20
jenis Diatom yang banyak ditemukan di perairan laut adalah Chaetoceros, Bacteriastrum, Rhizosolenia,
dan Biddulphia. Jenis Dinoflagellata yang ditemukan dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan jenis dari Dinoflagellata
lainnya ialah Peridinium dan Ceratium. Hal ini diduga karena keduanya
mempunyai metode pengapungan dari tiga buah tanduk panjang yang dianggap dapat meningkatkan gesekan air seperti halnya pada Diatom yang memiliki rambut
dan duri. Jenis fitoplankton dari kelas Cyanophyceae yang ditemukan di setiap stasiun, yaitu dari genera Trichodesmium sp. dengan kelimpahan yang rendah.
Menurut Madhav and Kondalarao 2004, salah satu jenis fitoplankton yang dapat hidup di perairan miskin nutrien adalah Trichodesmium. Alga ini berupa filamen
dengan ukuran 0,001 mm yang tersebar luas dan cukup banyak, serta diduga merupakan makanan zooplankton kecil.
Gerombolan Trichodesmium umum dijumpai di Laut Jawa dan Samudra Hindia, terkadang hanyut beberapa kilometer
sejajar pantai. Terdapat beberapa jenis fitoplankton yang ditemukan pada stasiun offshore
namun tidak ditemukan di stasiun nearshore diantaranya Astrionella sp., Asteromphalus
sp., Coconeis sp., Ditylum sp., Eucampia sp., Fragillaria sp., Hemialus
sp., Melosira sp., Phyrocystis sp., Skeletonema sp., dan Triceratium sp. Namun demikian, tidak ada jenis fitoplankton yang ditemukan di stasiun nearshore
namun tidak ditemukan di stasiun offshore. Hal ini diduga dipengaruhi oleh
kebiasaan hidup dan faktor lingkungan yang mendukung kehidupan dari plankton tersebut.
4.1.2. Kelimpahan fitoplankton
Gambar 7 memperlihatkan kelimpahan total fitoplankton pada setiap stasiun dengan kelimpahan total tertinggi terdapat pada stasiun offshore-1 sebesar 1.566.766
selm
3
dan terendah di stasiun nearshore-3 dengan kelimpahan sebesar 123.308 selm
3
. Kelimpahan total fitoplankton di perairan bagian nearshore secara umum memiliki kelimpahan yang tinggi dan cukup merata dibanding pada stasiun offshore.
Kelimpahan fitoplankton secara keseluruhan lebih melimpah di perairan bagian nearshore atau perairan dekat pantai.
Hal ini diduga karena faktor lingkungan dari perairan bagian nearshore tersebut yang mendukung kehidupan
fitoplankton. Kandungan oksigen terlarut dan nutrien yang mencukupi merupakan
Kelimpaha n
selm
3
21
salah satu penyebab dari lebih tingginya kelimpahan fitoplankton di perairan nearshore
dibandingkan dengan di perairan offshore. Seperti yang dikemukakan oleh Haumahu 2004, distribusi dan sebaran fitoplankton tidak merata di setiap
perairan karena dipengaruhi oleh faktor-faktor fisika dan kimia perairan seperti angin, arus, dan kandungan nutrien.
1800000 1600000
1400000
A
1200000 1000000
800000 600000
400000 200000
1 2
3 4
5 6
7 8
9 1000000
800000
B
600000 400000
200000 1
2 3
4 5
6 7
8 9
10
Stasiun
Gambar 7. Kelimpahan fitoplankton di perairan offshore A dan nearshore B
4.1.3. Suhu
Perubahan suhu permukaan laut dipengaruhi oleh jumlah panas yang diterima dari matahari dan bertambahnya kedalaman. Pada musim barat kemarau lapisan
permukaan laut di wilayah Indonesia akan menerima panas lebih tinggi dibanding pada musim lainnya sehingga pada musim ini suhu permukaan laut akan lebih tinggi
Pariwono et al. 1988. Berdasarkan hasil pengukuran yang diperoleh, nilai suhu permukaan berkisar antara 27-30 °C di perairan offshore dan 29-30 °C di perairan
nearshore Gambar 8.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Arinardi 1989, bahwa kisaran suhu permukaan laut di perairan Selat Bali berkisar antara 27-30 °C.
Suh u
°C
22
Berdasarkan hasil pengamatan, suhu terendah terdapat pada stasiun di perairan bagian offshore. Rendahnya suhu ini dikarenakan waktu pengukuran yang berbeda-
beda, sedangkan pada bagian nearshore pengukuran dilakukan pada waktu yang sama.
Kinne 1970 menyatakan bahwa kisaran suhu untuk pertumbuhan fitoplankton secara optimal berbeda-beda tiap jenis atau spesies, namun rata-rata
berkisar antara 20-30 °C.
31 30
29 28
27 26
25 31
30 1
2 3
4 5
6 7
8 9
A
B
29 28
27 26
25 1
2 3
4 5
6 7
8 9
10
Stasiun
Gambar 8. Nilai suhu di perairan offshore A dan nearshore B
4.1.4. Salinitas