Pembahasan HASIL DAN PEMBAHASAN

30 kandungan nitrat-nitrogen pada stasiun offshore yang memiliki nilai sangat kecil sehingga tidak terbaca oleh alat pengukur. Oleh karena itu, variabel nitrat-nitogen tersebut tidak dapat dimasukkan ke dalam analisis korelasi. Pada perairan bagian offshore kelimpahan fitoplankton yang dipengaruhi oleh kekeruhan dapat diduga dengan persamaan: Kelompok II: Y 1 = 811670 - 1658004 X 1 sedangkan untuk perairan nearshore: Kelompok 1 : Y 1 = 277908 - 252756 X 1 Kelompok II: Y 1 = 506954 - 545683 X 1 Berdasarkan nilai b yang negatif pada ketiga persamaan tersebut, dapat diduga bahwa peningkatan kekeruhan akan menyebabkan penurunan kelimpahan fitoplankton di perairan. Selain kekeruhan, kandungan nutrien seperti nitrat-nitrogen juga dapat mempengaruhi kelimpahan fitoplankton. Pengaruh nitrat-nitrogen terhadap kelimpahan fitoplankton pada perairan nearshore dapat diduga dengan persamaan: Kelompok I : Y 1 = 133553 + 2073845 X 2 Kelompok II : Y 1 = 144309 + 5656721 X 2 Keterangan : Y 1 = Kelimpahan fitoplankton selm 3 X 1 = Kekeruhan NTU X 2 = Nitrat-nitrogen mgl Berdasarkan nilai b yang positif pada persamaan tersebut, dapat diduga bahwa peningkatan kandungan nitrat akan menyebabkan peningkatan kelimpahan fitoplankton di perairan.

4.2. Pembahasan

Selat merupakan perairan yang memisahkan antara dua pulau. Perairan Selat Bali memisahkan antara pulau Jawa dan pulau Bali. Selat Bali ini memiliki bentuk seperti corong terbalik dengan mulut selat di bagian utara lebih sempit dibandingkan dengan mulut selat di bagian selatan, sehingga perairan ini lebih mendapat pengaruh dari bagian selatan yang merupakan perairan Samudra Hindia. Perubahan yang terjadi di Samudra Hindia akan sama dengan perubahan yang terjadi di Selat Bali, terutama di bagian selatan Selat Bali. Perairan Selat Bali memiliki kesuburan yang 31 tinggi, produktivitas yang tertinggi terjadi pada musim timur yang disebabkan oleh fenomena upwelling di perairan Samudra Hindia Arinardi 1989. Saat terjadi upwelling , nutrien di perairan tinggi. Hal tersebut secara tidak langsung mempengaruhi kelimpahan fitoplankton yang membutuhkan nutrien bagi perkembangannya. Perairan dekat pantai nearshore memiliki karakteristik yang berbeda dengan perairan laut terbuka offshore. Berdasarkan pengamatan, kondisi fisika-kimia perairan antara perairan nearshore dan offshore terdapat perbedaan dalam hal kandungan nutrien Lampiran 6. Perbedaan itu terjadi karena pengaruh dari lingkungan di sekitar. Pada stasiun nearshore nilai kandungan nutrien lebih tinggi karena mendapat masukan dari muara sungai di sekitarnya dan dari aktivitas- aktivitas di daratan, sedangkan di stasiun offshore yang berada di laut terbuka menyebabkan miskinnya kandungan nutrien. Hal ini berdampak pada kelimpahan fitoplankton, yaitu bahwa kelimpahan fitoplankton di perairan nearshore lebih tinggi dibandingkan dengan di perairan offshore. Namun, jika dilihat dari jumlah genera yang ditemukan, jumlah genera pada perairan offshore lebih banyak dibandingkan dengan perairan nearshore. Hal serupa terjadi juga pada penelitian yang dilakukan Djumanto 2009 di perairan Bawean, di mana berdasarkan hasil penelitiannya, kelimpahan fitoplankton yang tinggi berada pada stasiun-stasiun dekat daratan atau di sekitar Pulau Bawean sedangkan kelimpahan semakin menurun di stasiun-stasiun yang jauh dari daratan. Perairan Selat Bali memiliki komposisi dan kelimpahan fitoplankton yang didominasi oleh jenis Bacillariophyceae atau diatom. Jenis-jenis fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae seperti Coscinodiscus sp., Pleurosigma sp., dan Nitzschia sp. merupakan makanan utama dari ikan Lemuru Sardinella lemuru yang merupakan potensi perikanan terbesar di Selat Bali Pradini et al. 2001. Fitoplankton di perairan Selat Bali yang memiliki kelimpahan yang cukup besar dari kelas Bacillariophyceae ialah Chaetoceros sp. Jenis Dinoflagellata yang ditemukan dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan jenis dari Dinoflagellata lainnya ialah Ceratium, sedangkan untuk jenis fitoplankton dari kelas Cyanophyceae yang ditemukan di setiap stasiun yaitu dari genera Trichodesmium sp. namun dengan kelimpahan yang rendah. Dominansi dari jenis fitoplankton tertentu berkaitan 32 dengan struktur tubuh pola hidupnya. Sebagai contoh, menurut Madhav and Kondalarao 2004, yaitu salah satu jenis fitoplankton yang dapat hidup di perairan miskin nutrien adalah Trichodesmium. Fitoplankton pada perairan nearshore dan offshore memiliki kelimpahan yang berbeda. Hal ini mengindikasikan bahwa distribusi fitoplankton tidak merata di semua perairan. Lalli and Parson 1997 in Haumahu 2004 menyatakan bahwa distribusi plankton tidak merata di perairan disebabkan oleh plankton merupakan organisme yang memiliki pola distribusi “patchy” mengumpul dan juga memiliki kemampuan bergerak yang lemah sehingga distribusinya akan bergantung pada pergerakan massa air. Distribusi fitoplankton secara horizontal lebih banyak dipengaruhi oleh faktor fisik seperti pergerakan massa air. Oleh karena itu pengelompokan patchiness plankton banyak terjadi pada daerah neritik terutama yang dipengaruhi estuari dibanding daerah oseanik. Berdasarkan analisis pola distribusi didapatkan hasil bahwa fitoplankton di perairan Selat Bali nearshore dan offshore memiliki pola distribusi mengelompok. Faktor-faktor fisik yang mempengaruhi distribusi fitoplankton tidak merata di antaranya adalah arus, kandungan nutrien, suhu, cahaya, kecerahan, angin, pH, kekeruhan, dan migrasi diurnal dari plankton itu sendiri. Perbedaan kelimpahan fitoplankton di setiap stasiun juga terlihat dari bentuk dendrogram yang memperlihatkan pengelompokan stasiun-stasiun berdasarkan kelimpahan fitoplankton. Pengelompokan yang terbentuk menunjukan kesamaan kelimpahan di mana pada stasiun offshore terbentuk tiga kelompok dan pada stasiun nearshore terbentuk dua kelompok. Hal yang menyebabkan terbentuknya stasiun- stasiun tersebut diantaranya ialah parameter fisika-kimia perairan yang mempengaruhi. Pada stasiun nearshore, terbentuk 2 kelompok karena berada pada satu wilayah, seperti kelompok 1 yang berada pada wilayah perairan dekat pantai pulau Bali dan kelompok 2 berada pada wilayah perairan dekat pantai pulau Jawa. Selain itu, parameter yang dapat menjadi pengaruh terbentuknya satu kelompok ialah kekeruhan. Hal ini dibuktikan dengan hasil korelasi antara kelimpahan fitoplankton dengan kekeruhan yang memiliki nilai korelasi yang cukup tinggi. Nilai korelasi r negatif terhadap kelimpahan fitoplankton didapat pada variabel kekeruhan baik pada stasiun offshore maupun nearshore Lampiran 8. Hal 33 ini menunjukkan bahwa kelimpahan fitoplankton di perairan erat kaitannya dengan kekeruhan. Fitoplankton merupakan organisme autotrof yang dapat menghasilkan bahan organik dari bahan anorganik melalui proses fotosintesis dengan bantuan cahaya. Intensitas cahaya di perairan dipengaruhi oleh kekeruhan, dengan nilai kekeruhan yang kecil intensitas cahaya akan masuk ke perairan dan akan mencukupi kebutuhan fitoplankton untuk melakukan fotosintesis. Dengan kata lain, semakin kecil nilai kekeruhan di perairan, kelimpahan fitoplankton akan semakin tinggi. Selain nilai korelasi, keeratan hubungan anatara kedua parameter dapat dilihat dari nilai P-Value yang kecil 0,05. Berdasarkan hasil pengamatan, yang memiliki hubungan yang erat dan cukup signifikan secara statistik adalah korelasi antara fitoplankton dengan kekeruhan pada stasiun nearshore kelompok 2. Hubungan antara kelimpahan fitoplankton dengan nitrat-nitrogen pada stasiun nearshore baik kelompok 1 dan 2 menghasilkan nilai korelasi positif, yang artinya semakin tinggi nilai nitrat-nitrogen maka kelimpahan fitoplankton juga akan meningkat Lampiran 8. Berdasarkan nilai r dan nilai P-value pada kelompok 1 maupun 2 menunjukan bahwa ada korelasi antara fitoplankton dengan nitrat- nitrogen cukup erat.

4.3. Distribusi Fitoplankton Bagi Pengelolaan Sumberdaya Perairan di Selat Bali