Pendugaan Umur Simpan Seasoning dan Microencapsulated Ginger Powder dengan Metode Accelerated Shelf Life Testing di PT. Indesso Aroma

(1)

PENDUGAAN UMUR SIMPAN SEASONING DAN MICROENCAPSULATED

GINGER POWDER DENGAN METODE ACCELERATED SHELF LIFE

TESTING DI PT. INDESSO AROMA

LAPORAN MAGANG

OKKYTANIA ETIKANINGRUM PARSETIORINI

F24070129

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

 


(2)

PREDICTING SHELF LIFE OF SEASONINGS AND

MICROENCAPSULATED GINGER POWDERS

WITH ACCELERATED SHELF LIFE TESTING

AT PT INDESSO AROMA

Okkytania E. Parsetiorini, C. C. Nurwitri and Mariance

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO Box 220, West Java,

Indonesia

Phone 62 856 9313 6226 email: taniapars@gmail.com

ABSTRACT

Seasonings’ and microencapsulated powder ginger powders’ quality are sensitive to changes in water levels. Accelerated shelf life testing (ASLT) method was used to determine the shelf life of seasonings and microencapsulated ginger powders based on critical moisture content approach. Appearance and flavor was found to be the critical parameter in seasonings and microencapsulated ginger powders deterioation. Shelf life of products depends on product’s characteristics (initial moisture content, moisture content equilibrium and water activity), storage conditions (temperature and relative humidity), and packaging (primary package’s permeability and surface area of packaging). The calculations were based on three storage conditions (warehouse storage conditions, storage temperature of 30OC 80% RH and 10OC 50% RH). In wareho use storage conditions, the shelf life of microencapsulated ginger powder-1 and microencapsulated ginger powder-2 are 5,52 years and 1.51 years. On the other hand, seasonings and their shelf life are Oritasty™-1 0.46 years, Oritasty™-2 1,81, Barbequnic™ 2.13 years, Baladonesia™ 1.28 years and 1.50 years, WesternAsia™ 0.64 years, CheezyChez™ 3.08 years, Oceania™ 2.23 years, Maniche™ 1.34 years.

Keywords: seasoning, microencapsulated ginger powder, shelf life, Accelerated shelf life testing, critical moisture content


(3)

Okkytania Etikaningrum Parsetiorini. F24070129. Pendugaan Umur Simpan Seasoning dan

Microenkapsulated Ginger Powder dengan Metode Accelerated Shelf Life Testing di PT. Indesso Aroma. Di bawah bimbingan C. C. Nurwitri dan Mariance. 2011

RINGKASAN

Seasoning dan microencapsulated ginger powder merupakan produk bubuk yang kualitasnya sensitif terhadap perubahan kadar air. Metode Accelerated shelf life testing yang didasarkan pada kadar air kritis digunakan dalam perhitungan umur simpan seasoning and microencapsulated ginger powder.

Tujuan pelaksanaan magang ini adalah menduga umur simpan dari produk seasoning dan

microencapsulated ginger powder menggunakan metode Accelerated Shelf Life Testing di PT Indesso Aroma. Kegiatan magang dilakukan di PT. Indesso Aroma dari bulan aret hingga bulan Juni 2011.

Parameter yang digunakan sebagai penentu titik kritis seasoning dan microencapsulated ginger powder ialah kenampakan dan citarasa. Dalam kegiatan magang, dilakukan kegiatan pengukuran slope kurva sorpsi isotermis atau aktivitas air, kadar air awal dan kadar air kritis dan faktor-faktor lain seperti laju transmisi uap air (WVTR) dan luas permukaan kemasan, serta kondisi ruang penyimpanan atau gudang. Dilakukan perhitungan umur simpan terhadap tiga kondisi penyimpanan, kondisi penyimpanan gudang, penyimpanan suhu 30OC RH 80%, dan kondisi suhu 10

O

C RH 50%.

Pada kondisi gudang, umur simpan produk microencapsulated ginger powder-1 dan

microencapsulated ginger powder-2 adalah 5,52 tahun dan 1,51 tahun. Sedangkan umur simpan produk seasoning dalam satuan tahun, masing-masing adalah Oritasty™-1, Oritasty™-2 , Barbequnic™, Baladonesia™-1 dan Baladonesia™ -2, WesternAsia™, CheezyChez™, Oceania™, dan Maniche™ masing-masing adalah 0,46, 1,81, 2,13, 2,28, 1,50, 0,64, 3,08, 2,23, 1,34 tahun. Perhitungan umur simpan dipengaruhi oleh karakteristik awal produk (kadar air awal, kadar air kesetimbangan dan aktifitas air), kondisi penyimpanan (suhu dan kelembaban relatif), dan kemasan (permeabilitas kemasan dan luas permukaan kemasan).


(4)

PENDUGAAN UMUR SIMPAN SEASONING DAN MICROENCAPSULATED

GINGER POWDER DENGAN METODE ACCELERATED SHELF LIFE

TESTING DI PT. INDESSO AROMA

LAPORAN MAGANG

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

oleh

OKKYTANIA ETIKANINGRUM PARSETIORINI

F24070129

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(5)

Judul Laporan Magang :Pendugaan Umur Simpan Seasoning dan Microencapsulated Ginger Powder dengan Metode Accelerated Shelf Life Testing di PT. Indesso Aroma

Nama : Okkytania Etikaningrum Parsetiorini

NIM : F24070129

Menyetujui,

Pembimbing I,

(Ir. C.C. Nurwitri, DAA) NIP. 19580504 198503 2 001

Pembimbing II,

(Mariance, S. TP.)

Mengetahui: Plt. Ketua Departemen

(Dr.Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si) NIP. 19610802 198703 2 002


(6)

PERNYATAAN MENGENAI LAPORAN MAGANG DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa laporan magang dengan judul Pendugaan Umur Simpan Seasoning dan Microencapsulated Ginger Powder dengan Metode Accelerated Shelf Life Testing di PT. Indesso Aroma adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademik dan pembimbing lapang, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir laporan magang ini.

Bogor, Agustus 2011 Yang membuat pernyataan

Okkytania E Parsetiorini F24070129


(7)

©Hak cipta milik Okkytania Etikaningrum Parsetiorini, tahun 2011

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm dan sebagainya


(8)

BIODATA PENULIS

Okkytania Etikaningrum Parsetiorini. Lahir di Semarang, 13 Oktober 1989 dari ayah Edhi Parsetio dan ibu Sri Hetty Susetyorini, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menamatkan sekolah dasar (SD) pada tahun 2001 dari SD H Isriati Baiturrahman Semarang, dan melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 3 Semarang hingga tahun 2004 dan menyelesaikan studi Sekolah Menengah Atas (SMA) pada tahun 2007 dari SMA Negeri 3 Semarang dan pada tahun yang sama diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa organisasi antara lain Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (BEM-F) sebagai sekertaris Departemen Agritech pada tahun 2009 dan Majalah Peduli Pangan dan Gizi, Emulsi pada tahun 2009-2011 sebagai staf marketing dan sekertaris perusahaan. Selain aktif dalam organisasi, penulis juga aktif dalam kepanitiaan beberapa acara, seperti Lomba Essay Nasional 2008, wisuda FATETA 2008, PLASMA (Pelatihan Sistem Manajemen Halal) 2009 dan Dies Natalis FATETA 45 tahun 2009.

Pelatihan yang pernah diikuti oleh penulis adalah PLASMA (Pelatihan Sistem Manajemen Halal) tahun 2010 dan Pelatihan HACCP tahun 2010 yang diadakan oleh HIMITEPA (Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan). Pada tahun 2009, penulis menjadi asisten dosen praktikum mata kuliah Dasar-dasar Komunikasi. Sebagai tugas akhir, penulis melaksanakan magang penelitian di PT Indesso Aroma dengan topik penelitian Pendugaan Umur Simpan

Seasoning dan Microencapsulated Ginger Powder dengan Metode Accelerated Shelf Life Testing.  


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah SWT atas karuniaNya sehingga laporan magang ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan Judul Pendugaan Umur Simpan Seasoning dan

Microenkapsulated Ginger Powder dengan Metode Accelerated Shelf Life Testing di PT. Indesso Aroma telah dilaksanakan di PT. Indesso Aroma sejak bulan Maret hingga Juni 2011.

Dengan selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1.

Kedua orang tua, Bapak Edhi Parsetio dan Ibu Sri Hetty Susetyorini serta adik-adik, Novrita Sari dan Indra Budi S atas semua doa dan dukungan baik moral maupun material yang telah diberikan kepada penulis hingga penulis berhasil menyelesaikan studi.

2.

Ir. CC Nurwitri, DAA atas saran, dukungan dan semangat yang diberikan selaku pembimbing utama.

3.

Mariance,S.TP atas kesediaan sebagai pembimbing II dan bantuan, kerjasama dan kepercayaan yang diberikan kepada penulis dalam pengerjaan penelitian.

4.

Ir Didah Nur Fauziah M,Si atas kesediaannya menguji dan saran-saran yang diberikan kepada penulis.

5.

Bapak Efendi, selaku Direktur M&L PT Indesso Aroma yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk magang di PT Indesso Aroma.

6.

Ibu Bernadette Widyastuti, Bapak Nanang, Bapak Erwin Riyadi, Bapak Leo Senobroto, Bapak Iwan Syarifudin, Bapak Catur Mirwantono atas kepercayaan dan bantuan yang diberikan selama penulis dalam melaksanakan penelitian.

7.

Keluarga baru di PT Indesso Aroma yang tidak dapat penulis sebutkan satu per-satu, terimakasih atas persahabatan, bantuan, dukungan dan doa yang diberikan kepada penulis saat penulis melakukan kegiatan magang dan menyelesaikan laporan magang.

8.

Bapak Indra Gunawan, Ibu Yuliani dan Rakha yang telah bersedia memberikan tempat tinggal yang nyaman dan menyenangkan untuk penulis selama menyelesaikan studi.

9.

Teman-teman ITP yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu senantiasa berjuang bersama dan saling menyemangati dalam menyelesaikan studi terimakasih telah memberikan pengalaman terbaik di IPB.

10.

Dwi Aryanti Nur Utami, teman seperjuangan satu bimbingan dalam penyelesaian tugas akhir, terimakasih untuk semangat, doa dan kebersamaan hingga menyelesaikan studi

11.

Teman-teman Kost Pondok Putri Rahmah lantai 2: Anggun, Sarah, Kak Vitria, Ipit, Ningrum, Fika, Ririn, Lae, dan Diska atas cerita, semangat, dukungan dan doa yang diberikan kepada penulis hingga penulis dapat menyelesaikan studi.

12.

Seluruh keluarga dan teman IPB, SMA, SMP dan SD yang turut memberikan doa dan dukungan selama masa kuliah hingga melaksanakan tugas akhir, yang tidak dapat penulis tuliskan satu per satu.

Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi pangan.

Bogor, Agustus 2011

Okkytania E Parsetiorini


(10)

DAFTAR ISI

 

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ...vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

II. PROFIL PERUSAHAAN ... 2

1. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN ... 2

2. LOKASI DAN TATA LETAK PERUSAHAAN ... 3

3. STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN DAN KETENAGAKERJAAN ... 4

4. JENIS DAN SPESIFIKASI PRODUK ... 5

5. PROSES PRODUKSI ... 7

Microencapsulated Ginger Powder ... 7

Seasoning ... 8

III. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

1. UMUR SIMPAN ... 9

2. METODA AKSELERASI ... 10

3. 4.   MODEL KADAR AIR KRITIS ... 11

PERISA ... 13

5. CAKING ... 13

IV. METODOLOGI PENELITIAN ... 15

1.

BAHAN DAN ALAT ... 15

2.

METODA PENELITIAN ... 15

3.

METODA ANALISIS ... 18

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

1.

FAKTOR MUTU KRITIS ... 20

2.

KARAKTERISTIK AWAL PRODUK ... 20

3.

PENENTUAN KADAR AIR KRITIS ... 24

4.

KONDISI PENYIMPANAN ... 25

5.

PERHITUNGAN UMUR SIMPAN ... 26

VI. SIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 31

1. SIMPULAN ... 31

2. REKOMENDASI ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32

LAMPIRAN ... 34  

     


(11)

v   

 

                 

DAFTAR TABEL

 

halaman

Tabel 1. Aktivtas air dari berbagai larutan garam jenuh pada berbagai suhu ... 16 Tabel 2. Preparasi larutan jenuh untuk penetapan kurva sorpsi isothermis ... 16 Tabel 3. Kadar Air Kesetimbangan (Me) Microencapsulated Ginger Powder-1 pada Beberapa RH Penyimpanan ... 23 Tabel 4. Perbandingan Umur Simpan Seasoning dan Microencapsulated Ginger Powder dengan Produk Sejenis ... 28   

           

       


(12)

DAFTAR GAMBAR

halaman

Gambar 1. Kadar Air Awal Seasoning dan Microencapsulated Ginger Powder ... 21

ambar 2. Bobot Solid Seasoning dan Microencapsulated Ginger Powder ... 21

bar 3. Aktivitas Air Seasoning dan Microencapsulated Ginger Powder ... 22

ambar 4. Kurva Sorpsi Isotermis Microencapsulated Ginger Powder -1 ... 23

ambar 5. Kadar Air Kritis Seasoning dan Microencapsulated Ginger Powder ... 24

Gambar 6. Luas Permukaan Kemasan ... 25

ambar 7. Umur Simpan Seasoning dan Microencapsulated Ginger Powder ... 27   

         

  G Gam G G

G

 

                     


(13)

vii   

DAFTAR LAMPIRAN

halaman

ampiran 1. Denah Pabrik PT. Indesso Aroma Cileungsi ... 35 

Lampiran 2.Struktur Organisasi PT. Indesso Aroma ... 36

ampiran 3.Struktur Organisasi PT. Indesso Aroma Cileungsi ... 37

Lampiran 4. Kadar Air Awal dan Bobot Solid Microencapsulated Ginger Powder dan Seasoning .... 38

ampiran 5. Perubahan Bobot Microencapsulated Ginger Powder-1 pada RH Tertentu ... 39

piran 6. Kurva Perubahan Bobot Microencapsulated Ginger Powder-1 pada RH Tertentu ... 40

piran 7. Kadar Air Kesetimbangan Microencapsulated Ginger Powder-1 ... 40

ampiran 8. Kurva Sorpsi Isotermis Microencapsulated Ginger Powder-1 ... 41

Lampiran 9. Aktivitas Air Microencapsulated Ginger Powder dan Seasoning ... 41

ampiran 10. Hasil Tes Organoleptik Berdasarkan Citarasa dan AppearanceMicroencapsulated Ginger Powder-1 ... 42

ampiran 11. Hasil Tes Organoleptik Berdasarkan Citarasa dan AppearanceMicroencapsulated Ginger Powder-2 ... 43 

ampiran 12. Hasil Tes Organoleptik Berdasarkan AppearanceOritasty™-1 ... 43

ampiran 13. Hasil Tes Organoleptik Berdasarkan Citarasa Oritasty™-1 ... 44

Lampiran 14. Hasil Tes Organoleptik Berdasarkan Appearance Oritasty™-2 ... 44

Lampiran 15. Hasil Tes Organolepti ... 44

ampiran 16. Hasil Tes Organoleptik Berdasarkan AppearanceBarbequnic™ ... 45

Lampiran 17. Hasil Tes Organoleptik Berdasarkan Citarasa Barbequnic™ ... L L L Lam Lam L L L L L k Berdasarkan Citarasa Oritasty™-2 L ... 45

Lampiran 18. Hasil Tes Organoleptik Berdasarkan Appearance Baladonesia™1 ... 45

Baladonesia™ Lampiran 19. Hasil Tes Organoleptik Berdasarkan Citarasa 1 ... 46

Lampiran 20. Hasil Tes Organoleptik Berdasarkan AppearanceBaladonesia™2 ... 46

Lampiran 21. Hasil Tes Organoleptik Berdasarkan Citarasa Baladonesia™2 ... 46

Lampiran 22. Hasil Tes Organoleptik Berdasarkan AppearanceWesternAsia™ ... 47

Lampiran 23. Hasil Tes Organoleptik Berdasarkan Citarasa WesternAsia™ ... 47

Lampiran 24. Hasil Tes Organoleptik Berdasarkan AppearanceCheezychez™ ... 48 

Lampiran 25. Hasil Tes Organoleptik Berdasarkan Citarasa Cheezychez™ ... 48

Lampiran 26. Hasil Tes Organoleptik Berdasarkan AppearanceManiche™ ... 48

Maniche™ ... 49

Lampiran 27. Hasil Tes Organoleptik Berdasarkan Citarasa ... Lampiran 28. Hasil Pengukuran Luas Kemasan Microencapsulated Ginger Powder-1 ... 49

... 49

Lampiran 29. Hasil Pengukuran Luas Kemasan Microencapsulated Ginger Powder-2 ... Lampiran 30. Hasil Pengukuran Luas Kemasan Oritasty™-1 ... 50

Lampiran 31. Hasil Pengukuran Luas Kemasan WesternAsia™ ... 50

Lampiran 32. Hasil Pengukuran Luas Kemasan Metallocene ... 50

Lampiran 33. Data Kelembaban Relatif dan Suhu Gudang Savory ... 51

Lampiran 34. Data Suhu dan Kelembaban Relatif Gudang Aromatik ... 51

Lampiran 35. Perhitungan Umur Simpan Seasoning Berdasarkan Kondisi Penyimpanan Gudang Savory ... 52

Lampiran 36. Perhitungan Umur Simpan Seasoning Berdasarkan Kondisi Penyimpanan kondisi Suhu O 30 C & RH 80% ... 53

O Lampiran 37. Perhitungan Umur Simpan Seasoning Berdasarkan Kondisi Penyimpanan kondisi 10 C & RH50 % ... 54


(14)

Lampiran 39. Perhitungan Umur Simpan Microencapsulated Ginger Powder-1 ... 55 Lampiran 40. Microencapsulated Ginger Powders dan Seasonings ... 56 Lampiran 41. Tabel Tekanan Uap Air Murni (Labuza, 1982) ... 57


(15)

I. PENDAHULUAN

1.

LATAR BELAKANG

Salah satu upaya untuk memenuhi persyaratan mutu dalam rangka melindungi konsumen adalah dengan memberikan informasi mengenai umur simpan produk seasoning danmicroencapsulated ginger powder. Umur simpan juga merupakan parameter yang penting untuk mengetahui ketahanan produk selama penyimpanan dan merupakan bagian dari konsep pemasaran produk, serta berkaitan erat dengan jenis kemasan yang digunakan.

Pendugaan umur simpan produk dapat ditetapkan dengan dua metode, yaitu Extended Storage Studies (ESS) dan Accelerated Shelf Life Testing (ASLT). ESS adalah penentuan kadaluarsa dengan cara menyimpan satu seri produk pada kondisi normal sehari-hari dan dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai mutu kadaluawarsa. Metode ini sangat akurat dan tepat, namun pelaksanaannya memerlukan waktu yang panjang dan analisa karakteristik mutu yang dilakukan relatif banyak. Sedangkan dengan menggunakan ASLT, pengujian dapat dipercepat, dengan ketepatan dan akurasi tinggi. Pada metode ini, digunakan kondisi yang dapat mempercepat reaksi penurunan mutu produk.

Seasoning dan microencapsulated ginger powder merupakan produk flavor bubuk yang memiliki kadar air rendah dan bersifat higroskopis sehingga umur simpannya sangat dipengaruhi oleh faktor suhu dan kelembaban. Untuk produk yang relatif mudah rusak akibat penyerapan kadar air dari lingkungan, umur simpannya ditentukan dengan pendekatan kadar air kritis. Dengan metode ini, kerusakan semata-mata didasarkan pada perubahan kadar air karena penyerapan air dari luar kemasan hingga mencapai batas yang tidak dapat diterima secara organoleptik.

2.

TUJUAN

Mendugaumur simpan dari produk seasoning danmicroencapsulated ginger

powdermenggunakan metode Accelerated Shelf Life Testing di PT Indesso Aroma.

3.

MANFAAT

a. Memberikan informasi mengenai umur simpan dari produk seasoning danmicroencapsulated ginger powder, sehingga perusahaan dapat menarik kembali (recall) produk jika produk seasoning danmicroencapsulated ginger powder telah beredar di pasaran telah melebihi masa kadaluarsa.

b. Sebagai usaha menaati peraturan pemerintah mengenai kewajiban mencantumkan tanggal


(16)

II. PROFIL PERUSAHAAN

1.

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN

Operasi usaha minyak atsiri PT. Indesso (Indonesia Essential Oil) dimulai dari usaha keluarga tahun 1968 dengan menyuling daun cengkeh. Pengukuhan sebagai badan hukum CV Indesso diawali melalui akta notaris no. 2 yang dibuat di Semarang tanggal 2 Agustus 1968, akta tersebut mengalami perubahan dan pembaharuan, sehingga tanggal 30 Juni 1992, dengan akta pendirian no. 167 di Jakarta, badan hukum CV berubah menjadi PT Indesso Aroma yang berkedudukan di Purwokerto.

Perusahaan mengalami perkembangan dengan mengolah minyak cengkeh yang akan ditransformasi menjadi produk turunannya tersebut. Komitmen pimpinan perusahaan terhadap mutu ditingkatkan dengan merekrut tenaga profesional untuk mengembangkan produk. Selain itu, penggunaan peralatan modern dan peningkatan efisiensi proses dilakukan guna menghasilkan produk bermutu tinggi secara konsisten.

Masyarakat yang ada di lingkungan perusahaan tumbuh menjadi industri-industri kecil yang menyuling minyak daun cengkeh. Hubungan antara perusahaan dengan industri kecil tersebut berkembang dalam suasana kekeluargaan dan saling membutuhkan, sehingga berkembang pola bapak asuh. Perusahaan membantu industri kecil tersebut dengan bantuan modal dan bimbingan teknis yang hingga saat ini masih dilakukan secara konsisten.

Pihak pimpinan perusahaan memandang perlu adanya ekspansi. Pabrik pertama dibangun di Purwokerto, Jawa Tengah. Perluasan dilakukan dengan membangun pabrik kedua yang berlokasi di Cileungsi, Jawa Barat. Pabrik yang mulai beroperasi pada tahun 2001 ini, dikhususkan untuk memproduksi aromatic chemicals, produk-produk pangan berupa ekstrak alami, dan produk savory dengan teknologi yang lebih modern.Pihak perusahaan melakukan restrukturisasi mulai tanggal 1 Januari 1998, yakni dengan membagi PT Indesso menjadin tiga perusahaan, yaitu PT. Indesso Primatama sebagai holding company, PT Indesso Aroma sebagai Manufacturing Company, dan PT Indesso Niagatama sebagai Trading Company.

Sejak Januari 1996, perusahaan dengan komitmennya menerapkan sistem penjaminan mutu melalui sertifikasi ISO 9001. Komitmen menghasilkan produk dengan status Halal direalisasikan dengan diterapkannyaSistim Jaminan Halal yang dimulai sejak 2007. Kepedulian perusahaan akan mutu menjadikan bisnis terus berkembang dan dapat dibuktikan dengan perolehan sertifikat ISO 22000:2005 tentang sistimmanajemen keamanan pangan pada 1Agustus 2008. Pencapaian tersebut mengindikasikan bahwa PT Indesso dapat merambah pasar internasional dengan produknya yang berkualitas, ditunjang dengan sistem rencana mutu, manual mutu dan prosedur mutu yang handal.

Perusahaan bertumpu pada misi dan falsafah perusahaan dalam menjalankan roda bisnisnya. Misinya adalah mendayagunakan sumber alam Indonesia dan menjadi pelopor dari produk-produk baru yang bermutu dan potensial untuk dipergunakan dalam industri perisa dan pewangi (fragrance). Adapun falsafah perusahaan dirumuskan dalam empat prinsip dasar, yaitu: prinsip kekeluargaan, profesionalisme, integritas pribadi, dan sumberdaya manusia sebagai aset perusahaan.


(17)

Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, perusahaan senantiasa berusaha menciptakan suasana kerja yang nyaman bagi karyawan, yakni hubunganlong life employment. Selain itu, perusahaan juga memiliki kebijakan dan komitmen terkait mutu dan keamanan pangan, yaitu: 1) Kami memiliki komitmen untuk terikat standar tertinggi produksi melalui

penerapan teknologi mutakhir serta pengendalian mutu dan keamanan pangan yang ketat

2) Kami mendayagunakan kemampuan kami sebagai profesional untuk secara

konsisten mengendalikan mutu dan keamanan produkmelalui sistem manajemen mutu dan keamanan pangan, dan senantiasa berupaya melakukan perbaikan berkesinambungan dan memberikan pelayanan yang terbaik demi kepuasan pelanggan.

2.

LOKASI DAN TATA LETAK PERUSAHAAN

PT. Indesso Aroma mempunyai dua buah lokasi pabrik yang terletak di Purwokerto dan Cileungsi, serta kantor pusat (Head Office) yang terletak di Jakarta yang beralamat di Jl. Tanah Abang 2 No. 78 Jakarta Pusat. Pabrik PT. Indesso Aroma sendiri terdiri dari Pabrik I yang terletak di Jalan Raya Baturaden km 10, Purwokerto dengan luas tanah 10.000 m2 dan luas bangunan pabrik 2.500 m2 dan Pabrik II terletak di Jalan Raya Alternatif Cibubur-Cileungsi km 9, Bogor dengan luas tanah 45.000 m2 dan luas pabrik 4.500 m2.

Lokasi Pabrik II PT. Indesso Aroma yang dibangun pada tahun 2001 terletak di kawasan Cileungsi. Adapun alasan pembangunan tersebut adalah:

1. Lokasi pabrik dekat dengan pelabuhan sehingga lebih mudah dalam

pendistribusian produk.

2. Tersedianya lahan yang lebih luas dibandingkan dengan Pabrik I sehingga mendukung peningkatan kapasitas produksi.

3. Lokasi pabrik terletak relatif lebih dekat dari kantor pusat di Jakarta sehingga lebih mudah dalam melakukan komunikasi dan koordinasi perusahaan.

Tata urutan dan letak pabrik memegang peranan yang cukup penting dalam pendirian pabrik, karena akan berpengaruh terhadap efisiensi lahan yang digunakan. Semakin efisien penataan letak bangunan pabrik dan peralatan yang digunakan, maka lokasi pabrik dapat digunakan untuk membangun fasilitas-fasilitas lain seperti lapangan parkir, kantin, tempat ibadah, toilet, dan lahan yang dipersiapkan untuk ekspansi.

Terdapat 2 macam tata letak pabrik yaitu: 1. Tata letak pabrik

2. Tata letak bagunan di luar bangunan pabrik dan fasilitas lain.

Tata letak yang paling penting dari 2 macam tata letak di atas, yaitu tata letak pabrik. Tata letak pabrik menggambarkan tata letak mesin, peralatan, dan bangunan yang digunakan dalam pabrik, seperti pabrik ekstrak, pabrik aromatik, pabrik savoury, kantor, ruang kontrol, gudang bahan baku dan produk, ruang rapat, perpustakaan, ruang R&D, toilet, dan ruang ibadah. Sistem utilitas, unit pengolahan limbah, gudang bahan berbahaya (flammable dan korosif), asrama, dan tempat parkir merupakan bangunan di luar bangunan pabrik.

Tata letak pabrik didisain sedemikian rupa dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

1. Penggunaan lahan yang optimal.

2. Tersedia sisa lahan untuk kemungkinan ekspansi pabrik.


(18)

3. Kedekatan peralatan dengan ruang kontrol sehingga mempermudah pengendalian.

4. Menjamin keselamatan tenaga kerja.

5. Letak bangunan pendukung terhadap bangunan pabrik utama disesuaikan dengan fungsinya terhadap proses produksi.

3.

ORGANISASI PERUSAHAAN DAN KETENAGAKERJAAN

PT Indesso dipimpin oleh seorang presiden direktur yang dibantu oleh food safety team leader dan management representatif. Pabrik Indesso Cileungsi dipimpin oleh kepala pabrik yang membawahi divisi produksi ekstrak, produksi aromatik, bagian perawatan, akutansi dan keuangan, personnel & general affair (P&G), pengawasan mutu, laboratorium aplikasi serta penelitian dan pengembangan (Litbang). Masing-masing divisi ini dipimpin oleh seorang kepala divisi. Setiap divisi memiliki deskripsi kerjanya masing-masing.

Dalam rangka mengantisipasi pertumbuhan perusahaan yang cepat direksi memutuskan untuk melakukan restrukturisasi perusahaan dengan memisahkan manufaktur dan perdagangan, dengan suatu harapan masing-masing bidang akan bisa tumbuh dengan lebih baik dan pengelolaan perusahaan pun akan menjadi lebih profesional, sehingga diharapkan perusahaan akan lebih berperan di masa yang akan datang.

Pada saat ini dan waktu yang akan datang perusahaan lebih banyak mengembangkan ke arah industri kimia aromatik yang merupakan tahapan pengembangan lebih lanjut dari minyak atsiri. Dengan masuknya perusahaan ke dalam industri kimia aromatik akan memberikan nilai tambah bagi perusahaan di dunia internasional. Selain kimia aromatik, sejak beberapa tahun terakhir ini perusahaan juga telah mengembangkan produk-produk yang merupakan bagian dari ekstrak alami. Total karyawan perusahaan pada tanggal 30 Juni 2009 sebagai berikut :

Jakarta : 60 orang

Cileungsi : 101 orang

Purwokerto : 69 orang

Karyawan yang bekerja di PT Indesso Aroma berjumlah relatif sedikit karena dalam proses produksinya semi otomatis. Pengontrolan produksi dilakukan melalui komputer yang cukup dilakukan oleh 1-3 orang. Selain itu, untuk mengoordinasikan semua aktifitas divisi perusahaan, dibantu dengan perangkat lunak yaitu SAP (System Application and Product in data processing). Teknologi sistem informasi tersebut, perusahaan yang besar dapat dikelola oleh sumberdaya manusia yang relatif sedikit.

Sebanyak 60% sumberdaya manusia perusahaan terdiri atas tenaga kerja muda yang profesional, sehingga diharapkan perusahaan dapat mencapai cita-cita misinya. Karyawan bekerja selama 5 hari kerja, yaitu senin s.d. Jumat pukul 08.00-17.00. Sedangkan di bagian produksi aromatik dan ekstrak, supervisor dan operator dibagi berdasarkan tiga waktu pergantian jam kerja, yaitu shift I, pukul 07.00-16.00, shift II pukul 15.00-24.00, shift III pukul 23.00-08.00. Waktu yang bersamaan dalam shift tersebut digunakan untuk berkomunikasi dan berkoordinasi dari yang telah selesai bekerja ke yang akan mulai bekerja. Koordinasi produksi juga dilakukan dengan pencatatan aktivitas yang selesai dilakukan dan aktifitas yang harus dilakukan oleh shift berikutnya dalam sebuah buku log, sehinga terbentuk komunikasi yang baik, agar proses berjalan lancar dan target produksi dapat dicapai. Di samping itu, pengontrolan terhadap kinerja pekerja juga menjadi mudah dievaluasi, sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam menentukan kebijakan terkait


(19)

peningkatan kinerja para operator produksi, sehingga perbaikan secara terus-menerus dapat dilakukan secara konsisten.

4.

JENIS DAN SPESIFIKASI PRODUK

Jenis dan spesifik produk ini dibedakan menjadi jenis dan spesifik produk di unit aromatic,unit ekstrak dan savory. Berikut pembagiannya secara rinci.

Jenis dan Spesifikasi Produk Unit Aromatic Chemical

a. Eugenol asetat (American Chemical Society, 2011, CAS # 93-28-7)

Eugenol asetat berupa cairan tidak berwarna sampai berwarna kuning pucat, berbau seperti cengkeh, dan memiliki rasa yang pedas dan panas. Zat ini memiliki berat molekul 206,24 gram/mol dengan gravitasi spesifik 1,085 pada 25°C. Indeksrefraksinya pada 20°C adalah 1,525. Eugenol asetat dapat larut dalam alkohol 70%.

b. Isoeugenol (American Chemical Society, 2011, CAS # 97-54-1)

Menurut SNI 06-2112-1991, isoeugenol merupakan cairanberwarna kuning muda, agak kental dan memiliki bau menyenangkan, dideskripsikan sebagai bau floral dan spring dan rasa yang pedas dan panas dengan bobot jenis 1,079-1,085 dan kadar isoeugenol 99,5%. Beratmolekulnya 164,2 gram/mol dengan gravitasi spesifik 1,085 pada 25°C dan indeks refraksi 1,5720-1,5770 pada 20°C. zat ini larut dalam alkohol 50%.

c. Isoeugenol asetat (American Chemical Society, 2011, CAS # 93-29-8)

Isoeugenol asetat berupa serbuk kristal berwarna putih, berbau creamy- spicyseperti vanilla, dan mempunyai rasa yang pedas, panas dan sedikit manis. Zat ini memiliki berat molekul 206,24 gram/mol. Isoeugenol asetat dapat larut dalam etanol 95%. d. Metil eugenol (American Chemical Society, 2011, CAS # 93-15-2)

Metil eugenol berupa cairan minyak tidak berwarna sampai berwarna kuning pucat, berbau seperti cengkeh, dan mempunyai rasa yang pedas, panas dan getir. Zat ini memiliki berat molekul 178,23 gram/mol dengan gravitasi spesifik 1,036 pada 25°C. indeks refraksi pada 20°C adalah 1,550. Metil eugenol dapat larut dalam alkohol 70%.

e. Metil isoeugenol (American Chemical Society, 2011, CAS # 93-16-3)

Metil isoeugenol berupa cairan minyak tidak berwarna sampai berwarna kuning pucat, berbau seperti cengkeh, dan mempunyai rasa yang pedas, panas dan getir. Zat ini memiliki berat molekul 178,23 gram/mol dengan gravitasi spesifik 1,055 pada 25°C. Indeks refraksi pada 20°C adalah 1,570. Metil isoeugenol dapat larut dalam alkohol 70%.

f. Caryophyllene(American Chemical Society, 2011, CAS # 87-44-5)

Caryophyllene berupa cairan minyak yang tidak berwarna atau berwarna kuning pucat, berbau seperti kayu, dan mempunyai rasa yang getir, pedas,panas dan kering. Zat ini memiliki berat molekul 204,36 gram/mol dengan gravitasi spesifik 0,92 pada 25°C. Indeks refraksi pada 20°C adalah 1,520.

Jenis dan Spesifikasi Produk Unit Ekstrak alami

a. Black tea extract(American Chemical Society, 2011, CAS # 84650-60-2)

Black tea extract berupa cairan hitam kental yang berwarna coklat tua sampai hitam, mempunyai aroma seperti teh hitam, dan rasa getir. Zat ini memiliki gravitasi


(20)

spesifik 1,38 pada 25°C, dapat larut dalam air, etanol 50% dan propilen glikol, sedikit larut dalam gliserol dan tidak larut dalam minyak nabati.

b. Green tea extract (American Chemical Society, 2011, CAS# 84650-60-2)

Green tea extract berupa cairan kental yang berwarna hijau tua, mempunyai aroma seperti teh hijau, dan rasa sedikit getir. Zat ini memiliki gravitasi spesifik 1,40 pada 25°C, dapat larut dalam air, etanol 50% dan propilen glikol, sedikit larut dalam gliserol dan tidak larut dalam minyak nabati.

c. Green tea powder

Green tea powder adalah produk bubuk hasil ekstraksi teh hijau (Camellia sinensis) yang digunakan untuk bahan baku makanan dan minuman. Bubuknya memiliki warna hijau hingga hijau tua dengan rasa dan aroma yang khas teh hijau (Sinijaet al.,2007). Green tea powder ini memiliki spesifikasi khusus, yaitu berupa batas moisture content maksimal 5%, EGCG content minimal 13%, dan tannin content minimal 45%.

d. Microencapsulated ginger powder

Flavor khas jahe didapatkan dari minyak esensial yang terkandung di dalamnya. Meskipun sifat-sifat dari minyak esensial dapat terdegradasi oleh proses pengolahan,hal ini dapat dicegah dengan mikroenkapsulasi(Hashmiet al., 2011). Produk akhir microencapsulated ginger powderberwarna cream-orange, kadar airkurang dari 10% dan lolos uji organoleptik. Dalam industri pangan, microencapsulated ginger powderini biasa digunakan sebagai campuran minuman jahe instan, kopi jahe, dan lain-lain.

e. Capsicum oleoresin (American Chemical Society, 2011, CAS # 8023-77-6)

Capsicum oleoresin adalah produk hasil ekstraksi cabai merah (Capsicum annum L.) yang termasuk dalam famili Solanaceae yang biasanya digunakan untuk industri makanan, seperti saus cabai. Capsicum oleoresin ini memiliki spesifikasi khusus seperti wujudnya adalah berupa cairan kental berwarna merah gelap dengan rasa dan aroma khas cabai merah. Produk ini juga memilki Scoville Heat Unit (SHU) atau tingkat kepedasan pada kisaran 1.000.000 ±5%, dan memiliki color value 7.000-8.000 CU.

Jenis dan Spesifikasi Produk Unit Savory

a. Culinaroma

Culinarona merupakan sebuah nama dagang produk-produk blended flavor yang diproduksi sebagai hasil kolaborasi PT. Indesso Aroma dan PT. Firmenich Indonesia.

Selain Blended Flavor, produk Culinaroma yang lain adalah Cheese

Powder. Beberapa varian dari culinaroma antara lain adalah Oritasty™ (original), Baladonesia™ (tradisional), Barbequnic™ (barbeque), CheezyChez™ (keju), Cornyippie™ (jagung), WesternAsia™ (internasional), Oceania™ (seafood) dan Maniche™ (varian manis).Sebagai Blended Flavor, Blended Flavor Culinaroma tersedia dalam 2 jenis yaitu Concentrated Flavor dan Ready To Use Flavor. Istilah umum Ready To Use Flavor ini adalah seasoning, sedangkan istilah umum dari Concentrated Flavor adalah Premix Seasoning. Para pelanggan yang dituju datang dari beberapa macam segmen industri yang banyak memakai Blended Flavor ini antara lain industri snack dan kacang, industri mi instan, industri bumbu kaldu, industri tepung bumbu, industri daging olahan dan industri saos. Culinaroma


(21)

menjaga kualitasnya dengan memperhatikan proses dan peralatan produksi dan produk harus lolos Quality Control dengan spesifikasi particle size, kadar air dansaltiness yang bervariasi antar varian dan lolos uji organoleptik (appearance dan citarasa) (Prajogo, 2008).

5.

PROSES PRODUKSI

a.

Microencapsulated Ginger Powder

Jahe (Zingiber officinale) adalah salah satu rempah-rempah yang melimpah di Indonesia. Menurut Koswara, 1995, sifat khas jahe disebabkan oleh minyak atsiri dan oleoresin jahe. Aroma harum jahe disebabkan oleh minyak atsiri, sedangkan oleoresinnya menyebabkan rasa pedas. Minyak atsiri dapat diperoleh atau diisolasi dengan destilasi uap dari rhizoma jahe kering. Ekstrak minyak jahe berbentuk cairan kental berwarna kehijauan sampai kuning, berbau harum tetapi tidak memiliki komponen pembentuk rasa pedas. Kandungan minyak atsiri dalam jahe kering sekitar 1–3 persen. Komponen utama minyak atsiri jahe yang menyebabkan bau harum adalah zingiberen dan zingiberol. Oleoresin jahe banyak mengandung komponen pembentuk rasa pedas yang tidak menguap. Komponen dalam oleoresin jahe terdiri atas gingerol dan zingiberen, shagaol, minyak atsiri dan resin. Pemberi rasa pedas dalam jahe yang utama adalah zingerol.

Minyak esensial rasa jahe pada umumnya memiliki karakter/ kesan warm, spicy, dan woody dan sedikit karakterlemon. Minyak esensial jahe dan oleoresinnya banyak diaplikasikan dalam industri makanan dan wewangian. Namun, kondisi pengolahan dapat menyebabkan degradasi minyak esensial jahe, mengurangi fungsional sifat yang dapat dicegah dengan mikroenkapsulasi. Enam alasan penggunakan teknologi mikroenkapsulasi dalam industri pangan adalah mengurangi efektivitas interaksi inti dengan faktor lingkungan, menurunkan laju migrasi bahan inti dengan lingkungan luar, mendukung penanganan, mengontrol pelepasan bahan inti, menutupi flavor inti, dan mencairkan bahan inti ketika digunakan dalam jumlah sangat kecil (Hashmiet al., 2011).

Sedangkan menurut Ahza dan Slamet (1997), mikroenkapsulasi adalah proses penyalutan partikel inti yang dapat berbentuk cair, padat, atau gas dengan suatu bahan pengisi khusus sehingga partikel inti tersebut mempunyai sifat fisika dan kimia yang sesuai yang dikehendaki. Spray drying adalah metode tertua dan umum digunakan untuk mikroenkapsulasi di industri pangan dan digunakan untuk pembuatan produk kering, dan bahan tambahan pangan, terutama perisa. Proses yang dilakukan ekonomis, fleksibel, mudah digunakan dan mudah ditangani. Penambahan material penyalut diperlukan dalam mikroenkapsulasi untuk menahan dan melindungi komponen volatil dari kehilangan atau kerusakan kimia selama pengolahan, penyimpanan serta penanganan harus bisa melepaskan materi inti yang diselaputinya sewaktu dikonsumsi. Beberapa jenis karbohidrat, seperti pati, gum, dekstrin dan yang lain juga sering dipakai sebagai bahan penyalut pada mikroenkapsulasi flavor.

Empat tahapan utama dalam pembuatan microencapsulated ginger powder adalah preparasai flavor, preparasi matriks, pencampuran matriks dan flavor lalu pengeringan dengan spray dryer. Preparasi flavor merupakan proses pencampuran beberapa jenis ekstrak jahedengan takaran tertentu hingga homogen. Flavor yang telah siap dianalisa kandungan gingerol dan total padatannya. Selanjutnya adalah preparasi matriks enkapsulasi berupa turunan polisakarida. Pada suhu ±400C, matriks dan flavor dicampur dalam tanki preparasi yang kemudian dikondisikan untuk pengeringan dengan spray dryer.


(22)

Microencapsulated ginger powder akan ditampung di dalam silo, dan diayak dengan vibrousiever. Bahan tambahan makanan berupa silikon dioxide ditambahkan pada microencapsulated ginger powder dengan tujuan untuk mencegah penggumpalan. Sebelum dilakukan pengemasan, terlebih dahulu dilakukan analisis kadar air dan organoleptik oleh Quality Control.

b.

Seasoning

Menurut Farrel (1990)seasoning merupakan bahan campuran yang terdiri dari satu atau lebih rempah-rempah yang ditambahkan ke dalam makanan selama pengolahan atau dalam persiapan, sebelum disajikan untuk memperbaiki perisa alami makanan, sehingga lebih disukai oleh konsumen. Tidak seperti kondimen yang ditambahkan setelah makanan disajikan, seasoning harus ditambahkan sebelum makanan siap disajikan. Beberapa ramuan dapat disebut seasoning pada waktu tertentu dan disebut kondimen pada waktu lain, contohnya adalah penggunaan saus tomat. Saus tomat akan menjadi kondimen yang disajikan bersama makanan yang siap saji, namun dapat didefinisikan sebagai seasoning ketika dicampurkan pada rebusan daging. Industri perisa mulai berkembang pada awal abad 19, diawali oleh destilasi minyak essensial dan ekstraksi tumbuh-tumbuhan sebagai bahan bakunya. Mulai abad 20, seiring berkembangnya riset kimia, industri ini pun melangkah ke tahap selanjutnya yaitu menghasilkan perisa atau seasoning yang memanfaatkan bahan kimia tertentu (Wright, 2002).

Dalam Seigman (2001), duabelas bahan utama untuk pembuatan seasoning, adalah: garam, bahan pengisi, bubuk produk hewani, bubuk produk tumbuh-tumbuhan, rempah-rempah, perisa campuran, peningkat rasa (enhancher), pemanis, asam, pewarna, bahan penolong, antioksidan. Seasoning diproduksi dalam berbagai bentuk, salah satunya dalam bentuk bubuk (powder) dan juga disebut ready to use flavor. Bentuk bubuk ini dianggap memiliki nilai ekonomis tinggi, lebih praktis dalam penggunaan serta memudahkan pengemasan dan pengangkutannya. Namun demikian, penggumpalan atau kerusakan lainnya merupakan masalah yang sering terjadi pada produk dalam bentuk bubuk. Menurut Tainter dan Grenis (2001), penggumpalan sering menyebabkan perubahan solubilitas, kenaikan oksidasi lemak dan aktivitas enzim, kehilangan citarasa dan kerenyahan, penurunan kualitas organoleptik, dan umur simpan.

Secara umum, produksi seasoning melalui empat tahapan, yaitu preparasi bahan kemudian mixing, sieving, dan packaging. Preparasi bahan dilakukan di ruang preparasi, dimana komposisi seasoning dipindahkan dari gudang, ditimbang dan dipersiapkan sebelum mixing. Untuk komposisi liquid, terlebih dahulu dilakukan pembuatan premix dengan mencampurkan komposisi tersebut dengan bubuk higroskopis di dalam Planetary mixer. Selanjutnya adalah proses mixing, mixing dilakukan dengan high speed mixer, atau paddle mixer. Setelah proses ini, seasoning terlebih dahulu diperiksa kualitasnya oleh Quality Control dengan parameter kadar air dan organoleptik. Kemudian seasoning dikecilkan ukuran partikelnya dengan vibrosiever, cummill siever. Dilakukan kontrol mutu kembali oleh Quality Control dengan parameter mutu kadar air, particle size dan mikrobiologi. Proses terakhir adalah pengemasan atau packaging, melalui filling machine, seasoning dimasukkan ke dalam plastik LLDPE atau metallocene. Sebelum sealing, dilakukan pendeteksian logam dengan metal-detector.


(23)

III. TINJAUAN PUSTAKA

1.

UMUR SIMPAN

The Institute of Food Technologist (1974) dalam Robertson (1993)mendefinisikan umur simpan produk sebagai selang waktu antara saat produksi hingga saat konsumsi, dimana produk berada dalam kondisi yang memuaskan pada sifat-sifat penampakan, rasa, aroma, tekstur, dan nilai gizi. Sedangkan Rachtanapun (2009) mendefinisikan umur simpan sebagai berikut: suatu produk dianggap berada pada kisaran umur simpannya bilamana kualitas produk secara umum dapat diterima untuk tujuan seperti yang diinginkan oleh konsumen dan selama bahan pengemas masih memiliki integritas serta memproteksi isi kemasan.

Floros dan Gnanasekharan (1993) dalam Herawati (2005) menyatakan umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh produk untuk mencapai tingkatan degradasi mutu tertentu dalam kondisi penyimpanan tertentu. Enam faktor utama yang mengakibatkan penurunan mutu atau kerusakan pada produk pangan adalah massa oksigen, uap air, cahaya, mikroorganisme, kompresi atau bantingan dan bahan kimia toksik. Faktor-faktor tersebut dapat mengakibatkan terjadinya penurunan mutu atau kerusakan mutu lebih lanjut, seperti oksidasi lipida, kerusakan vitamin, kerusakan protein, perubahan bau, perubahan unsur-unsur organoleptik, dan kemungkinan terbentuknya racun. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan pada produk pangan menjadi dasar dalam penentuan titik kritis umur simpan. Titik kritis ditentukan berdasarkan faktor utama yang sangat sensitif serta dapat mengakibatkan timbulnya perubahan mutu selama distribusi, penyimpanan hingga siap dikonsumsi.

Syarief dan Halid (1993) menyatakan bahwa hasil atau akibat dari berbagai reaksi kimiawi yang terjadi di dalam produk pangan bersifat akumulatif dan irreversible selama penyimpanan, sehingga pada saat tertentu hasil reaksi tersebut mengakibatkan mutu pangan tidak dapat diterima lagi disebut sebagai jangka waktu kadaluarsa. Faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan bahan pangan yang dikemas adalah sebagai berikut:

a. Keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen, atau kemungkinan terjadinya perubahan kimia internal dan fisik

b. Ukuran kemasan dalam hubungan dengan volume c. Kondisi atmosfer (terutama suhu dan kelembaban)

d. Kekuatan keseluruhan dari kemasan terhadap keluarmasuknya air, gas, dan bau, termasuk perekatan penutupan, dan bagian-bagian yang terlipat.

Menurut Robertson (1993), terdapat tiga faktor yang mempengaruhi umur simpan produk, yaitu karekteristik produk, lingkungan dimana produk tersebut terpapar selama distribusi, dan sifat dari kemasan yang digunakan.Faktor karakteristik produk yang dapat mempengaruhi umur simpan antara lain perishability, efek konsentrasi dari bahan-bahan tertentu yang memicu reaksi deterioratif, densitas kamba yang dipengaruhi oleh proses pengolahan dan kemasan, akan mempengaruhi area kosong pada pengemasan. Lingkunganselama distribusiakan terpengaruh oleh iklim, transfer massa, dan transfer panas. Sedangkan faktor pengemas sangat bergantung pada laju transportasi uap air dan transfer gas dan bau.

Sedangkan menurut Labuza (2002) empat faktor utama yang mempengaruhi umur simpan sebuah produk pangan adalah formulasi, proses pengolahan, pengemasan dan kondisi penyimpanan. Formulasi berkaitan dengan komposisi bahan, dapat meningkatkan nilai dari produk pangan, harus dipastikan keamanan dan keutuhannya untuk memperkirakan umur simpan, termasuk dalam


(24)

memastikan bahwa bahan yang digunakan tidak kehilangan masa simpan. Mengenai umur simpan, faktor kunci yang berpengaruh antara lain kadar air (maupun Aw), pH dan penambahan pengawet anti mikroba ataupun antioksidan. Proses pengolahan dimaksudkan untuk menghindari penurunan nilai mutu yang tidak diinginkan pada suatu bahan terformulasi serta mendukung perubahan fisik dan kimia yang memberikan nilai tambah produk akhir (terkecuali untuk produk yang membutuhkan aging atau pemeraman seperti keju dan wine). Setelah melalui tahapan proses pengolahan, atribut dari produk diharapkan dapat terjaga di dalam kemasan. Parameter penting yang dipengaruhi oleh pengemasan dan kondisi penyimpanan antara lain komposisi gas (oksigen, karbondioksida, gas inert, etilen dan lain sebagainya), kelembaban relatif (%RH), tekanan atau tegangan mekanik, cahaya dan suhu.

Lima pendekatan yang dapat digunakan dalam penentuan umur simpan menurut Labuza (2002), yaitu: 1) literature value, nilai pustaka sering digunakan dalam penentuan awal atau sebagai pembanding dalam penentuan produk pangan karena keterlibatan fasilitas yang dimiliki produsen pangan. 2) distribution turn over merupakan cara menentukan umur simpan produk pangan berdasarkan produk sejenis yang terdapat di pasaran. Pendekatan ini dapat digunakan pada produk sejenis di pasaran yang proses pengolahan, komposisi, maupun aspek lainnya sama dengan produk pangan yang ingin ditentukan umur simpannya. 3) distribution abuse test merupakan cara penentuan umur simpan produk berdasarkan hasil analisis produk pangan selama penyimpanan dan distribusi di lapangan, atau mempercepat proses penurunan mutu dengan penyimpanan pada kondisi ekstrim (abuse test). 4) consumer complaints adalah penentuan umur simpan oleh produsen berdasarkan komplain konsumen atas produk yang didistribusikan. 5) accelerated shelf life testing (ASLT) telah sering digunakan untuk pengujian umur simpan di laboratorium dengan menyimpan produk akhir pada kondisi lingkungan yang mempercepat proses penurunan mutu produk pangan (abuse condition) yang kemudian diproyeksikan umur simpan produk pada kondisi penyimpanan yang sebenarnya.

2.

METODA AKSELERASI

Sistem penentuan umur simpan secara konvensional membutuhkan waktu yang lama karena penetapan kadaluarsa pangan dengan metoda konvensional atau ESS (Extented Storage Studies) dilakukan dengan cara menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai mutu kadaluarsa. Maka untuk mempercepat waktu penentuan umur simpan tersebut, digunakan waktu penentuan metode Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) atau metoda akselerasi, yaitu kondisi penyimpanan diatur di luar kondisi normal sehingga produk dapat lebih cepat rusak dan penentuan umur simpan dapat ditentukan (Floros dan Gnanasekharan, 1993 dalam Herawati, 2005).

Tahapan melakukan percobaan ASLT adalah sebagai berikut meliputi penetapan parameter kriteria kadaluarsa, pemilihan jenis dan tipe pengemas, peentuan suhu untuk pengujian, prakiraan waktu dan frekuensi pengambilan contoh, plotting data sesuai ordo reaksi, analisis sesuai suhu penyimpanan dan analisis pendugaan umur simpan berdasarkan batas akhir penurunan mutu yang ditolerir. (Kusnandar, 2008)

Menurut Syarief dan Santausa,1989,penentuan umur simpan produk dengan metode akselerasi dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu 1) pendekatan kadar air kritis dengan teori difusi dengan menggunakan perubahan kadar air dan aktivitas air sebagai kriteria kadar air sebagai kriteria kadaluwarsa, dan 2) pendekatan semiempiris dengan bantuan persamaan Arrhenius, yaitu dengan teori kinetika yang pada umumnya menggunakan ordo nol atau ordo satu untuk produk pangan. Model persamaan matematika pada pendekatan kadar air diturunkan dari hukum difusi Fick


(25)

undireksional. Terdapat empat model matematika yang sering digunakan, yaitu model Hess dan Eichner (1971), model Rudolf (1986), model Labuza (1982) dan model paruh waktu (Herawati, 2005).

Model Arrhenius umumnya digunakan untuk melakukan pendugaan umur simpan produk pangan yang sensitif oleh perubahan suhu, diantaranya produk pangan yang mudah mengalami ketengikan (oksidasi lemak), perubahan warna oleh reaksi pencoklatan, atau kerusakan vitamin C. Di antara produk pangan yang dapat ditentukan umur simpannya dengan model ini adalah makanan kaleng komersial, susu UHT, susu bubukformula, produk chip/snack, jus buah, mie instan, frozenmeat/shrimp/fish, saus sambal/tomat, bumbu dan kondimen, selai, pasta,tepung-tepungan, kacang goreng, dan produk pangan lain yang mengandung lemak tinggi (berpotensi terjadi oksidasi lemak) atau gula pereduksi dan protein (berpotensi terjadi reaksi pencoklatan). Pada prinsipnya metode Arrhenius dilakukan dengan menyimpan produk pangan pada suhu ektrim, dimana kerusakan produk pangan terjadi lebih cepat, kemudian umur simpan ditentukan berdasarkan ekstrapolasi ke suhu penyimpanan. Oleh karena itu, umur simpan yang diperoleh bersifat ‘pendugaan’ yang validitasnya sangat ditentukan oleh model matematika yang diperoleh dari hasil percobaan.

Untuk produk pangan yang relatif mudah rusak akibat penyerapan kadar air dari lingkungan, penentuan umur simpan berdasarkan pada metode kadar air kritis. Dalam metode kadar air kritis tersebut, kerusakan didasarkan semata-mata pada kerusakan produk akibat menyerap air dari luar hingga mencapai batas yang tidak dapat diterima secara organoleptik. Kadar air pada kondisi dimana produk pangan sudah tidak dapat diterima secara organoleptik disebut kadar air kritis. Batas penerimaan tersebut didasarkan pada standar mutu organoleptik yang akan spesifikuntuk setiap jenis produk. Waktu yang diperlukan oleh produk untuk mencapai kadar air kritis menyatakan umur simpan produk. Produk pangan yang dapat ditentukan umur simpannya dengan metode ini antaralain biskuit, wafer, produk konfeksionari, makanan ringan (snack, chips), dan produk instan (powder) (Kusnandar, 2008).

3.

MODEL KADAR AIR KRITIS (Labuza,1982)

Model kadar air kritis atau persamaan Labuza (1982) merupakan permodelan berdasarkan perubahan fisik, yaitu untuk produk pangan yang sensitif terhadap perubahan kadar air. Model persamaan Labuza mengkorelasikan total jumlah penetrasi uap air (q) dengan berat produk, yaitu:

dWHR RO

dt R R R R .  

dimana:

dWH2O = jumlah air yang bertambah atau berkurang per hari (gram) k/x = permeabilitas kemasan (g H2O/ hari.m2.mmHg)

A = luas permukaan kemasan (m3)

Pout = tekanan uap air di luar kemasan (mmHg) Pout= Po*RH

Pin = tekanan uap air di dalam kemasan (mmHg) Pin= Po*Aw

Dalam model ini, terdapat dua pendekatan yang digunakan. Pendekatan yang pertama adalah pendekatan kurva sorpsi Isotermis. Penentuan umur simpan dengan pendekatan ini memperhitungkan pengaruh: 1) perbedaan kadar air awal dan kadar air kritis, semakin besar perbedan antara kadar air awal, maka umur simpan akan semakin lama, 2) perbedaan tekanan udara di luar dan dalam kemasan,


(26)

semakin besar perbedaannya, maka perpindahan uap air semakin lambat dan umur simpan lebih panjang, 3) permeabilitas kemasan, semakin besar permeabilitas kemasan, maka uap air akan semakin mudah bermigrasi, sehingga umur simpan menjadi lebih pendek, dan 4) luasan kemasan yang digunakan, semakin besar luasan kemasan, maka uap air yang masuk akan tersebar dan memperlambat tercapainya kadar air kritis, sehingga umur simpan menjadi semakin panjang. Dengan demikian umur simpan berdasarkan laju perubahan kadar air dapat ditentukan dengan persamaan Labuza (1982), yaitu:

t=

ln Me-Mi

Me-Mc k

x A Ws

Po b Dimana:

t = waktu untuk mencapai kadar air kritis atau umur simpan (hari) Mc = kadar air kesetimbangan pada suhu dan RH tertentu (%bk) Mo = kadar air awal produk di awal penyimpanan (%bk) Mc = kadar air kritis pada suhu tertentu (%bk)

k/x = WVTR/Po= permeabilitas kemasan (g/m2/hari/mmHg)

WVTR adalah water vapor transmission rate (g/m2/hari) pada suhu dan RH tertentu (%)

A = luas kemasan yang dihitung berdasaarkan dimensi kemasan yang digunakan (m2)

Ws = berat solid produk awal (gram) Po = tekanan uap air jenuh (mmHg)

b = slope kurva isotermis

Parameter-parameter persamaan Labuza (1986) di atas dapat dikelompokkan ke dalam tiga unsur, yaitu: unsur sifat fisik produk (Mc, Mi, Mc, Ws, dan b), unsur pengemas (k/x, A) dan lingkungan luar atau dalam pengemas (RH penyimpanan dan b).

Untuk produk pangan yang memiliki kelarutan yang tinggi, seperti produk yang mengandung sukrosa yang tinggi, maka sulit dicapai kadar air kesetimbangan dan kurva sorpsi isotermis tidak dapat diasumsikan linear, karena pada RH tertentu kadar airnya akan semakin meningkat (tidak tercapai kondisi kesetimbangan). Dengan demikian, persamaan Labuza di atas tidak dapat diterapkan karena tidak dapat diperoleh nilai kadar air kesetimbangan (Mc) dan slope kurva linear sorpsi isotermis (b). untuk produk yang memiliki kelarutan tinggi i za telah memodifikasi persamaan di atas sebagai berikut:

seperti ni, Labu

t

Dimana:

t = waktu untuk mencapai kadar air kritis atau umur simpan (hari) Mc = kadar air kritis pada suhu dan RH tertentu (%bk)

Mo = kadar air awal produk di awal penyimpanan (%bk) Mc-Mo= selisih antara kadar air kritis dengan kadar air awal (%bk) k/x = WVTR/Po= permeabilitas kemasan (g/m2/hari/mmHg)

A = luas kemasan yang dihitung berdasaarkan dimensi kemasan yang digunakan (m2)

Ws = berat solid produk awal (gram)


(27)

Dalam persamaan tersebut, tekanan udara luar bergantung pada suhu dan kelembaban relatif penyimpanan. Adanya perbedaan tekanan udara luar (Pout) dan tekanan udara dalam kemasan (Pin) akan menyebabkan mobilisasi uap air. Jika Pout > Pin, maka terjadi migrasi uap air ke dalam kemasan, dan sebaliknya jika Pout < Pin, maka terjadi perpindahan uap air dari dalam kemasan. Bila migrasi tersebut telah mencapai batas kritisnya, maka produk dinyatakan telah mencapai batas umur simpannya (Kusnandar, 2008).

4.

PERISA

Perisa merupakan gabungan karakteristik dari makanan yang dikonsumsi, yang menimbulkan sensasi dari rasa bau, dan juga oleh tanggapan trigeminal dalam mulut, diingat kembali dan diinterpretasikan oleh otak. Perisa dalam makanan memiliki makna berbeda dengan perisa sebagai bahan tambahan makanan atau yang dikenal dengan perisaing. Perisa dalam makanan dihasilkan oleh komponen kimia beraroma yang terbentukpada saat metabolisme di dalam tumbuh-tumbuhan dan hewan, dapat pula terjadi pada saat pemasakan atau pengolahan. Perisa sebagai bahan tambahan makanan dibuat oleh manusia, dengan cara mencampurkan komponen kimia beraroma alami atau sintetis, yang tidak ada di alam. Tujuannya adalah menghasilkan berbagai alternatif perisa, memodifikasi perisa, atau untuk menutupi perisa yang tidak diinginkan sehingga meningkatkan penerimaan produk akhir (Reineccius, 1994 ).

Definisi perisa menurut SNI-01-7152-2006 adalah bahan tambahan pangan berupa preparat konsentrat, dengan atau tanpa ajudan perisa (flavouring adjunct) yang digunakan untuk memberi flavor, dengan pengecualian rasa asin, manis dan asam, tidak dimaksudkan untuk dikonsumsi secara langsung dan tidak diperlakukan sebagai bahan pangan. perisa dibedakan menjadi tujuh jenis yaitu senyawa perisa alami, bahan baku aromatik alami, preparat perisa, perisa asap, senyawa perisa identik alami, senyawa perisa artifisial, dan perisa hasil proses panas. Pada Tabel 1 disajikan perbandingan pengertian dari ketujuh jenis perisa tersebut.

Terdapat lima alasan penggunaan perisa. Alasan pertama, proses pembuatan produk makanan mungkin mengharuskan penambahan perisa, misalnya karena kehilangan perisa akibat pemanasan. Alasan kedua, tidak tersedianya bahan aroma alami, sehingga mengharuskan penggunaan perisa. Alasan ketiga, faktor ekonomi dapat membatasi penggunaan bahan alami. Alasan keempat, bentuk dari bahan alami tidak dapat digunakan. Alasan kelima, potensi dari bahan alami sedemikian rupa sehingga tidak dapat digunakan secara praktis dalam produk akhir (Mayasari, 2009). Menurut deMan (1999), yangtermasuk dalam golongan perisa adalah rempah-rempah, oleoresin, minyak atsiri dan ekstrak alami. Dan yang termasuk perisa sintetik yang kebanyakan mengandung senyawa kimia yang sama seperti yang ada di alam, meskipun biasanya memiliki susunan yang lebih rumit. Tiga kategori dari perisa adalah a) perisa alami adalah senyawa tunggal yang diperoleh secara eksklusif dari bahan alam dalam keadaan alamiahnya atau diproses untuk konsumsi manusia b) perisaidentik-alami dihasilkan secara sintetis atau dari bahan mentah aromatic, dan secara kimia sama dengan bahan alam yang digunakan untuk konsumsi manusia c) perisa buatan atau sintetik adalah senyawa perisa yang tidak terdapat dalam bahan alam.

5.

CAKING

Caking adalah aglomerasi partikel yang kecil ke dalam potongan massa solid yang lebih besar. Suhu penyimpanan sangat berpengaruh terhadap terbentuknya gumpalan pada padatan dengan kadar air rendah (Johanson dan Paul, 1996). Agregasi dan penggumpalan partikel masalah serius pada banyak pengolahan bahan granular. Penggumpalan atau caking yang disebabkan oleh migrasi uap air dipengaruhi oleh siklus adsorpsi dan desorpsi uap air yang terjadi antara udara dan partikel padatan.


(28)

Secara umum, tahapan terjadinya caking karena migrasi uap air adalah sebagai berikut: 1) adsorpsi uap air dan secara penampakan, bubuk menjadi basah, 2) liquid bridging, perlusan kelembaban, 3) pengeringan dan desorpsi uap air, 4) pengerasan dan solid bridging, 5) penggumpalan(Christakis, 2006).

Caking bergantung pada aktivitas air, waktu, dan suhu serta berhubungan dengan fenomena hancurnya bubuk oleh gaya grafitasi. Tahapan dalam caking meliputi bridging, aglomerasi, pemadatan, dan liquefaction. Faktor-faktor yang diketahui mempengaruhi kinetika caking dapat dipengaruhi oleh bubuk itu sendiri (distribusi ukuran partikel, higroskopisitas dan muatan partikel, keadaan bahan, kotoran) dan faktor eksternal seperti suhu, kelembaban relatif dan

tekanan mekanik. Untuk mempertahankan sifat-sifat aliran yang tepat dari bubuk dan

mencegah penggumpalan serbuk, dapat diterapkan: (a) pengeringan hingga kadar air yang

rendah, (b) pengkondisian bubuk pada kelembaban atmosfer rendah dan kemasan dengan

permeabilitas rendah (c) penyimpanan pada suhu rendah, (d) penggunaan dessicant pada

kemasan, (e) aglomerasi, dan (f) panambahan anti-caking agent.

Anti-caking agent adalah bahan makanan yang ditambahkan ke bubuk higroskopis untuk meningkatkan kemampuan aliran serta menghambat penggumpalan. Anti-caking yang baik dapat bersaing dengan bubuk inti dalam penyerapan kelembaban sehingga mengurangi higroskopisitas dan kecenderungan untuk menggumpal. Bahan-bahan ini dari menyerap dan melindungi bahan pangan dengan menyerap uap air dalam jumlah yang besar dengan daya ikat yang tinggi, sehingga dapat menekan Aw pada kadar air yang relatif tinggi (Anonim, 2006). Aluminum calcium silicate, Calcium silicate, Magnesium silicate, Sodium aluminosilicate, Sodium calcium aluminosilicate, Tricalcium silicate merupakan anti-caking yang tercatat sebagai

bahan tambahan Generally Recognized As Safe (GRAS). GRAS merupakan setiap zat

yang sengaja ditambahkan pada makanan adalahmakanan aditif, yang ditinjau premarket dan persetujuan oleh FDA(Food and Drug Administration),kecuali substansi yang umumnya diakui

oleh ahli dan telah cukup terbukti aman di bawah kondisipenggunaan yang

dimaksudkan, terkecuali penggunaansubstansi yang dinyatakan dikecualikan dari


(29)

IV. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian dilakukan untuk menduga umur simpan dari sampel. Kondisi akselerasi dilakukan dengan mengondisikan sampel pada RH yang tinggi sehingga kadar air kritis lebih cepat tercapai daripada kondisi normal, yaitu suhu 25oC, RH 85,95% serta tanpa kemasan. Pengamatan yang dilakukan berdasarkan persamaan adalah: kadar air awal produk, kadar air kritis, dan permeabilitas uap air kemasan. Kontrol dilakukan dengan menyimpan sampel yang dengan kemasan di gudang (28oC, RH 66%). Pengamatan yang dilakukan terhadap kontrol meliputi kadar air dan organoleptik.

1.

BAHAN DAN ALAT

Bahansampelyang digunakan pada penelitian ini terdiri dari dua sampel

Miceroencapsulated ginger powder, beberapa sampel seasoning seperti

Oritasty™,Barbequnic™, dua jenisBaladonesia™, WesternAsia™,CheezyChez™,Oceania™,dan Maniche™yang diproduksi oleh PT. Indesso

Aroma, beberapa larutan garam, seperti NaOH, KI, NaNO3, NaCl, KBr, Na2SO4, K2Cr2O7, Mg(NO3)2. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain desikator, cawan alumunium, Aw meter, moisture analyser, RH-meter dan peralatan gelas

.

2.

METODA PENELITIAN

a.

Persiapan Sampel

Sebelum sampel dimasukkan ke dalam sorpsion container, terlebih dahulu dilakukan persiapan sampel. Persiapan untuk sampel: mula-mula sampel ditimbang dengan berat total sampel dalam cawan ±5 gram dengan menggunakan neraca analitik. Kemudian sampel diratakan permukaannya dengan mengunakan sendok. Tujuan perataan permukaan sampel adalah agar penyerapan uap air pada sampel selama penyimpanan seragam sehingga titik kritis produk dapat lebih mudah ditentukan oleh panelis.

b.

Penentuan Kadar Air Awal

Sampel yang dianalisis untuk penentuan kadar air awal diambil dari produk yang baru diproses (freshly processed products). Kadar air awal sample sampeldianalisis dengan menggunakan metode gravimetri (AOAC, 1995). Selain digunakan dalam perhitungan umur simpan dengan persamaan Labuza, hasil analisis kadar air awal juga digunakan untuk menentukan bobot solid (Ws). Penentuan kadar air awal dapat ditentukan dengan persamaan

M

Dimana:

Ws = bobot kering kemasan (gram) W = bobot sampel dalam kemasan (gram) M = kadar air (%bb)

c.

Penentuan Kurva Isothermis (Bell dan Labuza, 2000)

Dalam preparasi larutan garam jenuh ini digunakan 8 jenis garam yang mewakili beberapa nilai RH. Garam yang digunakan antara lain: NaOH, KI, NaNO3, NaCl, KBr, Na2SO4, K2Cr2O7, Mg(NO3)2. Garam yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam desikator (sorpsion container) kemudian ditambahkan demineral water. Larutan garam dinyatakan


(30)

jenuh apabila ada sebagian dari kristal garam yang tidak dapat larut (Hartoyo et al., 2010). Sorpsion container kemudian ditutup dan dibiarkan selama 24 jam pada suhu 250C. Jenis-jenis garam jenuh yang dapat digunakan dalam percobaan kurva sorpsi isotermis dapat dilihat pada Tabel 1, dan kuantitas garam yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1. Aktivtas air dari berbagai larutan garam jenuh pada berbagai suhu Jenis Larutan Garam

Jenuh 20°C 25°C 30°C

NaOH 0,07 0,069 0,068 LiCl 0,111 0,112 0,112

KC2H3O2 0,231 0,226 0,22

MgCl2 0,303 0,327 0,324

NaI 0,392 0,378 0,363

Mg(NO3)2 0,545 0,527 0,513

KI 0,699 0,688 0,679

NaNo3 0,751 0,738 0,728

NaCl 0,754 0,753 0,752 KBr 0,818 0,807 - KCl 0,851 0,843 0,835

Na2SO4 0,869 0,859 0,864

K2CrO4 0,866 0,864 0,863

BaCl2 0,907 0,903 -

NH4H2PO4 0,922 0,927 0,911

K2SO4 0,972 0,969 0,966

K2Cr2O7 0,979 0,98 0,97

Sumber: Syarief dan Santausa(1989)

Tabel 2. Preparasi larutan jenuh untuk penetapan kurva sorpsi isothermis

Jenis Larutan Garam Jenuh Aw Kuantitas

Garam (gram) Air (ml)

NaOH 0,06 150 85,0

LiCl 0,11 150 85,0

CH3COOK 0,23 200 65,0

MgCl2 0,32 200 25,0

K2CO3 0,44 200 90,0

Mg(NO3)2 0,53 200 30,0

NaBr 0,58 200 80,0

KI 0,69 200 50,0

SrCl2 0,71 200 50,0

NaCl 0,75 200 60,0

KCl 0,84 200 80,0

BaCl2 0,90 250 70,0

K2Cr2O7 0,98 250 50,0

Sumber: Spiess dan Wolf (1987)

Sebanyak ± 4 gram sampel diletakkan pada cawan kosong yang telah diketahui beratnya. Sampel dalam cawan tersebut dimasukkan dalam sorption container bersuhu 25°C. Sampel ditimbang bobotnya hingga tercapai bobot yang konstan, yaitu jika perubahan berat lebih kecil dari 0,005 gram pada tiga kali penimbangan berturut-turut (Debnath, et al., 2002). Setelah berat konstan, diukur kadar air dinyatakan dalam bobot kering. Berdasarkan nilai kadar air sampel pada berbagai nilai RH dibuat kurva sorpsi isothermisnya.


(31)

d.

Penentuan Kadar Air Kritis

Kadar air kritis adalah kadar air dimana secara organoleptik sudah tidak dapat diterima oleh konsumen (Syarief dan Halid, 1993). Kadar air kritis ditentukan dengan cara menyimpan produk di dalam chamber yang memiliki kelembaan tinggi.

Sampel disimpan dalam ruangan dengan kelembaban tinggi. Pengaturan kelembaban dilakukan dengan penggunaan larutan garam jenuh yang disimpan dalam desikator. Larutan garam jenuh yang digunakan untuk penentuan kadar air kritis yaitu larutan garam jenuh Na2SO4 pada suhu 25°C. Nilai RH larutan Na2SO4 pada suhu 25° C adalah 85,95% (Syarief dan Santausa,1989).

Prosedur penetapan kadar air kritis:sampel yang telah disiapkan kemudian diletakkan dalam desikator. Kemudian desikator ditutup rapat. Pengamatan sampel dilakukan setiap 1 jam untuk sampel seasoning dan 7 jam untuk sampel Miceroencapsulated ginger powder. Kemudian secara bersamaan kontrol dan sampel yang telah mengalami penyimpanan dalam desikator dengan waktu yang berbeda-beda disajikan kepada panelis agar dapat ditentukan mutu kritisnya. Parameter mutu yang diujikan terhadap sampel adalah parameter appearance dan citarasa.

Lalu sampel dikemas dalam plastik HDPE untuk diamati perbedaan visual (warna, flowability, caking) terhadap perubahan kadar air. Hasil uji organoleptik terhadap sampel diintepretasikan ke dalam kurva hubungan skor organoleptik dengan kadar air. Untuk sampel produk-produk seasoning, titik kritis ditentukan ketika skor organoleptik mencapai poin 4(katagori sedang) pada skala 1-7. Pada poin ini, diperkirakan sampel memiliki kenampakan yang basah dan telah berbeda nyata dengan kondisi awal.

Sedangkan untuk produk microencapsulated ginger powder, dilakukan uji perbandingan jamak dan diamati perbedaannya titik kritis diambil dari sampel yang memiliki karakter visual atau flavor yang berbeda nyata dari kontrol. Hal ini dikarenakan microencapsulated ginger powderini tidak mengalami perubahan visual yang signifikan terhadap perubahan kadar airnya.

Dua parameter yang diujikan adalah berdasarkan perubahan mutu appearance dan citarasa. Dari kedua parameter tersebut, diambil salah satu yang terlebih dahulu mengalami perubahan signifikan sebagai penentu titik kritis. Panelis yang digunakan untuk penetapan kadar air kritis ini adalah panelis terlatih. Panelis yang terpilih harus memahami karakteristik produk, parameter kerusakan mutu dan cara penilaiannnya (Setyaningsih et al., 2010). Setelah ditetapkan batas penolakan oleh panelis, maka dilakukan analisis kadar air kritis sampel yang dinyatakan dalam bobot kering.

e.

Penentuan Variabel Pendukung Masa Simpan

Variabel pendukung masa simpan digunakan untuk melengkapi persamaan masa simpan, antara lain permeabilitas kemasan, luas kemasan, dan bobot solid per kemasan. Permeabilitas kemasan didapatkan dari nilai Water Vapor Transmission Rate (WVRT) yang bersumber pada supplier dengan nilai tekanan air jenuh (Po) saat WVTR ditetapkan. Luas permukaan primer dihitung (A) dihitung dengan mengalikan panjang dan lebar kemasan dan dinyatakan dalam m2. Penentuan bobot solid (Ws) per kemasan diperoleh dengan menimbang berat produk awal dalam kemasan yang dikoreksi dengan kadar air awal.

f.

Perhitungan Masa Simpan (Labuza, 1986)

Parameter-parameter persamaan Labuza (1986) di atas dapat dikelompokkan ke dalam tiga unsur, yaitu: unsur sifat fisik produk (Mc, Mi, Mc, Ws, dan b), unsur pengemas


(32)

(k/x, A) dan lingkungan luar atau dalam pengemas (RH penyimpanan dan b).Data-data yang telah didapatkan dimasukkan ke dalam persamaan:

t= ln

Me-Mi Me-Mc k

x A Ws

Po b Dimana:

t = waktu untuk mencapai kadar air kritis atau umur simpan (hari) Me = kadar air kesetimbangan pada suhu dan RH tertentu (%bk) Mo = kadar air awal produk di awal penyimpanan (%bk) Mc = kadar air kritis pada suhu tertentu (%bk)

k/x = WVTR/Po= permeabilitas kemasan (g/m2/hari/mmHg)

WVTR adalah water vapor transmission rate (g/m2/hari) pada suhu dan RH tertentu (%)

A = luas kemasan yang dihitung berdasaarkan dimensi kemasan yang digunakan (m2)

Ws = berat solid produk awal (gram) Po = tekanan uap air jenuh (mmHg) b = slope kurva isotermis

Untuk produk pangan yang memiliki kelarutan yang tinggi, dan membentuk kurva

sorpsi isotermis yang khas, digu an modifikasi untuk menghitung umur

simpannya.

nakan persama

t

Dimana:

t = waktu untuk mencapai kadar air kritis atau umur simpan (hari) Mc = kadar air kritis pada suhu dan RH tertentu (%bk)

Mo = kadar air awal produk di awal penyimpanan (%bk) Mc-Mo= selisih antara kadar air kritis dengan kadar air awal (%bk) k/x = WVTR/Po= permeabilitas kemasan (g/m2/hari/mmHg)

A = luas kemasan yang dihitung berdasaarkan dimensi kemasan yang digunakan (m2)

Ws = berat solid produk awal (gram)

ΔP = tekanan uap air jenuh (mmHg)

3.

METODA ANALISIS

a.

Penentuan Kadar Air dengan Moisture Analyzer

Penentuan kadar air dengan metode gravimetri dilakukan dengan cara mengeluarkan

air dari bahan dengan moisture analyser. Mula-mula 4-6gram seasoning dan

microencapsulated ginger powder dimasukkan dalam cawan alumunium, kemudian moisture analyser diatur pada suhu 105oC kemudian tombol ENTER ditekan. Setelah beberapa menit, ketika seasoning dan microencapsulated ginger powder tidak lagi mengalami penguapan, maka akan didapatkan bobot akhir seasoning dan microencapsulated ginger powder, kadar air per berat kering (%/Ms) dan kadar air per berat basah (%M).

Kadar air (g/100 g bahan basah) = W W W


(33)

19 Kadar air (g/100 g bahan kering) = W W W

W W  x 

Dimana:

W= bobot contoh sebelum dikeringkan (g)

W1= bobot contoh+cawan sesudah dikeringkan (g) W2= bobot cawan kosong kering (g)

b.

Uji Organoleptik dengan Uji Beda dari Kontrol(Meilgaard et al.,

1999)

Uji beda dari kontrol merupakan salah satu jenis uji pembedaan secara keseluruhan karakter sensori yang melekat pada suatu produk pangan. Metode ini digunakan untuk menentukan adanya perbedaan antara satu atau lebih seasoning dan microencapsulated ginger powder dengan kontrol dan memperkirakan tingkat perbedaan tersebut. Pada uji ini, contoh yang akan diperbandingkan lebih dari satu macam. Dua atau lebih contoh disajikan secara bersamaan untuk kemudian diperbandingkan dengan contoh baku. Pada uji perbandingan jamak, jumlah panelis yang dipergunakan 5-15 orang panelis terlatih atau 15-20 orang panelis tidak terlatih.

Hasil penilaian dari panelis terhadap produk dikonversikan dalam bentuk skor. Selanjutnya data dari setiap parameter tersebut diuji dengan menggunakan sidik ragam atau analisis sebaran (ANOVA) yang selanjutnya diuji lanjut dengan uji Dunnett.

c.

Penentuan Aw dengan Aw meter (AOAC International, 1980)

Sebelum dilakukan pengukuran Aw bahan dengan menggunakan Aw meter, dipastikan terlebih dahulu bahwa alat telah terhubung dengan sumber arus listrik. Lalu tombol ON ditekan. Kemudian, memasukkan contoh ke dalam wadah berbentuk lingkaran

sampai pada garis yang terdapat pada wadah. Diusahakan volume seasoning dan

microencapsulated ginger powder sesuai dengan batas garis pada wadah tersebut. Setelah itu, wadah berbentuk lingkaran yang telah berisi seasoning dan microencapsulated ginger powder ditempatkan pada tempat untuk pengukuran. Setelah menutup wadah seasoning dan microencapsulated ginger powder, kemudian mengamati nilai Aw bahan yang tertera pada layar Aw meter.

d.

Penentuan Permeabilitas Uap Air Kemasan

Penentuan permeabilitas kemasan dilakukan dengan membagi nilai WVTR (Water Vapour Transmission Rate) dengan perbedan t uap air antara permukaan kemasan

pada kondisi suhu dan kelembaban yang d pengukuran.

ekanan igunakan saat

Keterangan :

k/x = permeabilitas uap air kemasan (g/m2 hari mmHg) WVTR = laju transmisi uap air (g/m2 hari)


(34)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

1.

FAKTOR MUTU KRITIS

Seasoning danmicroencapsulated Ginger Powder merupakan produk flavor berbentuk bubuk yang memiliki kadar air rendah (kurang dari 5%) dan flowability yang tinggi. Berdasarkan pengalaman pabrik, kerusakan utama keduanya disebabkan oleh caking atau penggumpalan. Penggumpalan merupakan permasalahan yang umum terjadi di industri yang mempengaruhi kualitas serta pendistribusian produk bubuk(Christakis,2005).

Produk pangan yang bersifat higroskopis, salah satunya adalah flavor bubuk, sangat dipengaruhi oleh faktor suhu dan kelembaban. Untuk produk yang relatif mudah rusak akibat penyerapan kadar air dari lingkungan, umur simpannya ditentukan dengan pendekatan kadar air kritis. dengan metode ini, kerusakan semata-mata didasarkan pada perubahan kadar air karena penyerapan air dari luar kemasan hingga mencapai batas yang tidak dapat diterima secara organoleptik. Pengaruh kadar air diuji secara organoleptik terhadap perubahan appearance secara keseluruhan, perubahan warna maupun tekstur terutama flowability. Menurut Syarief dan Halid (1993), citarasa atau flavoradalah salah satu faktor mutu makanan yang terpenting dan karena keduanya merupakan produk flavor, maka diuji pula pengaruh perubahan kadar air terhadap perubahan cita rasa. Dari kedua parameter tersebut, dipilih salah satu yang terlebih dulu mengalami perubahan nyata dengan uji perbandingan dengan kontrol.

2.

KARAKTERISTIK AWAL PRODUK

Kadar air awal, Bobot Solid dan Aktivitas Air

Salah satu faktor dalam penentuan umur simpan suatu bahan pangan adalah sifat alamiah dari bahan itu sendiri (Syarief dan Halid, 1993). Pada produk bubuk, kadar air dan Aw (Water Activity) merupakan sifat penting yang mempengaruhi mutu mikrobiologis, kimia maupun fisik. Aktivitas air berkaitan erat dengan kadar air, yang umumnya digambarkan sebagai kurva isotermis. Semakin tinggi Aw pada suatu bahan, maka akan semakin mudah bagi mikroorganisme untuk tumbuh di dalamnya. Tingginya kandungan Aw juga mengakibatkan oksidasi lemak yang lebih cepat dibandingkan dengan kandungan Aw yang rendah (Herawati, 2005).

Analisis kadar air dilakukan dengan moisture analyzer. Hasil analisis kadar air pada sampel dinyatakan dalam bobot kering, merupakan selisih bobot sampel awal dan akhir dibagi dengan bobot akhir. Dapat dilihat pada Gambar 1, kadar air awal dua produk microencapsulated ginger powder masing-masing adalah 3,33%bk dan 2,97%bk. Sedangkan

untuk seasoning, nilai kadar air dari yang terendah hingga tertinggi adalah dua

Baladonesia™- (0,77%bk dan 0,82%bk),Maniche™ (1,12%bk),Oceania™ (1,30%bk), WesternAsia™ (1,66%bk),CheezyChez™ (2,12%bk),Oritasty™-1 (2,44%bk), dan yang tertinggi adalah Oritasty™-2 (5,05%bk).

Dari hasil analisis kadar air, dapat dikoreksi pula bobot solid bahan yang digunakan dalam perhitungan umur simpan. Bobot solid untuk microencapsulated ginger powder- 1 adalah 19.354,82 gram, untuk microencapsulated ginger powder-2 adalah 14.567,03 gram,,untuk Oritasty™-1 adalah 19.522,11 gram, untuk Oritasty™-2 1adalah 19.522,11


(35)

gram, untuk Baladonesia™-1 adalah 19.847,59 gram, untuk Baladonesia™-2 adalah 19.039,67 gram, untuk WesternAsia™ 19.674,20 gram, untuk CheezyChez™ adalah 19.584,71gram, untuk Oceania™ adalah 19.522,11 gram, untuk Maniche™ adalah 19.755,27 gram. Hasil perhitungan ini dapat dilihat pula pada Gambar 2.

Gambar 1. Kadar Air Awal Seasoning dan Microencapsulated Ginger Powder

Gambar 2. Bobot SolidSeasoning dan Microencapsulated Ginger Powder

Aw atau aktivitas air menunjukkan sifat suatu bahan. Menurut AOAC (1980), Aw dinyatakan sebagai perbandingan antara tekanan uap air pada bahan pangan (P) dengan tekanan uap air jenuh pada suhu yang sama. Aktivitas air dianalisa dengan Aw-meter. Hasil dari pengukuran Aw berkisar antara 0-1. Sampel microencapsulated ginger powder memiliki aktivitas air terendah yaitu 0,086 dan 0,125. Sedangkan untuk produk seasoning, Oritasty™-1 memiliki nilai Aw terendah, sebesar 0,248, diikuti dengan Baladonesia™-2 (0,277) dan Oceania™ (0,293). Seasoning dengan aktivitas air tertinggi adalah Baladonesia™- 1 (0,400),

2.44 1.06

0.77 0.82

1.66 2.12 1.30

1.12

4.54 3.33

2.97

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00

Oritasty™ Barbeunic™ Baladonesia™-1 Baladonesia™-2 WesternAsia™ Cheezychez™ Oceania™ Maniche™ Oritasty™-2 Ginger powder1 Ginger powder2

Kadar Air Awal (%bk)

19,531.89 19,787.73 19,847.59 19,836.83 19,674.20 19,847.10 19,743.47 19,779.27 19,133.67 14,567.03

19,352.82

0 5000 10000 15000 20000 25000

Oritasty™-1 Barbeunic™ Baladonesia™-1 Baladonesia™-2 WesternAsia™ Cheezychez™ Oceania™ Maniche™ Oritasty™-2 Ginger powder1 Ginger powder2

Bobot Solid (gram)


(36)

diikuti Maniche™ (0,386), Oritasty™-2 (0,358), CheezyChez™ (0,351), dan WesternAsia™ (0,330). Produk seasoning dan produk ginger powder memiliki Aw dan kadar air yang cukup rendah, kurang mendukung untuk pertumbuhan mikroba, namun rentan akan penyerapan air yang menyebabkan kerusakan mutu seperti penggumpalan. Nilai aktivitas air masing-masing sampel dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Aktivitas Air Seasoning dan Microencapsulated Ginger Powder

Kurva Sorpsi Isotermis

Secara umum, sifat-sifat hidratasi suatu produk dapat digambarkan dengan kurva sorpsi isotermis, yang menunjukkan hubungan antara kadar air bahan dengan kelembaban relatif kesetimbangan ruang tempat penyimpanan kelembaban relatif atau aktivitas air pada suhu tertentu (Syarif dan Halid, 1993). Kurva sorpsi isotermis dibuat melalui percobaan dengan mengkondisikan sampel dalam sorption chamber pada kelembaban relatif yang berbeda yang dihasilkan oleh larutan lewat jenuh garam-garam spesifik..

Selama penyimpanan, sampel yang disimpan pada RH (Relative Humidity/ kelembaban relatif) rendah mengalami penurunan bobot, sedangkan pada RH tinggi, sampel akan mengalami penambahan bobot. Penurunan dan penambahan bobot ini menunjukkan fenomena hidratasi. Karakteristik hidratasi bahan pangan dapat diartikan sebagai karakteristik fisik yang meliputi interaksi antar bahan pangan dengan molekul air di udara lingkungannya (Syarif & Halid, 1993). Interaksi yang terjadi disebabkan oleh perbedaan antara RH sampel dengan lingkungannya. Interaksi ini terjadi hingga terjadi kesetimbangan di antara keduanya. Kondisi kesetimbangan ditandai dengan bobot sampel yang konstan.

Percobaan sorpsi isotermis ini hanya dilakukan pada sampel microencapsulated ginger powder-1 , karena sampel lain mengandung sukrosa yang mengakibatkan kelarutan yang tinggi sehingga diperkirakan memiliki kurva sorpsi isotermis yang khas sehingga dihitung dengan persamaan modifikasi (Kusnandar, 2008). Percobaan dilakukan pada suhu 25OC dan digunakan 8 jenis garam, antara lain: K2Cr2O7 , Na2SO4, NaCl, NaNO3 , KI, MgCl2 , dan Mg(NO3)2. Kelembaban relatif dari larutan garam dan kadar air kesetimbangan dapat dilihat pada Tabel 3, Didapatkan kurva sorpsi isotermis (Gambar 4) berbentuk menyerupai sigmoid, hal ini khas bagi setiap produk pangan karena pada umumnya terdiri

0.25

0.36 0.40 0.28

0.33 0.35 0.29

0.39 0.36 0.125

0.086

0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45

Oritasty™-1 Barbeunic™ Baladonesia™-1 Baladonesia™-2 WesternAsia™ Cheezychez™ Oceania™ Maniche™ Oritasty™-2 Ginger powder1 Ginger powder2


(37)

dari campuran. Dari kurva sorpsi isotermis yang terbentuk, didapatkan persamaan garis linear: y = 0,3682x - 12,147 dengan nilai R² = 0,8293. Untuk perhitungan umur simpan microencapsulated ginger powder-1, digunakan data slope atau kemiringan kurva isotermis, yaitu 0,3682.

Tabel 3. Kadar Air Kesetimbangan (Me) Microencapsulated Ginger Powder-1 pada Beberapa RH penyimpanan

Garam Aktivitas Air kadar air kesetimbangan (%Me)

K2Cr2O7 0,933 27,350

Na2SO4 0,842 16,141

NaCl 0,774 14,118

KI 0,71 11,465

MgCl2 0,543 8,029

Mg(NO3)2 0,427 5,747

Gambar 4. Kurva Sorpsi Isotermis Microencapsulated Ginger Powder -1 y = 0.368x - 12.14

R² = 0.829

0 5 10 15 20 25 30

0 20 40 60 80 1

kadar air

(%

bk)

Relative Humidity (%)

00

Dengan menggunakan persamaan linear kurva sorpsi isotermis, maka dapat ditentukan kadar air kesetimbangan (Me) pada RH tertentu. RH yang dipilih berdasarkan pada kondisi RH penyimpanan, dimana umur simpan ditentukan. Kondisi penyimpanan dimana umur simpan ditentukan adalah kondisi gudang aromatik (RH 73,79%.), RH 80%, dan RH 50%, maka nilai kadar air kesetimbangan untuk microencapsulated ginger powder-1 pada kondisi gudang adalah 15,10%bk, sedangkan pada RH 80, nilai kadar air kesetimbangan untuk microencapsulated ginger powder-1 adalah 17,31%bk dan nilai kadar air kesetimbangan untuk microencapsulated ginger powder-1pada RH 50% adalah 8,52%bk.


(1)

Lampiran 35. Perhitungan Umur Simpan

Seasoning

Berdasarkan Kondisi Penyimpanan Gudang

Savory

keterangan suhu © RH(%) Po (mmHg)

Pout

(mmHg) Aw

Pin (mmHg)

ΔP (mmHg)

Mi (%bk)

Mc (%bk)

Mc-Mi (%)

Ws (g)

k/x (g/m2/hr/mmHg)

A (m2)

umur simpan

(hari)

umur simpan (tahun) Oritasty™-1 21,90 72 19,59 14,01 0,25 4,86 9,14 2,44 3,28 0,84 19.531,89 0,15448 0,70 166,89 0,46 Oritasty™-2 21,90 72 19,59 14,01 0,36 7,02 6,99 4,54 5,57 1,03 19.133,67 0,0634 0,67 661,74 1,81 Barbequnic™ 21,90 72 19,59 14,01 0,36 7,00 7,01 1,06 2,23 1,17 19.787,73 0,0634 0,67 778,32 2,13 Baladonesia™1 21,90 72 19,59 14,01 0,40 7,90 6,11 0,77 1,86 1,09 19.847,59 0,0634 0,67 832,37 2,28 Baladonesia™2 21,90 72 19,59 14,01 0,28 5,42 8,59 0,82 1,83 1,00 19.836,83 0,0634 0,67 545,80 1,50 WesternAsia™ 21,90 72 19,59 14,01 0,33 6,47 7,54 1,66 2,58 0,93 19.674,20 0,15448 0,67 233,33 0,64 CheezyChez™ 21,90 72 19,59 14,01 0,35 6,88 7,13 2,12 3,84 1,72 19.847,10 0,0634 0,67 1125,98 3,08

Oceania™ 21,90 72 19,59 14,01 0,29 5,75 8,26 1,30 2,75 1,45 19.743,47 0,0634 0,67 815,11 2,23 Maniche™ 21,90 72 19,59 14,01 0,39 7,57 6,44 1,12 1,79 0,67 19.779,27 0,0634 0,67 487,44 1,34


(2)

Lampiran 36. Perhitungan Umur Simpan

Seasoning

Berdasarkan Kondisi Penyimpanan kondisi Suhu 30

O

C dan RH 80%

keterangan suhu ©

RH (%)

Po (mmHg)

Pout

(mmHg) Aw

Pin (mmHg)

ΔP (mmHg)

Mi (%bk)

Mc (%bk)

Mc-Mi (%)

Ws (g) k/x (g/m2/hr/mmHg)

A (m2)

umur simpan

(hari)

umur simpan (tahun) Oritasty™-1 30,00 80 42,43 33,94 0,25 10,54 23,41 2,44 3,28 0,84 19.531,89 0,15448 0,70 65,19 0,18 Oritasty™-2 30,00 80 42,43 33,94 0,36 15,20 18,74 4,54 5,57 1,03 19.133,67 0,0634 0,67 246,80 0,68 Barbequnic™ 30,00 80 42,43 33,94 0,36 15,16 18,78 1,06 2,23 1,17 19.787,73 0,0634 0,67 290,44 0,80 Baladonesia™-1 30,00 80 42,43 33,94 0,40 17,11 16,83 0,77 1,86 1,09 19.847,59 0,0634 0,67 302,09 0,83 Baladonesia™-2 30,00 80 42,43 33,94 0,28 11,74 22,21 0,82 1,83 1,00 19.836,83 0,0634 0,67 211,12 0,58 WesternAsia™ 30,00 80 42,43 33,94 0,33 14,02 19,93 1,66 2,58 0,93 19.674,20 0,15448 0,67 88,26 0,24 CheezyChez™ 30,00 80 42,43 33,94 0,35 14,91 19,04 2,12 3,84 1,72 19.847,10 0,0634 0,67 421,50 1,15

Oceania™ 30,00 80 42,43 33,94 0,29 12,45 21,50 1,30 2,75 1,45 19.743,47 0,0634 0,67 313,27 0,86 Maniche™ 30,00 80 42,43 33,94 0,39 16,39 17,55 1,12 1,79 0,67 19.779,27 0,0634 0,67 178,87 0,49


(3)

Lampiran 37. Perhitungan Umur Simpan

Seasoning

Berdasarkan Kondisi Penyimpanan kondisi 10

O

Cdan RH50 %

keterangan suhu © RH (%)

Po (mmHg)

Pout (mmHg) Aw

Pin (mmHg)

ΔP (mmHg)

Mi (%bk)

Mc (%bk)

Mc-Mi (%)

Ws (g) k/x (g/m2/hr/mmHg)

A (m2)

umur simpan

(hari)

umur simpan (tahun) Oritasty™-1 10,00 50 9,21 4,60 0,25 2,29 2,32 2,44 3,28 0,84 19.531,89 0,15448 0,70 658,40 1,80 Oritasty™-2 10,00 50 9,21 4,60 0,36 3,30 1,30 4,54 5,57 1,03 19.133,67 0,0634 0,67 3545,15 9,71 Barbequnic™ 10,00 50 9,21 4,60 0,36 3,29 1,31 1,06 2,23 1,17 19.787,73 0,0634 0,67 4152,11 11,38 Baladonesia™1 10,00 50 9,21 4,60 0,40 3,71 0,89 0,77 1,86 1,09 19.847,59 0,0634 0,67 5707,66 15,64 Baladonesia™2 10,00 50 9,21 4,60 0,28 2,55 2,06 0,82 1,83 1,00 19.836,83 0,0634 0,67 2279,31 6,24

WesternAsia™ 10,00 50 9,21 4,60 0,33 3,04 1,56 1,66 2,58 0,93 19.674,20 0,15448 0,67 1125,62 3,08 CheezyChez™ 10,00 50 9,21 4,60 0,35 3,24 1,37 2,12 3,84 1,72 19.847,10 0,0634 0,67 5861,01 16,06

Oceania™ 10,00 50 9,21 4,60 0,29 2,70 1,90 1,30 2,75 1,45 19.743,47 0,0634 0,67 3538,65 9,69 Maniche™ 10,00 50 9,21 4,60 0,39 3,56 1,05 1,12 1,79 0,67 19.779,27 0,0634 0,67 2999,25 8,22


(4)

Lampiran 38. Perhitungan Umur Simpan

Microencapsulated Ginger Powder-2

Kondisi suhu © RH (%) Po (mmHg) Pout (mmHg) Aw

Pin (mmHg) ΔP (mmHg) Mi (%bk) Mc

(%bk) Mc-Mi Ws (g)

k/x (g/m2/hr/mmHg) A (m2) umur simpan (hari) umur simpan (tahun) Gudang

Aromatik 29,41 73,79 30,75 22,69 0,13 3,85 18,83 2,97 10,64 0,08 14.567,03 0,1545 0,70 549,38 1,51 Suhu 300C,

RH 80% 30 80 42,43 33,94 0,13 5,32 28,63 2,97 10,64 0,08 14.567,03 0,1545 0,70 361,44 0,99 Suhu 100C,

RH 50% 10 50 9,21 4,61 0,13 0,00 4,61 2,97 10,64 0,08 14.567,03 0,1545 0,70 2998,45 8,21

Lampiran 39. Perhitungan Umur Simpan

Microencapsulated Ginger Powder-1

Mi(%bk) Mc(%bk) Me(%bk) Me-Mi Me-Mc

Ln ((Me- Mi)/(Me-Mc))

K/x(g/m2/hr/mmHg) Ws (gr) A(m2) Po(mmHg) b shelf

life(hari) Shelflife(tahun) keterangan 3,33 11,09 15,10 11,77 4,01 1,08 0,1545 19.352,82 0,80 30,745 0,3682 1479,16 5,52 Kondisi gudang aromatik 3,33 11,09 17,31 13,98 6,22 0,81 0,1545 19.352,82 0,80 31,824 0,3682 1440,11 5,37 suhu 30 RH 80%


(5)

Lampiran 40.

Microencapsulated Ginger Powders

dan

Seasonings

Microencapsulated Ginger Powder-

1

Microencapsulated Ginger Powder-

2

Oritasty™-1

Oritasty™-2

Barbequnic™

Baladonesia™ 1

Baladonesia™ 2

CheezyChez™

WesternAsia™

Oceania™


(6)

Dokumen yang terkait

Pendugaan Umur Simpan Permen Jahe dengan Menggunakan Metode Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) dengan Pendekatan Model Kadar Air Kritis

2 25 103

Pendugaan umur simpan dengan metode accelerated shelf-life testing Pada produk bandrek instan dan sirup buah pala (myristica fragrans)

0 3 1

Pendugaan Umur Simpan Dengan Metode Accelerated Shelf-Life Testing pada Produk Bandrek Instan dan Sirup Buah Pala (Myristica fragrans)

0 5 1

Pendugaan Umur Simpan Benih Kedelai Dalam Kemasan Fleksibel Dengan Metode Accelerated Shelf-Life Testing (Aslt)

0 15 52

Pendugaan Umur Simpan Sirup Buah Semu Jambu Mete (Anacardium occidentale, L) dengan Metode Accelerated Shelf Life Testing (ASLT)

0 0 7

PENDUGAAN UMUR SIMPAN MINUMAN BERPERISA APEL MENGGUNAKAN METODE ACCELERATED SHELF LIFE TESTING (ASLT) DENGAN PENDEKATAN ARRHENIUS Shelf Life Determination of Apple Flavored Drink Using Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) Method by Arrhenius Equation App

0 5 10

PENDUGAAN UMUR SIMPAN TEPUNG PISANG GORENG MENGGUNAKAN METODE ACCELERATED SHELF LIFE TESTING DENGAN PENDEKATAN ARRHENIUS Shelf Life Prediction of Fried Banana Flour Using Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) Method by Arrhenius Equation Approach

0 0 10

PENDUGAAN UMUR SIMPAN TEPUNG BUMBU AYAM GORENG MENGGUNAKAN METODE ACCELERATED SHELF LIFE TESTING DENGAN PENDEKATAN ARRHENIUS Shelf Life Prediction of Fried Chicken Spices Flour Using Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) Method with Arrhenius Approximatio

1 1 10

SHELF LIFE DETERMINATION OF FLAVORED NON-DAIRY CREAMER USING ACCELERATED SHELF LIFE TESTING (ASLT) PENENTUAN UMUR SIMPAN FLAVORED NON-DAIRY CREAMER DENGAN METODE ACCELERATED SHELF LIFE TESTING (ASLT)

0 0 12

ESTIMATION THE SHELF LIFE OF BREAD PREMIX BY USING ACCELERATED SHELF LIFE TESTING (ASLT) PREDIKSI UMUR SIMPAN PREMIX ROTI DENGAN PENGGUNAAN ACCELERATED SHELF LIFE TESTING (ASLT)

0 0 11