Sejarah Gerakan Perlindungan Konsumen.
A. Sejarah Gerakan Perlindungan Konsumen.
Perjalanan sejarah perlindungan konsumen baik nasional maupun dalam pola yang lebih global, perlu diketahui untuk melihat tahap-tahap masa lalu guna melangkah lebih bijak ke arah depan, dan menciptakan budaya konsumen yang lebih baik. Tumbuhnya sistem perlindungan konsumen berjalan seiring dengan tumbuh dan berkembangnya pola perekonomian yang makin lama semakin pesat. Perhatian terhadap perlindungan konsumen, terutama di Amerika Serikat (1960- 1970) mengalami perkembangan yang sangat signifikan dan menjadi objek kajian bidang ekonomi, sosial, politik, dan hukum. Di Amerika Serikat pada era tahun- tahun tersebut berhasil diundangkan banyak sekali peraturan dan dijatuhkan putusan-putusan hakim yang memperkuat kedudukan konsumen.
Fokus gerakan perlindungan konsumen (konsumerisme) 42 dewasa ini sebenarnya masih pararel dengan gerakan pertengahan abad ke-20. Di Indonesia
gerakan perlindungan konsumen menggema dari gerakan serupa di Amerika Serikat. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang secara populer dipandang sebagai perintis advokasi konsumen di Indonesia berdiri pada kurun waktu itu, yaitu 11 Mei 1973. Gerakan di Indonesia ini termasuk cukup responsif terhadap keadaan, bahkan mendahului Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (Ecosoc) No. 2111 Tahun 1978 tentang Perlindungan Konsumen.
42 Shidarta, op.cit., hal. 29, Konsumerisme bukanlah paham yang mengajarkan orang berlaku konsumtif. Konsumerisme adalah gerakan yang memperjuangkan ditegakkannya hak-hak
konsumen.
Sejarah gerakan perlindungan konsumen dapat dibagi dalam empat tahapan perkembangan, yaitu 43 :
a. Tahapan I (1881-1914) Kurun waktu ini titik awal munculnya kesadaran masyarakat untuk melakukan gerakan perlindungan konsumen. Pemicunya, histeria massal akibat novel karya Upton Sinclair berjudul The Jungle, yang menggambarkan cara kerja pabrik pengolahan daging di Amerika Serikat yang sangat tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan.
b. Tahapan II (1920-1940) Pada kurun waktu ini muncul pula buku berjudul Your Money‟s Wourth karya Chase dan Schlink. Karya ini mampu menggugah konsumen atas hak-hak mereka dalam jual beli. Pada kurun waktu ini muncul slogan : fair deal, best buy.
c. Tahapan III (1950-1960) Pada dekade 1950 an ini muncul keinginan untuk mempersatukan gerakan perlindungan konsumen dalam lingkup internasional. Dengan diprakarsai oleh wakil-wakil dari Amerika serikat, Inggris, Belanda, Australia, dan Belgia. Pada 1 April 1960 berdirilah International Organization of Consumer Union . Semula organisasi ini berpusat di Den Haag, kemudian pindah ke London pada tahun 1993.
43 ibid, hal. 30 43 ibid, hal. 30
di Indonesia tidak hanya dilihat dari sudut reaktivitas masyarakat konsumen seperti yang terjadi di Amerika atau Eropa. Pendekatan yang dilakukan pertama-
tama dimulai dari aspek perkembangan produk hukum yang ada 44 , termasuk pada zaman Hindia Belanda, tentunya fase-fase perkembangan demikian, tidak
disangkal akan adanya pengaruh perkembangan kehidupan konsumen di luar negeri. Fase-fase perkembangan produk hukum tersebut antara lain 45 :
a. Masa Zaman Hindia Belanda Pada masa zaman Hindia Belanda, upaya perlindungan konsumen telah tampak melalui rumusan pasal-pasal dari berbagai peraturan perundang-undangan yang ada. Meskipun rumusan-rumusan yang ada tersebut tidak secara eksplisit menyebut istilah konsumen, produsen atau pelaku usaha, namun secara hakiki objek pengaturannya adalah berkaitan pula terhadap konsumen atau pihak pelaku usaha. Pengaturan tentang perlindungan konsumen pada zaman ini dapat dilihat pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek/BW), Kitab
44 N.H.T Siahaan, op.cit., hal. 296 45 Ibid., hal. 297
Undang-Undang hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht/ WvS) dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel/ WvK).
Beberapa hal yang diatur tentang persoalan konsumen di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah tentang hak dan kewajiban dalam melakukan suatu perjanjian atau transaksi, yang diletakkan dalam Buku III Van Vaerbintennissen (tentang perikatan). Dimuat disini tentang subjek-subjek hukum dari perikatan, syarat-syarat perikatan, tentang resiko jenis-jenis perikatan tertentu, syarat-syarat pembatalannya dan berbagai bentuk perikatan yang dapat diadakan. Dalam perikatan yang timbul karena perjanjian, apabila terjadi wanprestasi, pihak yang dirugikan berhak menggugat ganti rugi, biaya dan bunga.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terdapat pasal-pasal yang mengatur tentang perlindungan konsumen walaupun tidak menyebutkan kata konsumen atau pelanggan dalam rumusannya. Pasal-pasal tersebut antara lain ialah Pasal 204, Pasal 205, Pasal 258, Pasal 382 bis, Pasal 383, Pasal 386, Pasal 390.
b. Masa Kemerdekaan Sampai Tahun 1967 Gerakan kepedulian tentang nasib konsumen di Indonesia dalan kurun
waktu ini memang belum tampak jelas. Akan tetapi jika dilihat baik dari sudut perkembangan legislasi maupun kepedulian pengadilan, terlihat tanda-tanda perkembangan tentang adanya kesadaran perlindungan konsumen.
Dari sudut legislasi dapat dilihat dari beberapa peraturan yang dikeluarkan antara lain :
1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 1961 tentang Barang.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1964 tentang Standar Industri. Yang intinya mengatur tentang cara mendesain dan mengolah bahan- bahan untuk industri, menetapkan jenis, bentuk, ukuran, mutu atau pengamanan barang-barang industri, serta mengatur mencoba menganalisis, memeriksa dan menguji hasil-hasil industri.
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1964 tentang Pokok-pokok Perumahan.
4. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygene.
c. Masa Periode Tahun 1967 hingga 1974 Periode ini ditandai dengan hadirnya investasi yang sangat pesat di
Indonesia, baik dilakukan secara joint venture maupun melalaui investasi dalam negeri. Industrialisasi sebagai jantung pemacu percepatan pembangunan dirintis agar mampu memberikan kemakmuran bangsa. Namun arus indutrialisasi tidak banyak diikuti kebijakan tentang pengelolaan dampak-dampaknya kepada masyarakat secara luas. Sehingga terjadi pencemaran lingkungan, kerusakan hutan dan aset alam lainnya.
Di bidang konsumen semakin dikhawatirkan akan adanya berbagai ekses yang merugikan masyarakat berupa iklan gencar yang kurang sehat dan produk- produk yang merugikan masyarakat. Hal ini bukan saja terjadi dalam lingkup Di bidang konsumen semakin dikhawatirkan akan adanya berbagai ekses yang merugikan masyarakat berupa iklan gencar yang kurang sehat dan produk- produk yang merugikan masyarakat. Hal ini bukan saja terjadi dalam lingkup
Pada kurun waktu ini masyarakat konsumen kita semakin sadar akan kepentingan dan hak-haknya untuk mendapatkan produk yang aman dan bebas dari kecurangan-kecurangan para produsen. Organisasi konsumen berdiri dengan nama Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). YLKI muncul dari sekelompok kecil masyarakat yang pada mulanya hanya mempromosikan produksi Indonesia. Pada saat itulah muncul ide untuk mendirikan organisasi konsumen setelah melihat kenyataan-kenyataan bagaimana konsumen menderita sebagai silent victim tanpa ada yang menyuarakan, membela dan peduli atas kerugian-kerugian mereka.
Yayasan ini sejak semula tidak ingin berkonfrontasi dengan pelaku usaha, apalagi dengan pemerintah. YLKI bertujuan melindungi konsumen, menjaga martabat produsen, dan membantu pemerintah. Keberadaan YLKI juga sangat membantu dalam upaya peningkatan kesadaran atas hak-hak konsumen. Lembaga ini tidak sekedar melakukan penelitian atau pengujian, penerbitan dan menerima pengaduan, tetapi sekaligus juga mengadakan upaya advokasi langsung melalui jalur pengadilan. YLKI aktif sekali dalam seminar/diskusi baik secara nasional maupun internasional dan sangat gigih memperjuangkan perlunya RUU tentang konsumen dan hasilnya ialah diundangkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
d. Masa Tahun 1974 Hingga Sekarang Masa ini boleh dikatakan sebagai kurun waktu yang paling progresif bagi
gerakan perlindungan konsumen di Indonesia, pembangunan Indonesia telah mencapai perkembangan yang pesat dari kurun waktu sebelumnya. Tetapi juga mulai nampak dampak-dampak dari kebijakan pembangunan seperti pencemaran lingkungan, kerusakan sumber-sumber daya alam dan banyak produsen yang menjadikan konsumen sebagai objek keserakahan ekonominya.
Ada tiga hal yang menandai kurun waktu ini, yaitu :
1. Bermunculan organisasi/lembaga swadaya masyarakat di bidang perlindungan konsumen sebagai reaksi atas munculnya problema sosial di bidang konsumen, dan bergerak diberbagai bidang khusus perlindungan seperti konsumen perumahan, konsumen telepon, konsumen transportasi, konsumen migas, konsumen obat-obatan dan sebagainya.
2. Tumbuhya kebijakan hukum, ditandai dengan hadirnya kebijakan hukum dan peraturan perundang-undangan untuk melindungi konsumen dalam berbagai sektor, antara lain :
1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal.
2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.
3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian.
4) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan.
5) Undang-Undang Nomor 23 Thun 1992 tentang Kesehatan.
6) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha kecil.
7) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan.
8) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran.
9) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
10) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
3. Masa Kelahiran Undang-Undang Perlindungan Konsumen Kurun ini merupakan kurun sejarah yang amat penting, dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) yang diundangkan pada tanggal 20 April 1999 melalui Lembaran Negara No. 42 Tahun 1999. Undang-Undang ini boleh dikatakan mempunyai makna yang sangat ganda bagi perlindungan konsumen sebagai suatu produk hukum utama yang dapat menjadi umbrella provision bagi ketentuan perlindungan konsumen. Menurut NHT. Siahaan keistimewaan dari Undang-Undang ini antara
lain 46 :
1) Muatannya komprehensif.
2) Seluruhnya mengatur tentang kepentingan perlindungan konsumen
3) Memuat sarana-sarana yang berfungsi untuk memberdayakan konsumen seperti hak-hak konsumen, kewajiban pelaku usaha, dilarangnya mencantumkan klausula baku pada dokumen atau perjanjian, institusi perlindungan konsumen nasional.
4) Diakuinya lembaga swadaya masyarakat konsumen.
5) Dibentuknya kelembagaan pengawasan konsumen.
6) Adanya lembaga peradilan intern konsumen.
7) Dimungkinkannya kelembagaan penyelesaian sengketa di luar pengadilan (alternative dispute resolution)
8) Diintrodusirnya sistem class action dan legal standing dalam hukum acara peradilan konsumen.