Input Pelaksanaan PONED di Puskesmas Negeri Lama Kabupaten Labuhan Batu NEONATAL EMERGENSI DASAR (PONED) DI PUSKESMAS NEGERI LAMA KABUPATEN LABUHAN BATU TAHUN 2017

5.2 Input Pelaksanaan PONED di Puskesmas Negeri Lama Kabupaten Labuhan Batu

5.2.1 Ketersediaan SDM dalam Pelaksanaan PONED di Puskesmas Negeri Lama Kabupaten Labuhan Batu

Menurut Kemenkes RI (2013), Dalam pelaksanaan PONED, Puskesmas harus mempunyai kriteria khusus untuk menjadi Puskesmas PONED harus mempunyai tim inti yang terdiri dari Dokter, Bidan, dan Perawat yang sudah dilatih PONED, bersertifikat dan mempunyai kompetensi PONED, serta tindakan mengatasi kegawatdaruratan medik umumnya dalam rangka mengondisikan pasien komplikasi siap untuk dirujuk dalam kondisi stabil. Tim inti pelaksana Puskesmas PONED minimal terdiri dari 1 Dokter Umum, 1 Bidan dengan pendidikan minimal D3, dan 1 Perawat dengan pendidikan minimal D3. Tenaga Menurut Kemenkes RI (2013), Dalam pelaksanaan PONED, Puskesmas harus mempunyai kriteria khusus untuk menjadi Puskesmas PONED harus mempunyai tim inti yang terdiri dari Dokter, Bidan, dan Perawat yang sudah dilatih PONED, bersertifikat dan mempunyai kompetensi PONED, serta tindakan mengatasi kegawatdaruratan medik umumnya dalam rangka mengondisikan pasien komplikasi siap untuk dirujuk dalam kondisi stabil. Tim inti pelaksana Puskesmas PONED minimal terdiri dari 1 Dokter Umum, 1 Bidan dengan pendidikan minimal D3, dan 1 Perawat dengan pendidikan minimal D3. Tenaga

Berdasarkan hasil wawancara dengan seluruh informan diperoleh informasi bahwa jumlah SDM di Puskesmas Negeri Lama, jumlah tenaga yang dilatih PONED hanya tiga orang. Tenaga kesehatan di Puskesmas Negeri Lama yang mengikuti pelatihan PONED yaitu satu dokter, satu bidan dan satu perawat. Untuk menjadi petugas PONED tidak ditentukan lamanya kerja, tidak ada persyaratan khusus untuk menjadi tim PONED, karena tim PONED di tunjuk langsung oleh kepala Puskesmas. Namun keadaan saat ini, tim PONED tersebut telah dipindahtugaskan ke Puskesmas lain untuk memenuhi syarat Puskesmas tersebut menjadi Puskesmas PONED.

Disebutkan dalam Kemenkes RI (2013), apabila tenaga dalam tim inti tersebut pindah tugas, maka Dinas Kesehatan wajib untuk menggantikan dengan tenaga kesehatan (Dokter, Bidan, dan Perawat) terlatih PONED melalui pelatihan atau rekrutmen tenaga kesehatan terlatih. Tetapi pada kenyataannya, sudah 2 tahun sejak tim inti PONED Puskesmas Negeri Lama dipindahtugaskan, Dinas Kesehatan belum mengirimkan tim inti PONED yang baru.

Sebenarnya petugas kesehatan di Puskesmas Negeri Lama ini sudah cukup baik dan mengerti mengenai PONED tetapi mungkin menjadi kendala karena tidak adanya petugas PONED yang selalu siap melayani sehingga banyak kasus kegawatdaruratan dijumpai oleh bidan yang belum mendapat pelatihan PONED dan umumnya mereka tidak berani melakukan penanganan dan memilih langsung merujuk ke rumah sakit. Hal tersebut berdampak pada pelayanan PONED di

Puskesmas selama dua tahun ini, dan pelayanan tidak berjalan karena jumlah rujukan di Puskesmas tinggi. Puskesmas PONED haruslah memiliki dokter jaga

24 jam, dari hasil pengamatan di Puskesmas dokter ada pada waktu jam dinas saja, sedangkan mulai dari malam sampai pagi hanya ada petugas jaga rawat inap saja tanpa didampingi dokter jaga. Jadi dalam hal ini dokter hanya bersifat on call saja bila ada penanganan pasien gawat darurat yang mau dirujuk. Hal inilah yang menyebabkan pasien dengan kasus kegawatdaruratan langsung dirujuk ke rumah sakit karena berbagai sebab antara lain tidak adanya petugas yang terlatih PONED seperti dokter yang siap 24 jam dan sulitnya konsultasi dengan dokter pada waktu malam hari. Seharusnya semua petugas yang terlatih PONED harus siap 24 jam untuk melayani kasus kegawatdaruratan obstetri dan neonatal di Puskesmas.

Hal ini sejalan dengan Kemenkes RI (2013) yang menyatakan bahwa syarat Puskesmas PONED salah satunya adalah memiliki dokter, bidan, perawat yang terlatih PONED dan siap melayani 24 jam. Menurut Vivianri (2011) menyatakan bahwa kekurangan sumber daya manusia atau tim PONED karena sumber daya manusia atau tim PONED tersebut tidak tinggal di Puskesmas atau sedang tugas belajar dan dokter yang ada berasal dari Puskesmas lain, sehingga pelaksanaan pelayanan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal tidak efektif.

Untuk terlaksananya pelayanan persalinan di Puskesmas Negeri Lama, maka upaya yang dilakukan kepala Puskesmas kepada pimpinan Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhan untuk memenuhi kurangnya tenaga kesehatan terlatih PONED, yaitu memberdayakan tenaga kesehatan lainnya yang belum pernah mengikuti pelatihan PONED tenaga kesehatan yang cukup memadai jumlahnya di

Puskesmas Negeri Lama seharusnya juga diberikan pelatihan yang merata mengenai PONED, pelatihan ini bisa diberikan dari tenaga PONED yang sudah terlatih, sehingga tidak lagi menjadi kendala dalam penanganan pasien karena smeua petugas sudah memiliki kemampuan yang sama. Menurut Siregar (2016), kekurangan staf merupakan suatu hambatan yang besar untuk menyediakan pelayanan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal.

5.2.2 Kesiapsiagaan Petugas Kesehatan PONED dalam Pelaksanaan PONED di Puskesmas Negeri Lama Kabupaten Labuhan Batu

Berdasarkan hasil wawancara terhadap seluruh informan, petugas kesehatan tidak selalu ada melayani pelayanan PONED hanya selama jam dinas saja. Mereka membagi shift kerja dalam melaksanakan pelayanan PONED dibagi

2 yaitu shift pagi dan shift malam. Tim pelaksana PONED harus selalu siap selama 24 jam per hari dan 7 hari seminggu. Namun kenyataan dilapangan, hanya satu orang dokter yang masuk shift kerja malam, padahal Puskesmas Negeri Lama mempunyai 3 orang dokter umum. Hal ini dikarenakan selain bertanggung jawab dalam pelaksanaan PONED, dokter umum juga bertanggung jawab pada poli umum.

Kualitas pelayanan dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi para pengguna atas pelayanan yang nyatanya mereka terima/peroleh dengan pelayanan yang sesungguhnya mereka harapkan/inginkan terhadap atribut-atribut pelayanan suatu instansi. Jika pelayanan yang diterima atau dirasakan sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan baik dan memuaskan, begitu juga sebaliknya (Tjiptono, 2007).

Pelayanan persalinan akan dimanfaatkan masyarakat apabila tenaga kesehatan yang dibutuhkan tersedia ditempat. Tenaga terlatih PONED harus diatur penempatan, pemanfaatannya sesuai fungsi mereka dalam melaksanakan pelayanan persalinan. Namun hasil penelitian menunjukkan bahwa tenaga kesehatan yang terlatih PONED tidak diatur penempatannya, sehingga tidak dapat menerapkan ilmu yang diperoleh dari pelatihan tersebut dalam pelayanan persalinan, seperti dokter yang terlatih PONED menjadi kepala Puskesmas tidak ikut serta dalam memberikan pelayanan persalinan dan bidan yang tidak terlatih PONED ditunjuk sebagai penanggungjawab PONED.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Siregar (2016) bahwa kurangnya pemanfaatan pelayanan PONED oleh masyarakat, bidan desa atau Puskesmas non PONED dalam pelayanan persalinan dimana petugas kesehatan PONED yang diinginkan tidak selalu ada ditempat. Selain itu menurut Tobing (2014), bahwa tingginya rujukan kegawatdaruratan persalinan ke rumah sakit PONEK karena berbagai sebab, antara lain tidak adanya petugas yang terlatih PONED seperti dokter yang siapsiaga 24 jam dan sulitnya konsultasi dengan dokter pada waktu malam hari. Menurut Mubarak (2012), menyatakan bahwa syarat Puskesmas PONED salah satunya adalah memiliki dokter, bidan dan perawat terlatih PONED yang siap melayani 24 jam.

5.2.3 Ketersediaan Sarana dan Prasarana dalam Pelaksanaan PONED di Puskesmas Negeri Lama Kabupaten Labuhan Batu

Berdasarkan hasil wawancara yang dilaksanakan di Puskesmas Negeri Lama didapat bahwa sarana dan prasarana di Puskesmas Negeri Lama sudah

cukup lengkap dan disusun dalam troli emergensi maternal dan neonatal serta kondisi fisik bangunan juga cukup memadai. Sedangkan alat-alat di Puskesmas Negeri Lama tidak lengkap karena alat plasenta manual dan vakum ekstraksi dalam hal rujukan maternal dan neonatal tidak lengkap, selain itu peralatan yang ada juga merupakan peralatan yang tidak layak pakai karena sudah lama dan tidak disusun di troli emergensi, sehingga apabila ada pasien ibu atau bayi dengan kegawatdaruratan, maka tenaga kesehatan cenderung merujuk karena alat yang kurang lengkap. Kondisi fisik bangunan dan ruang perawatan juga kurang memadai, dan belum memenuhi standar sebagai Puskesmas PONED, hal ini juga dapat menimbulkan persepsi pada masyarakat untuk tidak mau dirujuk ke Puskesmas oleh bidan desa. Puskesmas Negeri Lama juga memberdayakan Puskesmas Keliling yang berada 24 jam di Puskesmas dan apabila terjadi kasus yang harus dirujuk selalu menggunakan Puskesmas keliling tersebut. Puskesmas Negeri Lama sudah cukup baik dalam hal ketersediaan sarana transportasi sehingga dalam melaksanakan proses rujukan harusnya tidak ada masalah dalam hal transportasi ke tempat rujukan sehingga tidak terjadi keterlambatan dalam proses rujukan.

Ketersediaan sarana dan prasarana di Puskesmas Mampu PONED, berupa perbekalan kesehatan yang diperlukan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan meliputi sediaan farmasi, alat kesehatan dan perbekalan lainnya. Dalam pelayanan Puskesmas Mampu PONED, sarana dan fasilitas harus tersedia dengan lengkap. Sarana dan fasilitas berasal dari propinsi, sedangkan untuk operasional PONED bersal dari operasional Puskesmas (Kemenkes RI, 2013).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Surahwardy (2013) menyatakan bahwa yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan pelayanan PONED adalah beberapa alat ada yang tidak tersedia. Penelitian serupa oleh Mustain (2013), menyatakan bahwa sarana dan prasarana sebagian besar sudah lengkap di Puskesmas Jumpandang Baru, namun ada beberapa alat yang tidak tersedia dikarenakan belum adanya kiriman alat lainnya dari Dinas kesehatan, seperti pispot sendok stainless, vulsellum forceps, urine bag, speculum doyen dan vakum ekstraktor. Salah satu faktor yang harus dipenuhi suatu Puskesmas PONED yang mampu menjalankan pelayanan persalinan dengan maksimal adalah sarana dan prasarana yang lengkap, sehingga dapat menangani kasus persalinan dengan baik.

5.2.4 Ketersediaan Obat-obatan dalam Pelaksanaan PONED di Puskesmas Negeri Lama Kabupaten Labuhan Batu

Berdasarkan hasil wawancara dengan seluruh informan didapat bahwa ketersediaan obat-obatan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan PONED belum lengkap sehingga dokter maupun bidan desa sering menyarankan untuk membeli obat di luar Puskesmas. Bidan desa juga sering menyarankan untuk membeli obat di apotik hanya saja lebih baik untuk ditanyakan terlebih dahulu di Puskesmas.

Hal ini tentunya tidak sejalan dengan Kemenkes RI (2013) yang menyatakan bahwa Puskesmas yang menyelenggarakan PONED harus menyediakan obat dan bahan habis pakai, baik jenis dan jumlahnya harus cukup dengan buffer stock sesuai dengan kebutuhan.

Salah satu upaya agar peralatan dan obat-obatan di Puskesmas tersedia untuk mendukung pelaksanaan pelayanan persalinan adalah mengajukan permohonan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhan Batu. Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhan Batu bertanggung jawab menyediakan peralatan medis dan bekerjasama dengan BPOM (badan pengawasan obat dan makanan) Labuhan Batu bertanggung jawab untuk menyediakan obat-obatan. Namun sampai saat ini pengiriman peralatan dan obat-obatan dalam mendukung pelayanan persalinan bersifat bertahap, pada hal peralatan dan obat-obatan sangat dibutuhkan dalam pelayanan persalinan.

Kurangnya peralatan dan obat-obatan menjadi salah satu kendala dalam pelaksanaan pelayanan persalinan yang optimal, dimana peralatan dan obat-obatan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dari pelaksanaan pelayanan persalinan. Tenaga kesehatan dapat melaksanakan pelayanan persalinan apabila peralatan dan obat-obatan yang dibutuhkan tersedia, seperti kasus perdarahan post partum yang membutuhkan peralatan, seperti lampu periksa halogen, speculum sims besar dan obat-obatan, seperti: Metil ergometrin maleat injeksi 0,2 mg (1 ml), Metil ergometrin maleat tablet 75 mg (tablet), Misoprostol (tablet) dan transfusi set dewasa. Tidak tersedianya peralatan dan obat-obatan menyebabkan kasus perdarahan post partum tidak dapat ditangani oleh tenaga kesehatan sehingga harus dirujuk dengan cepat ke RS PONEK terdekat supaya kematian ibu bersalin karena terlambat memperoleh fasilitas pelayanan yang lebih memadai tidak terjadi.

5.2.5 Ketersediaan Alat Komunikasi Sebagai Sarana Untuk Merujuk Dalam Pelaksanaan PONED di Puskesmas Negeri Lama Kabupaten Labuhan Batu

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ketersediaan alat komunikasi untuk merujuk kasus kegawatdaruratan dalam pelaksanaan PONED, diperoleh informasi bahwa alat komunikasi untuk merujuk kasus kegawatdaruratan dulunya disediakan oleh Dinas Kesehatan, akan tetapi alat komunikasi tersebut sudah tidak ada sehingga untuk sekarang ini hanya menggunakan alat komunikasi pribadi. Cara untuk merujuk pasien adalah dengan melakukan sms sesuai dengan program SIJARI EMAS ataupun menelepon langsung ke Rumah Sakit PONEK.

Alat komunikasi rujukan sudah tersedia, yaitu handphone pribadi yang sudah diregistrasi SIJARIEMAS (system jaringan expanding maternal and neonatal survival). Alat komunikasi rujukan dapat dimanfaatkan oleh bidan desa dan tenaga kesehatan Puskesmas Negeri Lama untuk menghubungi pihak Puskesmas Negeri Lama dan rumah sakit PONEK terdekat, yaitu RSUD.

Proses komunikasi yang dilakukan dengan menggunakan SIJARIEMAS, yaitu rujukan kegawatdarutan persalinan seperti perdarahan post partum dapat langsung dirujuk ke RS PONEK karena petugas PONED/ bidan koordinator telah menyetujui agar ibu tersebut di bawa langsung ke rumah sakit, karena Puskesmas tidak menyediakan fasilitas transfusi darah. Namun pada umumnya setiap kasus kegawatdarutan persalinan harus langsung di rujuk ke Puskesmas untuk mendapatkan penanganan pertama bertujuan untuk mestabilisasikan agar kondisi ibu bersalin tidak semakin memburuk, kemudian tenaga kesehatan menghubungi Proses komunikasi yang dilakukan dengan menggunakan SIJARIEMAS, yaitu rujukan kegawatdarutan persalinan seperti perdarahan post partum dapat langsung dirujuk ke RS PONEK karena petugas PONED/ bidan koordinator telah menyetujui agar ibu tersebut di bawa langsung ke rumah sakit, karena Puskesmas tidak menyediakan fasilitas transfusi darah. Namun pada umumnya setiap kasus kegawatdarutan persalinan harus langsung di rujuk ke Puskesmas untuk mendapatkan penanganan pertama bertujuan untuk mestabilisasikan agar kondisi ibu bersalin tidak semakin memburuk, kemudian tenaga kesehatan menghubungi

Ketersediaan sarana alat komunikasi untuk merujuk persalinan di Puskesmas berjalan dengan optimal, dimana setiap bidan desa atau bidan di Puskesmas menggunakan telephone yang aktif selama 24 jam yang bertujuan untuk mempermudah pemberian informasi kasus kegawatdaruratan persalinan yang akan dirujuk supaya pihak fasilitas terujuk, yaitu Puskesmas dan rumah sakit dapat menyiapkan hal-hal yang diperlukan untuk menangani kasus kegawatdaruratan persalinan tersebut dengan cepat dan tepat, sehingga kematian ibu bersalin karena terlambat memperoleh fasilitas pelayanan yang memadai dan terlambat memperoleh pelayanan dari tenaga kesehatan yang kompoten tidak terjadi.

Hasil penelitian ini sesuai dengan Kemenkes RI (2013) bahwa setiap Rumah Sakit PONEK diwajibkan untuk membangun jejaring pelayanan emergensi dan menyediakan alat komunikasi seperti radio medik dan telephone ke setiap Puskesmas binaan dan bidan desa yang ada di masing-masing wilayah kerja Puskesmas yang dapat difungsikan setiap waktu dengan baik untuk mendukung pelaksanaan rujukan. Selain itu Tobing (2014) menambahkan bahwa rujukan yang efektif memerlukan alat komunikasi antar fasilitas. Tujuan dari alat komunikasi adalah agar pihak fasiliats terujuk mengetahui keadaan pasien dan dapat menyiapkan secara dini penanganan yang diperlukan pasien segera setalah pasien sampai kerumah sakit.

5.2.6 Ketersediaan Biaya Operasional Pelaksanaan PONED di Puskesmas Negeri Lama Kabupaten Labuhan Batu

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ketersediaan biaya operasional dalam pelayanan PONED, diperoleh informasi bahwa biaya operasional pelayanan PONED telah tersedia. Untuk keperluan PONED berasal dari APBD untuk keperluan sarana, prasarana, obat-obatan, maupun adanya kerusakan pada sarana dan prasarana.

Biaya operasinal pelayanan persalinana terutama diperoleh dari dana BPJS. Dana BPJS diperoleh dengan membuat laporan yang berisi identitas ibu bersalin untuk dilaporkan ke Kantor BPJS Kabupaten Labuhan Batu setiap bulan dengan biaya setiap persalinan sebesar Rp 600.000. Dana BPJS biasanya tidak langsung dibayar oleh kantor BPJS setiap bulan, tetapi dibayar pada bulan berikutnya yaitu bulan ke-2 atau bulan ke-3. Hal ini dapat menghambat pelaksanaan pelayanan persalinan di Puskesmas Negeri Lama, karena dana BPJS dimanfaatkan untuk pengadaan alat-alat kesehatan dan obat-obatan dalam mendukung terlaksananya pelayanan persalinan yang maksimal.

Selain itu untuk mendukung terlaksananya pelayanan persalinan di Puskesmas Negeri Lama, juga memperoleh dana operasional dari pemerintah berupa dana BOK sebesar Rp 50.000.000 tahun 2016. Dalam pelayanan persalinan bahwa dana BOK hanya dimanfaatkan untuk melengkapi alat-alat tulis dan alat-alat penyuluhan pelayanan persalinan di puskemas PONED seperti LCD, proyektor dan lain-lain.

Biaya merupakan salah satu sumber daya yang sangat penting dalam keberhasilan pelayanan persalinan. Biaya operasional pelaksanaan pelayanan persalinan telah tersedia, yaitu BPJS dan BOK. Finansial sangat diperlukan dalam kelancaran pelaksanaan pelayanan persalinan di Puskemas Negeri Lama. Dana yang tersedia saat ini belum efektif dikelola oleh bendahara perlengkapan karena dana BPJS sering terlambat diterima oleh Puskesmas, padahal dana tersebut sangat diperlukan untuk pengadaan alat-alat dan obat-obatan untuk pelayanan kesehatan persalinan di Puskesmas.

Hasil penelitian ini sesuai dengan KEMENKES (2013), disebutkan bahwa ketersediaan sumber dana yang diperlukan untuk operasional PONED baik dalam maupun di luar gedung bersumber dari pusat, daerah maupun sumber lainnya. Selain itu hasil penelitian Handayani (2011) menyatakan bahwa dana sangat penting dan diperlukan sebagai syarat kelancaran sebuah program harus dialokasikan secara tepat. Demikian pula kelancaran dalam proses penyediaan maupun penggunaannya.

5.2.7 Ketersediaan Sarana Transportasi Rujukan dalam PONED di Puskesmas Negeri Lama Kabupaten Labuhan Batu

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa seluruh informan menyatakan ketersediaan sarana transportasi rujukan untuk kasus kegawatdaruratan maternal dan neonatal, diperoleh informasi bahwa sarana transportasi yang tersedia adalah ambulans sebanyak 2 buah yang siaga selama 24 jam. Ambulans digunakan pada saat ada panggilan untuk melakukan rujukan maupun ketika petugas kesehatan turun ke lapangan.

Sarana transportasi rujukan telah tersedia, yaitu satu unit ambulance dan supir pribadi Puskesmas Negeri Lama yang siapsiaga selama 24 jam. Sarana transportasi rujukan telah dimanfaatkan oleh bidan desa dalam merujuk pasien kasus retensio plasenta ke Puskesmas Negeri Lama, dimana bidan desa yang merujuk tersebut berasal dari Desa Negeri Baru yang jaraknya ± 10 km. Kemudian dengan letak strategis yang dimiliki Puskesmas Negeri Lama, yaitu terletak di Desa Negeri Lama (tepatnya di belakang Pajak Negeri Lama) sekitar 300 m dari pinggir jalan raya dapat mempermudah masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan persalinan di Puskesmas Negeri Lama dengan kendaraan pribadi. Masyarakat yang berkunjung ke Puskesmas biasa menggunakan kendaraan sendiri, seperti kendaraan roda dua dan empat, karena sarana transportasi angkutan umum tidak ada, tetapi yang melintasi daerah tersebut adalah kendaraan antara kota dari Rantau Prapat, Kota Pinang dan Aek Nabara menuju ke Negeri Lama.

Dalam hal ini bahwa lokasi Puskesmas tidak menjadi faktor penyebab keterlambatan dalam merujuk ibu bersalin terutama kasus kegawatdaruratan persalinan, karena masyarakat sudah memiliki kendaraan minimal kendaraan roda dua dan didukung ambulance Puskesmas Negeri Lama yang dapat dimanfaatkan untuk melayani keluhan masyarakat yang memerlukan bantuan segera untuk mendapatkan pelayanan persalinan, sehingga kasus kematian ibu bersalin karena terlambat mengakses fasilitas kesehatan yang memadai tidak terjadi.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Siregar (2016) tentang evaluasi pelaksanaan rujukan obstetri dan neonatal, menyatakan bahwa seluruh

faktor pendukung (pemerintah, teknologi dan transportasi) harus terpenuhi sehingga proses rujukan akan berjalan dengan baik dan masyarakat awam akan segera tertangani dengan tepat. Selain itu Yunus (2007) dalam penelitian menyebutkan bahwa faktor transportasi memengaruhi terhadap kematian ibu akibat komplikasi dalam sistem rujukan, dimana ibu yang tinggal di daerah yang sulit secara geografis cenderung akan meningkatkan kematian maternal menjadi 6,1 kali dibandingkan ibu yang tinggal di tempat yang mudah diakses. Dalam arti faktor jarak tempuh ke fasilitas kesehatan yang tidak jauh dan didukung dengan sarana transportasi yang mudah didapat maka keterlambatan penanganan kasus kegawatdaruratan dapat dicegah sehingga ibu dapat lebih cepat mendapatkan pertolongan yang lengkap di fasilitas rujukan yang lebih komperhensif.