2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Potensi Ikan Karang di Indonesia
Indonesia yang terletak diantara dua benua yaitu samudera pasifik dan samudera hindia, memiliki keanekaragaman hayati yang tertinggi sekaligus
menjadikan Indonesia sebagai pusat keragaman spesies karang dan ikan karang di dunia. Burke et al. 2002 menyatakan bahwa 51 terumbu karang di Asia
Tenggara dan 18 terumbu karang di Dunia berada di perairan Indonesia. Sebagian besar terumbu karang ini bertipe terumbu karang tepi fringing reefs.
Saat ini, 544 jenis karang batu telah didata di wilayah timur Indonesia Mc Kenna et al.
2002. Menurut Allen and Adrim 2003 di Indonesia terdapat 2057 spesies
ikan karang dari 113 famili. Sepuluh spesies utama ikan karang di Indonesia antara lain Gobiidae 272 spesies, Labridae 178, Pomacentridae 152,
Apogonidae 114, Blenniidae 107, Serranidae 102, Muraenidae 61,
Syngnathidae 61, Chaetodontidae 59, dan Lutjanidae 43. Selanjutnya
disebutkan juga bahwa di Indonesia diindikasikan terdapat 97 spesies endemik ikan karang yang ditemukan di empat wilayah yaitu Kepulauan Nusa Tenggara
Barat Bali, Lombok, Sumbawa, Kepulauan Nusa Tenggra Timur Komodo hingga Alor Timur Laut Sulawesi Togean dan Banggai dan Papua Kepulauan
Raja Ampat. Lebih lanjut Burke et al. 2002 menyatakan bahwa terumbu
karang Indonesia sebagai salah satu penyumbang terbesar perikanan laut di dunia, menyediakan 3,6 juta ton dari produksi perikanan laut secara keseluruhan pada
tahun 1997. Namun, persediaan karang dan ikan karang Indonesia yang berlimpah tersebut terancam oleh praktek penangkapan ikan yang merusak,
seperti penangkapan ikan dengan menggunakan racun sianida dan bahan peledak.
2.2 Produksi Perikanan Tangkap
Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia FAO produksi perikanan tangkap di dunia pada tahun 2006 mencapai 92 juta ton dengan hasil penjualan
diperkirakan sebesar US 91,2 milyar, terdiri dari 82 juta ton dari perikanan laut dan 10 juta ton dari perikanan darat namun dibandingkan dengan tahun 2005
6 terjadi penurunan produksi sebesar 2,2 juta ton. Produksi perikanan tangkap
Indonesia berada pada posisi keempat teratas setelah China, Peru dan Amerika Serikat yaitu sebesar 4,8 juta ton dimana negara-negara di Asia menyumbang 52
terhadap total produksi perikanan dunia FAO 2009. Menurut FAO 2002 dalam Wiadnya et al. 2005 penangkapan berlebih atau overfishing sudah
menjadi kenyataan pada berbagai perikanan tangkap di dunia, diperkirakan 75 dari perikanan laut dunia sudah tereksploitasi penuh, mengalami tangkap lebih
atau stok yang tersisa bahkan sudah terkuras, hanya 25 dari sumberdaya masih berada pada kondisi tangkap kurang.
Lebih lanjut Widodo et al. 2003 dalam Wiadnya et al. 2005 status perikanan dari 4 empat wilayah pengelolaan perikanan Samudera Hindia,
Perairan Arafura, Laut China Selatan dan Laut Jawa menunjukkan gejala yang jelas terjadinya penangkapan berlebih. Lubis et al. 2005 menyatakan bahwa
potensi penangkapan ikan menurun secara cepat mulai dari perairan pantai menuju laut lepas. Perairan pantai merupakan perairan tangkap lebih, demikian
juga dengan perairan Laut Jawa, terletak disisi pulau yang paling padat di Indonesia, perairan ini sudah sejak lama merupakan perairan yang paling tinggi
tingkat pengeksploitasiannya dan paling banyak mendaratkan volume hasil tangkapan hampir 30 dari total hasil tangkap Indonesia.
2.3 Dinamika Sistem Perikanan
Sangat penting untuk mengetahui dinamika sistem perikanan untuk pemanfaatan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan. Dinamika sistem
perikanan minimal ditinjau dari tiga aspek yaitu: 1 Dinamika sistem alam dapat dilihat dari sistem sumberdaya ikan dinamika populasi single dan multi-species,
dinamika ekosistem, dan lingkungan biofisik; 2 Dinamika sistem manusia dipengaruhi oleh input perikanan antara lain dinamika upaya penangkapan, tenaga
kerja, modal, teknologi, dan armada penangkapan; 3 Dinamika sistem pengelolaan perikanan dipengaruhi oleh perubahan tujuan pengelolaan, arah
kebijakan, strategi dan taktik pengelolaan, operasional, dan struktur institusi pengelola. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kedinamikan tersebut yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berhubungan dengan operasi
7 penangkapan meliputi kapasitas alat penangkap ikan, kapasitas kapal, dan biaya
operasional. Faktor eksternal meliputi musim ikan dan cuaca lingkungan Charles 2001. Masalah utama dalam analisis dinamika upaya adalah dalam hal
menentukan bagaimana nelayan beradaptasi terhadap upaya mereka dalam menyikapi perubahan faktor eksternal Hilborn and Walters 1992. Hasil
penelitian Wiyono et al. 2006 menyatakan bahwa nelayan perikanan skala kecil di Palabuhanratu dalam mengalokasikan alat tangkap dipengaruhi oleh kondisi iklim.
2.4 Perubahan Lingkungan