Pelanggan menciptakan harapan-harapan terhadap layanan yang didapat dari pengalaman masa lalu, cerita dari mulut ke mulut dan iklan. Pelanggan
membandingkan jasa yang dipersepsikan dengan jasa yang diharapkan. Jika jasa yang dipersepsikan berada di bawah yang diharapkan, maka pelanggan akan
kecewa. Jika persepsi jasa memenuhi atau melebihkan harapan mereka, maka mereka akan cenderung menggunakan penyedia tersebut lagi Kotler dan Keller,
2007.
2.3.1 Pengukuran Kepuasan Pelanggan
Menurut Kotler 2003 terdapat empat alat untuk melacak dan mengukur kepuasan pelanggan. Keempat alat tersebut antara lain :
1. Sistem keluhan dan saran .
Setiap organisasi yang berpusat pada pelanggan mempermudah para pelanggannya guna memasukkan saran dan keluhan. Perusahaan
menggunakan situs website dan email untuk memfasilitasi pelanggan agar dapat berkomunikasi dua arah.
2. Survei kepuasan pelanggan.
Perusahaan melakukan
survei kepuasan
pelanggan untuk
mengantisipasi bagi pelanggan yang kecewa terhadap layanan yang diberikan, namun tidak mengadukan keluhannya.
3. Belanja siluman.
Perusahaan membayar orang untuk berperan sebagai calon pembeli guna melaporkan titik kuat dan titik lemah yang dialami sewaktu
membeli produk perusahaan dan pesaing. Pembelanja misterius dapat menguji cara karyawan penjualan di perusahaan itu menangani
berbagai situasi. 4.
Analisis pelanggan yang hilang.
Perusahaan menghubungi para pelanggan yang berhenti membeli atau yang beralih ke pemasok lain guna mempelajari alasan kejadian
tersebut. Perusahaan juga penting untung memantau tingkat kehilangan pelanggan.
2.3.2 Manfaat Mutu Kepuasan Pelanggan
Supranto 1997 menyatakan aspek mutu dapat diukur. Pengukuran tingkat kepuasan erat hubungannya dengan mutu produk barang atau
jasa. Pengukuran aspek mutu bermanfaat bagi pimpinan bisnis, yaitu : 1. Mengetahui dengan baik bagaimana jalannya atau bekerjanya proses
bisnis. 2. Mengetahui dimana harus melakukan perubahan dalam upaya
melakukan perbaikan secara terus menerus untuk memuaskan pelanggan, terutama untuk hal-hal yang dianggap penting oleh para
pelanggan. 3. Menentukan apakah perubahan yang dilakukan mengarah ke
perbaikan improvement.
2.3.3 Harapan Pelanggan
Dalam konteks kualitas produk barang dan jasa dan kepuasan pelanggan, harapan pelanggan memegang peranan penting sebagai standar
pembanding dalam usaha pemenuhan kepuasan pelanggan. Harapan pelanggan terhadap produk barang dan jasa dan kepuasan pelanggan
sebelum menggunakan produk atau jasa berbeda-beda. Setiap konsumen memiliki ekspektasi yang berbeda-beda dan menerapkan tipe ekspektasi
yang berbeda untuk situasi yang berbeda. Literatur kualitas layanan dan kepuasan pelanggan yang ditulis oleh Santos dan Boote 2003 dalam
Tjiptono 2008 menuliskan terdapat setidaknya 56 definisi yang berkembang
mengenai ekspektasi
pelanggan. Definisi-definisi
dikelompokkan menjadi delapan tipe yang paling banyak digunakan dalam literatur kualitas layanan dan kepuasan pelanggan, yaitu :
1. Ideal expectation, yaitu tingkat kinerja optimum atau terbaik yang diharapkan diterima konsumen. Standar ideal identik dengan
excellence kesempurnaan, yakni standar sempurna yang membentuk ekspektasi terbesar konsumen. Tipe ini adalah standar ekspektasi
yang paling sulit dipahami. 2. Normative should expectation persuasion-based standard, yaitu
tingkat kinerja yang dianggap konsumen seharusnya mereka dapatkan dari produk yang dikonsumsi. Ekspektasi normatif lebih rendah
dibandingkan ekspektasi ideal, karena biasanya biasanya ekspektasi normatif dibentuk oleh produsen atau penyedia jasa.
3. Desired expectation, yaitu tingkat kinerja yang diinginkan pelanggan dapat diberikan produk atau jasa tertentu. Tipe ekspektasi ini
merupakan perpaduan antara apa yang diyakini pelanggan dapat can be dan seharusnya should be diterimanya.
4. Predicted will expectation experience-based norms, yaitu tingkat kinerja yang diantisipasi atau diperkirakan konsumen akan
diterimanya, berdasrkan semua informasi yang diketahuinya. Tipe ekspektasi ini juga bisa didefinisikan sebagai tingkat kinerja yang
bakal atau mungkin terjadi pada interaksi berikutnya antara pelanggan dan perusahaan. Standar ini terbentuk berdasarkan pengalaman masa
lalu dalam mengkonsumsi kategori produk atau jasa tertentu dan persepsi konsumen terhadap produk kinerja tipikal.
5. Deserved want expectation equiptable expectation, yaitu evaluasi subyektif konsumen terhadap investasi produknya. Tipe ekspektasi
ini berkenaan dengan apa yang setidaknya harus terjadi pada interaksi atau service encounter berikutnya, yakni layanan yang dinilai sudah
selayaknya didapatkan. 6. Adequate expectation atau minimum tolerable expectation, yaitu
tingkat kinerja terendah yang bisa diterima atau ditolerir konsumen. 7. Intolerable expectation, yaitu serangkaian ekspektasi menyangkut
tingkat kinerja yang tidak bakal ditolerir atau diterima pelanggan. 8. Worst imaginable expectation, yaitu skenario terburuk mengenai
kinerja produk yang diketahui dan atau terbentuk melalui kontak dengan media seperti tv, radio dan koran.
2.3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspektasi Pelanggan