkan metode Prescribed Daily Dose (PDD) pada pasien anak rawat inap di Bangsal INSKA II RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Januari - Juni 2013 - USD Repository

0 0 75

Evaluasi penggunaan antibiotika berdasarkan metode DDD (Defined Daily Dose) pada pasien rawat inap di Bangsal Anak Rumah Sakit Panti Nugroho pada periode Februari – Juli 2013 - USD Repository

0 0 85

Kajian literatur rasionalitas peresepan antibiotika berdasarkan kriteria gyssens pada pasien pediatrik rawat inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Januari 2013 - USD Repository

0 1 230

Evaluasi penggunaan antibiotika dengan metode Defined Daily Dose (DDD) pada pasien pediatrik rawat inap di Puskesmas Mlati II Kabupaten Sleman Periode Juli 2012-Juni 2013 - USD Repository

0 0 88

Evaluasi penggunaan antibiotika dengan metode DDD (Defined Daily Dose) pada pasien anak di Rawat Inap Bangsal Inska II RSUP DR. Sardjito Yogyakarta periode Januari - Juni 2013 - USD Repository

0 0 113