1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan pengetahuan yang sangat penting dalam dunia
pendidikan. Perkembangan yang pesat pada dunia pendidikan dilandasi oleh perkembangan matematika, sehingga untuk tampil unggul pada keadaan yang
selalu berubah diperlukan kemampuan untuk dapat berpikir secara kritis, sistematis, logis, kreatif, dan kemampuan untuk dapat bekerja sama secara efektif.
Melalui matematika kemampuan tersebut dapat dikembangkan, karena matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat serta jelas antar
konsepnya sehingga memungkinkan siapapun yang mempelajarinya terampil berpikir rasional Syaban, 2010:1.
Sebagaimana yang diungkapkan Mulyasa 2008: 22 yang merajuk pada ketentuan perundang-undangan
tujuan umum kurikulum tingkat satuan
pendidikan KTSP diberikannya matematika pada jenjang sekolah dasar dan
menengah adalah untuk 1 membentuk sikap positif terhadap matematika; 2 memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis, dan dapat
bekerjasama dengan orang lain; dan 3 memahami konsep, prinsif, hukum, dan teori matematika serta saling keterkaitannya dengan ilmu pengetahuan yang lain
dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi. Dalam tujuan pemberian pelajaran matematika ini diindikasikan bahwa
2 matematika bukan hanya dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan
dalam kehidupan sehari-hari tetapi juga dapat digunakan untuk membantu mempelajari ilmu pengetahuan lain seperti ilmu fisika, kimia, ekonomi, dan
sosial. Mengingat begitu pentingnya matematika dalam memecahkan permasalahan-
permasalahan dalam kehidupan, maka dalam pembelajaran matematika perlu dikembangkan kemampuan pemecahan masalah. Pemecahan masalah adalah
belajar menggunakan metode-metode ilmiah atau berpikir secara sistematis, logis, teratur, dan teliti. Tujuannya adalah untuk memperoleh kemampuan dan
kecakapan kognitif untuk memecahkan masalah secara rasional, lugas, dan tuntas. Menurut
Retman dalam
Sudjana 2003:
139 Kegiatan belajar perlu
mengutamakan pemecahan masalah karena dengan menghadapi masalah peserta didik akan didorong untuk menggunakan pikiran secara kreatif dan bekerja secara
intensif untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Dengan demikian kegiatan belajar yang melibatkan berbagai dimensi pemikiran dan
perbuatan pendidik serta peserta didik menjadi ciri umum kegiatan belajar pemecahan masalah.
Schicler 2006: 96 menyatakan bahwa memecahkan suatu masalah adalah salah satu latihan yang disukai otak siswa. Selain berguna untuk menghubungkan
materi pelajaran dengan kegunaan, dalam proses memecahkan suatu masalah akan menyebabkan terbentuknya suatu aktifnya senyawa kimia dan meningkatnya
aliran darah sehingga memacu otak untuk bekerja. Selanjutnya Nggermanto 2002: 45 dalam memecahkan suatu masalah, untuk mendapatkan hasil yang baik
siswa harus mengoptimalkan fungsi kerja otaknya. Agar otak siswa dapat bekerja
3 secara optimal, guru harus membuat suasana sedemikian rupa sehingga siswa
merasa aman dan nyaman. Untuk menciptakan suasana aman dan nyaman di dalam belajar guru harus
menciptakan iklim kelas yang kondusif. Secara sadar guru sebenarnya sudah memahami bahwa untuk menghasilkan siswa yang hidup, keatif dan inovatif,
maka kelas harus menyenangkan dan penuh dengan kegiatan - kegiatan keilmuan, namun kebanyakan guru masih belum mampu mengelola kelas secara baik
sehingga kelas terkesan hanya ramai dan menyenangkan, tetapi tidak terarah. Oleh karena itu, perlu dipilih model pembelajaran yang sesuai agar kelas dapat
terkelola dengan baik, sehingga guru dapat mengajar dengan gembira begitu pula siswa mampu mengoptimalkan kinerja otaknya tanpa rasa takut dan terancam.
Model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang
mengelompokkan siswa dalam kelompok-kelompok kecil untuk menyelesaikan tugas dalam mencapai tujuan bersama. Dalam pembelajaran kooperatif, setiap
siswa harus saling membantu temannya satu sama lain dalam memahami pelajaran, saling berdiskusi menyelesaikan tugas, dan saling bertanya antar teman
jika belum memahami materi. Model pembelajaran kooperatif mempunyai banyak variasi, salah satu diantaranya adalah model pembelajaran kooperatif tipe
Think Pair Share TPS. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe TPS, siswa akan melaksanakan tahap berpikir secara mandiri sebelum berdiskusi dengan
pasangannya sehingga siswa siap dengan hal yang akan didiskusikan dan diskusi siswa menjadi lebih efektif. Selain itu, masing-masing kelompok terdiri dari 2
siswa sehingga tanggung jawab siswa lebih besar dan kesempatan untuk mengandalkan siswa lain dapat dihindari.
4 Model pembelajaran kooperatif tipe TPS menekankan pada kemampuan berpikir
siswa. Dalam model pembelajaran TPS siswa diberikan pertanyaan atau suatu permasalahan yang berhubungan dengan materi pelajaran, kemudian siswa
diminta untuk memikirkan pertanyaan atau permasalahan secara mandiri untuk beberapa saat. Pada tahap ini, siswa sudah memiliki persiapan berupa pemecahan
masalah secara mandiri. Setelah itu siswa diminta berpasangan untuk mendis- kusikan hasil pemikiran atau gagasan yang telah didapat kepada pasangannya
sehingga akan menjadi lebih paham. Setelah siswa berdiskusi dengan pasangan- nya beberapa pasangan diminta untuk mempresentasikan hasil diskusinya di
depan dan siswa lain menanggapi. Dengan demikian, model pembelajaran kooperatif tipe TPS sangat cocok digunakan untuk belajar pemecahan masalah
metematika. Menurut Yusuf 2003:161 pelajaran matematika yang memerlukan proses
pemecahan masalah pada umumnya berbentuk soal esai cerita, meskipun tidak setiap soal merupakan pemecahan masalah. Selanjutnya Polya dalam Suherman,
2003: 105 mendefinisikan beberapa langkah dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah, yaitu:
1 memahami masalah; 2 merencanakan
penyelesaiannya; 3 menyelesaikan masalah; dan 4 memeriksa kembali. Untuk menyelesaikan soal pemecahan masalah diperlukan kerja otak kiri dan otak
kanan secara bersamaan. Otak kiri berfikir secara urut bagaimana tahapan-tahapan dalam memecahkan suatu masalah yang logis dan sistematis, sementara otak
kanan melengkapinya dengan cara berfikir acak, holistik,
dan kreatif Nggermanto, 2002: 38.
5 Otak kanan sangat suka pada sesuatu yang menyenangkan, musik adalah salah
satunya. Musik yang bagus akan menghasilkan mood dan emosi yang bagus yang pada akhirnya akan memacu otak untuk bekerja secara optimal Rasyid, 2010:
90. Saat siswa belajar, walaupun sudah berusaha untuk konsentrasi, pikiran siswa tetap melayang kemana-mana tidak fokus, itu terjadi karena saat siswa berusaha
mempelajari suatu materi siswa secara aktif menggunakan otak kiri, sedangkan otak kanan menganggur tidak ada pekerjaan sehingga otak ini mulai bosan dan
akan mengganggu konsentrasi siswa. Saat itulah musik memainkan perannya, ketika otak kiri siswa sibuk dengan belajar, otak kanan mendapatkan pekerjaan
yang memang sangat disukainya yaitu menikmati musik, hal ini membantu otak kanan siswa untuk sibuk sehingga konsentrasi bisa terkendali.
Musik adalah bunyi yang diterima oleh individu yang berbeda-beda berdasarkan sejarah, lokasi, budaya, dan selera seseorang. Menurut Aristoteles dalam Rasyid,
2010: 13 musik mempunyai kemampuan mendamaikan hati yang gundah, mempunyai terapi reaktif dan menumbuhkan jiwa patriotisme. Pendapat lain
mengatakan, musik diartikan sebagai bahasa nurani yang menghubungkan pemahaman dan pengertian antar manusia pada sudut-sudut ruang dan waktu
dimanapun kita berada. Penggunaan musik dalam proses pembelajaran berfungsi untuk: 1 menata suasana hati; 2 meningkatkan hasil belajar yang diinginkan; dan
3 menyoroti hal-hal penting Deperter, 1999:75. Dalam kenyataannya, musik memang memiliki peran yang sangat penting, sehingga musik memiliki kontribusi
yang sangat baik untuk memaksimalkan fungsi otak manusia. Campbell dalam Rasyid 2010:195 mengemukakan musik yang digunakan dalam
belajar juga bukan sembarang musik, musik klasik sangat baik digunakan untuk
6 membantu proses pembelajaran. Contoh musik yang sering digunakan dalam
pembelajan adalah musik Mozart. Musik klasik Mozart terbukti dapat meningkatkan fungsi otak dan intelektual manusia secara optimal. Efek Mozart
dalam pembelajaran bermanfaat untuk mempertajam pikiran, meningkatkan
kreatifitas dan menyehatkan tubuh. Dari paparan diatas memberikan gambaran, bahwa model pembelajaran kooperatif
tipe TPS dengan musik sebagai pengiring, merupakan salah satu cara dalam pembelajaran matematika yang dapat membantu siswa untuk meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematika, sesuai kemampuan yang siswa miliki. Oleh karena itu, model pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan musik
sebagai pengiring perlu diteliti untuk mencari alternatif pembelajaran yang lebih tepat agar dapat mengaktifkan peserta didik, membuat suasana belajar yang
menyenangkan dan melibatkan guru secara langsung dalam proses belajar.
B. Rumusan Masalah