Brigham dan Weston, 1999:431 teori trade off memberi 3 pernyataan penggunaan utang yang dapat digunakan untuk menentukan secara pasti struktur
modal optimal setiap perusahaan, yaitu : 1.
Perusahaan dengan resiko lebih tinggi, diukur dengan variabelitas retur atas aktiva perusahaan, harus meminjam lebih sedikit dari pada
perusahaan dengan resiko lebih rendah. Semakin tinggi variabelitas, semakin tinggi kemungkinan tekanan finansial pada setiap tingkat
resiko utang, semakin tinggi espektasi biaya tekanan finansial. Dengan demikian, perusahaan dengan resiko bisnis yang lebih rendah dapat
meminjam lebih banyak sebelum biaya tekanan finansial menyerap habis keuntungan pajak dari utang.
2. Perusahaan yang operasinya menggunakan aktiva berwujud, aktiva
yang memiliki pasar misalnya real estate dapat meminjam lebih banyak dari pada perusahaan yang nilainya terutama berasal dari aktiva
tak berwujud, misalnya paten dan goodwill. Aktiva spesifik, aktiva tidak berwujud, dan peluang pertumbuhan akan kehilangan nilainya
jika tekanan finansial terjadi dibanding dengan aktiva berwujud standar.
3. Perusahaan yang memiliki tarif pajak yang tinggi, yang kemungkinan
berlanjut pada masa yang akan datang dapat meminjam lebih banyak daripada perusahaan dengan tarif pajak dan prospek pajak yang lebih
rendah. Tarif pajak yang tinggi menyebabkan keuntungan yang lebih besar daripada pendanaan dengan utang, sehingga perusahaan dengan
tarif pajak yang lebih tinggi dapat meminjam lebih banyak, hal lain dianggap sama, sebelum keuntungan pajak diserap oleh biaya tekanan
finansial dan biaya keagenan.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa
teori trade off mengindikasikan setiap perusahaan harus menetapkan target struktur modalnya, yaitu pada posisi keseimbangan biaya dan keuntungan
marginal dari pendanaan dengan utang, sebab pada posisi keseimbangan biaya dan keuntungan marginal dari pendanaan dengan utang, sebab pada posisi itu nilai
perusahaan menjadi maksimum. Teori Trade Off juga menjelaskan bahwa struktur modal optimal ditemukan dengan menyeimbangkan keuntungan pajak dengan
biaya tekanan finansial dari penambahan utang, sehingga biaya dan keuntungan
dari penambahan utang di trade off saling tukar antara satu sama lain. Tekanan finansial biasanya terjadi hanya pada perusahaan yang memiliki utang, perusahaan
yang bebas dari utang biasanya tidak mengalami tekanan finansial.
b. Pecking Order Theory
Pecking Order Theory menitikberatkan struktur modal pada dana internal perusahaan yang bersumber dari laba ditahan. Perusahaan akan lebih baik
mengurangi hutang dari pada menambah hutang dalam struktur modalnya. Sartono 2010:242 menjelaskan :
Teori pecking order adalah teori yang menjelaskan bahwa manajemen secara sistematis mendahulukan pendanaan investasi dengan
menggunakan dana internal laba ditahan daripada penggunaan dana eksternal dan mendahulukan utang daripada ekuitas jika pendanaan
eksternal dibutuhkan. Dalam pandangan pecking order, perusahaan sebaiknya menggunakan dana internal sebanyak mungkin untuk mendanai
proyek baru. Apabila dana internal tidak mencukupi maka utang atau sekuritas yang paling aman lebih didahulukan daripada sumber dana
eksternal lainnya. Myers 1977 dikutip dari Kelana dan Wijaya 2005:121 berpendapat
bahwa : Manajer mengikuti teori pecking order menyatakan bahwa manajer lebih
mengutamakan pendanaan internal daripada pendanaan eksternal. Dengan demikian, jika arus kas internal lebih besar dari kebutuhan investasi maka
manajer akan membayarkan free cash flow untuk melunasi utang atau membeli sekuritas. Sebaliknya jika arus kas internal lebih kecil dari
kebutuhan investasi maka manajer pertama akan menjual sekuritas, jika tidak cukup akan menggunakan utang, penerbitan ekuitas merupakan
pilihan terakhir. Kesimpulannya menurut teori pecking order, perusahaan tidak memiliki
struktur modal optimal, sebab pendanaan perusahaan tidak sepenuhnya tergantung pada biaya modal. Tetapi berdasarkan pada urutan hirarki dana internal, utang,
dan ekuitas. Urutan pendanaan dimulai dari laba ditahan, utang, dan penerbitan saham ekuitas pada urutan terakhir. Hal ini didasarkan pada argumentasi bahwa
penggunaan laba ditahan lebih murah dibandingkan utang dan ekuitas. Menurut teori pecking order juga mengisyaratkan peningkatan profitabilitas akan
meningkatkan laba ditahan, yang dapat digunakan untuk pendanaan investasi. Sehingga semangkin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan, maka semakin
sedikit pendanaan dengan menggunakan utang. Teori ini menjelaskan mengapa perusahaan-perusahaan yang profitable umumnya meminjam dalam jumlah
sedikit.
2.1.1.2. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal
Banyak faktor yang mempengaruhi struktur modal di perusahaan. Menurut Sutrisno 2000:307, ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam
penentuan kebijaksanaan struktur modal adalah : 1.
Persesuaian atau suitability Merupakan persesuaian antara cara pemenuhan dana dengan jangka
waktu kebutuhannya. Bila yang dibutuhkan perusahaan dana berjangka pendek, bila dibelanjai dengan hutang, obligasi atau dengan
mengeluarkan modal sendiri kurang sesuai. Sebaliknya cara pemenuhan dana disesuaikan dengan jangka waktu kebutuhannya
artinya bila kebutuhan dana berjangka pendek, maka sebaiknya dipenuhi dari sumber dana jangka pendek dan bila kebutuhan dana
jangka panjang sebaiknya dipenuhi sumber dana jangka panjang.
2. Pengawasan atau control
Pengendalian atau pengawasan perusahaan ada di tangan para pemegang saham. Manajemen perusahaan mengemban tugas untuk
menjalankan hasil keputusan pemegang saham. Biasanya sebuah perusahaan dimiliki oleh beberapa pemegenag saham sehingga bila
diperlukan tambahan dana perlu dipertimbangkan apakah fungsi pengawasan dari pemilik lama tidak akan terkurangi. Oleh sebab itu