Penilaian Economic Losses Masyarakat Desa Cijeruk Kabupaten Bogor Akibat Adanya Pemanfaatan Sumber Mata Air Oleh Perusahaan Air Minum

(1)

1 I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan jumlah sumberdaya alam yang berlimpah serta beragam jenisnya. Secara umum sumberdaya alam dibagi menjadi sumberdaya alam yang dapat pulih dan tidak dapat pulih. Sumberdaya alam yang dapat pulih adalah sumberdaya alam yang tidak dapat habis jika dieksploitasi tidak melebihi daya regenerasinya, sedangkan sumberdaya alam yang tidak dapat pulih adalah sumberdaya alam yang akan habis dalam waktu cepat jika dieksploitasi secara berlebihan. Sumberdaya alam yang merupakan sumberdaya yang klasifikasinya dapat digolongkan baik ke dalam sumberdaya dapat terbarukan maupun tidak terbarukan tergantung pada sumber dan pemanfaatannya salah satunya adalah air (Fauzi, 2004).

Air merupakan sumberdaya alam yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup yang berfungsi menjaga kesinambungan rantai pangan makhluk hidup. Dalam kehidupan manusia, selain sebagai penunjang kehidupan unsur hayati juga diperlukan sebagai penunjang ekonomi seperti pertanian dan industri, selain itu juga sebagai sarana kegiatan keagamaan dan budaya. Oleh karena air sangat penting bagi kehidupan manusia, untuk itu diperlukan upaya dalam menjaga kualitas serta kuantitas sumberdaya air tersebut.

Sumberdaya air dapat digolongkan secara ekonomi sebagai sumberdaya milik bersama. Sumberdaya yang semacam ini biasanya akan menghadapi masalah pemanfaatan yang dilakukan secara berlebihan sehingga melebihi daya regenerasinya. Dengan semakin banyak permasalahan yang timbul, maka akan


(2)

2 lebih sulit menegaskan hak-hak kepemilikan terhadap sumberdaya yang bersangkutan. Oleh karena itu, sangat diperlukan pengelolaan sumberdaya air yang lestari agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Hal ini sangat penting diterapkan pada wilayah yang kebutuhan terhadap sumberdaya air dari tahun ketahun semakin tinggi seperti di Pulau Jawa (KLH, 2007). Berdasarkan hasil estimasi diperkirakan pada atahun 2015 kebutuhan air di Pulau Jawa mencapai 164 672 m3/tahun (Sanim, 2003).

Sumber : Sanim, 2003

Gambar 1 : Ketersediaan Air Tahun 1995 dan 2000 serta Prediksi Kebutuhan Air Tahun 2015 di Pulau Jawa

Kegiatan yang dilakukan manusia seperti produksi dan konsumsi sebagian besar menggunakan sumberdaya air sebagai bahan bakunya. Apabila penggunaannya tidak berdasarkan unsur kelestarian sumberdaya air, akan sangat mengancam kualitas serta kuantitas dari sumberdaya air. Hal ini terkait dengan jumlah penduduk yang semakin bertambah yang menyebabkan eksploitasi sumberdaya air meningkat dengan cepat. Peningkatan jumlah penduduk tidak


(3)

3 hanya akan meningkatkan jumlah konsumsi air secara drastis, namun juga kebutuhan pangan yang nantinya membutuhkan lebih banyak air untuk pertanian, industri, dan air bersih yang juga akan meningkatkan permintaan terhadap air.

Kebutuhan air yang terus bertambah akan merubah sifat sumberdaya air yang awalnya public good seperti non excludable dan non rivality akan berubah menjadi barang ekonomi yaitu rivality, excludable, dan substractable menurut tempat dan waktu. Hal ini tercermin dari semakin sulitnya mendapatkan air bersih khususnya di perkotaan, sehingga dibutuhkan pengorbanan lebih untuk mendapatkannya. Seperti contohnya di wilayah Jabodetabek yang telah terjadi kelangkaan air bersih. Kabupaten Bogor Jawa Barat merupakan salah satu wilayah di Pulau Jawa yang terdapat banyak titik sumber mata air. Hal ini dikarenakan Kabupaten Bogor wilayahnya terletak di antara Gunung Gede-Pangrango dan Gunung Salak sebagai salah satu sumber penghasil air dengan 83 titik mata air (BLH Kab. Bogor, 2008).

Ketersediaan air dalam pengertian sumberdaya air pada dasarnya terdiri atas tiga jenis, yaitu air hujan, air permukaan dan air bawah tanah (Wiyono, 2007). Mata air termasuk ke dalam sumber air bawah tanah. Suplai air bersih dari Kabupaten Bogor berasal dari air bawah tanah yaitu sumber mata air Gunung Salak. Sumber mata air Gunung Salak sudah banyak dikuasai oleh individu maupun perusahaan air minum. Hal ini yang menjadi salah satu penyebab terjadi pemanfaatan secara berlebihan terhadap sumber mata air demi kepentingan keuntungan ekonomi tanpa berdasarkan kelestarian lingkungan sehingga menimbulkan berkurangnya debit air yang disalurkan kemasyarakat. Berkurangnya debit air ini menyebabkan kerugian yang dialami oleh masyarakat


(4)

4 dalam memanfaatkan sumber mata air untuk kebutuhan sehari-hari serta untuk irigasi persawahan. Oleh sebab itu, penelitian ini sangat penting dilakukan agar permasalahan terkait pemanfaatan secara berlebihan oleh perusahaan air minum terhadap sumber mata air Gunung Salak dapat diatasi dengan baik.

1.2. Perumusan Masalah

Sumberdaya air merupakan suatu kebutuhan yang penting bagi semua makhluk hidup, terutama bagi manusia. Sumberdaya air digunakan oleh manusia untuk kebutuhan rumahtangga, pertanian, industri dan lain-lain. Seperti halnya masyarakat Desa Cijeruk Kecamatan Cijeruk yang memanfaatkan sumberdaya air untuk kebutuhan rumahtangga serta pertanian. Sebagian besar masyarakat Desa Cijeruk sangat tergantung dengan sumber mata air yang dimanfaatkan untuk kebutuhan rumahtangga serta untuk pertanian. Selain digunakan untuk kebutuhan rumahtangga dan pertanian, sumber mata air di Desa Cijeruk juga dimanfaatkan oleh perusahaan air minum.

Desa Cijeruk merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Bogor dengan potensi sumber mata air yang cukup banyak. Saat ini selain masyarakat, beberapa perusahaan air minum juga memanfaatkan sumber mata air tersebut sebagai bahan baku produksi. Akibat pemanfaatan sumber mata air oleh perusahaan air minum mengakibatkan kelangkaan sumberdaya air yang merugian bagi masyarakat serta para petani khususnya petani padi.

Peningkatan penggunaan sumber mata air memerlukan pengendalian dan penataan yang tepat agar upaya pemanfaatan air tanah dilaksanakan secara efektif, efisien, berkelanjutan serta memberikan kontribusi bagi PAD tanpa menimbulkan


(5)

5 dampak lingkungan yang merugikan. Oleh sebab itu dilakukan penerapan perizinan pengambilan air, sehingga dapat ditentukan batasan volume air yang dapat dimanfaatkan. Kenyataannya penyimpangan yang terjadi di lapangan menyebabkan pemanfaatan sumberdaya air yang terjadi tidak terkendali oleh perusahaan air minum di wilayah Desa Cijeruk Kecamatan Cijeruk. Hal ini pada akhirnya menyebabkan kerugian terhadap masyarakat sekitar khususnya para petani yang semakin sulit mendapatkan air bersih. Berdasarkan uraian di atas, menimbulkan beberapa pertanyaan, yaitu:

1. Bagaimana gambaran mengenai kelangkaan sumberdaya air yang dialami masyarakat Desa Cijeruk akibat pemanfaatan secara berlebihan terhadap sumber mata air Gunung Salak ?

2. Bagaimana pengelolaan sumber mata air di Desa Cijeruk berdasarkan persepsi multistakeholder?

3. Berapakah nilai economic losses sumberdaya air pada sumber mata air Gunung Salak akibat pemanfaatan yang berlebihan oleh perusahaan air minum di Desa Cijeruk ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi kelangkaan sumberdaya air yang dialami masyarakat di Desa Cijeruk akibat pemanfaatan secara berlebihan terhadap sumber mata air Gunung Salak.


(6)

6 2. Mengkaji pengelolaan sumber mata air di Desa Cijeruk berdasarkan persepsi

multistakeholder.

3. Mengestimasi nilai economic losses sumberdaya air pada sumber mata air Gunung Salak akibat pemanfaatan berlebihan oleh perusahaan air minum di Desa Cijeruk.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Akademisi dan peneliti, yaitu diharapkan menjadi pelengkap keilmuan ekonomi sumberdaya dan lingkungan serta sebagai acuan bagi penelitian selanjutnya dan sebagai salah satu syarat kelulusan.

2. Pemerintah Daerah, yaitu sebagai bahan evaluasi dalam penerapan kebijakan pengelolaan sumber mata air di Gunung Salak.

3. Masyarakat setempat, yaitu sebagai tambahan pengetahuan mengenai keilmuan ekonomi sumberdaya dan lingkungan khususnya mengenai dampak pemanfaatan berlebihan terhadap sumber mata air.

1.5. Batasan Penelitian

Penelitian ini lebih fokus terhadap kelangkaan sumberdaya air berdasarkan persepsi masyarakat baik rumahtangga maupun petani padi, nilai economiclosses sumber mata air serta mengenai pengelolaan sumber mata air di Desa Cijeruk. Lokasi penelitian hanya di wilayah RW 04 dan RW 05 karena dikedua RW tersebut terdapat sumber mata air dengan debit besar serta pemanfaatannya tidak


(7)

7 hanya oleh masyarakat tetapi juga perusahaan air minum. Adapun mengenai penentuan harga air tidak menjadi fokus dan tidak dibahas dalam penelitian ini.


(8)

8 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kelangkaan Sumberdaya Air

Peningkatan jumlah penduduk merupakan salah satu penyebab pemanfaatan berlebihan yang dilakukan terhadap sumberdaya air. Selain itu, berkurangnya daerah resapan air akibat pengalihfungsian daerah resapan air menjadi perumahan serta kerusakan hutan akibat penebangan liar akan mempengaruhi debit air khususnya debit air tanah. Kelangkaan sumberdaya air juga diakibatkan oleh sudah mulai terancamnya gunung yang merupakan hulu air atau menara air. Keberlanjutan fungsi gunung sebagai menara air terancam sangat serius karena (Setiadi, 2002):

1. Harmoni antara fungsi alami gunung dengan kehidupan sosial masyarakat mengalami perubahan yang sangat mendasar.

2. Diversitas kehidupan ekonomi, perkembangan pertanian dan kehutanan, pemanfaatan sumber-sumber alam yang berubah.

3. Tidak ada keharmonisan ”bioclimate” di daerah gunung.

4. Keputusan dan peraturan pemerintah mengenai pemanfaatan gunung dan kawasan di sekitarnya sering diabaikan masyarakat.

Semakin sedikit ketersediaan sumberdaya air bersih, menyebabkan di beberapa tempat sumberdaya air sudah menjadi sumber konflik antara kelompok dalam masyarakat, bahkan antara bangsa satu dengan bangsa lain. Oleh sebab itu diperlukan kerjasama antar stakeholder untuk dapat mengatasi permasalahan kelangkaan tersebut. Sumberdaya air tidak mengenal batas negara, batas provinsi atau batas kabupaten. Pola pengelolaan sumberdaya air secara integrasi dan


(9)

9 komprehensif memperlakukannya sebagai satu kesatuan ekosistem memerlukan kesepakatan politik antar negara, antar propinsi dan antar kabupaten (Salim, 2002).

Setiap negara di dunia memiliki indikator masing-masing mengenai kelangkaan air di negaranya. Penelitian Gusti (2006) menyatakan bahwa di Indonesia khususnya pulau Jawa telah terjadi kelangkaan air. Bukti kelangkaan air yang ada adalah pada tahun 2002, dari 26 telaga yang ada di Paranggupito Wonogiri hanya tinggal tiga telaga yang masih ada airnya. Akibatnya sebanyak 4 503 kepala keluarga atau sekitar 20 756 warga delapan desa di Kecamatan Paranggupito Wonogiri kekurangan air. Kelangkaan sumberdaya air yang terjadi menyebabkan 350 hektar tanaman padi di Sukoharjo gagal panen akibat minimnya air irigasi.

Helmi (2002) menyatakan bahwa kelangkaan sumberdaya air dapat dikurangi salah satunya dengan cara pengontrolan permintaan serta penghematan air. Hal ini dapat dilakukan dengan mengontrol kuantitas permintaan (demand) dengan instrumen harga sehingga pemakaian bisa dihemat. Adanya pengontrol kualitas air menjadikan air yang tersedia memenuhi standar kualitas penggunaan tertentu tidak berkurang.

Perilaku manusia yang sebagian besar tidak sesuai dengan kelestarian sumberdaya air seperti eksploitasi berlebihan serta pengurangan daerah resapan air, menyebabkan kelangkaan sumberdaya air. Oleh sebab itu diperlukan Perlindungan serta pengontrolan terhadap eksploitasi sumberdaya air yang menjadikan sumberdaya air dapat bermanfaat secara berkelanjutan.


(10)

10 2.2. Penilaian Economic Losses Sumberdaya Air

Sumberdaya air secara ekonomi tergolong ke dalam common pool resources. Hal ini menyebabkan seringnya terjadi masalah eksploitasi yang melebihi daya regenerasinya. Permasalahan tersebut akan menjadi lebih sulit dalam hal menegaskan hak-hak kepemilikan sumberdaya yang bersangkutan.

Sumberdaya dapat dikelola secara efisien dengan membangun sistem kepemilikan di atas sistem property right yang efisien. Hal ini sejalan dengan prinsip-prinsip property right, yaitu (Gardner et al, 1990) :

1. Universality, semua sumberdaya dimiliki secara pribadi (private owned) dan seluruh hak-haknya diperinci dengan lengkap dan jelas.

2. Exclusivity, semua keuntungan dan biaya yang dibutuhkan sebagai akibat dari kepemilikan dan pemanfaatan sumberdaya tersebut harus dimiliki hanya oleh pemilik tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung dalam transaksi atau penjualan ke pihak lain.

3. Transferability, seluruh hak kepemilikan dapat dipindahtangankan dari satu pemilik ke pihak lainnya dengan transaksi yang bebas dan jelas.

4. Enforceability, hak kepemilikan tersebut harus aman dari perampasan atau pengambilalihan secara tidak baik dari pihak lain.

Gardner et al, (1990) menjelaskan bahwa terdapat tiga kondisi yang menyebabkan permasalahan common pool resources pada sumberdaya air. Pertama, adanya eksploitasi yang berlebihan terhadap sumberdaya air. Kedua, tindakan-tindakan serta karakteristik dari individu pemakai air dan teknologi pengambilan sumberdaya air yang tidak mendukung kelestarian sumberdaya air.


(11)

11 Ketiga, dari kondisi di atas diperlukan aturan-aturan yang memungkinkan untuk mengatur eksploitasi sumberdaya air agar lebih efisien dan berkelanjutan.

Penelitian yang dilakukan oleh Acharya dan Barbier (2000) di Nigeria, mengindikasikan adanya kelangkaan pada sumberdaya air. Kelangkaan tersebut diakibatkan oleh pengelolaan serta pemanfaatan sumberdaya air yang tidak bersifat keberlanjutan, seperti eksploitasi yang berlebihan untuk industri. Hal ini berdampak besar pada masyarakat dan petani. Masyarakat harus mengeluarkan biaya lebih untuk mendapatkan air karena harus memperdalam sumur. Petani mengalami kerugian karena menurunnya produktifitas pertanian karena semakin berkurangnya supply air irigasi ke lahan pertanian mereka.

Penilaian economic losses pada sumberdaya air dilakukan bertujuan untuk menilai besarnya kerugian dari kelangkaan sumberdaya air yang diindikasikan dengan kelangkaan sumberdaya air. Kerugian ini tercermin dari semakin besarnya biaya dalam memperoleh sumberdaya air serta menurunnya produktifitas pertanian. Besarnya biaya kerugian tersebut dapat pula dijadikan sebagai besarnya manfaat yang hilang akibat kelangkaan sumberdaya air serta dapat pula dijadikan sebagai biaya pengganti untuk memulihkan kondisi sumberdaya air kekeadaan sebelum terjadinya kelangkaan.

2.3. Kelembagaan Sumberdaya Air

Air merupakan sumberdaya yang sangat penting bagi kelangsungan hidup seluruh makhluk hidup sehingga keberadaan serta pemanfaatannya perlu ada aturan atau kelembagaan yang mengaturnya. Negara Republik Indonesia dengan


(12)

12 tegas menyatakan dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3 bahwa bumi, tanah dan air dikuasai oleh negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Negara Indonesia mempunyai aturan yang khusus mengatur tentang pengelolaan sumberdaya air adalah UU nomor 7 Tahun 2004 tentang sumberdaya air. Undang-undang tersebut menggantikan UU nomor 11 tahun 1974 tentang pengairan. Pergantian ini menandai secara formal pergeseran paradigma tata kelola sumberdaya air di Indonesia.

Suharno (2005) menyatakan bahwa isi dari UU nomor 7 tahun 2004 tentang sumberdaya air merupakan bentuk pengakuan eksplisit Indonesia. Pertama, air bukan saja merupakan barang sosial melainkan juga merupakan barang ekonomi yang untuk mendapatkannya harus mengikuti asas efisiensi dan keadilan. Kedua, karena sifatnya sebagai common pool resources maka di dalam pengelolaan sumberdaya air diperlukan penerapan asas desentralisasi, partisipasi masyarakat dan keterpaduan.

Secara garis besar isi UU nomor 7 tahun 2004 tentang sumberdaya air sesuai dengan pernyataan yang dihasilkan pada konferensi dunia tentang sumberdaya air dan lingkungan yang diselenggarakan di Dublin, Scotlandia tahun 1992. Hasil konferensi ini dikenal dengan prinsip Dublin yang menjadi landasan bagi kaidah pengelolaan sumberdaya air terpadu (integrated water resource management) dengan empat butir prisip, yaitu (Suharno, 2005):

1. Air, yang merupakan sumberdaya azasi bagi keberlangsungan kehidupan, pembangunan dan lingkungan, adalah sumberdaya yang terbatas dan rentan ketersediaannya.


(13)

13 2. Pengembangan dan pengelolaan sumberdaya air harus dilandaskan pada pendekatan partisipatif, yang melibatkan pengguna, perencana dan pembuat kebijakan pada semua tingkatan.

3. Wanita memiliki peran sentral dalam penyediaan, pengelolaan dan pengamanan sumberdaya air.

4. Air memiliki nilai ekonomi dalam semua ragam penggunaan yang saling bersaing satu sama lain dan karenanya harus diakui sebagai barang ekonomi.

Menurut Boulding (1980), pemerintah di seluruh dunia memperlakukan air lebih dari suatu komoditas ekonomi yang sederhana. Air adalah penting untuk kehidupan. Banyak Negara yang menolak mekanisme-mekanisme alokasi pasar kompetitif terhadap sumberdaya air karena akan menimbulkan eksploitasi yang berlebihan terhadap sumberdaya air sehingga diperlukan aturan mengenai alokasi serta hak atas sumberdaya air.

Penelitian yang dilakukan oleh Getches (1990) di Amerika Serikat bagian barat, menunjukkan bahwa setiap individu dibatasi dan ditetapkan haknya terhadap kuantitas pemanfaatan serta penggunaan sumberdaya air. Setiap individu tidak bisa memiliki sumberdaya air tetapi mempunyai hak untuk memperoleh air. Penggunaan sumberdaya air dibatasi pada sektor swasta, pemerintah Amerika lebih mengutamakan pada sektor pertanian dan rumah tangga. Getches juga menyatakan bahwa hak-hak atas sumberdaya air secara umum terikat pada suatu bidang tanah yang spesifik. Bagaimanapun, pada kebanyakan negara hak-hak air ini dapat dijual, tanpa menghilangkan hak individu lain untuk menggunakan sumberdaya air tersebut.


(14)

14 Pada sistem kelembagaan pengelolaan sumberdaya air terkandung makna elemen-elemen partisipan, teknologi, tujuan dan struktur dimana terdapat interdependensi satu sama lain. Sistem kelembagaan yang dianut bertujuan ke arah efisiensi, dengan mengurangi biaya transaksi. Rachman, et al (2002) menyatakan bahwa hubungan sistem kelembagaan dan biaya transaksi tercirikan pada tiga kaitan sifat yang secara nyata menyebabkan adanya perbedaan insentif dan pembatas bagi partisipan yaitu: sifat fisik sumberdaya air, sifat masyarakat partisipan dan sifat kelembagaan.

Pada dasarnya di setiap negara telah dibuat aturan mengenai penggunaan serta pengelolaan sumberdaya air. Aturan atau kelembagaan tersebut diharapkan dapat menjaga kelestarian sumberdaya air sehingga dapat terus dirasakan manfaat yang besar dari sumberdaya air tersebut.


(15)

15 III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Teoritis

Penghitungan nilai economic losses sumberdaya air dapat dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan tahapan-tahapan proses penilaian kelangkaan. Seperti yang dikemukakan oleh Vecvagars (2006) bahwa penilaian economic losses sumberdaya air dapat dilakukan dengan melakukan tahapan-tahapan proses penilaian kelangkaan sebagai berikut: identification of the cultural asset, tahapan yang pertama ini adalah mengidentifikasi aset dari budaya yang terkandung di dalamnya. Permasalahan yang dapat muncul dari identifikasi ini yaitu banyaknya karakteristik dari budaya yang diidentifikasi.

Tahap yang kedua adalah determining the level of significance, yaitu menentukan tingkat signifikansi dari nilai asset yang hilang atau rusak. Tahap yang ketiga adalah identification of beneficiaries, yaitu mengidentifikasi penerimaan atau manfaat ekonomi yang dapat diperoleh dari aset tersebut sebelum terjadi kelangkaan. Tahap yang keempat adalah identification of benefits, yaitu mengidentifikasi manfaat dari aset tersebut. Tahapan ini dapat berjalan secara simultan dengan tahapan yang ketiga. Tahapan ini tidak hanya mengidentifikasi manfaat langsung dan tidak langsung tetapi juga mengidentifikasi tingkat signifikansi dari manfaat yang didapat.

Tahapan yang kelima adalah identification of valuation method, yaitu mengidentifikasi metode valuasi yang digunakan untuk menilai aset yang mengalami kelangkaan. Tahapan yang terakhir adalah valuation and compilation of the result. Tahapan yang terakhir ini lebih menekankan pada pemilihan metode


(16)

16 valuasi yang sesuai. Selain itu, terdapat pula tahapan-tahapan dalam melakukan penilaian economic losses sumber mata air. Menurut Ando et al, (2004), tahapan atau proses dalam melakukan penilaian economic losses diawali dengan penentuan kerusakan, yaitu mengidentifikasi tipe sumberdaya yang berpotensi terkena dampak serta menentukan apakah kerusakan telah terjadi. Tahapan yang kedua, kuantifikasi kerusakan yaitu menentukan layanan sumber mata air yang terkena dampak. Tahapan yang terakhir yaitu melakukan penilaian kerusakan dengan metode yang sesuai.

Vecvagars (2006) juga menyatakan bahwa estimasi besarnya economic losses dapat dilakukan melalui pendekatan biaya. Pertama, replacement cost method yaitu mengestimasi biaya pengganti dari barang atau jasa, yang dipakai sebagai proxy untuk menilai economic losses dari barang atau jasa yang dinilai.

Metode kedua, restoration cost method yaitu menilai barang atau jasa yang mengalami economic losses dengan mengestimasi biaya-biaya pemulihan ke keadaan sebelum mengalami economic losses. Perbedaan replacement cost method dengan restoration cost method adalah metode yang kedua dapat digunakan ketika barang atau jasa yang mengalami economic losses hanya sebagian atau secara parsial. Ketiga, substitute cost method yaitu metode yang fokus pada penetapan harga pasar dari suatu barang atau jasa yang dijadikan pengganti dari barang atau jasa yang mengalami economic losses. Keempat, preventive expenditure method yang juga dikenal sebagai mitigation or defensive expenditure method yaitu metode yang menilai economic losses dari barang atau jasa dari biaya atau pengeluaran yang digunakan untuk melakukan pencegahan economic losses dari barang atau jasa tersebut.


(17)

17 Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Adverted Cost Method atau metode biaya tambahan. Ando et al, (2004) menyatakan bahwa Adverted Cost Method adalah salah satu metode dalam penilaian economic losses sumberdaya alam dan lingkungan dengan prinsip dasar bahwa hilangnya nilai ekonomi sumberdaya dapat menyebabkan penambahan biaya dari pemanfaatan SDAL yang terkena dampak.

Penghitungan terhadap sumberdaya yang mengalami kelangkaan dapat diawali dengan melakukan klarifikasi proses terjadinya hal tersebut serta identifikasi lingkungan yang mengalami kelangkaan dan atau kerusakan (KLH, 2006). Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

1. Klarifikasi proses terjadinya kelangkaan dan atau kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan. Verifikasi dugaan terjadinya kelangkaan dan atau kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan dilakukan melalui dua langkah :

a. Identifikasi sumber kelangkaan dan atau kerusakan, b. Proses terjadinya kelangkaan dan atau kerusakan.

2. Identifikasi lingkungan yang terjadi kelangkaan dan atau kerusakan yang terdiri dari langkah-langkah:

a. Identifikasi jenis media lingkungan yang terkena dampak,

b. Penghitungan lamanya kelangkaan dan atau kerusakan berlangsung,

c. Identifikasi kelangkaan dan atau kerusakan terjadi secara langsung atau tidak langsung,

d. Pengukuran derajat kelangkaan dan atau kerusakan yang terjadi (menyangkut skala spasial dan jumlah pihak yang terlibat),


(18)

18 e. Identifikasi status kepemilikan sumberdaya alam dan lingkungan yang terdiri dari: milik public dan milik perorangan (kepemilikan, tipe hak kepemilikan, durasi kepemilikan dan intensitas pemanfaatan).

Penelitian yang dilakukan oleh Acharya and Barbier (2000) di Nigeria mengenai besarnya kerugian yang diperoleh petani akibat kelangkaan sumberdaya air. Kelangkaan tersebut akibat pemanfaatan yang berlebihan terhadap sumber air. Kelangkaan sumberdaya air diakibatkan oleh pengelolaan serta pemanfaatan sumberdaya air yang tidak bersifat keberlanjutan, seperti pemanfaatan yang berlebihan untuk industri. Penentuan besarnya kerugian akibat kelangkaan sumberdaya air dilakukan dengan pendekatan fungsi produksi. Total biaya yang ditanggung oleh petani menjadi meningkat karena harus mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk mendapatkan sumberdaya air untuk irigasi. Selisih biaya yang ditanggung oleh petani sebelum dan sesudah kelangkaan merupakan nilai kerugian akibat kelangkaan sumberdaya air.

Berdasarkan teori di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pemanfaatan secara berlebihan terhadap sumber mata air mengakibatkan kelangkaan sumberdaya air.

2. Pemanfaatan tersebut menjadikan debit mata air berkurang.

3. Keadaan debit mata air berhubungan negatif terhadap biaya pengambilan air oleh masyarakat. Apabila debit mata air semakin berkurang, biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk mengambil air akan semakin besar.


(19)

19 4. Keadaan debit mata air berhubungan positif terhadap irigasi persawahan. Apabila debit mata air berkurang, maka irigasi persawahan juga berkurang. Hal tersebut menyebabkan produktifitas pertanian menurun.

3.2. Kerangka Operasional

Kabupaten Bogor terletak di selatan Provinsi DKI Jakarta yang diapit oleh tiga buah gunung yaitu Gunung Salak, Gunung Gede dan Gunung Pangrango. Hal ini menyebabkan Kabupaten Bogor memiliki banyak sumber mata air yang salah satunya berasal dari sekitar Gunung Salak. Salah satu wilayah di sekitar lokasi tersebut yang memiliki mata air berlimpah adalah Desa Cijeruk Kecamatan Cijeruk. Keberadaan mata air tersebut sangat bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga serta irigasi persawahan. Selain itu, sumber mata air tersebut juga dimanfaatkan sebagai bahan baku sejumlah perusahaan air minum.

Pengelolaan serta pengawasan sumber mata air di Desa Cijeruk belum dilaksanakan secara optimal khususnya terhadap perusahaan-perusahaan air minum. Hal ini menyebabkan pemanfaatan yang berlebihan terhadap sumber mata air yang mengakibatkan kelangkaan sumberdaya air. Kelangkaan tersebut diindikasikan dari sulitnya masyarakat sekitar dalam memperoleh air serta penurunan produktivitas padi akibat berkurangnya pasokan air irigasi.

Penelitian ini mempunyai tiga tujuan yang saling berhubungan satu sama lain. Pertama, mendeskripsikan gambaran kelangkaan sumberdaya air akibat pemanfaatan secara berlebihan. Tujuan tersebut diletakkan ditujuan pertama karena adanya kelangkaan sumberdaya air akibat pemanfaatan secara berlebihan yang menjadi awal latar belakang dari penelitian ini. Kedua, mengkaji bagaimana


(20)

20 seharusnya kelembagaan yang mengatur pemanfaatan sumber mata air di Kecamatan Cijeruk. Hal ini dikarenakan belum optimalnya kelembagaan yang ada sekarang sehingga pengelolaan terhadap sumber mata air tidak berjalan dengan baik. Tujuan ketiga, mengestimasi nilai economic losses dari sumber mata air tersebut. Tujuan ketiga ini merupakan tujuan inti penelitian.

Berdasarkan ketiga tujuan tersebut, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada Pemerintah Kabupaten Bogor mengenai kondisi kelangkaan sumberdaya air di Desa Cijeruk Kecamatan Cijeruk. Selain itu juga dapat memberikan rekomendasi mengenai nilai economic losses dari sumber mata air serta kelembagaan yang mengaturnya. Berdasarkan uraian kerangka pemikiran di atas, maka alur kerangka berpikir terkait dengan tujuan penelitian tersaji pada Gambar 2.


(21)

21

Gambar 2 : Diagram Alur Berpikir Keterangan:

= Ruang lingkup penelitian

Sumber mata air

Pemanfaatan oleh masyarakat Pemanfaatan oleh perusahaan

Petani padi

Identifikasi kelangkaan sumberdaya air bagi masyarakat

Kelembagaan pengelolaan sumber mata air sebelum dan sesudah pemanfaatan oleh

perusahaan air minum

Penilaian economic losses

masyarakat Rumahtangga

Pemanfaatan sumber mata air yang tidak merugikan masyarakat


(22)

22 IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RW 04 dengan sumber mata air yang bernama mata air Cikiara dan di RW 05 dengan sumber mata air yang bernama mata air Legok Adung Desa Cijeruk Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor. Lokasi penelitian ini dipilih atas rekomendasi dari Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor serta berdasarkan survey langsung karena adanya pemanfaatan sumber mata air oleh perusahaan air minum yang menimbulkan kerugian terhadap masyarakat. Pengambilan data primer dilaksanakan pada bulan Juni 2010.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan responden menggunakan kuesioner serta observasi lapang. Responden yang diwawancarai meliputi rumah tangga dan petani padi yang memperoleh air dari sumber mata air. Data sekunder sebagai data penunjang dan pelengkap diperoleh dari Desa Cijeruk serta Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor.

4.3. Penentuan Jumlah Responden

Responden yang diperlukan dalam penelitian ini adalah rumahtangga di RW 04 dan RW 05 Desa Cijeruk yang memanfaatkan sumber mata air. Selain rumahtangga, responden dalam penelitian ini adalah petani padi pemilik lahan yang sumber air irigasi sawahnya berasal dari sumber mata air. Pengambilan


(23)

23 contoh untuk responden rumahtangga dikelompokkan berdasarkan jarak rumah dengan sumber mata air.

Responden yang berada di wilayah RW 04 diambil sebanyak 15 responden untuk rumahtangga yang rumahnya berjarak sekitar 500 meter dari sumber mata air dan 15 responden untuk rumahtangga yang rumahnya berjarak sekitar 1000 meter dari sumber mata air serta 15 responden dari RW 05 yang rumahnya berjarak sekitar 500 meter dari sumber mata air. Pengambilan contoh untuk responden petani padi dilakukan secara justified sampling yaitu pengambilan sampel yang menjustifikasi bahwa petani padi yang ditemui sesuai dengan kriteria bahwa air irigasi untuk persawahannya berasal dari sumber mata air. Contoh responden diambil sebanyak 30 responden petani padi pemilik lahan yang terdiri dari 15 responden di RW 04 dan 15 responden di RW 05.

4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, analisis economic losses responden petani padi dengan pendekatan produktifitas serta analisis economic losses responden rumahtangga dengan pendekatan metode biaya tambahan.

4.4.1 Analisis Kelangkaan Sumberdaya Air

Pengukuran kelangkaan sumber daya air menggunakan pengukuran moneter yang menggunakan aspek ekonomi seperti harga dan biaya ekstraksi. Pengukuran moneter pada penelitian ini dilakukan dengan cara menghitung harga


(24)

24 riil dan unit cost. Pengukuran kelangkaan berdasarkan harga riil merupakan standar pengukuran kelangkaan dalam ilmu ekonomi. Menurut Fauzi (2006), berdasarkan standar teori ekonomi klasik, ketika barang menjadi berkurang kuantitasnya, maka konsumen mau membayar dengan harga mahal untuk komoditas tersebut. Jadi, tingginya harga barang dari sumberdaya mencerminkan tingkat kelangkaan dari sumberdaya tersebut.

Pengukuran yang menggunakan unit cost didasarkan pada prinsip bahwa jika sumberdaya air mulai langka, maka biaya untuk mengekstraksinya juga menjadi semakin besar. Kedua pengukuran tersebut dilakukan dengan bertanya langsung ke responden menggunakan kuisioner.

4.4.2 Penilaian Economic Losses Sumber Mata Air

Penilaian economic losses sumber mata air di Desa Cijeruk dilakukan berdasarkan dua objek yang mengalami kerugian yaitu petani dan rumahtangga. Penilaian dilakukan dengan terlabih dahulu melakukan tahapan-tahapan dalam melakukan penilaian economic losses sumber mata air (Ando et al, 2004). Tahapan atau proses dalam melakukan penilaian economic losses sumber mata air diawali dengan mengidentifikasi tipe sumberdaya yang berpotensi terkena dampak serta menentukan apakah economic losses telah terjadi. Tahapan yang kedua, kuantifikasi economic losses yaitu menentukan layanan sumber mata air yang terkena dampak. Tahapan yang terakhir yaitu melakukan penilaian economic losses dengan metode yang sesuai.

Tahapan yang pertama dan kedua dilakukan dengan observasi langsung ke lapang serta dengan bertanya langsung ke responden melalui kuisioner. Tahapan


(25)

25 yang ketiga dilakukan dengan menggunakan metode penilaian economic losses sesuai dengan kelompok responden. Kelompok responden petani menggunakan metode pendekatan produktifitas, sedangkan kelompok responden rumahtangga menggunakan metode biaya tambahan.

4.4.2.1 Analisis Pendekatan Produktifitas

Penilaian yang dilakukan terhadap petani menggunakan pendekatan produktifitas. Menurut KLH (2006) pendekatan produktifitas mengacu pada penentuan ganti kerugian berdasarkan perubahan produktifitas berdasarkan sebelum dan sesudah terjadinya pemanfaatan sumber mata air oleh perusahaan air minum. Nilai economic losses pada pendekatan produktifitas dilakukan dengan cara sebagai berikut (KLH, 2006):

N = VP x L x H (Rp/Kg/Tahun) ………(4.1)

VPt = Pt – Pt+1 ………(4.2)

Dimana : Pt = Produktifitas sebelum terjadinya kerusakan. Pt+1 = Produktifitas setelah terjadinya kerusakan. L = Luas lahan pertanian.

H = Harga produk pertanian. N = Nilai economic losses

Produktifitas (Pt) ditentukan sebelum adanya perusahaan air minum yang memanfaatkan sumber mata air. Produktifitas (Pt+1) ditentukan pada saat perusahaan air minum memanfaatkan sumber mata air secara berlabihan yang menyebabkan debit mata air berkurang.


(26)

26 4.4.2.2 Analisis Averted Cost Method (Metode Biaya Tambahan)

Metode biaya tambahan adalah salah satu metode dalam penilaian economic losses sumberdaya alam dan lingkungan dengan prinsip dasar bahwa kelangkaan dapat menyebabkan penambahan biaya dari pemanfaatan SDAL yang terkena dampak (Ando et al, 2004). Penambahan biaya ini merepresentasikan pengukuran kehilangan sosial. Metode biaya tambahan dilakukan pada responden rumahtangga yang mengalami kerugian akibat adanya biaya tambahan dalam pemanfaatan air yang disebabkan kelangkaan sumberdaya air.

Informasi mengenai biaya tambahan apa saja yang dikeluarkan oleh rumahtangga didapat dengan cara bertanya langsung ke responden melalui kuisioner. Hasil rata-rata biaya tambahan atau biaya kerugian per rumahtangga didapat dari total biaya tambahan seluruh responden dibagi jumlah responden.

4.4.3 Mengkaji Pengelolaan Sumberdaya Air di Desa Cijeruk

Kajian ini dilakukan dengan cara pengambilan data primer dimasyarakat melalui kuisioner dan data sekunder yang didapat dari instansi pemerintah yaitu data penunjang dan pelengkap diperoleh dari Desa Cijeruk serta Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor. Data tersebut dianalisis mengenai kesesuaiannya dengan praktiknya di lapang. Hasil analisis yang didapat, penulis memberikan kesimpulan mengenai kelembagaan yang mengatur pemanfaatan sumber mata air di Desa Cijeruk. Penulis juga memberikan saran mengenai sistem kelembagaan yang optimal dalam mengatasi kelangkaan sumberdaya air tersebut.

Berikut ini matriks keterkaitan antara tujuan penelitian, sumber data dan metode analisis data yang digunakan dalam penelitian.


(27)

27 Tabel 1. Matriks Keterkaitan Tujuan, Sumber Data dan Metode Analisis

Data

No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data 1. Mengidentifikasi Data primer Analisis deskriptif

kelangkaan SD air ( kuisioner)

2. Mengkaji pengelolaan SD Data primer dan Analisis deskriptif air di Kecamatan Cijeruk sekunder

3. Mengestimasi nilai Data primer dan Perubahan produktifitas economic losses sekunder dan metode biaya tambahan


(28)

28 V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Cijeruk, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Desa Cijeruk terletak kurang lebih 42 km di sebelah selatan Ibu Kota Kabupaten Bogor. Wilayah Desa Cijeruk seluruhnya berupa perbukitan dengan total luas wilayah 430.2 Ha dengan 49.6 % luas wilayah berupa tanah sawah seluas 213.4 Ha. Keterangan luas wilayah Desa Cijeruk beserta Sebaran wilayah Kecamatan Cijeruk serta luas wilayahnya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Sebaran Desa di Kecamatan Cijeruk

No Nama Desa Luas Wilayah (Ha)

1. Cipelang 645.50 2. Sukaharja 534.56 3. Cipicung 461.82 4. Cijeruk 430.20 5. Palasari 425.00 6. Tajur Halang 396.53 7. Cibalung 335.00 8. Warung Menteng 228.75 9. Tanjung Sari 200.00 Total 3 657.36 Sumber: Kecamatan Cijeruk (2009)

Luas wilayah Desa Cijeruk menempati urutan ke empat luas wilayah terbesar di Kecamatan Cijeruk. Desa Cijeruk terletak di ketinggian 600 meter di atas permukaan laut sehingga memiliki udara yang sejuk dengan suhu maksimum sebesar 22° C dan suhu minimum sebesar 18° C. Jumlah bulan dengan curah hujan terbanyak di Desa Cijeruk sebanyak delapan bulan dengan curah hujan


(29)

rata-29 rata 3 300 mm/tahun (Desa Cijeruk 2009). Karakteristik penduduk di Desa Cijeruk dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Karakteristik Penduduk Desa Cijeruk Tahun 2009

No. Karakteristik Keterangan Jumlah % 1. Jumlah Penduduk Laki-laki 4 248 orang 51.30 Perempuan 3 985 orang 48.70 Total 8 285 orang 100.00 2. Jumlah Kepala 2 139 KK

Keluarga (KK)

3. Mata Pencaharian Petani pemilik lahan 155 orang 1.90 Buruh tani 1 025 orang 12.40 Peternak kecil 160 orang 1.93 PNS 125 orang 1.50 Pedagang 83 orang 0.99 Pengrajin 26 orang 0.30 Guru swasta 15 orang 0.18 Lainnya 6 696 orang 80.80 Total 8 285 orang 100.00 4. Tingkat Pendidikan Tidak sekolah 7 503 orang 90.60 Tamat SD/sederajat 654 orang 7.90 Tamat SLTP/sederajat 67 orang 0.80 Tamat SLTA/sederajat 43 orang 0.50 Perguruan Tinggi 18 orang 0.24 Total 8 285 orang 100.00 Sumber : Kecamatan Cijeruk (2009)

Berdasarkan Tabel 3, sebagian besar penduduk Desa Cijeruk adalah sebagai ibu rumahtangga serta masih banyak yang pengangguran (80.80 %). Berdasarkan informasi dari Kepala Desa Cijeruk, banyaknya pengangguran lebih banyak disebabkan oleh tingkat pendidikan yang masih rendah serta minimnya


(30)

30 keahlian yang dimiliki sehingga sulit untuk membuka peluang usaha. Mata pencaharian penduduk Desa Cijeruk didominasi oleh buruh tani, peternak kecil serta petani pemilik lahan. Hal ini menyebabkan kebutuhan air untuk mengairi sawah petani cukup besar karena lahan pertanian mencakup 21.65 % dari total luas wilayah Desa Cijeruk. Pemenuhan kebutuhan air tersebut sebesar 100 % berasal dari sumber mata air. Mata pencaharian penduduk yang lainnya dengan persentase di bawah 1 % yaitu pedagang, pengrajin, guru swasta dan penjahit.

Tingkat pendidikan penduduk di Desa Cijeruk masih sangat rendah. Hal ini dicerminkan dengan banyaknya penduduk yang tidak sekolah, yaitu sebesar 90.6 %, sedangkan persentase penduduk yang tamat SLTA/sederajat serta tamat Perguruan Tinggi hanya di bawah 1 %. Rendahnya tingkat pendidikan di Desa Cijeruk dikarenakan akses yang sulit dan jauh menuju sekolah serta masih rendahnya kesadaran mengenai pentingnya pendidikan.

5.2 Karakteristik Sumberdaya Alam

Desa Cijeruk terletak di kaki Gunung Salak yang memiliki karakteristik kaya akan sumberdaya alam yang sebagian besar berupa sumberdaya air, seperti mata air, sungai, dan air terjun (Kecamatan Cijeruk, 2009). Berdasarkan informasi dari pejabat Kecamatan Cijeruk, pejabat Desa Cijeruk serta masyarakat, mata air merupakan sumberdaya alam yang jumlahnya berlimpah. Sumber mata air yang ada di Kecamatan Cijeruk paling banyak berada di Desa Cijeruk. Hasil survei lapang yang telah dilakukan serta informasi dari pejabat Desa Cijeruk, lokasi mata air di Desa Cijeruk seluruhnya berada di lahan milik individu. Kepemilikan mata air di Desa Cijeruk didasarkan pada lokasi mata air tersebut berada, sehingga


(31)

31 kepemilikan mata air dimiliki oleh individu. Penggunaan atau pemanfaatan sumber mata air di Desa Cijeruk untuk kebutuhan rumahtangga serta untuk irigasi pertanian. Sebelum adanya perusahaan air minum yang juga memanfaatkan sumber mata air, masyarakat sangat mudah mendapatkan air dengan jumlah yang banyak. Tidak ada batasan dalam pemafaatan sumber mata air oleh masyarakat. Berdasarkan musyawarah yang dilakukan oleh masyarakat, setiap bulannya masyarakat dikenakan biaya atau iuran untuk pemeliharaan saluran distribusi air.

Pembagian zonasi pemanfaatan sumber mata air didasarkan pada lokasi masing-masing sumber mata air tersebut. Setiap wilayah/RW di Desa Cijeruk memiliki sumber mata air sendiri. Tidak semua sumber mata air memiliki debit air yang besar. Di Desa Cijeruk terdapat dua lokasi mata air yang memiliki jumlah debit yang cukup besar sehingga pemanfaatannya tidak hanya oleh masyarakat tetapi juga oleh perusahaan air minum. Penelitian ini dilakukan di dua lokasi sumber mata air tersebut, yaitu mata air Cikiara di RW 04 serta mata air Legok Adung di RW 05.

Berdasarkan keterangan pihak aparat Desa Cijeruk serta masyarakat, saat ini sumber mata air di Desa Cijeruk sebagian besar dieksploitasi oleh perusahaan air minum, baik perusahaan air minum yang ada di Desa Cijeruk maupun di luar Desa Cijeruk. Hal ini menyebabkan masyarakat serta petani mulai merasakan kerugian dengan adanya eksploitasi sumber mata air yang dilakukan oleh perusahaan air minum. Sumber mata air di Desa Cijeruk yang memiliki debit air paling besar yaitu mata air Cikiara dan mata air Legok Adung. Karakteristik mengenai kedua mata air tersebut, dapat dilihat pada Tabel 4.


(32)

32 Tabel 4. Karakteristik Mata Air Cikiara dan Mata Air Legok Adung di Desa

Cijeruk Tahun 2010

No. Mata Air Lokasi Jumlah Titik Total Diameter 1. Cikiara RW 04 4 buah 30 inchi 2. Legok Adung RW 05 3 buah 27 inchi Sumber : Survei Penulis (2010)

Mata air Cikiara berlokasi di RW 04, sedangkan mata air Legok Adung berlokasi di RW 05. Mata air Cikiara memiliki empat buah titik mata air. Masing-masing titik tersebut dimiliki oleh individu dan perusahaan. Kepemilikan mata air tersebut didasarkan pada kepemilikan lahan tempat mata air berada. Pemilik lahan berhak untuk menjual air ke pihak swasta tetapi berdasarkan musyawarah dengan penduduk desa, pemilik lahan juga berkewajiban untuk tidak memutus distribusi air ke penduduk desa. Pengaturan serta distribusi air untuk penduduk desa diserahkan kepada penduduk desa dan ketua RT serta RW setempat sebagai koordinatornya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua RW 04 dan pengamatan langsung, titik yang pertama dan kedua dengan total diameter 24 inchi dimiliki oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Bogor. Titik yang ketiga dengan total diameter 3 inchi disalurkan ke perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK). Titik yang keempat dengan total diameter 3 inchi dimanfaatkan oleh penduduk lokal untuk pengairan sawah serta untuk kebutuhan rumahtangga.


(33)

33

Sumber : Dokumentasi penulis

Gambar 3: Foto Mata Air Cikiara

Mata air Legok Adung memiliki tiga buah titik mata air. Ketiga titik mata air tersebut dimiliki oleh individu. Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua RW 05 dan pengamatan langsung, titik yang pertama dengan total diameter 15 inchi dimanfaatkan oleh penduduk lokal yang disalurkan sebesar dua inchi ke perusahaan air curah. Titik yang kedua dengan total diameter delapan inchi dimanfaatkan penduduk lokal untuk pengairan sawah serta untuk kebutuhan rumahtangga sebesar enam inchi serta sebesar dua inchi disalurkan ke perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK). Titik yang ketiga dengan total diameter empat inchi yang disalurkan seluruhnya ke perusahaan AMDK.


(34)

34

Sumber : Dokumentasi penulis

Gambar 4: Foto Mata Air Legok Adung

5.3 Gambaran Umum Responden

Responden dalam penelitian ini terdiri dari responden rumah tangga dan responden petani padi pemilik lahan. Responden rumah tangga berjumlah 45 orang responden yang ditentukan berdasarkan jarak rumah dengan sumber mata air. Sebanyak 75 % responden dengan jarak rumah kurang lebih 500 meter dari sumber mata air dan 25 % responden dengan jarak rumah kurang lebih 1000 meter dari sumber mata air. Responden petani padi berjumlah 30 orang yang seluruhnya menggunakan mata air sebagai sumber air bagi pengairan sawahnya.

5.3.1 Umur

Karakteristik umur responden yang didapat berbeda antara responden rumah tangga dan responden petani padi. Responden rumah tangga sebagian besar berumur kurang dari 45 tahun, sedangkan responden petani padi sebagian besar berumur lebih dari 45 tahun. Banyaknya responden petani padi yang berumur lebih dari 45 tahun dikarenakan banyaknya generasi muda yang tidak tertarik dengan usaha pertanian serta semakin banyaknya lahan pertanian yang berubah


(35)

35 fungsi menjadi rumah penduduk. Rentang umur responden rumah tangga dan responden petani padi dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rentang Umur Responden Rumah Tangga dan Responden Petani Padi di Desa Cijeruk Tahun 2010.

Umur (Tahun) Petani (orang) (%) Rumahtangga (orang) (%) ≤ 35 1 3.33 16 35.55 36-45 5 16.67 17 37.78 46-55 14 46.67 12 26.67 56-65 6 20.00 0 0 66-75 3 10.00 0 0 ≥ 76 1 3.33 0 0 Jumlah 30 100 45 100 Sumber: Survei Penulis (2010)

5.3.2 Pendidikan Terakhir

Pendidikan terakhir responden baik petani padi maupun rumahtangga, mayoritas berpendidikan Sekolah Dasar (SD) dengan persentase lebih dari 70%. Sebagian kecil berpendidikan SMP dan SMA dengan persentase tidak lebih dari 15 %. Terdapat responden petani padi yang tidak sekolah dengan persentase sebesar 13.3 %. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden berpendidikan rendah. Hai ini dikarenakan akses yang sulit dan jauh serta tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan masih sangat rendah. Perbandingan tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 6.


(36)

36 Tabel 6. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa

Cijeruk Tahun 2010.

Pendidikan Petani (orang) (%) Rumahtangga (orang) (%) SD 22 73.33 28 62.22 SMP 1 3.33 9 20.00 SMA/K 3 10.00 8 17.78 Perguruan Tinggi 0 0 0 0 Tidak Sekolah 4 13.33 0 0 Jumlah 30 100 45 100 Sumber : Survei Penulis (2010)

5.3.3 Lama Bertani

Responden petani padi memiliki perbedaan lamanya dalam bertani padi antara petani yang satu dengan yang lainnya. Berdasarkan Tabel 4, umur sebagian besar responden petani padi lebih dari 45 tahun yang akan mempengaruhi lama bertaninya. Sebagian besar responden petani padi melakukan usaha bertani padi lebih dari 20 Tahun. Perbandingan persentase tingkat lama bertani responden petani padi dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Sebaran Responden Petani Padi Berdasarkan Lama Bertani di Desa Cijeruk Tahun 2010

Lama Bertani (Tahun) Petani (orang) (%)

≤10 2 6.67 11-2O 3 10.00 21-30 11 36.67

≥31 8 26.67 Jumlah 30 100


(37)

37 5.3.4 Luas Lahan

Luas lahan pertanian yang dimiliki responden petani padi sebagian besar kurang dari 5 000 meter persegi. Sebanyak 74 % dari total responden memiliki luas lahan pertanian sebesar 1 000 – 3 000 meter persegi. Status kepemilikan lahan responden petani padi seluruhnya adalah lahan milik sendiri. Persentase luas lahan pertanianyang dimiliki responden petani padi dapat dilihat pada Gambar 5.

Sumber: Data Primer (Diolah)

Gambar 5. Sebaran Responden Petani Padi Menurut Luas Lahan Pertanian di Desa Cijeruk Tahun 2010

5.3.5 Pekerjaan Rumahtangga

Mata pencaharian responden rumahtangga sebagian besar bekerja sebagai buruh dengan tingkat persentase sebesar 60%. Sebagian yang lain bekerja sebagai pedagang/wiraswasta, sopir, swasta dan pensiunan. Perbandingannya dapat dilihat pada Gambar 6.


(38)

38

Sumber: Data Primer (diolah)

Gambar 6. Sebaran Responden Rumahtangga Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Desa Cijeruk Tahun 2010

5.3.6 Tingkat Pendapatan Rumahtangga

Sebagian besar responden rumah tangga berpendapatan antara Rp 500 000 sampai dengan Rp 1 000 000 dengan persentase lebih dari 40%. Responden yang lain berpendapatan kurang dari Rp 500 000 dan lebih dari Rp 1 000 000 dengan persentase yang sama. Kecilnya pendapatan responden rumahtangga diantaranya disebabkan oleh tingkat pendidikan yang masih rendah, sehingga pengetahuan serta kemampuan yang dimiliki juga rendah. Perbandingan tingkat pendapatan responden rumahtangga dapat dilihat pada Gambar 7.


(39)

39

Sumber: Data Primer (Diolah)

Gambar 7. Sebaran Responden Rumahtangga Berdasarkan Tingkat Pendapatan di Desa Cijeruk Tahun 2010

5.3.7 Lama Tinggal

Semua responden rumahtangga merupakan penduduk asli. Sebanyak lebih dari 70 % responden sudah tinggal selama lebih dari 30 tahun. Persentase jumlah responden berdasarkan lama tinggalnya dapat dilihat pada Gambar 8.

Sumber: Data Primer (Diolah)

Gambar 8. Sebaran Responden Rumahtangga Berdasarkan Lama Tinggal di Desa Cijeruk Tahun 2010


(40)

40 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1Mengidentifikasi Kelangkaan Sumberdaya Air di Desa Cijeruk

Kelangkaan sumberdaya air yang terjadi di Desa Cijeruk Kabupaten Bogor mulai dirasakan sejak tahun 2007. Hal ini berdasarkan wawancara dengan Ketua RW 04 dan RW 05 serta masyarakat. Penyebab terjadinya kelangkaan tersebut karena mulai maraknya pengambilan air dari mata air secara berlebihan oleh perusahaan air minum, baik perusahaan air curah yang menggunakan truk tanki maupun perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang ada disekitar wilayah Desa Cijeruk.

Terdapat dua titik mata air yang memiliki debit air cukup besar dan banyak perusahaan air yang memanfaatkannya, yaitu mata air Cikiara dan mata air Legok Adung. Mata air Cikiara terdapat di wilayah RW 04 Desa Cijeruk Kecamatan Cijeruk, sedangkan mata air Legok Adung terdapat di wilayah RW 05 Desa Cijeruk Kecamatan Cijeruk. Kedua mata air tersebut sangat bermanfaat bagi masyarakat karena digunakan untuk kebutuhan rumahtangga dan berdasarkan identifikasi di kedua RW tersebut, 100 % petani padi memanfaatkan sumber mata air untuk kebutuhan pertanian.

Masyarakat sangat merasakan telah terjadi kelangkaan sumberdaya air dari mata air Cikiara dan mata air Legok Adung khususnya masyarakat RW 04 dan RW 05 Desa Cijeruk yang disebabkan banyaknya perusahaan air yang memanfaatkannya. Kelangkaan sumberdaya air yang dirasakan oleh masyarakat RW 04 dan RW 05 Desa Cijeruk yaitu dalam hal semakin sulitnya mendapatkan air untuk kebutuhan rumahtangga. Selain itu, kelangkaan sumberdaya air juga


(41)

41 dirasakan oleh para petani yang sumber pengairannya berasal dari mata air Cikiara dan mata air Legok Adung.

Mengidentifikasi kelangkaan sumberdaya air dilakukan dengan cara mewawancarai sebagian masyarakat yang ada di wilayah RW 04 dan RW 05 Desa Cijeruk. Terdapat 75 responden yang terdiri dari 45 responden rumahtangga dan 30 responden petani padi. Menurut survei langsung di lapangan, rumahtangga di wilayah RW 04 paling merasakan dampak dari kelangkaan sumberdaya air dibandingkan rumahtangga di wilayah RW 05, sehingga semua responden rumahtangga berasal dari wilayah RW 04. Responden petani padi dibagi didua wilayah tersebut, yaitu 15 responden di wilayah RW 04 dan 15 responden di wilayah RW 05.

6.1.1 Responden Petani Padi

Identifikasi kelangkaan sumberdaya air di Desa Cijeruk dilakukan berdasarkan persepsi dari responden petani padi pemilik lahan yang dilihat dari tiga indikator yaitu:1. tingkat ketergantungan terhadap mata air, 2. pemanfaatan sumberdaya air oleh perusahaan air minum dan 3. kelangkaan sumberdaya air. Berdasarkan ketiga indikator tersebut, persepsi responden petani padi pemilik lahan di Desa Cijeruk terhadap kelangkaan sumberdaya air untuk irigasi sawahnya tersaji pada Tabel 8.


(42)

42 Tabel 8. Persepsi Responden Petani Padi Terhadap Kelangkaan Sumberdaya

Air di Desa Cijeruk Tahun 2010.

No. Indikator Ya Tidak Total

Jml % Jml % Jml % I. Tingkat ketergantungan terhadap

mata air:

1. Sumber air irigasi untuk sawah 30 100 0 0 30 100 berasal dari mata air. 2. Jumlah pasokan air mempengaruhi 30 100 0 0 30 100 produktifitas pertanian. 3. Bersedia membayar lebih untuk 17 56.7 13 43.3 30 100 mendapatkan air. II. Pemanfaatan sumberdaya air oleh

Perusahaan air:

1. Mengetahui adanya perusahaan air 30 100 0 0 30 100 minum yang mengambil air dari

mata air. 2. Mengetahui pengambilan air yang 22 73.3 8 26.7 30 100 dilakukan perusahaan air minum

dilakukan secara berlebihan 3. Merasa dirugikan dengan adanya 30 100 0 0 30 100 kegiatan perusahaan air minum yang

mengeksploitasi sumber mata air. III. Kelangkaan sumberdaya air:

1. Menurunnya jumlah air yang dapat 25 83.3 5 16.7 30 100 dimanfaatkan dari sumber mata air

2. Bersedia mengeluarkan biaya 17 56.7 13 43.3 30 100 tambahan untuk mendapatkan air.

Sumber: Data primer (diolah)

Berdasarkan pada Tabel 8, tingkat ketergantungan petani padi sangat tinggi yang dapat dibuktikan bahwa semua responden petani padi mendapatkan air


(43)

43 untuk irigasi sawahnya berasal dari mata air serta jumlah pasokan air sangat mempengaruhi produktifitas pertanian dan lebih dari 50 % bersedia membayar lebih untuk mendapatkan air. Hal ini mengindikasikan bahwa petani padi sangat tergantung dengan sumber mata air untuk pengairan sawahnya. Indikator selanjutnya didapat bahwa seluruh responden petani padi mengetahui adanya perusahaan air minum yang mengambil air dari mata air serta merasa dirugikan dengan adanya perusahaan air yang mengeksploitasi mata air. Lebih dari 70 % responden padi menjawab pada indikator kedua bahwa petani mengetahui perusahaan air minum mengambil air secara berlebihan. Pada indikator kedua ini mengindikasikan bahwa telah terjadi pemanfaatan sumber mata air oleh perusahaan air minum secara berlebihan berdasarkan persepsi responden petani padi.

Kelangkaan sumberdaya air dinyatakan bahwa lebih dari 80 % persepsi responden petani padi menyatakan bahwa telah terjadi kelangkaan sumberdaya air yang ditandai dengan semakin menurunnya jumlah air yang dapat dimanfaatkan. Selain itu, lebih dari 50 % responden menyatakan bersedia mengeluarkan biaya tambahan untuk mendapatkan air. Pada indikator ketiga ini mengindikasikan bahwa telah terjadi kelangkaan sumberdaya air setelah adanya pemanfaatan sumber mata air oleh perusahaan air minum berdasarkan persepsi responden petani padi.

Hasil yang diperoleh tersebut mengindikasikan bahwa berdasarkan persepsi petani padi telah terjadi kelangkaan sumberdaya air. Akibat dari adanya perusahaan air minum yang mengeksploitasi mata air. Petani padi merasa


(44)

44 dirugikan dengan kondisi kelangkaan sumberdaya air tersebut karena pengairan sawahnya 100 % bergantung dari mata air tersebut.

6.1.2 Responden Rumahtangga

Identifikasi kelangkaan sumberdaya air di Desa Cijeruk dilakukan berdasarkan persepsi dari responden rumahtangga yang memanfaatkan sumber mata air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dilihat dari tiga indikator yaitu:1. tingkat ketergantungan terhadap mata air, 2. pemanfaatan sumberdaya air oleh perusahaan air minum dan 3. kelangkaan sumberdaya air. Berdasarkan ketiga indikator tersebut, persepsi responden rumahtangga di Desa Cijeruk terhadap kelangkaan sumberdaya air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari tersaji pada Tabel 9.


(45)

45 Tabel 9. Persepsi Responden Rumahtangga Terhadap Kelangkaan

Sumberdaya Air di Desa Cijeruk Tahun 2010.

No. Indikator Ya Tidak Total

Jml % Jml % Jml % I. Tingkat ketergantungan terhadap

mata air:

1. Sumber air untuk kebutuhan 45 100 0 0 45 100 sehari-hari berasal dari mata air. 2. Ada upaya yang dilakukan untuk 30 67 15 33 45 100 memenuhi kebutuhan air bersih. II. Pemanfaatan sumberdaya air oleh

perusahaan air:

1. Mengetahui adanya perusahaan 45 100 0 0 45 100 air minum yang mengambil air

dari mata air. 2. Mengetahui pengambilan air yang 45 100 0 0 45 100 dilakukan perusahaan air minum

dilakukan secara berlebihan. 3. Merasa dirugikan dengan adanya 30 67 15 33 45 100 perusahaan air minum. III. Kelangkaan sumberdaya air:

1. Menurunnya jumlah air yang 45 100 0 0 45 100 dapat dimanfaatkan dari sumber

mata air.

2. Merasakan adanya kelangkaan air 30 67 15 33 45 100 bersih. Sumber: Data primer (diolah)

Berdasarkan hasil persepsi responden rumahtangga pada Tabel 9, didapat bahwa 100% responden menyatakan air yang digunakan berasal dari mata air. Seluruh responden juga menyatakan bahwa mereka mengetahui adanya perusahaan air minum yang mengambil air dari mata air yang pengambilan airnya


(46)

46 dilakukan secara berlebihan. Hal ini menyebabkan rumahtangga merasa dirugikan dengan adanya perusahaan air minum. Hasil yang diperoleh selanjutnya didapat bahwa seluruh responden rumahtangga menyatakan telah terjadi kerusakan sumber mata air yang ditandai dengan semakin menurunnya jumlah air sehingga rumah tangga merasakan adanya kelangkaan air bersih.

Berdasarkan hasil yang diperoleh, bahwa responden rumahtangga sangat tergantung dengan sumber mata air karena sumber mata air tersebut digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Adanya pemanfaatan sumberdaya air oleh perusahaan air minum, rumahtangga merasakan sumberdaya air menjadi sulit didapat. Hal ini disebabkan pemanfaatan yang berlebihan oleh perusahaan air minum terhadap sumber mata air.

6.2 Pengelolaan Sumberdaya Air

Sumberdaya air di Desa Cijeruk sebagian besar berasal dari sumber mata air. Sebagian besar masyarakat memanfaatkan sumber mata air untuk kebutuhan rumahtangga serta kebutuhan pertanian. Pemanfaatan sumber mata air dilakukan secara adil dan merata ke masyarakat berdasarkan musyawarah seluruh masyarakat. Kepemilikan dari sumber mata air tersebut didasarkan pada kepemilikan tanah yang menjadi tempat sumber mata air. Kepemilikan sumber mata air yang menjadi lokasi penelitian yaitu mata air Cikiara di RW 04 Desa Cijeruk dan mata air Legok Adung di RW 05 Desa Cijeruk dimiliki oleh individu/penduduk lokal yang juga pemilik lahan dari lokasi mata air tersebut.

Masyarakat yang berada di RW 04 dan 05 Desa Cijeruk seluruhnya memanfaatkan sumber mata air untuk kebutuhan sehari-hari serta untuk irigasi


(47)

47 pertanian. Sebelum adanya perusahaan air minum yang memanfaatkan sumber mata air tersebut, masyarakat tidak kesulitan dalam hal mendapatkan air. Air disalurkan secara merata ke setiap rumah tangga dan irigasi pertanian melalui pipa langsung dari sumber mata air. Lokasi sumber mata air yang tidak jauh dari pemukiman warga, menjadikan masyarakat lebih mudah untuk memanfaatkan serta mengelola sumber mata air tersebut.

Pengelolaan terhadap sumber mata air sebelum adanya perusahaan air minum di RW 04 dan 05 Desa Cijeruk dilakukan secara swadaya oleh masyarakat berdasarkan musyawarah bersama. Berdasarkan musyawarah yang dilakukan masyarakat, dalam hal pendistribusian serta pemeliharaan sumber mata air, masyarakat dikenakan iuran setiap bulan untuk pemeliharaan. Pemerintah Kecamatan Cijeruk pada saat itu memberikan bantuan instalasi pendistribusian air ke rumah warga, sehingga warga hanya dikenakan iuran setiap bulannya untuk pemeliharaan saluran distribusi air. Besarnya iuran setiap bulan untuk pemeliharaan ditetapkan berdasarkan musyawarah bersama. Iuran tersebut dikelola di setiap RT oleh aparat pengurus RT tersebut sedangkan pemeliharaannya dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh penduduk desa. Pengelolaan sumber mata air yang diperuntukkan untuk irigasi pertanian dikelola oleh setiap kelompok tani. Pengelolaannya meliputi pembuatan serta pemeliharaan saluran irigasi.

Semenjak adanya perusahaan air yang mulai juga memanfaatkan sumber mata air membuat masyarakat semakin sulit memperoleh air. Hal ini disebabkan jumlah debit air yang mengalir ke masyarakat serta ke saluran irigasi pertanian semakin berkurang. Perusahaan air mangambil air dengan cara langsung


(48)

48 menyalurkan air dari sumber mata air ke tempat produksi perusahaan tersebut melalui pipa penyaluran. Oleh sebab itu masyarakat membuat bak penampungan.

Banyaknya perusahaan air yang memanfaatkan sumber mata air disebabkan oleh semakin banyaknya kepemilikan tanah yang awalnya dimiliki oleh masyarakat lokal setempat kemudian berpindah ke pihak swasta dan individu di luar Desa Cijeruk. Pemerintah setempat hanya melakukan legalitas terhadap pengelolaan sumberdaya air sehingga tidak ada aturan yang jelas mengenai pembagian serta pembayaran ganti rugi terhadap masyarakat. Hal ini mencerminkan pemerintah belum dapat menerapkan isi dari UU nonor 7 tahun 2004 tentang sumberdaya air yaitu mengenai adanya asas efisiensi dan keadilan dalam mendapatkan sumberdaya air. Masyarakat tidak bisa berbuat banyak terkait pengelolaan sumber mata air serta ganti rugi perusahaan air minum kepada masyarakat. Hal ini disebabkan kurangnya perhatian serta dukungan dari pemerintah setempat. Musyawarah yang dilakukan antara pihak perusahaan dengan masyarakat sudah sering dilakukan untuk menentukan penyaluran air secara merata serta mengenai bantuan terhadap masyarakat, tetapi pihak perusahaan selalu tidak melaksanakan hasil dari musyawarah tersebut. Berikut tersaji pada Tabel 10 perbandingan pengelolaan sumber mata air sebelum dan sesudah adanya pemanfaatan oleh perusahaan air minum.


(49)

49 Tabel 10. Perbandingan Pengelolaan Sumber Mata Air Sebelum dan Sesudah Adanya Pemanfaatan Oleh Perusahaan Air Minum di Desa Cijeruk Tahun 2010.

No. Keterangan Sebelum Sesudah

1. Hak kepemilikan penduduk lokal penduduk di luar Desa Cijeruk dan pihak swasta

2. Pemanfaatan air seluruhnya dimanfaatkan sebagian besar masyarakan dimanfaatkan

perusahaan air

air minum 3. Biaya pemanfaatan air iuran bulanan untuk peningkatan iuran

pemeliharaan instalasi bulanan untuk pemeliharaan instalasi serta pembuatan bak penampungan

4. Kelembagaan dalam - RT/RW = pengelola - RT/RW =

pengelolaan sumber sumber mata air pengelola sumber mata air sumber mata air - pemerintah desa = - pemerintah desa belum ada campur = pemberi izin tangan pemanfaatan sumber mata air - pemilik sumber mata - pemilik sumber air = belum ada cam mata air = tangan penjual sumber mata air

Sumber: Data primer (diolah)

Berdasarkan Tabel 10, adanya perusahaan air minum yang memanfaatkan sumber mata air disebabkan oleh semakin banyaknya kepemilikan tanah yang awalnya dimiliki oleh masyarakat lokal setempat kemudian berpindah ke pihak swasta dan penduduk di luar Desa Cijeruk. Pemerintah setempat hanya melakukan legalitas terhadap pengelolaan sumberdaya air sehingga tidak ada aturan yang jelas mengenai pembagian serta pembayaran ganti rugi terhadap masyarakat.


(50)

50 Masyarakat tidak bisa berbuat banyak terkait pengelolaan sumber mata air serta ganti rugi perusahaan air minum kepada masyarakat. Hal ini disebabkan kurangnya perhatian serta dukungan dari pemerintah setempat. Musyawarah yang dilakukan antara pihak perusahaan dengan masyarakat sudah sering dilakukan untuk menentukan penyaluran air secara merata serta mengenai bantuan terhadap masyarakat, tetapi pihak perusahaan selalu tidak melaksanakan hasil dari musyawarah tersebut.

Masyarakat Desa Cijeruk khususnya di RW 04 dan 05 berharap pemerintah bersikap tegas terhadap perusahaan air minum dalam hal pembagian air serta ganti rugi perusahaan air kepada masyarakat. Masyarakat berharap sikap tegas pemerintah dicerminkan dengan adanya aturan yang jelas mengenai pengelolaan serta pemanfaatan sumberdaya air. Aturan tersebut juga diharapkan mengedepankan kepentingan masyarakat serta jangan hanya mengedepankan kepentingan pihak perusahaan.

6.3 Estimasi Nilai Economic Losses

Pemanfaatan sumber mata air yang dilakukan oleh perusahaan air minum menimbulkan kelangkaan sumberdaya air yang dialami oleh masyarakat baik rumahtangga maupun petani padi. Hal ini berdampak pada sulitnya mendapatkan air dari sumber mata air sehingga masyarakat harus mengeluarkan biaya lebih untuk mendapatkan air. Selain itu, petani padi mengalami kerugian dengan semakin berkurangnya jumlah panen yang didapat. Oleh karena itu perlu dilakukan penghitungan kerugian yang dialami masyarakat dengan menghitung nilai economic losses.


(51)

51 Nilai economic losses dari semakin berkurangnya jumlah air yang mengalir ke masyarakat ditentukan berdasarkan analisis perubahan pendapatan serta analisis biaya tambahan. Analisis perubahan pendapatan dilakukan kepada responden petani padi sedangkan analisis biaya tambahan dilakukan kepada responden rumahtangga. Analisis perubahan pendapatan mengacu pada pendapatan petani padi sebelum adanya perusahaan air minum dengan pendapatan petani padi setelah adanya perusahaan air minum. Analisis biaya tambahan mengacu pada adanya biaya tambahan yang dikenakan rumahtangga setelah adanya perusahaan air minum.

6.3.1 Analisis Perubahan Pendapatan pada Responden Petani Padi

Analisis perubahan pendapatan dilakukan terhadap responden petani padi. Hal ini dilakukan untuk mengestimasi besaran kerugian yang dialami petani padi yang disebabkan oleh adanya perusahaan air yang mengambil air dari mata air. Petani padi di wilayah RW 04 dan RW 05 Desa Cijeruk sangat tergantung dengan sumber mata air. Hal ini dikarenakan sumber mata air merupakan satu-satunya sumber air selain air hujan yang dibutuhkan untuk pengairan sawahnya. Petani padi mulai merasakan penurunan jumlah panen semenjak adanya perusahaan air yang mengambil air dari mata air Cikiara dan mata air Legok Adung. Dikarenakan dalam hal pendistribusian air, perusahaan air langsung mengambil air dari mata air menggunakan pipa yang langsung disalurkan ke perusahaan air. Berdasarkan wawancara dengan responden petani padi hal ini menyebabkan debit air yang mengalir ke saluran irigasi menjadi berkurang.


(52)

52 Analisis perubahan pendapatan dalam menentukan nilai economic losses dari responden petani padi diawali dengan menghitung produksi padi serta pendapatan petani padi setiap tahun sebelum dan sesudah adanya perusahaan air minum. Berdasarkan wawancara dengan responden petani padi diperoleh data rata-rata produksi padi per hektar, rata-rata harga jual Gabah Kering Giling (GKG) per kilogram serta biaya produksi padi sebelum dan sesudah adanya pemanfaatan sumber mata air oleh perusahaan air minum di Desa Cijeruk (Lampiran 3). Tabel 11 menyajikan perhitungan produksi dan pendapatan responden petani padi sebelum adanya pemanfaatan sumber mata air oleh perusahaan air minum di Desa Cijeruk.

Tabel 11. Produksi serta Pendapatan Petani Padi Sebelum Adanya Perusahaan Air Minum di Desa Cijeruk Tahun 2006.

Wilayah Luas lahan (Ha) Produktivitas (Kg) Biaya(Rp) Pendapatan/Th(Rp)

(1) (2)=(1)x12 500*) (3)=(1)xA*) (4)=(2)x3 000*) – (3) RW 04 4.275 53 550 10 104 249 150 545 751 RW 05 1.980 24 750 4 679 863 69 570 137 Total 6.255 78 300 14 784 112 220 115 888 Sumber: Data Primer (Diolah)

Keterangan:*): produksi padi rata-rata=12 500Kg/Ha/th, hargajualGKG=Rp 3 000/Kg(Lampiran 3) A: biaya rata-rata = Rp 2 363 567

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden petani padi pemilik lahan pada Lampiran 3, didapat rata-rata produksi padi per hektarnya per tahun setelah adanya perusahaan air minum adalah sebesar 9 930 Kg dengan harga 1 Kg Gabah Kering Giling (GKG) sebesar Rp 3 000, sehingga produksi serta pendapatan petani padi pemilik lahan setelah adanya perusahaan air minum dapat dilihat pada Tabel 12.


(53)

53 Tabel 12. Produksi serta Pendapatan Petani Padi Setelah Adanya

Perusahaan Air Minum di Desa Cijeruk Tahun 2010.

Wilayah Luas lahan (Ha) Produksi (Kg) Biaya (Rp) Pendapatan/tahun (Rp) (1) (2)=(1)x9 930*) (3)=(1)xA*) (4)=(2)x3 000*) – (3) RW 04 4.275 42 470 10 104 249 117 305 751 RW 05 1.980 19 660 4 679 863 54 300 137 Total 6.255 62 130 14 784 112 171 605 888 Sumber: Data Primer (Diolah)

Keterangan: *):produksi padi rata-rata=9 930 Kg/Ha/th, hargajualGKG= Rp 3 000/Kg(Lampiran 3) A: biaya rata-rata = Rp 2 363 567

Berdasarkan Tabel 11 dan 12, didapatkan total pendapatan petani padi sebelum dan sesudah adanya pemanfaatan sumber mata air oleh perusahaan air minum. Hasilnya bahwa terjadi penurunan pendapatan petani akibat adanya pemanfaatan sumber mata air oleh perusahaan air minum. Estimasi nilai economic losses responden petani padi di Desa Cijeruk dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Estimasi Nilai Economic Losses Responden Petani Padi di Desa Cijeruk Tahun 2010.

Keterangan Total pendapatan per tahun (Rp) A. Sebelum adanya perusahaan 220 115 888 air minum

B. Setelah adanya perusahaan 171 605 888 air minum

C. Nilai economic losses (A-B) 48 510 000 D. Nilai (rata-rata) economic losses 1 617 000 petani padi (C/30)

Sumber: Data primer (Diolah)

Nilai economic losses responden petani padi di Desa Cijeruk didapat dari hasil pengurangan total pendapatan per tahun sebelum adanya perusahaan air minum dengan total pendapatan per tahun setelah adanya perusahaan air minum yaitu sebesar Rp 48 510 000.


(54)

54 6.3.2 Analisis Averted Cost Method (Metode Biaya Tambahan) pada

Responden Rumah Tangga

Analisis metode biaya tambahan dilakukan untuk menentukan nilai economic losses dari responden rumahtangga. Metode ini dilakukan dengan prinsip dasar bahwa kerusakan sumber mata air dapat menyebabkan adanya penambahan biaya dari pemenfaatan sumber mata air tersebut. Informasi yang diperoleh dalam menentukan biaya tambahan yang diterima responden rumahtangga didapat melalui kuesioner.

Sebelum terjadinya kerusakan sumber mata air rumahtangga yang berada di wilayah RW 04 dan RW 05 Desa Cijeruk dalam memperoleh sumber air tidak perlu mengeluarkan biaya, karena sudah dibantu oleh pihak aparat pemerintah desa dalam menyalurkan air ke rumahtangga. Setelah mulai masuknya perusahaan air yang juga memanfaatkan sumber mata air untuk keperluan produksinya, maka semakin sulitnya rumahtangga dalam memanfaatkan sumber mata air. Oleh sebab itu, rumahtangga mencari alternatif cara untuk memanfaatkan sumber mata air, yaitu dengan cara membuat bak penampungan. Dibuatkannya bak penampungan menyebabkan rumahtangga mengeluarkan biara tambahan dalam memperoleh sumber air.

Biaya tambahan yang dikenai rumahtangga yaitu pada awal pembangunan bak penampungan serta biaya pemeliharaan yang dikenakan setiap bulan. Biaya tambahan pada awal pembangunan bak penampungan masing-masing rumahtangga besarnya berbeda. Besaran biaya tambahan ditentukan berdasarkan jarak rumah dengan lokasi bak penampungan. Semakin jauh rumah dengan bak penampungan, maka semakin besar pula biaya tambahan yang dikeluarkan.


(55)

55 Biaya tambahan yang dikenakan rumahtangga setiap bulan adalah sebesar Rp 3 000/KK. Penentuan besarnya biaya ini ditentukan melalui musyawarah warga. Biaya ini diperuntukkan untuk biaya pemeliharaan bak penampungan serta biaya pemeliharaan pipa saluran air. Disamping biaya rutin pemeliharaan instalasi air, dikenakan juga biaya pembangunan bak penampungan. Biaya untuk pembangunan bak penampungan dari total 30 responden rumahtangga adalah sebesar Rp 5 790 000, sehingga biaya rata-rata yang dikenakan rumahtangga adalah sebesar Rp 193 000. Tabel 14 menyajikan perhitungan economic losses atau biaya-biaya tambahan yang harus dibayarkan oleh responden rumahtangga untuk mendapatkan air dari sumber mata air setelah adanya pemanfaatan sumber mata air oleh perusahaan air minum.

Tabel 14. Biaya Tambahan Responden Rumahtangga di Desa Cijeruk Tahun 2010

No. Jenis Biaya Total Biaya (Rp) Biaya Rata-Rata(Rp)/KK 1. Biaya pembangunan bak

penampungan (dikenakan 5 790 000*) 193 000 pada awal pembangunan saja)

2. Biaya pemeliharaan bak

Penampungan serta 1 620 000*) 36 000 Saluran air (per tahun)

3. Total biaya tambahan responden 7 410 000 229 000 Rumahtangga (1+2)

Sumber : Data primer (Diolah)

Keterangan :*)Total biaya berdasarkan hasilwawancara dengan responden rumahtangga (Lampiran 4)

Hasil yang diperoleh pada Tabel 14, diharapkan tidak hanya ditanggung oleh masyarakat saja. Masyarakat mengharapkan adanya perhatian serta bantuan dari pihak perusahaan air minum yang memanfaatkan sumber mata air. Selain itu,


(1)

69

Lampiran 3

Data Produksi Responden Petani Padi Desa Cijeruk Sebelum dan Setelah Adanya Pemanfaatan Sumber Mata Air Oleh Perusahaan Air Minum

NO NAMA PETANI

SEBELUM SETELAH

BIAYA/TAHUN (Rp)

PRODUKSI/TAHUN (Kg)

BIAYA/TAHUN (Rp)

PRODUKSI/TAHUN (Kg)

1 H. USMAN 4 000 000 4 000 4 000 000 3000

LL = 0,30 ha

2 FEI 4 000 000 4 700 4 000 000 4000

LL = 0,35 ha

3 AOS 1 400 000 1 200 1 400 000 1000

LL = 0,10 ha

4 AJI 6 000 000 6000 6 000 000 5 600

LL = 0,50 ha

5 ARUJI 4 000 000 3 700 4 000 000 3 300

LL = 0,30 ha

6 ODANG 1 400 000 1 200 1 400 000 1000

LL = 0,10 ha

7 BUDI 4 000 000 3 500 4 000 000 3 100

LL = 0,30 ha

8 UJANG TONI 1 000 000 1 100 1 000 000 800

LL = 0,075 ha

9 DAMAN 3 400 000 3 200 3 400 000 2 700

LL = 0,25 ha

10 H. IMAM 1 400 000 1 500 1 400 000 1000

LL = 0,10 ha

11 H.KHOLID 3 000 000 3 700 3 700 000 2 700

LL = 0,30 ha

12 UST.DADANG 7 000 000 5 700 7 000 000 5 500

LL = 0,50 ha

13 H.SAYUTI 3 400 000 3 200 4 000 000 2 700

LL = 0,30 ha

14 H.DIDING 4 000 000 3 700 4 000 000 3 200

LL = 0,30 ha

15 H.CECE 5 000 000 5 200 6 000 000 4 500

LL = 0,50 ha


(2)

70

NO NAMA PETANI SEBELUM SETELAH

BIAYA/TAHUN (Rp)

PRODUKSI/TAHUN (Kg)

BIAYA/TAHUN (Rp)

PRODUKSI/TAHUN (Kg)

17 H.TOYA 3 000 000 3 500 3 000 000 2 500

LL = 0,30 ha

18 HAMBALI 800 000 900 800 000 500

LL = 0,10 ha

19 KOSIM 600 000 350 600 000 250

LL = 0,05 ha

20 JUJUN 1 525 000 3 600 1 525 000 1 450

LL = 0,10 ha

21 ADI (LL= 0,20 ha) 970 000 700 970 000 550

22 ATA 412 000 350 412 000 330

LL = 0,06 ha

23 UJI 1 000 000 1 400 1 000 000 1000

LL = 0,10 ha

24 PEI 800 000 1 000 800 000 850

LL = 0,10 ha

25 UJANG GOJALI 1 000 000 1 500 1 000 000 1 100

LL = 0,10 ha

26 JEJEN 800 000 900 800 000 700

LL = 0,07 ha

27 H.KOMAR 2 400 000 5 500 2 400 000 4000

LL = 0,30 ha

28 SABDA 2 000 000 2 500 2 000 000 2 200

LL = 0,20 ha

29 EMAN 1 000 000 1 300 1 000 000 900

LL = 0,10 ha

30 UDIN ASIAH 800 000 2 200 1 000 000 1 000

LL = 0,10 ha

TOTAL 70 907 000 78 300 70 907 000 62 130 RATA-RATA 2 363 567 12 500*) 2 363 567 9 930*)

Keterangan: - satu tahun = dua kali musim tanam


(3)

71

Lampiran 4

Data Biaya yang Dikeluarkan oleh Responden Rumahtangga Desa Cijeruk Pembangunan Bak Penampungan Air dan Pemeliharaan Instalasi Air Setelah Adanya Pemanfaatan Sumber Mata Air Oleh Perusahaan Air Minum

NO Nama KK Biaya Pemeliharaan Instalasi

Air (Rp)

Biaya Pembangunan Bak Penampungan (Rp)

1 ADE

3 000/bulan

150 000

2 AGUS

3 000/bulan

40 000

3 DADANG

3 000/bulan

150 000

4 ABDUL KARIM

3 000/bulan

70 000

5 WAWAN

3 000/bulan

150 000

6 A. KARIM

3 000/bulan

150 000

7 HERIYADI

3 000/bulan

70 000

8 ABAS

3 000/bulan

150 000

9 ANWAR

3 000/bulan

70 000

10 ADE SAPRI

3 000/bulan

150 000

11 ENDAN

3 000/bulan

40 000

12 JAENUDIN

3 000/bulan

70 000

13 WARISKUN

3 000/bulan

70 000

14 SOBAR 3 000/bulan 150 000

15 BIBIN

3 000/bulan

150 000

16 AHMAD KHOLID

3 000/bulan

70 000

17 BARNA

3 000/bulan

250 000

18 ENCEP

3 000/bulan

250 000

19 NASRULLAH

3 000/bulan


(4)

72

NO Nama KK Biaya Pememeliharaan Instalasi

Air (Rp)

Biaya Pembangunan Bak Penampungan (Rp)

20 ARIPIN

3 000/bulan

250 000

21 M. TOHA

3 000/bulan

250 000

22 MIFTAH. M

3 000/bulan

250 000

23 UJANG NUJI

3 000/bulan

250 000

24 SAEPULLAH

3 000/bulan

250 000

25 MIMIT M.

3 000/bulan

250 000

26 DUDIN

3 000/bulan

250 000

27 YANI SURYANI

3 000/bulan

250 000

28 HJ. MARYAM

3 000/bulan 300 000 29 MIFTAH 3 000/bulan 250 000

30 ISMAT

3 000/bulan

250 000

31 MUS

3 000/bulan

-

32 H. SOLIHIN

3 000/bulan

-

33 KHOER

3 000/bulan

-

34 MPIR

3 000/bulan

-

35 KARTIM

3 000/bulan

-

36 HALIMI

3 000/bulan

-

37 H. MUD

3 000/bulan

-

38 H. OLIK

3 000/bulan

-

39 ACOH

3 000/bulan

-

40 MAHPUDIN

3 000/bulan

-

41 UYUT DILI

3 000/bulan

-

42 NURDIN 3 000/bulan -

43 EDI SUPARDI

3 000/bulan

-

44 ASEP

3 000/bulan


(5)

73

NO Nama KK Biaya Pememeliharaan Instalasi

Air (Rp)

Biaya Pembangunan Bak Penampungan (Rp)

45 UJANG SURYADI

3 000/bulan

-

TOTAL

135 000/bulan

(1 620 000/tahun) 5 790 000


(6)

RINGKASAN

PRAMUDYA BAGUS SETIAWAN. Penilaian Economic Losses Masyarakat Desa Cijeruk Kabupaten Bogor Akibat Adanya Pemanfaatan Sumber Mata Air oleh Perusahaan Air Minum. Dibimbing oleh METI EKAYANI dan NUVA

Ketersediaan air dalam pengertian sumberdaya air pada dasarnya terdiri atas tiga jenis, yaitu air hujan, air permukaan dan air bawah tanah (Wiyono, 2007). Mata air termasuk ke dalam sumber air bawah tanah. Sumber mata air Gunung Salak sudah banyak dikuasai oleh individu maupun perusahaan air minum. Hal ini yang menjadi salah satu penyebab terjadi pemanfaatan secara berlebihan terhadap sumber mata air demi kepentingan keuntungan finansial tanpa berdasarkan kelestarian lingkungan sehingga menimbulkan berkurangnya debit air yang disalurkan ke masyarakat. Berkurangnya debit air ini menyebabkan kerugian yang dialami oleh masyarakat dalam memanfaatkan sumber mata air untuk kebutuhan sehari-hari serta untuk irigasi persawahan.

Tujuan penelitian ini yaitu: (1) mengidentifikasi kelangkaan sumberdaya air yang dialami masyarakat di Desa Cijeruk akibat pemanfaatan secara berlebihan terhadap sumber mata air Gunung Salak, (2) mengkaji pengelolaan sumber mata air di Desa Cijeruk, (3) mengestimasi nilai economic losses sumberdaya air pada sumber mata air Gunung Salak akibat pemanfaatan berlebihan oleh perusahaan air minum di Desa Cijeruk.

Penelitian ini dilaksanakan di RW 04 dengan sumber mata air yang bernama mata air Cikiara dan di RW 05 dengan sumber mata air yang bernama mata air Legok Adung Desa Cijeruk Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor. Lokasi penelitian ini dipilih atas rekomendasi dari Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor serta berdasarkan hasil riset sebelumnya karena adanya pemanfaatan sumber mata air oleh perusahaan air minum yang menimbulkan kerugian terhadap masyarakat. Pengambilan data primer dilaksanakan pada bulan Juni 2010. Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan responden menggunakan kuesioner serta observasi lapang. Responden yang diwawancarai meliputi rumah tangga dan petani padi yang memperoleh air dari sumber mata air. Data sekunder sebagai data penunjang diperoleh dari Desa Cijeruk serta Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan persepsi responden telah terjadi kelangkaan sumberdaya air yang berasal dari sumber mata air akibat adanya pemanfaatan secara berlebihan terhadap sumber mata air oleh perusahaan air minum. Belum adanya kelembagaan yang jelas dalam pengelolaan sumber mata air. Total nilai economic losses rumahtangga Desa Cijeruk per tahun adalah sebesar Rp 250 635 000 sedangkan economic losses petani padi adalah sebesar Rp 489 831 000. Jadi total nilai economic losses masyarakat Desa Cijeruk akibat adanya pemanfaatan sumber mata air secara berlebihan oleh perusahaan air minum adalah sebesar Rp 740 466 000.