Saran Penerapan Ketentuan Pidana Mengenai Kebebasan Berserikat Pekerja / Buruh Dari Perspektif Uu No. 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja / Serikat Buruh

Implementasi penerapan ketentuan pidana dalam tindak pidana kebebasan berserikat terdapat dalam Putusan Mahkamah Agung No. 2014 KPid.Sus2012 dan Putusan Mahkamah Agung No. 1038 KPid.Sus2009. Kedua putusan tersebut merupakan bentuk penegakan hukum di bidang kebebasan berserikat pekerjaburuh yang telah diatur dalam UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat PekeraSerikat Buruh. Dalam kedua putusan tersebut, kedua terdakwa dijatuhi pidana penjara selama 1 satu tahun dan 6 enam bulan penjara dan pidana denda pada terdakwa kasus pertama sebesar Rp 250.000.000,00 dua ratus lima puluh juta rupiah. Putusan majelis hakim ini merupakan bentuk nyata penerapan kebijakan hukum pidana terhadap tindak pidana kebebasan berserikat pekerjaburuh yang diharapkan dapat menimbulkan efek jera kepada terdakwa dan menjadi bukti nyata perlindungan hukum terhadap pekerjaburuh dari kesewenangan dan ketidakpatuhan para pengusaha terhadap aturan hukum yang telah dibuat oleh pemerintah. Namun terhadap kebijakan hukum pidana yang diterapkan, korban harus cukup puas dengan pidana penjara dan pidana denda yang diberikan kepada pelaku, artinya pembebanan pidana hanya ditujukan kepada pribadi pelaku saja, tidak ada pembebanan atau keharusan penggantian ganti rugi dari pelaku kepada korban.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan untuk menanggulangi tindak pidana kebebasan berserikat pekerjaburuh yaitu: 1. Diperlukan peningkatan pengawasan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan terhadap para pengusaha sehingga memperkecil ruang dan kesempatan para pengusaha untuk melakukan tindak pidana atau pelanggaran yang merugikan hak-hak pekerjaburuh, khususnya hak untuk kebebasan berserikat pekerjaburuh yang dipandang merugikan oleh para pengusaha. 2. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kemenakertrans yang membawahi pegawai pengawas ketenagakerjaan juga harus mengawasi pegawai pengawas ketenagakerjaan dalam melakukan pekerjaannya sehingga dapat dipastikan pegawai pengawas ketenagakerjaan melakukan pekerjaannya dengan baik. 3. Memberikan pengetahuanedukasi terhadap pekerjaburuh mengenai haknya untuk membentuk serikat pekerjaburuh sebagaimana diatur dalam UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat PekerjaSerikat Buruh, serta memberitahukan kepada para pekerjaburuh untuk melaporkan pengusaha yang melakukan union busting atau usaha untuk menghalang-halangi pekerjaburuh untuk membentuk serikat pekerjaserikat buruh atau usaha untuk memecah belah serikat pekerjaserikat buruh yang telah dibentuk. 4. Pengusaha harus menjalankan kewajibannya untuk memberitahukan dan menjelaskan isi peraturan perusahaan dan perjanjian kerja antara pengusaha dengan pekerjaburuh kedua pihak saling mengetahui hak dan kewajibannya masing-masing. 5. Perlunya penegak hukum yang melek hukum ketenagakerjaan sehingga dapat dengan cepat dan tepat dalam menangani kasus tindak pidana kebebasan berserikat pekerjahukum yang dilakukan oleh para pengusaha, dengan memberikan sanksi pidana yang sesuai dan setimpal dengan perbuatan pengusaha yang membatasi hak dasar pekerjaburuh sehingga mengakibatkan kerugian bagi para pekerjaburuh baik secara moril maupun materiil. 6. Diperlukan perhatian khusus terhadap sanksi pidana yang diberikan kepada para pengusaha yang melakukan tindak pidana kebebasan berserikat pekerjaburuh, khususnya terhadap pidana denda. Diharapkan pidana denda yang dibebankan kepada para pengusaha dapat dilimpahkan atau diberikan pula kepada paar pekerjaburuh sebagai pengganti kerugian materiil yang telah dialami pekerjaburuh. Sehingga sanksi pidana yang diberikan bukan hanya menimbulkann efek jera kepada para pengusaha yang melakukan tindak pidana kebebasan berserikat melainkan juga untuk menciptakan keadilan dan keseimbangan tatanan hukum. DAFTAR PUSTAKA

A. Buku