Analisis Positioning Teh Dalam Kemasan Merek Ultra Teh Kotak Pada Mahasiswa Strata 1 Institut Pertanian Bogor

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Teh merupakan salah satu komoditi yang telah lama di kembangkan di Indonesia. Teh pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 1684,berupa biji teh dari Jepang yang dibawa oleh seorang Jerman bernama Andreas Cleyer, dan ditanam sebagai tanaman hias di Jakarta. Berhasilnya penanaman percobaan skala besar di Wanayasa (Purwakarta) dan di Raung (Banyuwangi) membuka jalan bagi Jacobus Isidorus Loudewijk Levian Jacobson, seorang ahli teh, menaruh landasan bagi usaha perkebunan teh di Jawa. Produksi teh di Indonesia tercatat fluktuatif, data tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 1. Produksi perkebunan teh tahun 2005-2010 (BPS, 2012)

Fluktuatifnya produksi dari tanaman teh disebabkan tanaman teh yang saat ini dipanen mayoritas sudah ditanam dari zaman penjajahan Belanda, sebab teh masuk kedalam golongan tanaman yang berumur panjang sama seperti kopi dan kakao, serta belum dilaksanakannya program reboisasi untuk tanaman ini. Oleh karena itu produktifitas dari tanaman teh tersebut menurun bila dibandingkan dengan lima tahun yang lalu. Namun indonesia merupakan negara penghasil teh curah terbanyak kelima di dunia setelah India, Cina, Sri Lanka, dan Kenya. Sebagian besar produksi teh indonesia (65%) ditujukan

128.154

115.436 116.501 114.689

107.35 108.963

95 100 105 110 115 120 125 130

2005 2006 2007 2008 2009 2010

Pr o d u ksi d al am sat u an to n Tahun


(2)

untuk pasar ekspor. Volume ekspor teh Indonesia sebagian besar (94%) masih dalam bentuk teh curah (Suprihatini, 2005).

Dewasa ini produsen teh di Indonesia telah memproduksi teh dalam berbagai macam bentuk dan kemasan, salah satunya adalah teh konvensional atau biasa yang disebut dengan teh curah. Untuk mengkonsumsi teh yang berbentuk konvensional, atau teh curah, konsumen harus terlebih dahulu menyeduh dan mengeluarkan ampasnya. Bentuk lain yang telah menjadi inovasi bagi industri teh di Indonesia adalah teh yang telah dikemas dalam kemasan tetra pack dan kemasan botol. Dengan adanya inovasi ini konsumen tidak perlu menyeduh teh terlebih dahulu untuk mengkonsumsinya.

PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company merupakan salah satu produsen teh dalam kemasan siap minum yang sukses di Indonesia. Perusahaan ini awalnya merupakan industri rumah tangga yang didirikan pada tahun 1958 yang hanya memproduksi susu. Pada tahun 1971, PT Ultrajaya memasuki tahap pertumbuhan pesat sejalan dengan perubahanya menjadi PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company. PT Ultarajaya merupakan perusahaan pertama dan terbesar di Indonesia yang menghasilkan produk-produk susu, teh, minuman lainnya, dan makanan dalam kemasan aseptik yang tahan lama dengan merek-merek terkenal seperti Teh Kotak untuk minuman teh segar dalam kemasan. PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company menggunakan sistem komputerisasi yang sudah terintegrasi, yaitu SAP, sejak tahun 2002. Bahkan perusahaan ini merupakan salah satu rujukan implementor SAP yang dinilai cukup sukses didalam mengadopsi hampir semua modul SAP. Saat ini 90 persen dari keseluruhan hasil produksi PT Ultrajaya Milk Industri & Trading Company dipasarkan di seluruh Indonesia, sementara sisanya diekspor ke negara-negara di Asia, Eropa, Timur Tengah, Australia dan Amerika Serikat. Produk yang dijual untuk pasar dalam negeri ataupun ekspor adalah produk yang sejenis. Berikut merupakan tabel mengenai Top Brand Index dari teh dalam kemasan siap minum yang dikeluarkan pada tahun 2012 oleh Majalah Marketing bekerjasama dengan Frontier Consulting Group. Top Brand Index ini dipublikasikan oleh www.topbrand-award.com.


(3)

Tabel 1. Top Brand Index teh dalam kemasan siap Minum

Merek Top Brand Index Keterangan

Teh Botol Sosro 49,6% TOP

Frestea 14,4% TOP

Mountea 8,3%

Fruit Tea 6,4%

Ultra Teh Kotak 5,9%

ABC Teh Kotak 4,4%

Teh Gelas 4,3%

Sumber: www.topbrand-award.com, 2012

Dari data di atas dapat dilihat Teh Botol Sosro selaku pelopor teh dalam kemasan siap minum di Indonesia dan di dunia merupakan teh dalam kemasan siap minum nomor satu yang sering diminum oleh konsumen, dengan presentase 49,6%. Posisi kedua ditempati oleh Frestea dengan persentase 14,4%. Sedangkan, Ultra Teh Kotak berada di posisi lima dengan persentase 5,9% setelah Mountea dan Fruit Tea.

Persaingan yang ketat ini mengharuskan setiap produsen teh dalam kemasan siap minum dapat menjalankan strategi pemasaran yang akurat. Salah satu strategi pemasaran yang dapat dijalankan adalah menempatkan posisi dari produk mereka. Positioning merupakan suatu cara untuk mendefinisikan produk kita dengan tepat sehingga konsumen dapat mengingatnya dalam benak mereka. Begitu juga halnya dengan PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company selaku produsen teh dalam kemasan siap minum pertama yang menggunakan teknologi kemasan aseptik pertama di Indonesia. PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company harus mampu menempatkan positioning produk Ultra Teh Kotak terlebih lagi industri teh dalam kemasan siap minum sudah memiliki market leader.


(4)

Produk teh dalam kemasan siap minum yang akan dijadikan pesaing adalah Teh Botol Sosro, Frestea, Mountea, Fruit Tea, Nu Green Tea, Teh Gelas, ABC Teh Kotak, dan Teh Rio. Dari kedelapan produk ini nantinya akan direduksi menjadi dua pesaing utama. Kedua pesaing utama tersebut pastinya memiliki keunggulan atribut di mana keunggulan atribut ini dapat dijadikan bahan evaluasi oleh PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company untuk bertahan dan mengembangkan produk Ultra Teh Kotak pada industri teh dalam kemasan siap minum.

1.2. Perumusan Masalah

Pangsa pasar Indonesia yang sangat potensial menyebabakan bermunculan para produsen teh siap minum yang terdapat dalam kemasan. Hal ini berimbas pada terjadinya persaingan di antara produsen, dan mengharuskan produsen teh dalam kemasan siap minum untuk menempatkan posisi produk mereka dalam benak konsumen. Penempatan posisi yang baik dalam benak konsumen dapat berimplikasi pada peningkatan kesadaran merek (Brand Awerness) dan penjualan produk mereka.

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan utama yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana karakteristik responden dalam penelitian ini? 2. Siapakah pesaing terdekat Ultra Teh Kotak?

3. Bagaimana positioning Ultra Teh Kotak berdasarkan persepsi Mahsiswa S1 IPB?

4. Apa rekomendasi strategi pemasaran bagi perusahaan? 1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi karakteristik responden dalam penelitian ini. 2. Menganalisis pesaing-pesaing terdekat Ultra Teh Kotak.

3. Menganalisis positioning Ultra Teh Kotak berdasarkan persepsi Mahasiswa S1 IPB.


(5)

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1. Perusahaan, memberikan informasi kepada perusahaan tentang posisi Ultra Teh Kotak di mata Mahasiswa S1 IPB sehingga pihak manajemen dapat menetapkan strategi pemasaran berikutnya.

2. Penelitian ini juga diharapkan memberikan sumbangan informasi kepada pihak-pihak yang membutuhkan dan berkepentingan sebagai literatur penelitan selanjutnya atau kegiatan lain yang bersangkutan.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada pembahasan tentang positioning Ultra Teh Kotak. Responden pada penelitian diambil Mahasiswa Strata 1 Institut Pertanian Bogor yang sudah pernah mengkonsumsi Ultra Teh Kotak beserta pesaing yang kemudian dipetakan posisi relatif Ultra Teh Kotak dengan merek pesaingnya. Pesaing yang akan diambil pada penelitian ini adalah Teh Botol Sosro, Frestea, Mountea, Nu Green Tea, Fruit Tea, Teh Gelas, dan ABC Teh Kotak mengingat terdapat kesamaan jenis produk, yaitu teh dalam kemasan siap minum, antar para pesaing dengan Ultra Teh Kotak. Selain itu para pesaing juga merupakan jenis teh dalam kemasan siap minum yang sering dikonsumsi oleh masyarakat.


(6)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemasaran dan Persaingan

Pemasaran adalah sebuah proses kemasyarakatan di mana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa bernilai dengan orang lain (Kotler dan Keller, 2009).

Pemasaran adalah memuaskan kebutuhan dan keinginan orang dengan mendapatkan keuntungan (Amir, 2005). Sedangkan menurut Tjiptono (2008) pemasaran merupakan fungsi yang memiliki kontak paling besar dengan lingkungan eksternal, padahal perusahaan hanya memiliki kendali yang terbatas terhadap lingkungan eksternal. Oleh kerena itu pemasaran memainkan peran penting dalam pengembangan strategi.

Manajemen pemasaran tidak lepas kaitannya dengan persaingan. Menurut Kotler dan Keller (2009) persaingan mencakup semua penawaran dan produk substitusi yang ditawarkan oleh pesaing baik yang aktual maupun potensial, yang mungkin dipertimbangkan oleh seorang pembeli. Dengan menggunakan pendekatan pasar, kita dapat mendefinisikan pesaing sebagai perusahaan yang memenuhi kebutuhan pelanggan yang sama. Setelah perusahaan mengidentifikasi pesaing utamanya, perusahaan harus menentukan strategi, tujuan, kekuatan, dan kelemahan mereka.

1. Strategi. Sekelompok perusahaan mengikuti strategi yang sama dalam pasar sasaran tertentu disebut kelompok strategis. Ciri dari kelompok strategis yaitu, pertama ketinggian penghalang untuk masuk berbeda untuk setiap kelompok. Kedua, jika perusahaan berhasil memasuki sebuah kelompok, anggota kelompok itu menjadi pesaing kuncinya.

2. Tujuan. Setelah perusahaan mengidentifikasi pesaing utamanya dan strategi mereka, perusahaan harus bertanya: Apa yang dicari masing-masing pesaing di pasar? Apa yang menggerakkan masing-masing-masing-masing perilaku pesaing? Banyak faktor yang membentuk tujuan pesaing, termasuk ukuran, sejarah, manajemen saat ini, dan situasi keuangan.


(7)

3. Kekuatan dan kelemahan. Perusahaan harus mengumpulkan informasi tentang semua kekuatan dan kelemahan pesaing. Secara umum, perusahaan harus memperhatikan tiga variabel ketika menganalisis para pesaingnya:

a. Pangsa pasar (share of market) – Pangsa pasar sasaran pesaing.

b. Pangsa ingatan (share of mind) – Persentase pelanggan yang menyebut nama pesaing dalam merespons pertanyaan, “Sebutkan nama perusahaan pertama kali terlintas dalam pikiran Anda di industri ini.” c. Pangsa hati (share of heart) – Persentase pelanggan yang menyebutkan

nama pesaing dalam merespons pernyataan, “Sebutkan nama perusahaan dari mana Anda lebih suka membeli produk.”

Setelah perusahaan melakukan analisis nilai pelanggannya dan mempelajari pesaing secara hati-hati, perusahaan dapat memfokuskan diri pada salah satu dari kelas pesaing berikut: pesaing kuat melawan pesaing lemah, pesaing dekat melawan pesaing jauh, dan pesaing “baik” melawan pesaing “buruk.”

1. Pesaing kuat melawan lemah. Sebagian besar perusahaan membidik pesaing yang lemah, karena memerlukan sumber daya yang lebih sedikit untuk setiap titik pangsa yang didapatkan. Tetapi, perusahaan juga harus bertarung dengan pesaing kuat agar dapat mengejar perusahaan terbaik. 2. Pesaing dekat melawan jauh. Sebagian besar perusahaan bersaing dengan

pesaing yang paling mirip dengan mereka. Tetapi, perusahaan juga harus mengidentifikasi pesaing jauh.

3. Pesaing yang “baik” melawan “buruk”. Semua industri memiliki pesaing “baik” dan “buruk”. Pesaing baik bermain sesuai aturan industri, sedangkan pesaing buruk merusak keseimbangan industri. Perusahaan mungkin mendapati bahwa mereka harus menyerang pesaing buruknya untuk mengurangi praktik disfungsional mereka.

Kita bisa mendapatkan masukan selanjutnya dengan mengklasifikasikan perusahaan berdasarkan peran yang mereka mainkan dalam pasar sasaran: pemimpin, penantang, pengikut, atau penceruk. Pemimpin pasar adalah satu perusahaan yang mempunyai pangsa pasar


(8)

terbesar di pasar produk yang relevan. Penantang pasar adalah perusahaan yang memiiki kekuatan untuk menyaingi pemimpin pasar dengan inovasi-inovasi sehingga dapat menimbulkan gejolak dalam industri tersebut. Pengikut pasar adalah perusahaan yang bersedia mempertahankan pangsa pasarnya dan tidak menimbulkan gejolak. Sedangkan penceruk pasar adalah perusahaan yang melayani segmen-segmen pasar kecil yang tidak dilayani oleh perusahaan besar.

2.2. Bauran Pemasaran

Kotler dan Amstrong (2006) mendefinisikan bauran pemasaran sebagai seperangkat alat pemasaran taktis yang dapat dikendalikan, yang dipadukan oleh perusahaan untuk menghasilkan tanggapan yang diinginkan dalam pasar sasaran. Bauran pemasaran terdiri dari segala sesuatu yang dapat dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi permintaan produknya. Kemungkinan yang banyak itu dapat digolongkan menjadi empat kelompok variabel yang dikenal sebagai “empat P”, berikut merupakan penjelasan dari keempat variabel tersebut:

1. Product (produk), merupakan kombinasi barang dan jasa yang ditawarkan oleh perusahan kepada pasar sasaran.

2. Price (harga), adalah jumlah uang yang harus dibayar oleh pelanggan untuk memperoleh produk.

3. Place (distribusi), mencakup aktivitas perusahaan untuk menyediakan produk bagi konsumen sasaran

4. Promotion (promosi), berarti aktivitas yang mengkomunikasikan keunggulan produk dan membujuk pelanggan untuk membelinya.

2.3. Kesadaran Merek

Kesadaran merek (Brand Awareness) adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali, mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari suatu kategori produk tertentu (Durianto dkk, 2004). Bagian dari suatu kategori produk perlu ditekankan karena terdapat suatu hubungan yang kuat antara kategori produk dengan merek yang dilibatkan. Brand awareness


(9)

tidak pasti bahwa merek tertentu telah dikenal sebelumnya, sehingga konsumen yakin bahwa produk tersebut merupakan satu-satunya merek dalam suatu kelompok produk. Kontinum ini dapat tingkatan brand awareness yang berbeda yang dapat digambarkan dalam suatu piramida berikut ini:

Top of Mind

Brand Recall

Brand Recognition

Brand Unaware

Gambar 2. Piramida kesadaran merek (Durianto dkk, 2004)

a. Brand Unaware (tidak menyadari merek)

Merupakan tingkatan yang paling rendah dalam piramida kesadaran merek, dimana konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek. b. Brand Recognition (pengenalan merek)

Tingkat minimal dari kesadaran merek. Tingkat ini dapat juga disebut sebagai tingkatan pengingatan kembali dengan bantuan (aided recall). c. Brand Recall (pengingatan kembali merek)

Tingkatan pengingatan kembali terhadap merek dapat disebut juga sebagai tingkatan pengingatan kembali merek tanpa bantuan (unaided recall). Hal ini dikarenakan para konsumen tidak perlu dibantu untuk mengingat merek. Pengukuran pengenalan merek tanpa bantuan lebih sulit dibandingkan pengenalan merek dengan bantuan.

d. Top of Mind (puncak pikiran)

Tingkat ini ditandai dengan merek yang disebut pertama kali pada saat pengenalan merek tanpa bantuan oleh konsumen. Top of mind adalah


(10)

kesadaran merek tertinggi yang merupakan pimpinan dari berbagai merek yang ada dalam pikiran konsumen.

Peran kesadaran merek terhadap ekuitas merek dapat dipahami dengan membahas bagaimana kesadaran merek menciptakan suatu nilai (Durianto dkk, 2004). Penciptaan nilai ini dapat dilakukan paling sedikit dengan empat cara, yaitu:

1. Anchor to which other association can be attached, artinya suatu merek dapat digambarkan seperti suatu jangkar dengan beberapa rantai. Rantai menggambarkan asosiasi dari merek tersebut.

2. Familiarity–Liking, artinya dengan mengenal merek akan menimbulkan rasa terbiasa terutama untuk produk-produk yang bersifat low invlovement (keterlibatan rendah). Suatu kebiasaan dapat menimbulkan keterkaitan kesukaan yang kadang-kadang dapat menjadi suatu pendorong dalam membuat keputusan.

3. Substance/Commitmen. Kesadaran akan nama dapat menandakan keberadaan, komitment, dan inti yang sangat penting bagi suatu perusahaan/secara logika, suatu nama dikenal karena beberapa alasan, mungkin karena program iklan perusahaan yang ekstensif, jaringan distribusi yang luas, ekstensi yang sudah lama dalam industri, dll. Jika kulitas dua merek sama, kesadaran merek akan menjadi faktor yang menentukan dalam keputusan pembelian konsumen.

4. Brand to consider. Langkah pertama proses pembelian adalah menyeleksi dari suatu kelompok merek-merek yang dikenal untuk dipertimbangkan merek nama yang akan diputuskan dibeli. Merek yang memiliki Top of Mind yang tinggi mempunyai nilai yang tinggi. Jika suatu merek tidak tersimpan dalam ingatan, merek tersebut tidak dipertimbangkan di benak konsumen. Biasanya merek-merek yang disimpan dalam ingatan konsumen adalah merek yang disukai atau dibenci.

Pengenalan maupun pengingatan merek akan melibatkan upaya mendapatkan identitas nama dan menghubungkan ke kategori produk


(11)

(Durianto dkk, 2004). Agar kesadaran merek dapat dicapai dan diperbaiki dapat di tempuh beberapa cara berikut:

1. Pesan yang disampaikan harus mudah diingat dan tampil beda dibandingkan dengan lainnya serta harus ada hubungan antara merek dengan kategori produknya.

2. Memakai slogan atau jingle lagu yang menarik sehingga membantu konsumen untuk mengingat merek.

3. Jika produk memiliki simbol, hendaknya simbol yang dipakai dapat dihubungkan dengan mereknya.

4. Perluasan nama merek dapat diperkuat dengan memakai suatu isyarat yang sesuai kategori produk, merek, atau keduanya.

5. Melakukan pengulangan untuk meningkatkan pengingatan karena membentuk ingatan lebih sulit dibandingkan membentuk pengenalan. 2.4. Strategi Pemasaran

2.4.1 Segmentasi

Segmentasi pasar adalah prosoes menempatkan konsumen dalam subkelompok di pasar produk, sehingga para pembali memiliki tanggapan yang hampir sama dengan strategi pemasaran dalam penentuan posisi perusahaan (Setiadi, 2003). Segmentasi memberikan peluang bagi perusahaan untuk menyesuaikan produk atau jasanya dengan permintaan pembeli secara efekitif. Kepuasan konsumen dapat ditingkatkan dengan pemfokusan segmen.

Menurut Kotler dan Keller (2009) segmen pasar terdiri dari sekelompok pelanggan yang memiliki sekumpulan kebutuhan dan keinginan yang sama. Segmentasi bisa disesuakian secara menguntungkan untuk mengenali perbedaan pelanggan. Berikut merupakan empat macam dari segmentasi:

1. Segmentasi Geografis, memerlukan pembagian pasar menjadi beberapa unit geografis seperti negara, negara bagian, wilayah, kabupaten, kota, atau lingkungan sekitar.

2. Segmentasi Demografis, pemasar membagi pasar menjadi kelopmok-kelompok berdasarkan variabel seperti usia, ukuran


(12)

keluarga, siklus hidup keluarga, jenis kelamin, penghasilan, pekerjaan, pendidikan, agama, ras, generasi, kebangsaan, dan kelas sosial.

3. Segmentasi Psikografis, pembeli dibagi menjadi kelompok berdasarkan sifat pskologis/kepribadian, gaya hidup atau nilai. 4. Segmentasi Perilaku, pemasar membagi pembeli menjadi beberapa

kelompok berdasarkan pengetahuan, sikap, penggunaan, atau respon terhadap sebuah produk.

2.4.2 Targeting

Setelah perusahaan mengidentifikasi peluang segmen pasarnya, perusahaan harus memutuskan berapa banyak dan segmen pasar mana yang akan dipilih, hal ini biasa disebut sebagai targeting (Kotler dan Keller, 2009). Pemasar lama kelamaan mulai mengabungkan beberapa variabel dalam usahanya mengidentifikasi kelompk sasaran yang lebih kecil dan didefinisikan dengan lebih baik.

Menurut Kasali (2003) targeting atau tahap menetapkan target pasar adalah tahap selanjutnya dari analisis segmentasi. Produk dari targeting adalah target market (pasar sasaran), yaitu satu atau beberapa segmen pasar yang akan menjadi fokus kegiatan-kegiatan pemasaran. Kadang-kadang targeting juga disebut selecting karena marketer harus menyeleksi. Menyeleksi di sini berarti marketer harus memiliki keberanian untuk memfokuskan kegiatannya pada beberapa bagian saja (segmen) dan meninggalkan bagian lainnya.

2.4.3 Positioning

Product positioning adalah tempat produk yang berbeda, jelas dan memiliki nilai lebih secara relatif dibanding produk pesaing di benak konsumen. Dapat juga dikatakan sebgai cara bagaimana konsumen mendefinisikan produk pada atribut-atribut yang penting apabila diperbandingkan secara relatif dengan produk pesaing (Setiadi, 2003). Sedangkan menurut Trout (2004) positioning adalah bagaiman pemasar mendiferensiasikan produk mereka kepada orang lain. Positioning juga


(13)

merupakan kerangka bagaimana kepala manusia bekerja dalam proses komunikasi.

Strategi positioning merupakan strategi yang berusaha menciptakan diferensiasi yang unik dalam benak pelanggan sasaran, sehingga terbentuk citra (image) merek atau produk yang lebih unggul dibandingkan merek/produk pesaing (Tjiptono, 2008). paling tidak ada tujuh pendekatan yang dapat digunakan untuk melakukan positioning, yaitu:

1. Positioning berdasarkan atribut, ciri-ciri atau manfaat bagi pelanggan (attribute positioning), yaitu dengan jalan mengasosiasikan suatu produk dengan atribut tertentu, karakteristik khusus, atau dengan manfaat bagi pelanggan. Pemilihan atribut yang akan dijadikan basis positioning harus dilandaskana pada enam kriteria berikut:

a. Derajat kepentingan, artinya atribut tersebut sangat bernilai dimata sebagaian besar pelanggan.

b. Keunikan, artinya atribut tersebut tidak ditawarkan perusahaan lain

c. Superioritas, artinya atribut tersebut lebih unggul daripada cara-cara lain untuk mendapatkan manfaat yang sama.

d. Dapat dikomunikasikan, artinya atribut tersebut dapat dikomunikasikan secara sederhana dan jelas, sehingga pelanggan dapat memahaminya.

e. Preemptive, artinya atribut tersebut tidak mudah ditiru oleh pesaing.

f. Terjangkau, artinya pelanggan sasaran akan mampu dan bersedia membayar perbedaan/keunikan atribut tersebut. g. Kemampulabaan, artinya perusahaan bisa memperoleh

tambahan laba dengan menonjolkan perbedaan tersebut.

2. Positioning berdasarkan harga dan kualitas (price and quality positioning) yaitu positioning yang berusaha menciptakan


(14)

kesan/citra berkualitas tinggi lewat harga tinggi atau sebaliknya menekan harga murah sebagai indikator nilai.

3. Positioning yang dilandasi aspek penggunaan atau aplikasi (use/application positioning).

4. Positioning berdasarkan pemakai produk (user positioning), yaitu mengaitkan produk dengan kepribadian atau tipe pemakai.

5. Positoning berdasarkan kelas produk tertentu (product class positioning).

6. Positioning berkenaan dengan pesaing (competitor positioning), yaitu dikaitkan dengan posisi persaingan terhadap pesaing utama. 7. Positioning berdasarkan manfaat (benefit positioning).

Positioning adalah cara kita membuat dan menggiring anggapan konsumen kepada anggapan yang kita harapkan (Amir, 2005). Sedangkan menurut Kotler dan Keller (2009) mendefinisikan

positioning sebagai tindakan tindakan merancang penawaran dan citra perusahaan agar mendapatkan tempat khusus dalam pikiran pasar sasaran. Tujuannya adalah menempatkan merek dalam pikiran konsumen untuk maksimalkan manfaat potensial bagi perusahaan.

Kasali (2003) mendefinisikan positioning sebagai strategi komunikasi untuk memasuki jendela otak konsumen, agar produk/merek/nama pemasar mengandung arti tertentu yang dalam beberapa segi mencerminkan keunggulan terhadap produk/merek/nama lain dalam bentuk hubungan asosiatif. Sehubungan dengan definisi tersebut, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

1. Positioning adalah strategi komunikasi. Komunikasi dilakukan untuk menjembatani produk/merek/nama pemasar dengan calon konsumen. Meski positioning bukanlah sesuatu yang pemasar lakukan terhadap produk, komunikasi berhubungan dengan atribut-atribut yang secara fisik maupun nonfisik melekat pada atribut-atribut. Warna, desain, tulisan yang tertera di label, kemasan, nama merek adalah diantaranya. Selain itu harap diingat bahwa komunikasi menyangkut aspek yang luas. Ia bukan semata-mata berhubungan


(15)

dengan iklan meski iklan menyita porsi anggaran komunikasi yang sangat besar. Komunikasi menyangkut soal citra yang disalurkan melalui model iklan, media yang dipilih, outlet yang menyalurkan produk, sikap para manajer dan tenaga penjual, berbagai bentuk

sponsorship, produk-produk terkait, bentuk fisik bangunan, manajer/CEO/komisaris yang diangkat, dan sebagainya.

2. Positioning bersifat dinamis. Perlu diingat bahwa persepsi konsumen terhadap suatu produk/merek/nama bersifat relatif terhadap struktur pasar/persaingan. Begitu keadaan pasar berubah, bagitu sebuah pemimpin pasar jatuh, ataubegitu pendatang baru berhasil menguasai tempat tertentu,maka positioning produk akan berubah. Oleh karena itu patut dipahami bahwa positioning adalah strategi yang harus terus menerus dievaluasi, dikembangkan, dipelihara, dan dibesarkan.

3. Positioning berhubungan dengan event marketing. Karena positioning berhubungan dengan citra di benak konsumen, marketer harus mengembangkan strategi marketing public relations

(MPR) melalui event marketing yang dipilih yang sesuai dengan katakter produk pemasar.

4. Positioningberhubungan dengan atribut-atribut produk. Konsumen pada dasarnya tidak membeli produk, tetapi mengkombinasikan atribut. Ekonom Kelvin Lancaster dalam Kasali (2003) mengatakan bahwa suatu barang tidak dengan sendirinya memberikan utility. “barang itu memiliki karakteristik, dan karakteristik-karakteristik itulah yang membangkitkan utility”. Karakteristik itulah yang dalam positioning kita sebut atribut.

5. Positioning harus memberi arti dan arti itu harus penting bagi konsumen. Jadi pertama-tama marketer harus mencari tahu atribut-atribut apa yang dianggap penting oleh konsumen (sasaran pasarnya) dan atribut-atribut yang dikombinasikan itu harus mengandung arti.


(16)

6. Atribut-atribut yang dipilih harus unik. Selain unik, atribut-atribut yang hendak ditonjolkan harus dapat dibedakan dengan yang sudah diakui milik para pesaing. Untuk beberapa produk yang aktornya (pesaingnya) sedikit, konsumen tidak mengalami kesulitan untuk membedakannya. Tapi untuk produk-produk lain yang aktornya demikian banyak mungkin konsumen akan mengalami kesulitan. 7. Positioning harus diungkapkan dalam bentuk suatu pernyataan

(positioning statment). Pernyataan ini selain memuat atribut-atribut yang penting bagi konsumen, harus dinyatakan dengan mudah, enak didengar, dan harus dapat dipercaya. Secara umum, semakin beralasan klaim yang diajukan, semakin objektiv, maka semakin dapat dipercaya.

Menurut Mayers dalam Kasali (2003), pernyataan positioning yang baik dan efektif harus mengandung dua unsur, yaitu klaim yang unik dan bukti-bukti yang mendukung (the claim rest on its support). Mayers juga mengatakan bukti-bukti pernyataan itu harus dinyatakan jelas dan tegas, datang dari berbagai sumber, seperti pengalaman yang panjang dalam bidang tertentu, hasil-hasil studi, dari mulut ke mulut (kepercayaan masyarakat) atau publisitas yang ada. Pernyataan ini tentu harus disebarluaskan dengan teknik-teknik komunikasi yang jitu, pilihan media yang pas, frekuensi yang optimal dan memerlukan pertimbangan waktu yang baik. Selain menggunakan atribut sebagai alat untuk mengembangkan pernyataan positioning, praktisi pemasaraan juga dapat menggunakan cara-cara lain (Kasali, 2003).

1. Positioning berdasarkan perbedaan produk. Marketer dapat menunjukan kepada pasarnya dimana letak perbedaan-perbedaan produk terhadap pesaing (unique product feature). Kelemahan cara ini adalah, perbedaan yang ditonjolkan mudah ditiru oleh pesaing 2. Positioning berdasarkan manfaat produk. Manfaat produk dapat

pula ditonjolkan sebagai positioning sepanjang dianggap penting oleh konsumen. Ada banyak bentuk manfaat yang ditonjolkan seperti waktu, kemudahan, kejelasan, kejujuran, kenikmatan,


(17)

murah, jaminan, dan sebagainya. Manfaat dapat bersifat ekonomis (murah, wajar, sesuai dengan kualitasnya), fisik (tahan lama, bagus, enak dilihat) atau emosional (berhubungan self image).

3. Positioning berdasarkan pemakaian. Disini atribut yang ditonjolkan adalah pemakaian produk itu.

4. Positionig berdasarkan kategori produk. Positioning ini biasanya dilakukan oleh produk-produk baru yang muncul dalam suatu ketegori produk.

5. Positioning kepada pesaing. Di indonesia marketer dilarang mengiklankan produknya dengan membandingkan dirinya kepada para pesaingnya. Dalam periklanan modern, positioning

berdasarkan pesaing adalah hal yang mulai menjadi biasa diman-mana. Di Amerika iklan pembandingan diperkenankan karena terbukti mampu mengangkat perusahaan-perusahaan kecil yang membandingkan dirinya dengan perusahaan-perusahaan besar. 6. Positioning melalui imajinasi. Positioning memang merupakan

hubungan asosiatif. Pemasar dapat mengembangkan positioning produk dengan menggunakan imajinasi-imajinasi seperti tempat, orang, benda-benda, situasi, dan lain sebagainya.

7. Positioning berdasarkan masalah. Terutama untuk produk/jasa-jasa baru yang belum begitu dikenal. Produk (barang atau jasa) baru biasanya diciptakan untuk memberi solusi kepada konsumennya. Masalah yang dirasakan dalam masyarakat atau dialami konsumen diangkat kepermukaan, dan produk yang diawarkan diposisikan untuk memecahkan persoaalan tersebut. Persoalan itu biasanya berhubungan dengan sesutau yang aktual, dapat berupa persoalan jangka pendek yang waktunya sekali untuk diatasi (atau masyarakat segera beralih kepada persoalan lain yang dinilai lebih penting) atau suatu persoalan yang dinamis dan jangka panjang.

Kotler (2002) menyebut empat macam kesalahan yang bisa terjadi dalam positioning. Kesalahan-kesalahan itu adalah underpositioning, overpositioning, confused positioning, dan doubtful positioning.


(18)

1. Underpositioning.Beberapa produsen menyadari bahwa konsumen hanya memiliki gagasan yang samar tentang merek. Pembeli tidak benar-benar merasakan sesuatu yang khusus tentang merek tersebut.

2. Overpositioning. Konsumen mungkin memiliki citra yang terlalu sempit terhadap merek.

3. Confused positioning. Konsumen mungkin memiliki citra yang membingungkan tentang merek karena produsen terlalu banyak membuat pengakuan atau terlalu sering mengubah posisi merek itu. 4. Doubtful positioning.Konsumen mungkin sukar mempercayai pengakuan dari suatu merek karena pengaruh harga, ciri khusus, atau perusahaan yang membuat produk tersebut.

Kasali (2003) mengatakan setidaknya ada 4 teknik positioning yang dapat digunakan, yaitu:

1. Teknik Pemetaan, atau biasa disebut peta persepsi (perceptual map

atau biasa disebut juga cognitive map). Ada dua teknologi yang dapat digunakan untuk membangun peta persepsi ini, yaitu multidimnsiona saclling (MDS) dan Analisis Diskriminan.

2. Teknik Pemetaan Preferensi. Seperti teknik pemetaan persepsi, referensi di sini juga dapat dipetakan dengan menggunakan teknologi MDS dan Analisis Diskriminan.

3. Teknik-teknik pemetaan lainnya. Teknologi yang paling lazim dipakai adalah Analisis Faktor (Factor Analysis Map), dan

Factor/Regresion Map.

4. Teknik Laddering, yaitu teknik yang mengidentifikasi atribut-atribut yang membentuk prefrensi dalam sebuah kategori secara berjenjang.

2.5. Persepsi

Persepsi merupakan suatu proses karena adanya sensasi, dimana pengertian sensasi adalah aktivitas merasakan atau penyebab keadaan emosi yang menggembirakan. Sensasi dapat didefinisikan juga sebagai tanggapan yang cepat dari indera penerima kita terhadap stimuli dasar seperti cahaya,


(19)

warna dan suara. Dengan adanya itu semua maka akan timbul persepsi (Setiadi, 2003)

Persepsi adalah suatu proses, dengan mana seseorang menerima, menyeleksi, dan menginterpretasi stimuli untuk membentuk gambaran yang menyeluruh dan berarti tentang dunia (Simamora, 2005). Proses presepsi berlangsung dalam benak konsumen. Jadi sifatnya abstrak. Sekalipun individu pemersepsi dapat memberikan deskripsi, tetapi persepsi yang kita tangkap tidaklah objektif, melainkan subjektif. Mowen (2002) mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses di mana individu-individu diekspos untuk menerima informasi, memperhatikan informasi tersebut, dan memahaminya

2.6. Penelitian Terdahulu

Apriantoro (2006) melakukan penelitian tentang Analisis Positioning Popeyes and Seafood dalam Pasar Restoran Fast Food di Kota Bogor. Tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh Apriantoro adalah untuk menganaslisis karakteristik konsumen, menganalisis pesaing-pesaing terdekat, dan menganalisis positioning berdasarkan persepsi konsumen. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Deskriptif, Multidimensional Scalling (MDS), dan Analisis Biplot yang digunakan untuk menganalisis komponen utama untuk menghasilkan positioning. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan pesaing terdekat dari Popeyes Chicken and Seafood

adalah McDonald dan Kentucky Fried Chicken. Popeyes Chicken and Seafood merupakan restoran yang memiliki bumbu yang khas.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Eidri (2009) yang meneliti tentang

positioning Institut Pertanian Bogor berdasarkan persepsi siswa siswi SMU di Bogor. Penelitian ini menjelaskan bahwa Universitas Indonesia sebagai pergurun tinggi yang paling diingat mahasiswa, diikuti oleh Institut Pertanian Bogor, Institut Teknologi Bandung dan Universitas Gajah Mada. Pesaing terdekat Institut Pertanian Bogor sendiri adalah Universitas Indonesia, kemudian diikuti oleh Institut Teknologi Bandung, Universitas Gajah Mada, dan Institut Teknologi Sepuluh November. Positioning Institut Pertanian


(20)

Bogor dimata para siswa SMU yaitu unggul dalam bidang lingkungan kampus yang asri, program beasiswa, biaya kuliah yang terjangkau dan lokasi kampus yang asri.

Zamahsyarie (2010) meneliti tentang positioning dari Ragusa Es Krim Italia. Pada penelitian ini yang dijadikan pembanding adalah Baskin Robbins dan Haagen Dasz. Penelitian ini menggunakan alat analisis Deskriptif, Analisis Biplot dan Importance Performance Analysis. Hasil dari penelitian ini menggambarkan bahwa Ragusa Es Italia memiliki keunggulan hanya pada atribut harga yang sesuai. Sementara toko es krim Baskin Robbins memiliki keunggulan pada atribut warna yang menarik, promosi yang menarik, potongan harga serta bonus yang diberikan. Sedangkan Haagen Dasz mempunyai keunggulan paling banyak, yaitu pada atribut rasa yang lezat, tekstur yang lembut, tampilan hidangan yang menarik, variasi jenis es krim, kualitas produk, rasa yang beragam, merek yang terkenal, lokasi toko yang mudah dijangkau, kebersihan toko, kenyamanan toko, keramahan pelayanan, kecepatan pelayanan, suasana yang menimbulkan nafsu makan dan kemasan yang menarik.

Penelitian yang juga membahas tentang positioning adalah penelitian yang dilakukan oleh Chaniago (2010). Penelitian ini membahas tentang positioning dari bimbingan belajar Nurul Fikri yang berdasarkan pada persepsi siswa-siswi SMA di Bogor. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi posisi bimbingan belajar yang tertanam dalam benak siswa-siswi SMA di Bogor, pesaing terdekat dari bimbingan belajar Nurul Fikri, dan positioning

dari bimbingan belajar Nurul Fikri berdasarkan persepsi siswa-siswi di Bogor. Penelitian ini menggunakan metode pengolahan data Analisis Deskriptif, Analisis Multidimensional Scalling (MDS), dan Analisis Biplot. Hasil yang didapat dari penelitian ini pesaing Nurul Fikri yang terdekat adalah Primagama diikuti oleh Bintang Pelajar, BTA 8 dan Ghanesa Operation. Sementara positioning Nurul Fikri berdasarkan persepsi siswa-siswi SMA di Bogor adalah sebagai bimbingan belajar yang memiliki lingkungan bimbingan belajar dan pelayanan yang baik serta pengajar yang berkualitas.


(21)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Teh merupakan minuman yang digemari oleh semua orang dari berbagai tingkatan umur serta dari berbagai kalangan. Kegemaran masayrakat Indonesia meminum teh dikarenakan manfaat yang terkandung dalam teh itu sendiri. Manfaat yang didapat dari meminum teh diantaranya adalah melawan gigi berlubang, merawat dan melindungi kulit, menekan nafsu makan, dan menjaga daya ingat. Selain itu teh mengandung katekin yang berfungsi menurunkan kadar kolesterol, polifenol berfungsi memperlancar pencernaan, fluoride, dan berbagai macam vitamin (www.rasabaru.com). Karena berbagai macam manfaat dan kandungan dari teh serta kegemaran masyarakat Indonesia meminum teh dalam berbagai kesempatan, maka saat ini banyak bermunculan produsen-produsen teh baik dalam bentuk konvensional atau teh curah maupun teh dalam kemasan. Saat ini teh dalam kemasan sedang digandrungi oleh kaum muda karena teh jenis ini dianggap praktis dan mudah dibawa kemanapun.

PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company selaku produsen Ultra Teh Kotak, saat ini memiliki banyak pesaing yang juga memproduksi teh dalam kemasan. Pada umumnya konsumen membeli teh dalam kemasan siap minum berdasarkan keunggulan yang dimiliki oleh merek tersebut. Keunggulan berdasarkan atribut inilah yang seharusnya dimiliki produsen teh dalam kemasan siap minum agar dapat memenangi persaingan yang ada. Persaingan ini mengharuskan PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company mampu menempatkan posisi produk mereka dalam benak konsumen agar produk mereka dapat dengan mudah diingat oleh konsumen.

Posisi Ultra Teh Kotak menjadi salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan positioning selain dari faktor pesaing. Posisi dari masing-masing teh dalam kemasan dapat diketahui melalui analisis deskriptif yang nantinya diolah dengan menggunakan Analisis Biplot. Analisis deskriptif ini akan menghaslikan posisi yang berdasarkan persepsi responden serta karakteristik dari responden itu sendiri. Sedangkan Multidimensional Scaling


(22)

(MDS) berbasisi atribut digunakan untuk menyajikan persepsi pelanggan secara spasial dengan menggunakan proyeksi dua dimensi. MDS akan menyajikan peta presepsi dimana nantinya akan diketahui pesaing terdekat dari Ultra Teh Kotak. Principal Component Analysis (PCA)merupakan salah satu metode yang digunakan dalam Analisis Faktor. PCA ini digunakan untuk mengetahui atribut mana yang dianggap responden penting pada teh dalam kemasan, sehingga hasil dari PCA ini dapat digunakan sebagai Berdasarkan hal diatas kerangka penelitian dapat digambarkan pada Gambar 3.


(23)

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini merupakan survey terhadap Positioning dari Ultra Teh Kotak. Penelitian dilakukan di wilayah kampus Institut Pertanian Bogor (IPB), Dramaga, Kabupten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) karena mahasiswa Institut Pertanian Bogor merupakan salah satu lokasi konsumen yang potensial dilihat dari banyaknya jumlah mahasiswa yang mengkonsumsi teh dalam kemasan. Proses pengambilan data hingga pengolahan data pada penelitian ini dimulai pada bulan Februari 2012 sampai dengan April 2012.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dengan cara menyebar kuesioner. Menurut Umar (2002), kuesioner adalah suatu cara pengumpulan data dengan cara menyebarkan daftar pertanyaan kepada responden, dengan harapan mereka akan memberikan respon terhadap daftar pertanyaan tersebut. Pertanyaan yang disajikan pada kuesioner tersebut merupakan pertanyaan terbuka dimana para responden bebas memilih jawaban mereka. Selain itu pada kuesioner tersebut disajikan pula pertanyaan tertutup dimana responden harus memilih jawaban pada pilihan yang sudah disediakan. Sedangkan data sekunder didapatkan dari studi literatur yang berasal dari buku, internet, dan laporan penelitian terdahulu.

3.4. Metode Penarikan Sampel

Populasi dari penelitian ini adalah Mahasiswa Strata 1 (S1) IPB yang pernah mengkonsumsi produk Ultra Teh Kotak dan pesaing terdekatnya. Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan teknik Convinence yang merupakan bagian dari

Nonprobability Sampling. Pada teknik Convinience peneliti diberikan kebebasan untuk memilih sampel yang mereka temui. Dalam penelitian ini ukuran sampel yang diperlukan berdasarkan pada rumus Slovin (Umar, 2002):


(24)

n =

...(1) Di mana:

n = ukuran sampel N = ukuran populasi

e = kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang dapat ditolerir sebesar 10%

Menurut data yang diperoleh, jumlah seluruh mahasiswa di IPB S1 reguler adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Populasi mahasiswa program strata-1 IPB reguler per 30 September (Direktorat Adminstrasi Pendidikan IPB, 2011)

Fakultas Jumlah

Jumlah Sampel

yang diambil %

Pertanian 1.997 15 15%

Kedokteran Hewan 809 1 1%

Perikanan dan Ilmu Kelautan 1.695 6 6%

Peternakan 954 6 6%

Kehutanan 1.815 7 7%

Teknologi Pertanian 1.905 9 9%

Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam 3.107

23 23%

Ekonomi dan Manajaemen 2.108 22 22%

Ekologi Manusia 1.408 11 11%

Total 15.798 100%

Berdasarkan hasil rekapitulasi oleh Direktorat Administrasi Pendidikan Institut Pertanian Bogor pada Tabel 2, total jumlah mahasiswa S1 IPB Dramaga 15.798 orang. Penentuan jumlah sampel yang dijadikan responden menggunakan Rumus Slovin dengan nilai e sebesar 10%, diperoleh nilai :

n =


(25)

3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dalam penelitian ini menggunkan Microsoft Excel 2010,

Software SPSS version 16.00 for Windows dan Minitab 14. Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini, adalah

3.5.1. Uji Validitas

Validitas dalam suatau penelitian dijelaskan sebagai suatu derajat ketepatan alat ukur penelitian tentang isi atau arti yang sebenarnya diukur. Paling tidak yang dapat kita lakukan dalam menetapkan validitas suatu instrumen pengukuran adalah menghasilkan derajat yang tinggi dari kedekatan data yang diperoleh dengan apa yang kita yakini dalam pengukuran (Umar, 2002). Kesimpulannya, uji validitas dapat menunjukan sejauh mana suatu alat ukur dapat mengukur apa yang ingin diukur. Pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi product moment, yaitu:

r = ∑ ∑ ∑

√[ ∑ ][ ∑ ∑ ] ...(2) Di mana:

n = jumlah responden

X = skor masing-masing pernyataan dari tiap responden Y = skor total semua pernyataan dari tiap responden r = koefisien korelasi

Bila diperoleh r hitung lebih besar dari r tabel pada tingkat

signifikan (α) 0,05 maka pernyataan pada kuesioner mempunyai

valididtas konstruk atau terdapat konsistensi internal dalam pernyataan tersebut dan layak digunakan.

3.5.2. Uji Reliabilitas

Sesudah alat ukur dinyatakan valid, selanjutnya dilakukan uji reliabilitas. Reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukan konsistensi suatu alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama. Setiap alat ukur seharusnya memiliki kemampuan untuk memberikan hasil pengukuran yang konsisten (Umar, 2002). Uji reliabilitas dilakukan untuk menganalisis konsistensi butir-butir pernyataan yang ada. Uji


(26)

reliabiitas dapat dilakukan dengan menggunakan teknik dari Cronchbach, yaitu:

r11 = ...(3) Di mana:

r11 = reliabilitas instrumen k = banyaknya butir pertanyaan

= variansi total

∑ = jumlah variansi butir

Nilai r hitung dibandingkan dengan r tabel, jika r hitung lebih besar dari r tabel maka dapat dinyatakan bahwa kuesioner tersebut reliabel.

3.5.3. Analisis Faktor

Analisis Faktor menganalisis interaksi antar variabel. Semua variabel berstatus sama, tidak ada variabel independen yang menjadi prediktor bagi variabel dependen, sebagaimana dijumpai dalam metode

dependence, misalnya regresi. Analsisi faktor tergolong metode

interdependence, sama halnya dengan analisis klaster dan

Multidimention Scalling (Simamora, 2005).

Kesimpulan tentang layak-tidaknya analisis faktor dilakukan, baru sah secara statistik dengan menggunakan uji Kaiser-Mayer-Olkin

(KMO) measure of adequacy. KMO adalah uji yang nilainya berkisar antara 0 sampai 1 yang mempertanyakan tentang kelayakan analisis faktor. Apabila nilai indeks tinggi (berkisar antara 0,5 sampai 1), analisis faktor layak dilakukan. Sebaliknya, jika nilai KMO di bawah 0,5 analisis faktor tidak layak dilakukan.

Pada analisis faktor terdapat dua metode dasar analisis faktor, yaitu

principal component analysis dan common factor analysis yang sering juga disebut principal axis factoring. Pada penelitian ini menggunakan metode principal component analysis (PCA). PCA adalah teknik ekstraksi faktor dengan melakuakn kombinasi linier tidak berhubungan dari varibel observasi. Dengan menggunakan teknik ini, akan disusun


(27)

komponen berdasarkan urutannya. Semakin besar urutan berarti semakin tinggi korelasinya.

3.5.4. Analisis Deskriptif

Deskripsi data adalah upaya menampilkan data agar data tersebut dapat dipaparkan secara baik dan diinterpretasikan dengan mudah. Deskripsi data meliputi penyusunan data dalam bentuk tampilan yang mudah terbaca secara lengkap (Saefudin dkk, 2009).

Metode analisis deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok orang, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Metode ini bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang sedang berlangsung pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu (Nazir, 2005).

3.5.5. Tabulasi Silang

Menurut Santoso (2010) Tabulasi silang adalah prosedur yang menampilkan kaitan antara dua atau lebih variabel, atau sampai dengan menghitung apakah ada hubungan antar baris (sebuah variabel) dengan kolom (sebuah variabel yang lainnya. Data yang digunakan untuk analisis ini adalah data yang berskala ordinal dan nominal.

Alat statistik yang sering digunakan untuk mengukur assosiasi pada sebuah tabulasi silang adalah chi-square. Pengambilan keputusan pada tabulasi silang dilakukan berdasarkan perbandingan antara uji chi-square dengan tabel chi-square. Bila nilai hasil hitung chi-square

kurang dari atau sama dengan tabel chi-square maka hipotesis diterima. Bila chi-squared test menampilkan hasil kurang dari atau sama dengan 0,05, maka artinya ada hubungan antara baris dan kolom.

3.5.6. Analisis Multidimentional Scalling

Multidimensional Scalling (MDS) merupakan prosedur yang digunakan untuk menggambarkan persepsi dan preferensi konsumen dalam sebuah display (Suliyanto, 2005). Hubungan persepsi dengan stimuli dilakukan secara geometris antara titik-titik ke dalam ruang dimensi atau spatial map. Dalam aplikasi penelitian MDS sering


(28)

digunakan untuk memetakan persepsi konsumen terhadap suatu objek dengan menggunakan dua dimensi. Dari hasil pemetaan ini akan diperoleh posisi persaingan yang dipersepsikan oleh konsumen. Pasangan objek terdekat dianggap memiliki banyak kemiripan, sedangkan pasangan terjauh dianggap memiliki banyak perbedaan.

Penelitian ini akan membahas mengenai siapa pesaing terdekat Ultra Teh Kotak dengan mengunakan Anchor Clustering Method. Dengan Anchor Clustering Methode, digunakan satu merek sebagai acuan, dalam hal ini Ultra Teh Kotak sebagai subjek penelitian. Lalu responden menilai kemiripan dan memilih teh dalam kemasan siap minum yang paling mirip dengan Ultra Teh Kotak. Matriks yang diperoleh akan berbentuk conditional sebab kita tidak bisa membandingkan baris dengan baris (tidak simetris). Untuk menghitung jarak Euclidean, perlu diketahui koordinat setiap objek. Jarak Euclidean dapat dihitung dengan rumus:

ed = √ ...(4) Di mana:

ed = jarak Eucilidean

Xi = absis teh dalam kemasan ke-i pada dimensi 1 (i=1,2,...,n) Yi = ordinat teh dalam kemasan ke-i pada dimensi 2 (i=1,2,...,n) Xp = absis Ultra Teh Kotak dimensi 1

Yp = ordinat Ultra Teh Kotak dimensi 2

Menurut Simamora (2005) untuk mengukur seberapa baik model Multidimensional Scalling (MDS) yang dihasilkan digunakan nilai R-square (RSQ) dan stress. Semakin tinggi RSQ, semakin baik model MDS yang dihasilkan. RSQ dapat diterima apabila RSQ 0,6. Sedangkan untuk nilai stress, semakin rendah stress, maka semakin baik model MDS yang dihasilkan. Cara menghitung stress bermacam-macam, namun yang paling banyak digunakan adalah stress Kruskal, sebagaiman dirumuskan:

Stress = √( ̂ ) ( ̅)


(29)

Di mana :

̂ = rata-rata jarak dalam peta

̅ = jarak turunan (devired distance) atau kemiripan (similarity data) yang dihasilkan komputer

= data jarak yang diberikan responden Tabel 3. Standar Kruskal untuk stress

Stress (%) Goodness of Fit

20 Poor

10 Fair

5 Good

2.5 Exellent

0 Perfect

Sumber: Kruskal dalam Simamora (2005)

3.5.7. Skala Likert

Skala Likert bisa disebut dengan summated rating scale. Skala ini banyak digunakan karena memberi peluang kepada responden untuk mengekspresikan perasaan mereka dalam bentuk persetujuan terhadap suatu pernyataan (Simamora, 2005). Pertanyaan yang diberikan berjenjang mulai dari tingkat terendah sampai tertinggi. Jumlah pilihan jawaban diharuskan lebih dari tiga dan berjumlah ganjil.

Skala Likert dapat dipakai dengan beberapa variasi bentuk pertanyaan. Karena pilihan jawabannya berjenjang, setiap pilihan jawaban bisa diberi skor. Skor 1 bisa ditempatkan pada jenjang jawaban

terendah, misal ‘sangat tidak setuju’, bisa pula pada jenjang jawaban

tertinggi, misalnya ‘sangat setuju’, asal dilakukan secara konsisten. 3.5.8 Analisis Biplot

Biplot adalah salah satu upaya menggambarkan data-data yang ada pada tabel ringkasan dalam grafik berdimensi dua. Informasi yang diberikan oleh biplot mencakup objek dan peubah dalam satu gambar (Mattjik, 2011). Analisis Biplot bersifat deskriptif dengan dimensi dua yang dapat menyajikan secara visual segugus objek dan variabel dalam satu grafik. Analisis Biplot didasarkan pada Singular Value


(30)

Decomposition (SVD). Biplot dapat dibangun dari suatu matriks data, dengan masing kolom mewakili suatu variabel, dan masing-masing baris mewakili objek penelitian.

X =

[

]

Matriks X adalah matriks yang memuat variabel-variabel yang akan diteliti sebanyak p dan objek penelitia sebanyak n. Pendekatan langsung untuk mendapatkan nilai singularnya, dengan persamaan yang digunakan adalah matriks X berukuran n p yang berisi n objek dan p

variabel yang dikoreksi terhadap rata-ratanya dan mempunyai rank r, dapat dituliskan menjadi

n X P = n Urr L rr A`p

dengan (r ≤{n,p})

U dan A adalah matriks dengan kolom ortonormal (U’U = A’A = Ir)

dan L adalah matriks diagonal berukuran (r × r ) dengan unsur-unsur diagonalnya adalah akar dari nilai eigen-nilai eigen X’X, yaitu √

√ √ . unsur-unsur diagonal matriks A adalah vektor eigen dari X’X. Kolom-kolom untuk matriks U diperoleh dari Ui = , i=1,2,...,r dengan Ui adalah kolom matriks U, adalah kolom matriks A dan adalah nilai eigen ke-i.

Unsur-unsur diagonal matriks L merupakan nilai singular dari matriks X. Kemudaian di definisikan Lα dengan 0 ≤ α ≤ 1 adalah matriks diagonal berukuran r × r dengan unsur-unsur diagonalnya

√ √ √ , dan definisi ini berlaku pula untuk L1-α dengan unsur-unsur diagonalnya adalah √ √


(31)

4.1. Gambaran Umum Perusahaan

4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan

PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company bermula dari usaha keluarga yang dirintis sejak tahun 1960an oleh Bapak Achmad Prawirawidjaja (alm). PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company dari tahun ke tahun terus berkembang, dan saat ini telah menjadi salah satu perusahaan yang cukup terkemuka di bidang industri makanan dan minuman. Usaha keluarga ini sejak awal telah bergerak di bidang susu murni yang diolah secara sederhana dan pada tahun 1970an memasuki tahapan baru dengan memperkenalkan dan memasarkan minuman yang diproses dengan teknologi UHT (Ultra High Temperature) yang dikemas dalam kemasan karton aseptik (Aseptic Packaging Material)

Pada awalnya,tahun 1975, PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company mulai memproduksi secara komersial susu cair UHT dengan merek dagang “Ultra Milk”, tahun 1978 produk minuman sari buah UHT dengan

merek dagang “Buavita” PT Ultra Milk Milk Industry & Trading Company

memproduksi minuman teh UHT dengan merek dagang “Teh Kotak” pada tahun 1981. Pada tahun 1982, PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company memperoleh lisensi dari Kraft General Food Ltd., USA, untuk memproduksi dan memasarkan produk keju dengan merek dagang “Kraft”, dan pada tahun 1994 perjanjian ini ditingkatkan dengan didirikannya perusahaan patungan PT Kraft Ultrajaya Indonesia. Pada tahun 1994 PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company melakukan ekspansi dengan memasuki bidang industri susu Kental Manis (Sweetened Condensed Milk), dan di tahun 1995 memproduksi susu bubuk (Powder Milk). PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company melakukan perjanjian produksi dengan beberapa perusahaan multinasional seperti Unilever, Morinaga, dan lain-lain. Sampai saat ini PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company telah


(32)

memproduksi lebih dari 60 macam jenis produk dan berusaha untuk senantiasa memenuhi kebutuhan dan selera konsumen-konsumen. PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company senantiasa berusaha untuk meningkatkan kualitas produk-produknya, dan selalu berusaha untuk menjadi market leader di bidang industri minuman aseptik.

PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company senantiasa menjaga pasokan bahan baku agar produk yang dihasilkan tetap berkualitas dan memuaskan keinginan para konsumen. Untuk menjaga kelangsungan dan keteraturan pasokan bahan baku ini PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company membina dan memelihara hubungan kemitraan yang sangat baik dengan para peternak dan para petani tersebut antara lain dengan memberikan bimbingan dan penyuluhan baik segi teknik, manajemen, dan pemodalan, khususnya bagi para peternak sapi perah dan petani buah. Buah-buahan lain seperti jeruk (orange), leci (lychee) dan anggur (grape), demikian pula bahan kemasan aseptic (aseptic pakcaging material) untuk produk minuman UHT masih diperoleh secara impor.

4.1.2 Distribusi dan Penjualan Perusahaan

PT Ultarjaya menjual hasil produksinya keseluruh pelosok di dalam negeri dengan cara penjualan langsung (direct selling) melalui modern trade, dan melalui penjualan tidak langsung (indirect selling) yang dilakukan melalui agen atau distibutor.Penjualan langsung (direct selling) dilakukan ke toko, kios, dan pasar-pasar tradisonal lainnya di seluruh Pulau Jawa dengan menggunakan armada penjualan milik PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company yang terdapat di kantor-kantor pemasaran dan depo-depo yang terletak di beberapa kota besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, serta beberapa kota lainnya di Pulau Jawa. Penjualan melalui modern trade seperti ke supermarket, hypermarket, dan mini market yang tersebar di seluruh wilayah di Pulau Jawa juga dilakukan melalui kantor pemasaran dan depo-depo tersebut.

Sedangkan penjualan tidak langsung (indirect seling) dilakukan ke pelanggan yang berada di luar Pulau Jawa dan dilakukan melalui agen atau


(33)

distributor yang ditunjuk yang tersebar di seluruh ibukota propinsi diseluruh wilayah Indonesia. Disamping penjualan di dalam negeri PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company juga melakukan penjualan ekspor kebeberapa negara

4.1.3 Struktur Organisasi Perusahaan

PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company memiliki struktur organisasi, dimana setiap divisi memiliki tugas, wewenang dan tanggung jawab tersendiri, sehingga kegiatan di perusahaan dapat berlangsung dengan efektif dan efisien. Pemimpin tertinggi pada PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company dipegang oleh Direksi yang dipilih lewat Rapat Umum Pemegang Saham. Tugas Direksi berada dibawah pengawasan Dewan Komisaris. Dalam menjalankan operasional perusahaan, Direksi dibantu oleh para manager setiap divisi yang terdiri dari Divisi Manufactuing, Divisi Marketing Dept, Divisi Sales & Distribution, Divisi Finance & Accounting, Divisi Human Resource & General Affair, Divisi Engenering, dan Divisi Information & Technology. Manager setiap divisi bertugas memimpin seluruh kegiatan menurut fungsinya masing-masing. Struktur organisasi selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini.


(34)

4.1.4. Lokasi Kantor Pusat

Kantor pusat dan pabrik PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company berdiri diatas tanah milik perusahaan di Jalan Raya Cimareme no. 131 Padalarang, Kabupaten Bandung Barat. Lokasi ini sangat strategis karena terletak di daerah lintasan hasil peternakan dan pertanian sehingga memudahkan PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company untuk memperoleh pasokan bahan baku dan memudahkan pendistribusian hasil produksinya.

4.1.5. Visi dan Misi Perusahaan

Visi PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company adalah menjadi perusahaan industri yang terbaik dan terbesar di Indonesia, dengan senantiasa mengutamakan kepuasan konsumen, serta menjunjung tinggi kepercayaan para pemegang saham dan mitra kerja perusahaan.

Misi PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company yaitu menjalankan usaha dengan senantiasa berorientasi kepada pasar atau konsumen, dan kepekaan serta kepedulian untuk senantiasa memperhatikan lingkungan, yang dilakukan secara optimal agar dapat memberikan nilai tambah sebagai wujud pertangungjawaban kepada para pemegang saham.

4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas

4.2.1. Uji Validitas

Pengujian validitas dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana pertanyaan dalam kuesioner dapat mengukur apa yang ingin diukur. Uji validitas ini mengambil responden sebanyak 30 orang dengan kriteria responden yang telah mengkonsumsi Ultra Teh Kotak, Teh Botol Sosro, dan Frestea.

Hasil pengujian dengan teknik product moment pearson pada pertanyaan tentang Analisis Tingkat Kepentingan Teh Dalam Kemasan, didapatkan sembilan pertanyaan dalam kuesioner yang dibagikan kepada para responden kesemuanya telah valid. Kesembilan pertanyaan tersebut dinyatakan valid karena r-hitung dari masing-masing pertanyaan lebih besar dari r-tabel. Hasil


(35)

lengkap uji validitas terhadap kesembilan pertanyaan pada Analisis Tingkat Kepuasan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Uji validitas analisis tingkat kepuasan teh dalam kemasan

Atribut r-hitung

Rasa manis yang pas 0,475 valid

Volume yang pas 0,459 valid

Pilihan volume yang beragam 0,618 valid

Rasa yang beragam 0,539 valid

Kemasan yang menarik 0,632 valid

Merek yang terkenal 0,724 valid

Harga yang sesuai 0,562 valid

Produk mudah didapatkan 0,837 valid

Promosi yang menarik 0,371 valid

Keterangan: α = 0,361

Uji validitas juga dilakukan pada pertanyaan tentang kepuasan responden terhadap sembilan atribut yang dimiliki oleh Ultra Teh Kotak, Teh Botol Sosro, dan Frestea. Pengujian ini juga dilakukan dengan teknik product moment pearson dimana syarat sebuah pertanyaan valid yaitu, r-tabel lebih kecil dari r-hitung. Hasil dari pengujian ini didapatkan kesembilan atribut yang dimiliki oleh Ultra Teh Kotak, Teh Botol Sosro, dan Freastea semuanya telah valid. Hasil lengkap uji validitas tentang kepuasan responden terhadap atribut yang dimiliki oleh Ultra Teh Kotak, Teh Botol Sosro, dan Frestea dapat dilihat di Tabel 5.

Tabel 5. Uji validitas kepuasan responden terhadap atribut yang dimiliki oleh Ultra Teh Kotak, Teh Botol Sosro, dan Frestea

Atribut

R-Hitung

Ultra Teh Kotak Teh Botol

Sosro

Frestea

Rasa manis yang pas 0,556 valid 0,463 valid 0,551 valid

Volume yang pas 0,494 valid 0,511 valid 0,779 valid

Pilihan volume yang beragam

0,508 valid 0,370 valid 0,670 valid


(36)

Lanjutan Tabel 5.

Kemasan yang menarik 0,642 valid 0,620 valid 0,666 valid

Merek yang terkenal 0,687 valid 0,382 valid 0,519 valid

Harga yang sesuai 0,572 valid 0,467 valid 0,672 valid

Produk mudah didapatkan

0,662 valid 0,374 valid 0,611 valid

Promosi yang menarik 0,555 valid 0,680 valid 0,811 valid

keterangan: α = 0,361

4.2.2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan untuk menganalisis konsistensi butir-butir pernyataan yang ada. Pada penelitian ini menggunakan teknik Cronbach

Alpha dimana nilai Cronbach Alpha harus lebih besar dari 0,6. Hasil pengujian reliabilitas pada analisis tingkat kepuasan responden pada produk teh dalam kemasan didapatkan nilai Cronbach Alpha sebesar 0,753. Hal ini berarti nilai Cronbach Alpha lebih besar dari 0,6 dan pertanyaan mengenai analisis tingkat kepuasan pada produk teh dalam kemasan dapat dikatakan reliabel.

Pada pengujian selanjutnya dilakukan pengujian tentang kepuasan responden terhadap atribut dari produk Ultra Teh Kotak, Teh Botol Sosro, dan Frestea. Didapatkan nilai secara berurutan untuk Ultra Teh Kotak, Teh Botol Sosro, dan Frestea adalah sebesar 0,743; 0,717; dan 0,759. Dengan demikian nilai Cronbach Alpha dari pertanyaan masing-masing produk lebih dari 0,6 dan hal ini mengindikasikan bahwa pertanyaan-pertanyaan tersebut telah reliabel.

4.3. Karakteristik Responden

Penelitian ini mengambil sampel sebanyak 100 responden yang berasal dari Institut Pertanian Bogor. Sampel diambil berdasarkan pada teknink convinience, dimana peneliti diberikan kebebasan untuk memilih sampel yang mereka temui. Pada penelitian ini karakteristik diolah dengan menggunakan tabulasi silang dimana asal fakultas merupakan karakteristik yang akan dibandingkan dengan karakteristik yang lainnya, yaitu jenis kelamin, besar pengeluaran, alasan mengkonsumsi teh dalam kemasan, seberapa sering mengkonsumsi teh dalam kemasan, dimana


(37)

membeli teh dalam kemasan, kapan mengkonsumsi teh dalam kemasan, dan pada kesempatan apa meminum teh dalam kemasan.

4.3.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Hasil pengolahan kuesioner yang telah dibagikan kepada para responeden diperoleh sebanyak 62 responden wanita, sedangkan pria sebanyak 38 responden. Dimana dengan pengolahan tabulasi silang didapatkan mayoritas responden adalah mahasiswa wanita yang berasal dari FEM. Hal ini dikarenakan jumlah mahasiswa wanita FEM cukup banyak dengan persentase sebesar 67% dari seluruh mahasiswa FEM yang berjumlah 2108. Berikut hasil tabulasi silang antar asal fakultas dan jenis kelamin. Tabel 6. Tabulasi silang antara asal fakultas dan jenis kelamin

Asal fakultas Jenis kelamin Total

Pria Wanita

FAPERTA 7 8 15

FKH 0 1 1

FPIK 0 6 6

FAPET 2 4 6

FAHUTAN 3 4 7

FATETA 5 4 9

FMIPA 11 12 23

FEM 8 14 22

FEMA 2 9 11

Total 38 62 100

4.3.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pengeluaran

Hasil pengolahan dengan menggunakan tabulasi silang menunjukkan bahwa mayoritas responden FMIPA berpengeluaran sebesar Rp. 500.001 – Rp. 1.000.000 dengan jumlah responden sebanyak 18 mahasiswa. Diikuti mahasisswa FEM dengan pengeluaran yang sama sebanyak 13 mahasiswa. Hal ini dikarenakan mahasiswa belum memiliki pemasukan sehingga mereka masih bergantung kepada mahasiswa. Hasil tabulasi silang berdasarkan asal fakultas dan jumlah pengeluaran per bulan dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 7.


(38)

Tabel 7. Tabulasi silang antara asal fakultas dan jumlah pengeluaran per bulan

Asal fakultas

Pengeluaran Total

<500.000 500.001-1.000.000 1.000.001-1.500.000 1.500.001-2.000.000 >2.000.000

FAPERTA 4 9 2 0 0 15

FKH 0 1 0 0 0 1

FPIK 0 6 0 0 0 6

FAPET 0 4 1 1 0 6

FAHUTAN 1 6 0 0 0 7

FATETA 1 6 2 0 0 9

FMIPA 1 18 4 0 0 23

FEM 2 13 6 1 0 22

FEMA 0 8 3 0 0 11

Total 9 71 18 2 0 100

4.3.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Alasan Mengkonsumsi Teh Dalam Kemasan Siap Minum

Mayoritas responden yang berasal dari FMIPA mengatakan alasan mereka meminum teh dalam kemasan adalah karena kepraktisannya sebanyak 11 responden. Hal ini mengindikasikan bahwasanya mahasiswa cenderung tidak ingin repot saat meminum teh. Tabel 8 menjelaskan secara lengkap tentang menjelaskan lebih rinci tentang tabulasi silang antara asal fakultas dan alasan mengkonsumsi teh dalam kemasan siap minum.

Tabel 8. Tabulasi silang antara asal fakultas dan alasan mengkonsumsi teh dalam kemasan siap minum

Asal fakultas Alasan Mengkonsumsi Teh Dalam Kemasan Total

Gaya hidup Ke-segaran Ke-biasaan

Praktis Rasa yang enak

Terpengaruh iklan

Lain-nya

FAPERTA 1 3 1 5 3 0 2 15

FKH 0 0 0 0 1 0 0 1

FPIK 0 1 0 2 3 0 0 6

FAPET 0 1 0 2 1 2 0 6

FAHUTAN 0 3 0 2 1 0 1 7

FATETA 0 3 0 3 2 0 1 9

FMIPA 0 7 1 11 4 0 0 23

FEM 0 9 0 10 3 0 0 22

FEMA 0 3 0 5 2 0 1 11


(39)

4.3.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Seberapa Sering Mengkonsumsi Teh Dalam Kemasan Siap Minum

Dari hasil pengolahan tabulasi silang didapatkan mayoritas mahasiswa FEM menjawab kurang dari 3 kali per minggu sebanyak 16 mahasiswa. Hal ini dikarenakan mahasiswa IPB mayoritas memiliki pengeluaran dengan kategori menengah kebawah, yaitu diantara Rp. 500.001 – Rp. 1.000.000, sehingga mereka lebih memilih membelanjakan uang mereka untuk pengeluaran yang lebih penting lainnya seperti foto copy, biaya kepanitiaan dan makan sehari-hari. Tabel 9 menerangkan lebih lengkap menjelaskan lebih rinci tentang tabulasi silang antara asal fakultas dan seberapa sering mengkonsumsi teh dalam kemasan siap minum.

Tabel 9. Tabulasi silang antara asal fakultas dan seberapa sering mengkonsumsi teh dalam kemasan

Asal fakultas Seberapa Sering Mengkonsumsi

Teh Dalam Kemasan (per minggu)

Total

< 3 kali 3-4 kali 5-6 kali > 6 kali

FAPERTA 8 6 0 1 15

FKH 1 0 0 0 1

FPIK 5 1 0 0 6

FAPET 1 4 1 0 6

FAHUTAN 5 1 0 1 7

FATETA 6 1 1 1 9

FMIPA 11 8 4 0 23

FEM 16 6 0 0 22

FEMA 8 3 0 0 11

Total 61 30 6 3 100

4.3.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Tempat Membeli Teh Dalam Kemasan Siap Minum

Dari kuesioner yang dibagikan didapat mayoritas mahasiswa FEM membeli teh dalam kemasan di pedagang kaki lima/warung sebanyak 12 mahasiswa diikuti oleh mahasiswa FMIPA yang juga membeli di pedagang kaki lima/warung dan mahasiswa FAPERTA yang membeli di minimarket dengan jumlah mahasiswa sebnyak 7 orang. Hal ini mengindikasikan bahwamahasiswa IPB lebih cenderung membeli teh dalam kemasan di pedagang kaki lima/warung. Tabel 10 menjelaskan lebih rinci tentang


(40)

tabulasi silang antara asal fakultas dan tempat membeli teh dalam kemasan siap minum.

Tabel 10. Tabulasi silang antara asal fakultas dan tempat membeli teh dalam kemasan siap minum

Asal fakultas Tempat Membeli Teh Dalam Kemasan Total

Supermarket Minimarket Pedagang kaki lima Asongan Liainnya

FAPERTA 2 7 6 0 0 15

FKH 0 1 0 0 0 1

FPIK 1 1 4 0 0 6

FAPET 0 4 2 0 0 6

FAHUTAN 1 4 1 1 0 7

FATETA 2 1 4 0 2 9

FMIPA 9 6 7 1 0 23

FEM 4 6 12 0 0 22

FEMA 3 6 2 0 0 11

Total 22 36 38 2 2 100

4.3.6. Karakteristik Responden Berdasarkan Waktu Minum Teh Dalam Kemasan Siap Minum

Mayoritas mahasiswa FMIPA menjawab siang hari sebagai waktu mereka minum teh dalam kemasan dengan jumlah responden sebesar 15 mahasiswa diikuti mahasiswa FEM yang juga menjawab pada siang hari dengan responden sebanyak 13 orang dan mahasiswa FAPERTA sebanyak 8 orang. Hal ini mengindikasikan bahwa udara siang hari di Bogor saat ini cenderung panas dan mereka meminum teh dalam kemasan untuk mendapatkan kesegarannya dan menghilangkan dahaga. Tabel 11 menjelaskan lebih rinci tentang tabulasi silang antara asal fakultas dan tempat membeli teh dalam kemasan siap minum

Tabel 11. Tabulasi silang antara asal fakultas dan waktu minum teh dalam kemasan siap minum

Asal fakultas Waktu Minum Teh Dalam Kemasan Total

Pagi hari Siang hari Sore hari Malam hari Tidak

tentu

FAPERTA 0 8 0 0 7 15

FKH 0 1 0 0 0 1

FPIK 0 3 0 0 3 6

FAPET 0 3 0 1 2 6


(41)

Lanjutan Tabel 11.

FATETA 1 4 1 0 3 9

FMIPA 0 15 1 0 7 23

FEM 0 13 0 1 8 22

FEMA 0 6 0 0 5 11

Total 1 57 2 2 38 100

4.3.7. Karakteristik Responden Berdasarkan Pada Kesempatan Apa Minum Teh Dalam Kemasan Siap Minum

Dari hasil pengolahan karakteristik responden dengan meggunakan tabulasi silang didapatkan mayoritas mahasiswa FMIPA menjawab pada saat haus dengan jumlah responden sebanyak 11 mahasiswa diikuti mahasiswa FAPERTA dengan jawaban yang sama sebanyak 8 mahasiswa dan mahasiswa FEM sebanyak 7 mahasiswa. Hal ini dikarenakan pada siang hari yang kedaaan cuaca saat itu cenderung panas dan tingkat dehidarasi manusia pada saat tersebut cenderung dapat meningkat. Tabel 12 menjelaskan lebih lengkap tentang karakteristik responden berdasarkan pada kesempatan apa meminumteh dalam kemasan siap minum.

Tabel 12. Tabulasi silang antara asal fakultas dan pada kesempatan apa meminum teh dalam kemasan siap minum

Asal fakultas Pada Kesempatan Apa Minum Teh Dalam Kemasan Total

Saat santai Sehabis makan Saat kerjakan tugas Saat haus Saat jalan-jalan Lain-nya

FAPERTA 1 2 1 8 2 1 15

FKH 1 0 0 0 0 0 1

FPIK 3 0 0 2 1 0 6

FAPET 1 1 1 2 1 1 6

FAHUTAN 1 2 0 3 1 1 7

FATETA 3 0 1 3 1 1 9

FMIPA 5 5 0 11 2 2 23

FEM 1 6 1 7 6 3 22

FEMA 3 4 1 2 0 0 11

Total 19 20 5 38 14 9 100

4.4. Tabulasi Silang

Setelah melakukan analisis deskriptif mengenai karakteristik responden maka selanjutnya tabulasi silang antara masing-masing karakteristik responden yang satu


(42)

dengan karakteristik responden yang lainnya. Pada tabulasi silang yang diolah dengan menggunkan SPSS dapat dilihat hubungan antar karakteristik dengan melihat nilai chi-square. Bila nilai chi-square hitung lebih besar daripada chi-square tabel maka dapat di katakan tolak Ho, dimana Ho adalah tidak ada hubungan antara baris dan kolom. Selain hubungan karakteristik antara baris dan kolom dapat dilihat melalui nilai Asymp. Sig. (2-sided) dimana bila nilai chi-square test

menampilkan hasil kurang dari 0,05 maka asumsi ditolak yang artinya ada hubungan antara baris dan kolom.

Pengolahan tabulasi silang pada penelitian ini hanya dilakukan pada beberapa karakteristik konsumen yang dianggap mempengaruhi penetapan strategi perusahaan untuk ke depannya.

4.4.1. Tabulasi Silang antara Jenis Kelamin dan Waktu Minum Teh Dalam Kemasan

Tabulasi silang antara jenis kelamin dengan waktu minum teh dalam kemasan menunjukan bahwa didapat nilai chi-square sebesar 0,02 yang berarti bahwa jenis kelamin ada hubungan dengan waktu minum teh dalam kemasan. Mayoritas responden wanita membeli teh dalam kemasan saat siang hari hal ini mengindikasikan bahwa wanita lebih cenderung cepat haus pada saat siang hari. Sementara responden berjenis kelamin pria mayoritas menjawab tidak tentu dalam meminum teh dalam kemasan. Hal ini mengindikasikan bahwa pria lebih fleksibel pada waktu meminum teh dalam kemasan. Sehingga mereka tidak memiliki waktu khusus untuk meminum teh dalam kemasan. Secara lengkap hasil tabulasi silang antara jenis kelamin dan waktu minum teh dalam kemasan dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Tabulasi silang antara jenis kelamin dan waktu minum teh dalam kemasan

Jenis Kelamin

Waktu Minum Total

Pagi Hari Siang Hari Sore Hari Malam Hari Tidak Tentu

Pria 0 14 1 1 22 38

Wanita 1 43 1 1 16 62


(43)

4.4.2. Tabulasi Silang antara Alasan Konsumsi dan Seberapa Sering Mengkonsumsi Teh Dalam Kemasan

Tabulasi silang antara alasan konsumsi dengan seberapa sering mengkonsumsi teh dalam kemasan menunjukan bahwa didapat nilai chi-square sebesar 0,00 yang berarti bahwa alasan mengkonsumsi ada hubungan dengan seberapa sering mengkonsumsi teh dalam kemasan. Dari hasil pengolahan didapatkan mayoritas responden menjawab alasan mereka meminum teh dalam kemasan karena kepraktisan dan meminum teh dalam kemasan sebanyak kurang dari 3 kali perminggu. Selain itu mayoritas responden yang mengkonsumsi teh dalam kemasan karena kesegaran dan rasa yang enak juga mengkonsumsi teh dalam kemasan sebanyak kurang dari 3 kali perminggu. Hal ini mengindikasikan bahwa konsumsi teh dalam kemasan pada kalangan mahasiswa khususnya di IPB masih tergolong rendah. Disamping itu terdapat responden yang menjawab alasan mengkonsusmsi teh dalam kemasan sebagai gaya hidup meminum teh tersebut sebanyak 6 kali perminggu. Hal ini dikarenakan meminum teh dalam kemasan sudah menjadi kebiasaan bagi responden tersebut. Sehingga bila tidak meminum teh dalam kemasan walaupun hanya sehari maka mereka akan merasa ada yang kurang dalam hidup mereka. Responden yang meminum teh dalam kemasan karena terpengaruh oleh iklan meminum teh dalam kemasan sebanyak 3-4 kali perminggu. Hal ini dikarenakan mereka terpengaruh oleh kelebihan, seperti teh yang memiliki rasa buah ataupun rasa madu, dan khasiat yang ditampilkan oleh iklan teh dalam kemasan dimana mereka dapat menghilangkan haus dengan meminum teh tersebut. Secara lengkap hasil tabulasi silang antara alasan konsumsi dan seberapa sering mengkonsumsi teh dalam kemasan dapat dilihat pada Tabel 14.


(1)

Lampiran 12. Multidimentional scalling

Stress and Fit Measures

Normalized Raw Stress .05105

Stress-I .22594a

Stress-II .61926a

S-Stress .10780b

Dispersion Accounted For

(D.A.F.) .94895

Tucker's Coefficient of

Congruence .97414

PROXSCAL minimizes Normalized Raw Stress.

a. Optimal scaling factor = 1,054.

b. Optimal scaling factor = ,945.

Final Coordinates

Dimension

1 2

Ultra_Teh_Kotak -.344 -.320

Teh_Botol_Sosro -.465 -.380

Frestea -.577 -.145

Mountea .648 .042

Nu_Green_Tea -.336 .601

Fruit_Tea .034 .475

ABC -.586 .261

Teh_Gelas .238 -.651

Teh_Rio .674 -.361

Lainnya .713 .477

Lanjutan Lampiran 12 Final Coordinates

Dimension

1 2

Ultra_Teh_Kotak -.344 -.320

Teh_Botol_Sosro -.465 -.380

Frestea -.577 -.145

Mountea .648 .042

Nu_Green_Tea -.336 .601

Fruit_Tea .034 .475

ABC -.586 .261

Teh_Gelas .238 -.651

Teh_Rio .674 -.361


(2)

Lampiran 13. Tabulasi silang antara jenis kelamin dan waktu Minum teh dalam kemasan

Jenis_kelamin * Kapan_membeli Crosstabulation

Kapan_membeli

Total pagi hari Siang hari Sore hari Malam hari Tidak tentu

Jenis_kela min

Pria 0 14 1 1 22 38

-.4 -7.7 .2 .2 7.6

Wanit a

1 43 1 1 16 62

.4 7.7 -.2 -.2 -7.6

Total 1 57 2 2 38 100

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 11.611a 4 .020

Likelihood Ratio 11.989 4 .017

Linear-by-Linear Association 11.241 1 .001

N of Valid Cases 100

a. 6 cells (60,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,38.


(3)

Lampiran 14. Tabulasi silang antara alasan konsumsi dan seberapa sering mengkonsumsi teh dalam kemasan

Alasan_mengkonsumsi * Seberapa_sering Crosstabulation

Seberapa_sering

Total <3 kali

perminggu

3-4 kali perminggu

5-6 kali perminggu

>6 kali perminggu

Alasan_ mengkon sumsi

Gaya hidup 0 0 0 1 1

-.6 -.3 .0 1.0

Kesegaran 20 9 1 0 30

1.7 .0 -.8 -.9

Kebiasaan 1 1 0 0 2

-.2 .4 -.1 .0

Praktis 27 10 3 0 40

2.6 -2.0 .6 -1.2

Rasa yang enak 9 7 2 2 20

-3.2 1.0 .8 1.4

Terpengaruh iklan/promosi

0 2 0 0 2

-1.2 1.4 -.1 .0

Lainnya 4 1 0 0 5

1.0 -.5 -.3 -.2

Total 61 30 6 3 100

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 46.579a 18 .000

Likelihood Ratio 22.891 18 .195

Linear-by-Linear Association .253 1 .615

N of Valid Cases 100

a. 22 cells (78,6%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,03.


(4)

Lampiran 15. Tabulasi silang antara tempat membeli dan waktu mengkonsumsi teh dalam kemasan

Tempat_membeli * Kapan_membeli Crosstabulation

Kapan_membeli

Total pagi

hari

Siang hari

Sore hari

Malam hari

Tidak tentu

Tempat_membeli Supermarket 1 11 1 0 9 22

.8 -1.5 .6 -.4 .6

Minimarket 0 19 0 1 16 36

-.4 -1.5 -.7 .3 2.3

Pedagang kaki lima/warung

0 26 0 1 11 38

-.4 4.3 -.8 .2 -3.4

Asongan 0 0 0 0 2 2

.0 -1.1 .0 .0 1.2

Lainnya 0 1 1 0 0 2

.0 -.1 1.0 .0 -.8

Total 1 57 2 2 38 100

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 35.896a 16 .003

Likelihood Ratio 19.966 16 .222

Linear-by-Linear Association .151 1 .698

N of Valid Cases 100

a. 19 cells (76,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,02.


(5)

Lampiran 16. Tabulasi silang antara waktu mengkonsumsi dan pada kesempatan apa mengkonsumsi teh dalam kemasan

Kapan_membeli * Pada_kesempatan_apa Crosstabulation

Pada_kesempatan_apa

Total Saat

santai

Sehabis makan

Saat mengerja kan tugas

Saat haus

Saat hangout

Saat wisata/tam

asya Lainnya

Kapan_mem beli

pagi hari

1 0 0 0 0 0 0 1

.8 -.2 .0 -.4 .0 .0 .0

Siang hari

10 10 3 27 5 2 0 57

-.8 -1.4 .1 5.3 -.1 -.9 -2.3

Sore hari

0 0 0 0 1 0 1 2

-.4 -.4 -.1 -.8 .8 -.1 .9

Malam hari

0 0 1 0 1 0 0 2

-.4 -.4 .9 -.8 .8 -.1 .0

Tidak tentu

8 10 1 11 2 3 3 38

.8 2.4 -.9 -3.4 -1.4 1.1 1.5

Total 19 20 5 38 9 5 4 100

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 42.726a 24 .011

Likelihood Ratio 30.690 24 .163

Linear-by-Linear Association .097 1 .755

N of Valid Cases 100

a. 28 cells (80,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,04.


(6)

ACHMAD M. MAUDUDI. H24080099. Analisis Positioning Teh Dalam Kemasan Merek Ultra Teh Kotak Pada Mahasiswa Strata 1 Institut Pertanian Bogor. Di bawah bimbingan JONO M. MUNANDAR

Teh merupakan salah satu komoditi yang telah lama dikembangkan di Indonesia. Produksi teh di Indonesia tercatat fluktuatif, namun Indonesia merupakan negara penghasil teh curah terbanyak kelima di dunia setelah India, Cina, Sri Lanka, dan Kenya. Selain itu, Indonesia merupakan pasar potensial bagi para produsen teh dengan konsumsi teh hanya 330 gram per kapita per tahun, jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan konsumsi per kapita negara-negara produsen lainnya. PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company merupakan salah satu produsen teh dalam kemasan siap minum di Indonesia. Dengan banyaknya pemain pada industri teh dalam kemasan maka setiap produsen harus dapat menjalankan strategi pemasaran yang akurat. Salah satu strategi pemasaran yang dapat dijalankan memberikan positioning pada produk mereka. Oleh karena itu PT Ultrajaya harus mampu menempatkan positioning produk Ultra Teh Kotak pada benak konsumen. Penelitian ini bertujuan: (1) Mengidentifikasi karakteristik responden dalam penelitian ini (2) Menganalisis pesaing-pesaing terdekat Ultra Teh Kotak (3) Menganalisis positioning Ultra Teh Kotak berdasarkan pesepsi Mahasiswa S1 IPB (4) Memberikan rekomendai strategi pemasaran bagi perusahaan.

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer didapatkan dengan cara membagikan kuesioner kepada para responden. Sedangkan data sekunder didapatkan dari studi literatur yang berasal dari buku, internet, dan laporan penelitian terdahulu. Analisis data yang digunakan adalah Analisis Komponen Utama, Analisis Deskriptif, Multidimentional Scalling dan Anlisis Biplot dengan bantuan software Minitab 14 dan SPSS 16 for windows

Pada pengolahan PCA, didapatkan dua nilai tertinggi dari atribut yang menurut konsumen paling penting adalah rasa yang beragam dengan nilai ekstraksi sebesar 0,788 dan volume yang beragam dengan nilai ekstraksi sebesar 0,647. Hasil analisis Multidimentional Scalling didapatkan dua pesaing utama yaitu Teh Botol Sosro dan Frestea. Pada Analisis Deskriptif dengan skala

Semantic Differential Ultra Teh Kotak memiliki positioning volume yang pas, harga yang pas, produk yang mudah didapatkan dan promosi yang menarik. Sedangkan dari hasil analisis Biplot didapatkan positioning Ultra Teh Kotak yaitu volume yang pas dan promosi yang menarik. Irisan hasil dari analisis Biplot dan skala semantic differential didapatkan positioning Ultra Teh Kotak adalah teh dalam kemasan siap minum yang memiliki volume yang pas dan menggunakan promosi yang menarik. Untuk meningkatkan kedua atribut seperti yang didapatkan dari hasil Analisis Komponon Utama dapat dilakukan dengan beberapa melakukan penelitian pada departemen riset dan penelitian untuk mengetahui tambahan rasa apa yang dinginkan oleh konsumen untuk produk Ultra Teh Kotak. Hasil varian rasa yang didapatkan oleh departemen riset dan penelitian dapat menjadi acuan PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company untuk manambah varian rasa.