faktor penghambat upaya penaggulangan kemiskinan melalui pengembangan kemitraan usaha. Para pelaku usaha yang kurang memiliki kemampuan akan sulit
dalam mencari solusi permasalahannya, dana ataupun modal yang telah di dapat akan menjadi kurang optimal dalam pemanfaatannya jika pengetahuan yang dimiliki setiap
pelaku usaha kurang, oleh karena itu ketika modal dan akses ataupun jaringan telah ada bagi seorang pelaku usaha hal yang dianggap penting ialah pendidikan dan
pengetahuan. Selanjutnya faktor motivasi usaha dan keterampilan masing-masing menepati
peringkat ke empat dan lima secara berurutan skor masing-masing 0,16 dan 0,15. Faktor keterampilan sangat penting untuk dimiliki seseorang dalam mengembangkan
usaha dan mengeluarkan dirinya dari kemiskinan. Namun demikian para pakar menilai bahwa faktor motivasi usaha sedikit lebih penting dibandingkan dengan
faktor keterampilan hal ini dikarenakan faktor motivasi usaha sesungguhnya merupakan faktor yang sangat penting dalam mengentaskan kemiskinan karena
mencerminkan kemauan dan kesungguhan tekad internal. Namun demikian, para pakar berpendapat bahwa masyarakat di Kota Depok pada umumnya memiliki
motivasi yang lebih dari cukup untuk mengentaskan dirinya dari kemiskinan sehingga motivasi usaha menempati prioritas ke empat. Sedangkan faktor keterampilan dapat
dikembangkan lebih jauh setelah usaha tersebut berkembang karena jaringan dan motivasi usaha yang telah terbentuk dan dimiliki oleh masyarakat, hal ini yang
menyebabkan faktor keterampilan memperingati posisi terakhir untuk di prioritaskan.
b. Aktor Prioritas
Terdapat sejumlah aktor yang telah diidentifikasi memiliki peran dalam
implementasi kebijakan pengentasan kemiskinan melalui kemitraan. Aktor-aktor tersebut antara lain pemerintah kota beserta dinas-dinas yang terkait, mitra inti
pengusaha besar, mitra plasma orang sangat miskin dan UMKM, lembaga keuangan mikroLKM, pedamping,serta perguruan tinggilembaga penelitian. Dari
hasil analisis AHP didapat bahwa pendamping memiliki prioritas utama, selanjutnya Lembaga Keuangan Mikro menempati urutan ke dua dengan perbedaan bobot yang
sangat kecil dengan pendamping, untuk lebih jelas mengenai nilai skor atau hasil pembobotan pada aktor yang berperan dalam pola kemitraan dapat dilihat pada Tabel
4 dibawah ini.
Tabel 4. Tingkat prioritas dalam aktor
Indikator Aktor Bobot
Prioritas
Pendamping 0.21
1 Lembaga Keuangan Mikro
0.20 2
PTLembaga Penelitian 0.18
3 Mitra IntiPengusaha
0.15 4
PemkotDinas 0.13
5
Mitra Plasma 0.13
6
Total 1
Berdasarkan Tabel 4 di atas, dapat dilihat bahwa pendamping memiliki bobot yang hampir sama dengan lembaga keuangan mikro LKM yaitu sebesar sebesar 21
persen oleh karena itu aktor yang paling diharapkan ialah pendamping, menurut para pakar hal ini dikarenakan para pendamping merupakan aktor yang secara langsung
bersentuhan dengan masyarakat miskin atau UMKM dalam pembinaan usaha dan pengentasan kemiskinan. Selain itu mereka berperan dalam berbagi pengetahuan,
keterampilan dan pengalaman secara langsung dengan kaum miskin serta mendampinginya dalam melalui berbagai masalah selain itu peran pendamping yang
diharapkan dapat meningkatkan pembinaan kemampuan kewirausahaan dalam manajemen pengusaha kecil atau koperasi, melakukan koordinasi dalam pembinaan
pengembangan usaha, pelayanan, penyedia informasi bisnis, promosi peluang pasar dan peluang usaha yang akurat dan aktual pada setiap wilayah dan juga pendamping
berperan sebagai pengawas pelaksanaan kemitraan usaha di lapangan agar berjalan sebagaimana yang diharapkan.
Lembaga Keuangan Mikro LKM dinilai para pakar sebagai aktor penting kedua. LKM berperan dalam menyediakan modal usaha sekaligus melakukan
pembinaan dalam pengelolaan keuangan UKM, selain itu peran LKM sebagai penyedia fasilitas permodalan dengan sistem bunga pinjaman kredit lunak dengan
prosedur yang sederhana sehingga mampu diserap dan dimanfaatkan oleh pengusaha kecil diharapkan dapat memberikan kemudahan dalam masalah permodalan.
Perguruan tingggi menempati urutan ketiga dalam prioritas aktor dengan bobot sebesar 0,18. Menurut pendapat para pakar, Hal ini cukup mengejutkan, mengingat
ekspektasi para pakar responden yang mayoritas terdiri dari unsur Pemerintah Kota terhadap perguruan tinggilembaga sejenis sangat besar bahkan melebihi ekspektasi
mereka terhadap pemerintah kota sendiri. Boleh jadi, hal ini disebabkan oleh pandangan para pakar responden yang menempatkan pendidikanpengetahuan dalam
dua besar faktor penting. Hal ini dikarenakan perguruan tinggi ataupun lembaga penelitian dapat mengadakan penelitian, pengembangan dan penyuluhan teknologi
baru yang dibutuhkan oleh dunia usaha khususnya usaha yang dikembangkan dengan kemitraan usaha sehingga dengan adanya hasil temuan teknologi dari Perguruan
Tinggilembaga sejenis para pelaku usaha kecil dapat menghasilkan output yang maksimal dan dapat mekan tingkat biaya yang mereka tanggung sehingga dapat
meningkatkan pendapatan. Mitra Intipengusaha menempati urutan ke empat dengan bobot sebesar 0.15
atau sebesar 15 persen , mitra intipengusaha berperan terhadap para UKM dan masyarakat miskin di Kota Depok. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan
bimbingan dalam meningkatkan kualitas SDM pengusaha kecilUKM, baik melalui pendidikan pelatihan dan penanganan dalam bidang kewirausahaan, manajemen dan
keterampilan teknis produksi serta menjamin pembelian hasil produksi pengusaha kecil sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati bersama.
Pemkot Dinas dan Mitra plasma, Pemkot Dinas merupakan lembaga yang dinilai berperan penting dalam menciptakan lingkungan, iklim, kondisi dan nuansa
yang kondusif untuk terciptnya kemitraan yang harmonis dengan penyusunan penyediaan fasilitas sarana prasarana, permodalan, manajem dan teknologi sehingga
dimanfaatkan dan digunakan dalam membangun dan mewujudkan kemitraan sedangkan mitra plasma merupakan mitra kelompok yang akan diberdayakan
perannya untuk mengatasi berbagai persoalan yang mereka hadapi sendiri atau lingkungan terdekatnya dalam mengentaskan kemiskinan. Mitra plasma ini terdiri dari
tiga klster. Klaster pertama merupakan kaum sangat miskin dan papa yang terdiru dari orang-orang sangat miskin, cacat, atau jompo yang tidak memungkinkan bekerja
secara normal karena ciri-ciri fisiknya. Klaster ke dua adalah mereka yang miskin namun memiliki kegiatan ekonomi seperti menjadi pekerja atau memiliki usaha skala
mikro atau kecil. Sedangkan klaster ke tiga adalah mereka yang memiliki usaha skala kecil dan menengah dan menyerap tenaga kerja masyarakat miskin sekitar namun
terancam keberlanjutan usahanya karena berbagai masalah .
c. Tujuan Prioritas